Lihat semua daftar posting »»

Kamis, 15 Desember 2011

KISAH RIO 02

Selesai makan di kantin, aku bertiga dengan arya dan arthur kembali ke kelas.

Aku merasa senang telah melalui hari ini dengan lancar, meskipun baru tapi telah mendapat teman.

Pelajaran selanjutnya diajar oleh guru yang masih muda, cukup cantik, aku langsung suka. Bu marissa namanya.

Suaranya lembut dan mendayu dayu, cukup untuk membuai telinga hingga mataku menjadi berat. Berkali kali arya menyenggolku yang nyaris tertidur. Hingga aku terkesiap berkali kali juga. Setelah mata pelajaran antropologi selesai, bu marissa keluar dan digantikan dengan pak wisnu yang mengajar kimia.

Mataku yang sempat redup jadi lebar kembali karena suara pak wisnu yang berat berkumandang keseluruh ruangan kelas.

Belum lagi unsur unsur zat serta kode kode membuat otakku tak ada kesempatan untuk santai. Untung saja cuma satu jam sesi pelajarannya yang juga pamungkas kegiatan belajar hari ini.

Bell pulang telah berbunyi. Aku membereskan semua buku dan peralatan tulis lalu memasukkan kedalam tas.

Setelah kami memberi hormat terakhir, pak wisnu meninggalkan kelas.

Bagaikan semut keluar dari sarang, teman teman saling berebutan keluar seolah olah ada kebakaran dalam kelas.

Baru saja aku keluar e, kak faisal sudah menungguku berdiri didepan pintu.

“ayo dek pulang..”

Kak faisal mengajakku.Aku mengangguk dan mengikuti kak faisal hingga ke tempat parkiran.

“gimana tadi belajarnya dek?”

Tanya kak faisal saat kami berdua sudah diatas motor dijalan raya.

“lumayan asik kak, guru gurunya pada enak ngajarnya..”

“baguslah kalau memang begitu… Gimana dengan teman teman barunya?”

“tak ada masalah kak, rio udah dapat teman dikelas..”

Aku menjawab singkat.

Setelah itu kami berdua cuma diam hingga tiba dirumah.

Aku langsung turun dari motor dan masuk kedalam rumah, sementara kak faisal memasukkan motor kedalam garasi.

Didalam kamar aku mengganti seragam sekolahku dengan baju kaus oblong dan celana jeans selutut.

Rumah masih sepi, mama dan papa jam segini masih kerja. Jadi hanya ada bik tin saja sedang menonton tayangan televisi.

“makan dulu bang, bibik udah masakin sup telur puyuh sama tumis kangkung kesukaan abang…”

Ujar bik tin begitu melihatku masuk ke dapur.

“makasih bik, rio makan dulu, oh ya… Bibik juga udah makan kan?”

“udah bang, kalau bibik nggak usah ditanya lagi, udah dari tadi makan..”

Bik tin tersenyum geli kemudian ia berdiri dan mengikutiku ke dapur.

Bik tin mengambil sebuah piring kemudian memberikan padaku.

“makasih bik..”

Aku duduk dikursi makan dan mengambil nasi.

Kak faisal muncul di pintu lalu menghampiriku dan ikut makan siang bersamaku.

Habis makan, kami berdua main sega dikamar kak faisal. Hingga tak terasa telah sore.

“dek tolong kunci pintunya..”

Kak faisal mematikan sega player. Aku berdiri kemudian mengunci pintu, walaupun sedikit heran, aku tak bertanya.

Sementara kak faisal membuka lemarinya dan berjongkok mencari cari sesuatu di bagian dasar lemari.

“cari apa kak?”

Aku jadi penasaran.

“ada aja..!”

Jawab kak faisal penuh teka teki.

“aduh dimana ya…perasaan kemarin aku taruh disini deh”

Kak faisal terus mencari cari.

Aku menghampiri kak faisal ikut berjongkok disampingnya.

“apa sih… Buku ya?”

“bukan dek..”

“lalu apa…?”

“kaset video..”

“wah film baru ya?”

“iya dek, kakak baru pinjam sama rizal, aduh gawat dimana ya?”

Kak faisal mulai panik.

“mungkin bik tin yang mindahin..”

Ujarku sambil membantunya mencari.

“masya allah.. Jangan sampai deh..”

Wajah kak faisal nampak panik.

“loh emangnya kenapa?”

Aku jadi makin heran.

“bisa gawat dek”

Kak faisal berdiri dan mengacak tumpukan bajunya yang terlipat rapi secara serampangan hinga berantakan.

Aku cuma menggelengkan kepala melihat tingkah kak faisal.

“astaga… Untung saja ketemu..”

Kak faisal menepuk keningnya dengan lega, tangan kirinya memegang sebuah karet video berwarna hitam. Tanpa sampul dan gambar.

“film apa sih kak?”

“sabar.. Hehehe adek pasti suka..”

Seringai kak faisal.

Kemudian ia menyalakan video player lalu memasukkan kaset itu ke dalamnya.

Aku duduk didepan televisi menunggu dengan penasaran.

Kak faisal menutup tirai jendela kamarnya.

Aku menyipitkan mata melihat kelakuan kak faisal yang ganjil.

Kamar menjadi agak gelap, kak faisal duduk disampingku memegang remote.

Di layar terpampang gambar seorang perempuan berambut pirang yang sedang berada di dapur, memakai baju cukup sexy untuk ukuran memasak.

Seorang pria tampan dengan badan tegap bagai binaragawan memakai baju montir masuk dan menghampiri perempuan itu, mereka berbincang bincang, namun aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Soalnya tak ada teks nya sama sekali.

“kak filmnya jelek, nggak tau maksud ceritanya..”

Aku memprotes.

Kak faisal tak menjawab, hanya mengibaskan tangan ke depan mukaku dengan tak sabar.

“aku mau keluar dulu ya…”

Belum sempat aku berdiri, mataku menjadi nanar melihat perempuan itu tiba tiba berlutut didepan lelaki bertubuh tegap itu. Membuka resleting celana ketat yang membalut paha kekar lelaki itu.

Tenggorokanku langsung tercekat begitu benda panjang berwarna kemerahan mencuat dari balik resleting celana yang terbuka. Selanjutnya adegan demi adegan sukses membuat mataku melotot, suatu yang seumur hidup tak pernah aku lihat, membuat sekujur tubuhku menggigil gemetaran. Kepalaku menjadi betul betul pusing hingga rasanya mau muntah saja. Namun kak faisal bagai tak menyadari reaksiku. Ia begitu serius menyaksikan adegan mesum yang semakin lama semakin tak karuan.

Aku memalingkan pandangan ke lain, muka ku rasanya mekar karena malu.

+++

Adegan tak pantas itu membuat aku canggung.

Sesekali kak faisal menoleh padaku dan tersenyum puas.

“kenapa dek?”

Seringai kak faisal padaku.

“kepalaku pusing kak.. Aku mau keluar saja..”

Aku masih mencoba memalingkan wajah dari televisi.

“ahhh adek kayak perempuan aja.. Biasa kale cowok nonton beginian..”

Kak faisal tak sabar.

Aku tak menjawab, pipiku terasa panas.

“tuh dek coba lihat..”

Tunjuknya ke televisi. Mau tak mau aku menoleh untuk melihat.

Aku mendesah begitu melihat perempuan berambut pirang itu memasukkan alat vital lelaki bertubu kekar itu ke dalam mulutnya. Seolah olah sedang menikmati es loli. Ukurannya yang besar membuat perempuan itu agak kerepotan. Tapi perempuan itu bagai tak perduli, tanpa jijik melakukannya. Perutku makin mual.

“jangan sok kayak perawan deh dek.. Nikmati saja, kalau nggak nonton ini ya nggak belajar, gimana kalau nanti adek kawin kalau tak tau caranya.!”

Tegur kak faisal.

Mendengar kata kata kak faisal, aku jadi tersipu, kak faisal bisa saja membuat aku bingung, lagipula aku gengsi juga, kak faisal biasa biasa saja menontonnya sedangkan aku bersikap seolah olah pak kyai yang kolot. Akhirnya aku menonton juga walaupun kepalaku pusing dan tubuhku gemetaran.

Aku nyaris tak percaya sesuatu yang begitu tabu dan terlarang bisa dipertontonkan dengan begini vulgar. Seolah olah hal yang lazim dan biasa untuk ditunjukkan.

Limabelas menit adegan bergulir demi adegan, aku merasakan sesuatu yang lain sekarang, entah kenapa tubuhku terasa agak panas, keringat mengalir dari pelipisku. Jantungku berdebar debar keras dan yang paling parah, tubuhku bagian bawah terasa tegang hingga rasanya ingin kencing.

Kak faisal sangat menikmati menonton film tak senonoh itu. Bahkan kulihat tangannya meremas remas celana pendeknya. Aku memperbaiki posisi duduk, malu kalau kak faisal melihat bagian dicelanaku yang sekarang menonjol.

Mataku terpaku begitu melihat lelaki itu memain mainkan alat vitalnya dengan gerakan teratur hingga menyembur air kental berwarna seputih susu.

“gila banyak betul..”

Desis kak faisal tanpa mengalihkan pandangannya dari layar.

“kok kencingnya lain ya kak..?”

Komentarku sambil bertanya.

“itu bukan kencing dek, itu namanya sperma.. Masa sih adek nggak tau?”

Kak faisal menatapku keheranan.

Aku menggelengkan kepala karena betul betul tak tau.

“jadi adek belum pernah keluar sperma?”

Tanya kak faisal lagi. Kembali aku mengangguk.

Kak faisal menatapku tajam seolah olah aku baru saja membuat pengakuan dosa.

“ck..ck…ck… Parah…..!”

Kak faisal berdecak beberapa kali seolah prihatin mendengar kata kataku.

“memangnya kenapa kak.. Apa kakak juga pernah keluar kencing susu?”

Aku bertanya dengan bodohnya.

“stop bilang kencing susu, itu sperma.. Jadi Adek nggak pernah onani selama ini?”

Suara kak faisal terdengar kurang yakin.

“onani itu apa kak?”

Aku balik bertanya.

“duh gusti… Ternyata masih ada didunia ini orang yang tak mengerti onani…”

Pandang kak faisal kasihan.

“kakak betul betul bikin bingung…”

Aku jadi sebal melihat kak faisal yang bersikap seolah olah aku orang yang patut untuk di kasihani.

“ntar, kita nonton dulu, habis ini kakak ajarin kamu onani…!”

Tandas kak faisal mengalihkan lagi pandangannya ke televisi.

Aku ikut melihat ke televisi. Perempuan dan lelaki yang tadi sudah digantikan dengan orang lain, perempuan yang lebih cantik dengan tiga orang lelaki yang semuanya bertubuh kekar.

Mataku melotot begitu melihat perempuan itu dengan sangat liar mencelomoti alat vital masing masing lelaki dengan rakusnya.

Entah kenapa aku merasa lebih tertarik melihat tubuh telanjang lelaki lelaki itu ketimbang tubuh perempuan yang juga telanjang berjongkok di tengah tengahnya. Alat vital yang belum pernah aku bayangkan bisa sebesar itu bisa dimiliki oleh seseorang, aku perkirakan seukuran lengan bayi.

“dek…”

Aku menoleh begitu mendengar kak faisal memanggil.

Namun nafasku langsung berhenti saat melihat celana pendek kak faisal sudah melorot sebatas paha beserta celana dalamnya.

“buka celana adek.. Kakak ajari adek sekarang..”

+++

“kakak mau mengajari aku ngapain???”

Aku beringsut sedikit dari tempat aku duduk, tercengang melihat kak faisal yang dengan tenang memain mainkan kemaluannya. Aku nyaris tak bisa berkedip lagi. Agak aneh rasanya dengan reaksiku. Seharusnya aku tak deg degan melihat punya kak faisal, entah kenapa wajahku jadi memerah bahkan lebih parah daripada melihat adegan yang aku tonton ditelevisi. Tangan kak faisal yang turun naik sambil menggenggam punya dia dengan ritme yang teratur matanya tetap terpaku pada televisi, kemudian ia menoleh melihatku.

“dek tunggu apa lagi… Adek harus meniru kakak jadilah laki laki sejati.. Turunkan celana adek dan ikuti kakak, enak dek.. Ntar pasti ketagihan.”

Kak faisal setengah memaksa.

Aku ragu ragu, antara penasaran ingin mencoba dan malu menunjukkan punyaku yang mini tak seperti punya kak faisal.

“kenapa dek?”

“nggak kak.. Nggak kenapa napa..”

Jawabku gugup.

“jangan jangan adek….”

“apa kak?”

“adek malu kan punya adek belum ada bulunya kayak punya kakak..”

Dengan bangga kak faisal melebarkan pahanya yang putih hingga aku bisa melihat kemaluannya yang dipenuhi bulu ikal dibagian pangkalnya, kak faisal nyengir lebar.

“punya adek pasti lebih pendek dari ini kan?”

Tuduh kak faisal.

Aku cengengesan karena tebakan kak faisal tak meleset.

“tak apa apa dek, kalau kecil nanti masih bisa tumbuh lagi kok, nanti kakak kasih resepnya. Cukup di pukul pukul dengan ikan gabus yang masih hidup.. Kakak sama teman teman juga melakukan hal itu, nggak tau manjur apa nggak, tapi yakin aja…”

Jelas kak faisal tanpa ditanya.

“ntar aku coba kak..”

“ya udah… Kamu mau onani nggak, kalau keburu filmnya habis.. Nggak enak onaninya dek, kurang rangsangan..”

Aku menurunkan karet celana dengan ragu, kemudian berhenti sebatas lutut.

“celana dalamnya juga diturunin dek”

Kak faisal bergeser kesampingku hingga kemaluanya bergoyang goyang mengacung.

Aku menurunkan celana dalam perlahan lahan, kak faisal berhenti untuk melihatku dengan serius.

Aku menutupi punyaku yang tegang, aku tau pasti saat ini mukaku merah sekali.

“kenapa ditutup… Udah langsung kocok aja kayak gini..!”

Kak faisal memberikan contoh.

Aku mencoba mengikuti arahan kak faisal, melakukan gerakan mengocok searah turun naik.

Sensasi rasa yang unik tapi menyenangkan langsung terasa. Hangat telapak tanganku yang beradu dengan kulit alat vitalku membuat tensi tegangnya makin bertambah.

“bagus dek.. Gitu.. Adek cepat belajar ya…”

Kak faisal memompa semangatku.

“he eh… Kakak bisa aja..”

“tuh dek sambil lihat film aja lebih asik..”

“iya kak..”

Aku langsung melihat ke televisi, adegan mesum itu sekarang membuat aku merasa lebih nyaman. Malahan ada semacam rasa unik tapi enak sekali yang aku alami. Suara nafas kak faisal terdengar memburu, ia makin mempercepat kocokan pada alat vitalnya itu.

Mulutnya tak berhenti mengeluarkan suara mendesah. Aku menghentikan sejenak untuk melihat kak faisal.. Aku nyaris tertawa meliht ekspresi wajah kak faisal yang aneh. Sepertinya ia sangat menikmati hingga mulutnya membentuk bulat seperti sedang meniup lilin hingga terdengar desisan. Bagian puncak alat vitalnya memerah dan mengkilap Tiba tiba aku merasakan satu bagian didalam perutku agak mengejang, membuat seluruh uratku seperti merengang. Aliran darah seolah lebih cepat mengalir diiringi oleh denyut jantungku yang juga berdetak lebih kencang…dan.. Puncak dari itu alat vitalku yang tegang menjadi berdenyut denyut menimbulkan sensasi baru yang seumur hidup baru sekarang aku rasakan. Tubuhku yang gemetaran seolah tak ingin berhenti dari rasa nikmat ganjil ini. Demikian juga kak faisal sambil sekali sekali melihatku, kemudian melihat ke televisi, terkadang serius sendiri. Tapi kak faisal terlihat sudah terbiasa. Ia mengulurkan tangan mengambil kotak tissue disampingnya. Kemudian memindahkan ke sampingku Setelah mengambil beberapa lembar isinya.

Aku berhenti sejenak karena tanganku mulai pegal. Dengan rasa ingin tau aku mengamati kak faisal. Ia tersenyum kecil dan mempercepat kocokannya. Tak sampai setengah menit kemudian dari saluran kencingnya keluarlah cairan putih kental hampir mirip dengan yang aku lihat tadi di film. Tak begitu banyak namun begitu kental. Aku beringsut mendekati kak faisal, kemudian menunduk ke arah kak faisal mengamati cairan itu dengan ingin tau.

“ih adek ngapain sih..!”

Ujar kak faisal jengah.

Lalu mengambil beberapa lembar tissue dilantai. Dan menyeka cairan yang membanjiri perut dan pahanya itu. Tercium bau mirip mirip santan kelapa. Agak mual perutku dengan baunya. Kak faisal berangkat sambil memakai kembali celana dalamnya dan celana pendek lalu berjalan ke arah tempat sampah kecil dalam kamarnya lalu membuang tissue itu. Aku tak melanjutkan lagi onani, hingga kak faisal bertanya tanya.

“loh adek kok curang, kenapa berhenti, ayo lanjut dek.. Tanggung pasti sebentar lagi juga udah keluar kok… Ntar adek nyesel loh… Beneran enak dek kalo keluar, coba deh adek rasakan…”

Aku menggeleng.

“nggak kak, capek…”

“dulu waktu pertama kali diajarin sama teman, kakak juga begitu dek.. Karena belum tau gimana rasanya, tapi lihat aja sekarang kakak udah bisa menikmatinya kok.. Apa perlu kakak bantu?”

Aku cuma diam saja. Kak faisal menghela nafas seperti mengeluh. Kemudian mendekatiku.

“duduk dek.. Jangan pake dulu celananya.

Aku mengikuti semua instruksi kak faisal.

“coba pejamkan mata dan bayangkan perempuan cantik di film tadi dek..!”

Aku memejamkan mata seperti yang diajarkan kak faisal, dan mencoba membayangkan sosok perempuan dalam film tadi, namun susah sekali malah yang terbayangkan olehku hanyalah bagaimana tadi punya kak faisal yang berdenyut mengeluarkan cairan kental. Di dalam pikiranku hanyalah terbayangkan bentuk punya kak faisal saja…, kak faisal terus menceritakan tentang kemolekan tubuh wanita itu, mencoba untuk membuat aku bergairah tapi percuma. Aku cuma membayangkan kak faisal, wajahnya, senyumnya. Tubuhnya dan yang paling parah. Aku membayangkan alat vitalnya itu.

Setelah bersusah payah akhirnya aku berhasil juga. Kak faisal tertawa saat cairan kental walau tak banyak keluar dari saluran kencingku.

Nafasku tersengal sengal seolah habis berkerja keras. Kak faisal mengulurkan tissu, segera aku bersihkan cairan itu dengan sedikit jijik. Setelah merapikan lagi celanaku. Aku buang tissu itu ke dalam tempat sampai kecil di sudut tempat tidur kak faisal.

“bagaimana rasanya dek?”

Tanya kak faisal ingin tau sambil mengeluarkan kaset video dari dalam video player.

Aku meringis malu, jujur saja aku nyaris tak merasa enak, justru terasa kacau, pikiranku telah membuat aku stress sendiri hingga aku tak bisa menikmati seperti yang kak faisal rasakan tadi. Tapi karena tak malu ketahuan kak faisal tentang apa yang aku fikirkan, aku berpura pura menikmatinya. Aku bilang kalau rasanya enak sekali. Kak faisal menyeringai puas.

Jam empat aku keluar dari kamar kak faisal, sebelumnya ia sudah memperingatkan aku untuk tak menceritakan apa yang kami lakukan tadi pada siapapun penghuni dalam rumah ini. Kak faisal menyimpan kembali kaset video itu di bagian paling bawah lemari bajunya.

Malamnya aku mengulangi lagi yang diajarkan kak faisal tadi. Tentu saja tanpa sepengetahuan kak faisal. Setelah aku mengunci pintu kamarku, aku mencoba kembali onani . Tetap saja yang terbayangkan olehku hanyalah kak faisal. Akhirnya aku bisa menikmati bagaimana rasanya onani. Ternyata memang menyenangkan waktu cairan kental itu keluar, seluruh tubuhku mengejang dan terasa nikmat. Itulah awal hari dimana aku sering mengulangi lagi onani hingga akhirnya aku menjadi terbiasa.

Hari hari yang aku lalui di sekolah juga lumayan menyenangkan, aku telah mengenal beberapa teman yang menjadi teman akrabku di sekolah.

Arya teman sebangkuku yang berwajah oriental, arthur yang suka melucu dan biang ketawa. Ronal anak kelas 1 lima berwajah keturunan arab, suka bercerita yang jorok jorok, banyak pacar dan narsis. Anto si kutu buku yang hobi main gitar, suara bagus sekali, tapi mudah tersinggung. Totok anak jawa dengan logat yang kental, sama seperti arthur juga ia suka melucu. Tapi totok mengidap asma, kalau kambuh ia harus menyemprotkan obat dalam tabung kecil ke dalam mulutnya. Satu lagi cewek tomboi namanya anggita, suaranya mirip cowok, kurus tinggi, lumayan cantik, tapi suka merokok juga. Kadang kami berkumpul di belakang kelas dan merokok. Arthur yang mengawasi kalau kami merokok. Ia memberitahukan kalau ada guru yang mendekat, lalu kami segera memadamkan rokok dan mengobrol seolah tak terjadi apa apa.



Kak faisal terkadang mengajak aku berkumpul dengan teman temannya lagi.

Aku sudah mulai terbiasa dengan gaya pergaulan disini.

SATU MASALAH

Tanpa terasa sudah sebulan aku bersekolah, dengan teman teman baruku yang asik, aku menjadi lebih cepat membaur, guru guru juga hampir semua sudah mengenaliku. Dalam setiap mata pelajaran hampir tak pernah aku mendapatkan nilai kurang dari delapan. Dalam sekejab saja banyak yang ingin berteman denganku. Ditambah lagi kak faisal cukup populer disekolah ini.

sebagai adiknya, teman teman kak faisal lumayan mengenaliku. Termasuk pacarnya si amalia itu.

Awalnya aku selalu menghindar setiap kali amalia hampir berpapasan denganku baik itu di depan kelas, dilapangan maupun di koridor sekolah.

Aku tak tau apa sebabnya hingga aku kurang menyukainya. Padahal amalia tak satu kalipun pernah membuat kesalahan padaku.

Seperti menyadari kalau aku menhindarinya, amalia malah semakin menjadi jadi, ia semakin sering mencoba untuk mendekatiku. Hingga pada satu hari aku sudah tak mungkin lagi untuk menghindar karena ada kak faisal bersamanya dan kak faisal sudah keburu melihatku kemudian langsung memanggilku. Dengan terpaksa aku menghampiri mereka.

Amalia tersenyum padaku. Aku tak membalasnya. Ia pasti mau cari muka sama kak faisal dengan cara pura pura ingin mendekatiku dan ramah padaku. Kemudian mereka mengajak aku ke kantin, aku sudah berusaha menolak tapi kak faisal terus memaksa ditambah lagi dengan si rese amalia yang ikut ikutan sok baik juga memaksa. Akhirnya dengan terpaksa aku mengikuti mereka.

Kak faisal dan amalia mengajakku ngobrol namun aku hanya sesekali saja menjawab. Hingga akhirnya amalia mengatakan kalau ia mengundangku pada acara ulang tahunnya yang akan diadakan pada malam minggu ini. Dengan antusias amalia mengatakan kalau cuma akulah satu satunya anak kelas satu yang diundang ke ultahnya seolah olah dengan mengatakan itu ia merasa aku mendapat kehormatan. Buat apa aku datang kalau tak ada yang ku kenal di pesta nanti. Tentu saja aku tak mengatakannya langsung. Tapi aku sudah berniat untuk tak akan datang. Setelah menghabiskan mie rebusku, aku cepat cepat mencari alasan untuk meninggalkan mereka berdua. Aku merasa tak ikhlas kalau perhatian kak faisal yang seharusnya untukku jadi terbagi karena keberadaan amalia.

Semula amalia masih berusaha untuk menahanku agar lebih lama bersama mereka. Namun aku bilang kalau aku harus mengisi beberapa soal pekerjaan rumah yang belum sempat aku jawab. Dan harus segera di kumpulkan setelah istirahat.

Beberapa hari ini, saat dirumah aku sudah beberapa kali menunggu kak faisal pulang untuk mengajaknya main sega dan nonton sama sama lagi, namun kak faisal selalu pulang sore, kemudian langsung keluyuran. Aku bisa menebak kalau kak faisal pasti jalan bersama amalia. Padahal aku ingin sekali mengajak kak faisal onani sama sama seperti waktu ia mengajariku. Tapi sepertinya waktu untukku tak begitu penting dibandingkan dengan waktu bersama amalia. Aku betul betul sebal dengan keadaan ini. Untung saja totok, arthur dan arya sering main kerumahku. Terkadang mereka mengajak aku jalan jalan kerumah teman teman yang lain. Atau sekadar Ngumpul di IP, melihat pemandangan di jembatan ampera. Makan di pinggir sungai musi sore hari.

Hari ini sabtu, kami sedang di IP, aku, arya, arthur, totok, ronal, anto dan si tomboi anggita. Menyusuri konter konter baju. Tak berniat belanja sih, cuma sekedar ngeceng.

Anto mengajak kami melihat toko alat musik, katanya ia mau melihat gitar elektrik, sedangkan si arthur mau ke toko buku untuk membeli komik tapak sakti dan tiger wong. Akhirnya kami berpencar dua grup.

Aku, totok dan arya menemani arthur ke toko buku, sedangkan ronal dan anggita menemani anto ke toko alat musik.

Aku langsung menyesali keputsanku ikut menemani arthur ke toko buku, didalam toko buku aku melihat ada kak faisal bersama amalia. Saat melihatku amalia langsung menarik kak faisal untuk menghampiri kami.

“hai rio… Kebetulan sekali kita ketemu disini..”

sapa amalia sambil tersenyum senang.

Aku tak menjawab, cuma melirik kak faisal dengan tatapan sebal.

“kalian sudah lama kesini?”

timpal kak faisal yang sedang memegang beberapa buah buku bacaan. Diantaranya aku lihat adalah novel picisan. Sejak kapan kak faisal hobi membaca, setahuku dirumah, kak faisal paling jarang menyentuh buku apalagi itu novel yang tebalnya udah kayak bantal. Pastilah kak faisal mau membelikan si amalia itu buku novel. Dasar cewek matre, ia pasti suka menguras uang kak faisal. Aku makin antipati pada amalia.

“nggak kak, kami baru aja tiba, ini si arthur mau cari komik tiger wong.”

jelasku pada kak faisal sambil sesekali melirik amalia dengan tatapan kurang senang. Amalia sepertinya tak paham arti tatapanku itu. Ia malah cengengesan tak jelas.

“wah kebetulan sekali aku juga suka banget baca komik itu..”

ujar amalia sok akrab.

“masa sih.. Biasanya kan cewek nggak suka baca komik silat kayak gitu?”

arthur nampak antusias.

“siapa bilang, komik itu bagus banget, ceritanya sangat menyentuh..gambarnya juga bagus. Kasihan banget sama samsun ya, cintanya pada dewi bulan banyak rintangan.”

tambah amalia.

Aku cuma mencibir sedangkan kak faisal tersenyum lebar mendengar kata kata amalia.

“kok jadi pada ngobrol sih.. Katanya mau beli buku, kalau mau ngobrol mendingan di kafe aja, bukan di toko buku..”

ujarku ketus.

Seperti tersadar, amalia langsung diam.

Kak faisal memandangku tajam. Aku tak perduli dengan tatapannya itu. Langsung menarik tangan arthur menuju ke rak komik.

Totok dan arya buru buru mengikuti kami.

“kelihatannya kamu nggak suka sama amalia ya?”

selidik arya sambil menjajariku.

+++

“siapa yang bilang??.. Biasa aja kok…!”

sentakku terkejut.

“kelihatan loh dari sikap kamu tadi.. Kayaknya kamu nggak suka sama amalia..”

totok ikut ikutan.

“ini lagi sok tau…!udah lah!… Kok jadi bahas yang gak penting gitu..!”

sungutku sebal.

“ya udah.. Kita kan kesini mau cari komik..mendingan cari raknya”

arthur menengahi.

Aku mengangguk kemudian mengikuti arthur menuju ke rak tempat komik.

Sambil memilih milih komik, aku berpikir, apakah aku terlalu menunjukkan rasa tak sukaku itu hingga teman temanku tahu, padahal aku rasa sikapku tadi wajar wajar saja. Ah masa bodohlah, aku memang tak menyukai amalia. Jadi mau diapain lagi. Hampir satu jam kami memilih komik, setelah mendapatkan komik yang diinginkan arthur dan membayarnya, kami langsung keluar dari toko buku, dekat counter baju kami berkumpul lagi dengan rombongan anggita. Perutku terasa agak lapar, jadi aku mengajak teman teman cari restoran untuk makan.

Selesai makan, Jam lima sore kami pulang.

Aku diantar arthur sampai depan pagar, aku mengajak ia mampir, namun dengan alasan sudah sore, arthur lebih memilih untuk pulang.

Aku melihat Mama dan papa sedang duduk di serambi.

“dari mana rio?”

tanya mama begitu melihatku.

“jalan jalan bareng teman, kak faisal udah pulang ma?”

“udah, baru aja ia masuk..”

“rio kedalam dulu ya ma, pa..”

mama dan papa mengangguk dan kembali mengobrol.

Aku mencari kak faisal ke kamarnya.

Kulihat ia sedang membuka sesuatu dari dalam bungkusan plastik. Aku masuk dan menghampirinya. Kak faisal menoleh kearahku.

“udah pulang dik?”

aku mengangguk.

“ntar malam ikut kakak ya.. Ke ulang tahun amalia..”

ia mengingatkanku.

“malas kak, lagian rio udah janjian sama teman..”

aku menolak.

“adek ini gimana sih, bukannya udah dari kemarin kemarin dibilangin, kok malah bikin janji sama teman lain..”

protes kak faisal.

“buat apa aku datang, yang penting kan kakak yang datang, lagian amalia kan bukan pacar aku..!”

jawabku sekenanya.

“iya dek, kakak juga tau.. Tapi amalia kan udah mengundang adek, masa adek nggak mau datang..”

“terus aku disana jadi kambing congek yang hanya melihat kalian suap suapan kue gitu?… Sementara aku tak ada teman..”

aku mencari alasan.

“nggak gitu dek, mana mungkin kakak nyuekin adek, lagian acara suapan kue kan diujung pesta.. Ikut ya dek.. Kalo adek nggak datang, kakak nggak enak sama amalia..”

kak faisal coba merayu.

“sok dekat amat sih.. Kenal juga baru, lagian apa pengaruhnya kalo aku nggak datang.. Malas ah kak.. Udah rio mau mandi dulu..”

aku berbalik hendak keluar dari kamar kak faisal.

“kenapa adek membenci amalia?”

ucapan kak faisal membuat aku menghentikan langkah.

Aku berbalik menatap kak faisal dengan heran.

“maksud kakak apa?”

kak faisal mendekatiku.

“kakak tau kalo adek nggak suka sama amalia, bahkan amalia juga tau dek, ia bilang sama kakak kalo adek kurang ramah padanya.. Apa salah dia dek?”

desak kak faisal ingin tau.

Aku terdiam, tak menyangka sama sekali kalau kak faisal tau ketaksukaanku pada pacarnya itu.

Aku memang tak suka sama dia kak.. Karena ia merebut perhatian kakak dariku…

Tentu saja cuma aku ucapkan dalam hati.

“rio tak benci amalia.. Mungkin dianya aja yang terlalu sensitif..”

aku mengelak.

“tuh kan… Udah kakak duga.. Adek gak bakalan ngaku.. Padahal diajak ke pestanya aja adek ogah..”

“siapa juga yang ogah, kan udah dibilangin tadi, kalo rio udah ada janji ntar malam….”

jawabku sewot.

“iiih adek judes amat.. atut…”

ledek kak faisal sambil pura pura menggigil.

“habis kakak itu pake acara nuduh tak berdasar tanpa ada bukti..”

aku memasang mimik terluka.

“yang penting nuduh, bukti bisa belakangan..udah deh dek, nggak perlu masang muka sedih gitu”

ledek kak faisal terkekeh sambil menggelitik pinggangku.

“terserah dong..muka muka aku..!”

sungutku manja.

“ternyata punya adek nggak gampang juga ya.. Apalagi yang judes kayak gini..”

kak faisal tersenyum geli dan mengacak acak rambutku dengan sayang.

“ih… Apaan sih…!.. Rusak nih rambutku..”

aku pura pura cemberut, namun dalam hatiku sebetulnya sukaaaa sekali.

“jadi gimana dek.. Mau kan ikut kakak ntar malam..?”

desak kak faisal.

Aku melirik ke atas pura pura berpikir.

“hmmm..gimana ya?.. Soalnya nggak enak juga sama arthur, aku udah janji sama dia.. Aku sih mau aja batalin janji, Cuma…”

aku sengaja menggantung kalimat biar kak faisal penasaran.

“cuma kenapa dek?”

tanya kak faisal tak sabar.

“cuma.. Harus ada ganti ruginya soalnya aku kan nggak enak sama arthur, jadi terserah kakak bagaimana biar aku punya alasan untuk membatalkan janji…”

“maksudnya apa sih.. Kakak nggak ngerti…!”

“aku minta ganti rugi..”

“apa..!!?”

kak faisal mendelik kaget.

“nggak segitunya kak… Biasa aja lagi.. Kan wajar aku minta ganti rugi, soalnya aku kan udah berkorban nggak ikut bersenang senang dengan teman teman ntar malam, malah ikut ke pesta yang ngebosenin bareng kakak..”

jelasku tak perduli dengan ekspresi melongo kak faisal.

“kok adek yakin kalo pesta itu ngebosenin?”

ucap kak faisal ragu.

“iya bagi aku, kalo kakak sih nggak, kan yang datang semua teman kakak..”

“kalau cuma itu sih kakak janji nggak bakalan nyuekin adek.. Suerr!”

aku nyaris tertawa melihat wajah kak faisal yang terlihat lucu, antara kesal dan memelas, sebetulnya aku heran, kok kak faisal ngotot banget memaksa aku ikut ke pesta ulang tahun pacarnya itu. Padahal kan biasanya, seorang kakak itu paling malas mengajak ajak adeknya.

“oke aku ikut kakak ntar, tapi janji temani aku main sega selama satu minggu, Kalo nggak mau juga nggak apa apa kok paling aku nggak ikut.

“hahaha adek lucu, kirain mau minta ganti rugi apaan, kalo cuma itu sih gampang dek, oke deal.. Kakak janji mau temani adek main sega..”

kak faisal tertawa dan kembali mengacak acak rambutku.

“janji kak.. Awas kalo mungkir..”

ancamku tak serius.

“iya adek.. Kakak janji.. Sekarang adek mandi sana! Siap siap ntar kita berangkat bareng..”

“oke kak.. Tunggu ya..”

aku senyum senyum dan meninggalkan kamar kak faisal dengan hati senang.

“eee anak mama kenapa senyum senyum sendiri?”

tanya mama yang sedang berjalan menuju ke dapur.

“nggak kok ma, rio mau mandi dulu..”

elakku buru buru masuk ke kamarku.

Ku ambil handuk bersih dari dalam lemari, kemudian mandi. Sekitar setengah jam kemudian aku keluar dari kamar mandi. Saat berpakaian, suara adzan berkumandang dari corong speaker masjid, aku mengambil kopiah diatas lemari kemudian sholat maghrib.

Selesai sholat aku membuka lemari, memilih baju yang akan aku pakai ke pesta nanti.

Aku memilih baju kaus warna oranye, dengan aplikasi warna hijau dibagian kerah serta lengan. Untuk celana, aku memakai jeans warna hitam. Serta sepatu kets hitam dengan aksen putih.

Sudah jam tujuh kurang 15 menit saat aku selesai berpakaian.Kak faisal masuk ke kamarku, tampan sekali kak faisal dengan baju kemeja garis garis warna hitam. Celana jeans model bootcuts biru tua membuat ia terlihat begitu jangkung. Aku betul betul bangga punya kakak yang seganteng kak faisal.

“kita berangkat jam setengah 8 aja ya dek, soalnya kalo sekarang pasti masih sepi..”

kata kak faisal sambil mengambil remote dan menyalakan tipi.

“kakak atur aja..yang penting disana nanti aku jangan ditinggal sendirian..”

kembali aku mengingatkan kak faisal.

Ia tak menjawab sibuk memencet remote mencari chanel.

Aku duduk disamping kak faisal menonton film sledge hammer di TVRI, namun tak sampai lima menit film itu sudah selesai dan diganti dengan berita nasional. Kak faisal mengganti chanel ke RCTI. Acara sesame street. Tak menarik jadi kak faisal mematikan televisi.

“ke teras aja dek..!”

ajak kak faisal sambil berdiri. Aku mengikutinya ke teras.

“tunggu sebentar dek, mau ngambil sesuatu dulu dalam kamar.”

setengah berlari kak faisal masuk ke kamarnya. Kemudian keluar dengan membawa bungkusan kado sebesar kotak televisi 14 inchi.

“apa isinya kak?”

aku ingin tau.

“boneka dek..ke depan yuk..”

“bungkus sendiri ya?”

aku mengikuti kak faisal ke teras.

“nggak lah… Mana bisa kakak bungkus kayak ginian.. Tadi sekalian kakak minta dibungkusin sama mbak penjaga toko..”

jelas kak faisal.

Aku duduk di kursi teras. Langit telah gelap, bulan bersinar terang, namun belum penuh.

Suara kecipak air mancur buatan di kolam samping rumah bagaikan alunan mengusik pikiranku yang agak bingung dengan perasaan aneh yang melandaku saat ini. Perasaan yang aku sendiripun tak tau mengartikannya. Aku merasa begitu senang bila bersama kak faisal, aku betah berlama lama dengan kak faisal, dan perasaan yang paling membuat aku bingung, aku gelisah membayangkan kak faisal akan menjadi tamu spesial diacara ulang tahun nanti. Entah kenapa aku tak rela kak faisal dimiliki oleh orang lain. Apakah perasaan ini wajar, semua adik punya perasaan cemburu bila kakaknya mempunyai pacar? Aku sendiri belum tau karena selama ini kakakku adalah perempuan, yuk yanti dan yuk tina, dan selama ini mereka juga belum pernah berpacaran, emak tak mengizinkan mereka pacaran sebelum lulus sma.

“dek, udah setengah delapan, berangkat yuk..”

suara kak faisal menyadarkan aku dari lamunan.

“eh.. Iya.. Masa udah jam setengah delapan?”

aku melirik arloji ditangan kiriku.

“nggak, baru jam lima sore..”

kak faisal sedikit kesal.

Aku tertawa

“tolong bawa kado itu, kakak mau ngambil motor dulu..”

kak faisal berlari kecil menuju garasi. Aku berdiri membawa kado kak faisal dan menunggu didepan pagar.

“ayo dek naik..”

perintah kak faisal sambil menghentikan motor didepanku.

Jalan menuju ke rumah amalia memasuki gang sempit, aku kira tadinya rumah amalia terletak di pinggir jalan. Ternyata aku salah. Saat tiba di rumahnya aku nyaris nyaris tak percaya dan hampir tak yakin itu rumahnya. Kalau saja kak faisal tak mengajak aku masuk.

Aku terdiam memandangi rumah kecil terbuat dari papan yang lebih pas disebut gubuk itu, hampir tak beda dengan keadaan rumahku waktu di bangka dulu. Tak ada keramaian seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Malahan tak ada sedikitpun kesan adanya pesta ulang tahun.

“kak… Beneran nggak sih amalia ulang tahun?”

tanyaku tak yakin.

“iya dek.. Acaranya cuma makan malam bersama aja kok sama keluarganya dan sahabat dekat aja..”

jawab kak faisal tersenyum.

Aku terdiam, semua ini betul betul diluar dugaanku sama sekali.

“kenapa dek? Adek pikir amalia anak orang kaya kan.. Pestanya besar dan mengundang banyak teman..?”

aku tergagap hampir bingung harus menjawab apa.

“nggak.. Nggak kok…cuma… Ah.. Nggak kok kak..”

“ya udah, jangan gugup gitu.. Ayo masuk dek..”

kami berjalan ke arah pintu. Kak faisal mengetuk pintu yang terbuka dan mengucapkan salam. Terdengar suara menjawab dari dalam, amalia keluar langsung tersenyum lebar melihat kedatangan kami.

“e… Faisal.. Rio.. Ayo masuk.. Udah ditunggu tunggu dari tadi..”

aku ragu ragu tapi kak faisal langsung menarik tanganku mengajak masuk.

Didalam rumah ada beberapa orang yang aku kenal adalah kakak kelasku, tak banyak cuma empat orang. Satu cowok dan tiga orang cewek. Seorang ibu seumuran emak sedang menata makanan diatas meja.

“oh nak faisal sudah datang ya..silahkan duduk.. Itu siapa? Kok ibu nggak pernah lihat?”

“ini adikku yang aku ceritakan itu bu..”

kak faisal menjawab.

“oh..ini rio yang dari bangka?.. Wah gantengnya.. Mirip cina ya…!”

aku menelan ludah, rasanya dua kali lebih canggung, karena bukan hal ini yang kubayangkan sebelumnya.

“ayo duduk dek..”

kak faisal berbisik.

Aku mengikuti kak faisal duduk diantara teman teman lain, diatas kursi sofa kusam tapi bersih.

“udah lama ko?”

kak faisal bicara sama temannya yang cowok.

“barusan, paling 10 menit sebelum kamu..”

“kenalin ini adek aku,…”

kak faisal bergeser dan menoleh padaku.

“adek, kenalan dulu sama teman teman kakak..”

dengan malu aku berdiri menyalami mereka satu persatu.

“koko..!”

yang cowok menerima jabatan tanganku.

“rio..”

jawabku pelan.

Setelah dekat baru aku bisa melihat wajah koko dengan jelas, tubuhnya jangkung kekar. Rambutnya tebal namun rapi, betul betul tampan, alisnya yang tebal bagai memayungi matanya yang tajam. Bibirnya bagus dan warnanya kemerahan. Pasti ia tak merokok. Giginya betul betul rapi berbaris putih seperti mutiara. Hidungnya mancung seperti artis hongkong. Betul betul wajah paling tampan yang pernah aku lihat seumur hidupku. Ia selalu menyunggingkan senyum. Senyum termanis dalam sejarah hidupku.

“eh kok adek malah bengong.. Lepasin tangan koko dek..”

kak faisal mencubit pinggangku diam diam.

Aku langsung tersentak buru buru melepaskan tangan koko.

“ma..maaf..”

aku terbata bata. Rasa hangat menjalari wajahku. Untung saja cahaya fluorcent lamp 10 watt di ruangan ini agak redup, jadi wajahku yang memerah tak terlalu kentara.

Cewek disamping koko mengulurkan tangannya juga, langsung aku sambut.

“ratna..”

aku melepaskan jabatan tanganku kemudian menyalami teman kak faisal yang lain. Dua cewek yang bernama meri dan aprilia.

Yang bernama ratna lumayan manis, rambutnya panjang sepunggung, kulit kuning langsat.

Meri sedikit gemuk dan agak pendek, namun wajahnya sangat ramah, aku yakin siapapun dengan mudah langsung menyukainya.

Aprilia sedikit pendiam. Rambut ikal spiral kulit putih, agak modis namun dari kesan wajahnya sedikit angkuh.

Setelah berkenalan dengan mereka, aku kembali duduk disamping kak faisal.

Sementara kak faisal sibuk ngobrol dengan teman temannya. Aku memandangi seisi ruangan yang kecil ini. Nyaris tak ada ornamen. Hanya satu set kursi makan dari kayu, yang aku curigai pasti bikinan sendiri. Soalnya buatannya agak kasar. Sebuah pesawat televisi 14 inchi, model keluaran tahun liz taylor beranjak gadis. Satu set kursi tamu lusuh yang kami duduki sekarang. Sedangkan di dinding cuma ada satu jam dinding pesta kalender dari sebuah merek rokok yang cukup terkenal dengan gambar model yana zein sedang memegang rokok dari pipa hitam yang panjang sambil tersenyum. Selebihnya tak ada apa apa. Aku meringis karena keadaannya 180 derajat diluar dugaanku semula.

Sementara itu ibunya amalia dari tadi mondar mandir keluar masuk dapur sambil membawa piring dibantu amalia.

Seorang bocah lelaki usia sekitar 6 tahun sedang duduk didepan televisi menonton sinetron jembatan pelangi. Entah ia mengerti atau tidak dengan alurnya, yang jelas ia begitu serius. Seolah olah tak ada kami disini.

“tunggu sebentar ya… Lagi goreng empek empek, dan manasin kuah tekwan..”

ujar amalia sambil menyusun sendok.

“ada yang bisa kami bantu nggak?”

meri yang menjawab.

“nggak usah.. Sebentar lagi kelar kok..”

tolak amalia halus.

Aku menunduk menatap lantai yang di beberapa bagian berlubang dan di tambal dengan pasir. Beberapa semut hitam berjalan sambil mengangkut sesuatu yang putih, aku perkirakan itu butiran nasi. 0suara canda kak faisal dengan teman temannya memenuhi ruangan ini. Dari tadi aprilia tertawa cekikikan setiap mendengar lelucon yang dilontarkan oleh kak faisal dan koko. Tertawa yang aneh seperti dibuat buat, lebih mirip bunyi tertawanya ratu zelda di operet bobo. bikin kupingku gatal.

Untunglah tak lama kemudian amalia segera keluar dari dapur dan bergabung bersama kami.

Semua langsung berdiri.

Mereka mengucapkan selamat ulang tahun, masing masing memberikan kado. Cuma aku yang nggak.

“ayo kita langsung menyantap makanan yang aku siapkan.. Maaf kalo rasanya kurang enak..”

ujar amalia setengah meringis.

“mana mungkin nggak enak.. Kamu kan jago masak mel..”

ujar ratna sambil tertawa.

“iya nih amalia, merendah diri tapi meninggikan mutu..”

timpal koko ikut tertawa.

“kalau aku yang masak, baru kacau..”

aprilia nimbrung.

“huuu… Semua juga tau.. Kamu ngerebus air juga hangus..!”

ejek kak faisal seperti serius.

Aprilia pura pura cemberut.

Semua kelihatan sangat akrab. Aku diam saja karena tak tau apa yang harus diomongkan. Takutnya malah jadi garing kalau ikut ikutan memaksa bercanda.

“makasih banyak ya kalian semua mau datang… Maaf kalau nggak bisa menyajikan yang lebih pantas..”

amalia menarik kursi dan menyuruh kami duduk.

“no.. No.. No.. Nggak boleh ngomong kayak gitu.. Yang penting kita masih bisa berkumpul sama sama… Semua sehat, dan persahabatan kita selalu terjaga..”

meri memegang bahu amalia.

Entah kenapa perasaan benci yang selama ini aku rasakan pada amalia bagaikan menguap begitu saja melalui ubun ubunku.

Yang ada sekarang hanyalah perasaan simpati.

Tak kusangka. Kak faisal yang populer di sekolah, yang aib mendapatkan cewek lebih segala galanya dari amalia. Memilih amalia sebagai pacarnya. Perasaan kagumku terhadap kak faisal jadi bertambah.

Ibu amalia menyuruh kami makan, ia mengingatkan kami agar makan banyak dan tak usah malu. Tapi tanpa dikasih tau pun keliatan kalau semua pada gak tau malu.

Aku mengambil tekwan semangkuk. Dan mencicipi rasanya. Betul kata teman kak faisal, benar benar enak. Bola ikan yang kenyal terasa betul betul gurih. Aroma kaldu udang pada kuahnya yang hangat terasa pas di lidah. Aku memuji dalam hati kelezatan masakan amalia. Tak ku sangka seorang gadis seumuran amalia bisa membuat masakan yang begini lezatnya. Tak heran kak faisal tergila gila padanya. Selain cantik, lembut, pintar memasak. Aku melirik amalia dengan agak iri. Semua makan dengan lahap. Amalia tampak begitu puas melihat teman temannya begitu menikmati masakannya. Bahkan kak faisal sampai tambah sepiring lagi.

“ambil lagi rio.. Empek empeknya masih hangat..”

amalia mengulurkan saus asam pedas yang disini dinamakan cuko. Aku menerima piring berisi cuko dari amalia dan mengatakan terimakasih. Kak faisal melirikku dan tersenyum. Sepertinya ia senang melihat aku jinak malam ini.

“wah.. Amalia, kalo begini terus tiap hari, bisa bisa badanku makin melar..”

seloroh meri sambil mencocol empek empek goreng ke dalam cuko, lalu menggigitnya dengan gaya mirip iklan biskuit mayora.

“kalau tiap hari enak di kamu nggak enak di amalia..”

timpal aprilia yang memegang sendok dan menyuap dengan gaya seorang supermodel.

“nggak masalah kok… Mak aku jualan empek empek tiap hari.. Kalian bisa jadi langganan loyalnya..”

amalia bercanda.

“adik kamu pendiam ya sal?”

tanya koko pada kak faisal membuat aku kaget setengah mati. Hampir saja aku tersedak oleh empek empek, untung saja buru buru aku telan.

“pendiam..?.. Hahaha.. Belum tau kelakuannya dirumah.. Suka rusuhin aku.. Dia jaim karena didepan kalian..”

tanpa berdosa kak faisal membeberkan aib ku. Ingin rasanya aku mencocol matanya dengan telunjukku yang berlumuran cuko ini.

belum lagi habis empek empek di piringku, ibu amalia keluar dari dapur dengan membawa kue ulang tahun tak terlalu besar, berwarna krim merah muda dengan hiasan bunga mawar merah terbuat dari kembang gula. Sungguh bagus sekali. Sepasang Lilin warna merah berbentuk angka 17, menandakan usia amalia sekarang.

“wah… Bagus sekali kuenya.. Betul itu kamu bikin sendiri..?”

meri terbelalak takjub.

Amalia mengangguk tersipu. Kulihat kak faisal tak dapat menyembunyikan senyum bangganya.

“ayo buruan makannya…bagian paling penting tiup lilin..”

ujar aprilia.

Ibu amalia meletakkan kue itu diatas meja tamu. Adik amalia yang sedari tadi asik sendiri makan tekwan didepan televisi langsung berlari menuju ke meja tamu dan mengabaikan begitu saja tekwannya yang masih bersisa separuh.

Ia memandangi kue itu dengan terpesona seolah olah memandangi mainan yang sangat menarik.

“adek jangan di ganggu kuenya..!”

amalia menegur adeknya yang mau menyentuh kue itu.

“andri ayo jangan nakal, dihabisin dulu makannya..!”

ibu amalia menghampiri adek amalia yang ternyata bernama andri itu, kemudian mengajaknya kembali duduk di depan tipi. Tapi adek amalia sepertinya sudah tak ada minat lagi dengan tekwannya.

“waduh perutku kenyang banget..”

keluh koko sambil memegang perutnya.

Amalia tertawa.

“yuk kita nyalain kuenya sekarang!”

ajak aprilia.

Kami semua berdiri kemudian berkumpul di kursi tamu.

Dari tadi aku tak melihat ayahnya amalia. Apakah ayahnya sudah tiada aku belum sempat menanyakan pada kak faisal.

Amalia menyalakan sebatang korek api kemudian membakar kedua lilin diatas kue ulang tahun.

Kami semua berdiri mengelilingi kue.

Ibu amalia berdiri disamping amalia sambil memegang andri.

“tiup lilinnya sekarang mel..!”

“iya tiup lilinnya..”

teman teman amalia menyemangatinya.

Amalia tersenyum sumringah, lalu menunduk dekat ke kue.

Entah siapa yang mengomando duluan lagu selamat ulang tahun langsung memenuhi ruangan kecil itu. Kak faisal juga bernyanyi sambil tepuk tangan. Dengan penuh keharuan amalia memotong meniup lilin hingga padam. Kami semua bertepuk tangan dengan gembira. Satu persatu teman ceweknya memeluk amalia. Kak faisal, koko dan aku tentu saja cuma menyalami saja.

Terasa sekali kegembiraan disini meskipun cuma sebuah acara sederhana.

Mata amalia berkaca kaca saat menerima ucapan selamat pesta doa dari teman temannya.

“potong dong kuenya..!”

meri mengompori.

“iya mel, potong kuenya.!”

sorak yang lain.

Amalia langsung memotong kue itu, satu potongan ia berikan pada ibunya.

Terlihat sekali wajah haru ibunya saat menerima kue di piring kecil dari tangan amalia.

Ia mencium pipi ibunya. Adeknya kelihatan gelisah melihat kue yang di pegang ibu amalia.

Kemudian amalia memotong lagi kue itu dengan potongan sedikit lebih besar dari yang pertama.

“siapa nih yang dapat suapan pertama?”

olok koko sambil melirik kak faisal.

Amalia tersipu malu Menghampiri kak faisal kemudian memberikan suapan pertama pada kak faisal.

“cieeee… Hati hati tersedak sal..!”

ejek meri bercanda. Kak faisal mengunyah kue itu sambil tersenyum malu. Aku jadi geli sendiri melihat kak faisal. Kemudian amalia menuju ke arahku dan memberikan suapan kedua padaku. Aku sama sekali tak menduga, ku pikir mulanya ia memberikan giliran terakhir menyuapiku.

Setelah selesai menyuapi kami semua. Dan memberikan adeknya potongan kue yang lumayan besar, Amalia kembali duduk.

“makasih semuanya, tanpa bantuan kalian mungkin tak akan ada perayaan ini…”

sela amalia diantara isakan tertahan.

“itulah fungsi teman mel.. Jangan terlalu di pikirkan.. Kita semua ingin merayakan ini..”

hibur aprilia sambil duduk disamping amalia.

“iya mel, kita berteman sejak smp, susah senang kita rasakan bersama..”

timpal meri.

“sedikitpun aku tak pernah menyangka akan merayakan ulang tahun yang ke 17 ini..”

“loh kok jadi pada sedih sedih gini..?”

kak faisal terlihat bingung.

“iya tuh, cewek emang aneh.. Ultah malah bawaannya sentimentil..”

koko menggelengkan kepala dengan heran.

“huuu.. Dasar cowok nggak ngerti kalo cewek emang gitu.!”

dengus ratna agak sebal.

Aku diam tak menimpali mereka. Soalnya aku masih bingung mau mengatakan apa.

“ada acara apa ini..”

terdengar suara berat dari pintu.

Serempak kami menoleh. Seorang bapak bapak masuk kerumah, wajahnya agak aneh, matanya merah dan mukanya kusut sekali.

“ayah..”

desis amalia ganjil.

Semua langsung terdiam.

ibu amalia bergegas menghampiri suaminya yang berjalan terhuyung huyung, kemudian mengambil ransel yang ia pegang.

“kenapa berisik sekali, apa lagi ini?”

ayah amalia terdengar tak suka.

“amalia ulang tahun kak..”

ibu amalia coba menjelaskan.

“ulang tahun.. Amalia ulang tahun.. Hebat ya amalia.. Kayak orang kaya saja..!”

aku sedikit terkejut mendengar kata kata ayah amalia. Dari sikapnya terlihat sekali kalau ayahnya sedang mabuk, ditambah lagi bau minuman keras yang menguar dalam ruangan ini.

“ini semua partisipasi teman temannya amalia kak..”

“aku lapar.. Siapkan makanan.. Cepat.!”

perintah ayah amalia tak perduli.

“ayo bubar semua.. Apa apaan ini.. Pesta tak jelas.. Ayo bubar..!”

bentak ayah amalia dengan marah.

Kami beringsut dari duduk. Aku memandangi kak faisal. Sementara amalia tertunduk malu seperti tak berani melihat teman temannya. Kak faisal memberikan isyarat mengajak pulang padaku, sementara aprilia, meri, ratna dan koko kelihatan bingung.

“mel, kami pulang dulu ya..”

kak faisal pamit pada amalia.

Amalia mengangguk tak melihat kak faisal.

“ayo dek..”

kak faisal menarik tanganku buru buru. Begitu juga yang lain, cepat cepat berpamitan pada amalia.

Walau tak mengucapkan sepatah kata pun, dari wajahnya terlihat sekali amalia sangat meminta maaf karena kejadian ini.

Sementara ibunya amalia masih sibuk menenangkan ayah amalia. Tak ku sangka sama sekali kalau bakalan begini akhirnya.

Ternyata ayah amalia seorang pemabuk. Kasihan sekali amalia, ia pasti sangat malu dengan kejadian ini. Aku bisa bayangkan perasaannya. Bagaimana amalia harus menahan malu atas sikap ayahnya terhadap teman temannya. Dengan berjalan cepat kami keluar dari rumah amalia, sebelum ayahnya mengusir kami lagi. Setelah kami semua berada di luar, seperti terdengar sesuatu yang di banting dari dalam rumah. Kami langsung menoleh ke pintu, namun amalia yang sedang berada di pintu, dengan pandangan meminta maaf segera menutup pintu rumahnya.

“kak.. Kasihan amalia..”

bisikku pada kak faisal.

“iya dek.. Banyak yang kakak mau ceritakan ke adek.. Kita pulang dulu sekarang..”

kak faisal menghampiri teman temannya. Aku mengikuti kak faisal dari belakang.

“ko, kami pulang dulu ya..”

“iya sal, aku juga mau pulang..ini mau nganterin aprilia dulu, habis ini kamu kemana?”

tanya koko.

“kayaknya langsung pulang aja lah.. Besok kita ketemu di sekolah..”

jawab kak faisal.

“oke.. Hati hati ya bro..”

kak faisal mengangguk.

“yuk mer, april, ratna..kami duluan”

teman teman kak faisal mengangguk.

Aku naik ke boncengan, dan menganggukan kepala ke teman teman kak faisal.

Kemudian bersama kak faisal meninggalkan mereka.

“kak jangan ngebut dong..”

aku memperingatkan kak faisal.

“pegangan yang kuat dek..!”

kak faisal tak mengindahkan peringatanku. Tanpa mengurangi kecepatan sedikitpun.

Aku tau kak faisal pasti sedang kesal sekarang, entah apa yang ia pikirkan. Mungkin ia kuatir memikirkan amalia.

“kak udah jangan terlalu dipikirkan..”

aku coba menghibur kak faisal.

Namun kak faisal tak menjawab.

Sampai dirumah aku mengikuti kak faisal ke kamarnya.

“kak, kasian ya amalia..”

kataku sambil duduk ditempat tidur kak faisal.

Kak faisal yang langsung berbaring cuma menatap langit langit kamar tapi wajahnya kusut.

“itu ayah tirinya dek, memang sudah biasa begitu..”

jawab kak faisal tanpa semangat.

“ayah kandung amalia mana kak?”

“sudah lama cerai sama emaknya, sejak amalia kelas enam..”

kak faisal berbalik menghadapku.

“dek tidur dikamar kakak aja ya..”

aku mengangguk.

“aku ganti baju dulu kak, ntar kesini lagi..”

“iya dek, jangan lama lama, kakak butuh teman bicara..”

aku beranjak dari tempat tidur, meninggalkan kak faisal.

Setelah ganti baju, aku mencuci muka dan gosok gigi. Kemudian aku kembali ke kamar kak faisal.

Ia masih berbaring dengan mengenakan baju kemejanya tadi. Sepertinya kak faisal sudah kehilangan semangat. Tak seperti tadi sore ia begitu bergairah.

Kejadian dirumah amalia tadi pasti membuat kak faisal gelisah. Aku juga kasihan sama amalia apalagi kak faisal yang pacarnya amalia.

“kakak nggak ganti baju kak?”

tanyaku pelan sambil naik ke tempat tidur.

“ntar lagi lah dek, masih capek..”

suara kak faisal terdengar lesu.

Melihat wajah kak faisal yang kusut, aku jadi kasihan. Ingin rasanya aku menghiburnya biar ia tersenyum, tapi aku bingung bagaimana caranya.

“maaf ya dek karena kejadian tadi..”

kak faisal terdengar menyesal.

Aku tersenyum pada kak faisal, memberikan tanda kalau aku tak masalah dengan kejadian tadi.

“sudahlah kak, nggak apa apa kok, justru aku kasihan sama amalia kak, pasti ia kehilangan muka didepan teman teman, apalagi ini kan hari ulang tahunnya, pasti amalia sedih sekarang..”

kak faisal mengangguk lemah.

“iya dek, sedihnya lagi, kakak nggak bisa melakukan apa apa, kalau saja itu bukan ayahnya mungkin sudah kakak hajar habis habisan.. Tapi kakak juga serba salah.. Kejadian ini bukan baru satu kali dek, tapi sudah sering.. Amalia hampir stress dibuatnya..”

jelas kak faisal.

“kenapa ibunya amalia mau saja bertahan, kasihan amalia kak ia bisa tertekan..”

“entahlah dek, itu urusan ibunya.. Mungkin ia punya pertimbangan lain yang kita tak mengerti..”

“betul juga sih.. Cuma kalau berlarut larut seperti itu, amalia bisa tertekan kak..”

kak faisal terdiam, meninju ninju bantal guling seolah olah ingin melampiaskan emosinya pada bantal itu.

“kakak sendiri tak menyangka kalau ayam bakalan pulang lebih cepat, biasanya kata amalia, ayahnya pulang subuh, mabuk mabukan dengan teman temannya yang preman..”

“ayahnya kerja dimana kak?”

aku jadi penasaran.

“menganggur dek, dulunya ayahnya itu penjaga terminal, tapi kena pecat karena ketahuan mencuri..”

“amalia itu cantik kak, ayah tirinya pemabuk, aku takut terjadi apa apa sama amalia..”

“kakak juga sering berpikir begitu, makanya kakak selalu mengingatkan amalia agar tak lupa mengunci pintu kamarnya kalau tidur..”

kak faisal beranjak dari tempat tidur, kemudian membuka celana panjangnya. Setelah menggantinya dengan hawai, kak faisal kembali ke tempat tidur dengan bertelanjang dada.

“bagaimana penilaian adek sekarang terhadap amalia.. Adek tak benci lagi sama dia kan?”

kak faisal menatapku tajam.

Aku jadi tersipu. Malu mengenangkan sikapku kemarin kemarin, tanpa alasan membenci orang yang tak bersalah.

“nggak kok kak, aku jadi simpati sama amalia sekarang.. Tapi dia beruntung dapat pacar seperti kakak..”

ujarku apa adanya.

Kak faisal bergeser lebih dekat ke aku, menatapku dengan tertarik.

“maksud adek?”

kak faisal mengangkat alis.

“semua orang beruntung di cintai oleh kak faisal, amalia pasti bahagia berpacaran sama kakak..”

“adek bisa aja…”

kak faisal tersenyum.

“kakak juga beruntung dapat adek, yang sekalian jadi teman.. Untung kita bukan saudara kandung ya dek, jadi kita bisa lebih akrab.. Dan bisa bercerita apa saja tanpa segan..”

kata kata kak faisal menyejukkan hatiku.

“justru aku merasa beruntung punya kakak seperti kak faisal.. Aku bangga sama kakak..”

ucapku tulus dari hati.

“pasti dulu adek sebal banget sama kakak ya, maaf ya dek dulu kakak bikin adek nggak nyaman..”

“udahlah kak nggak usah diingat lagi yang dulu dulu.. Semua orang pasti pernah khilaf kan.. Makanya tak kenal maka tak sayang..”

kak faisal mengangguk mendengar apa yang aku katakan.

Tanpa aku duga tiba tiba kak faisal memelukku, jantungku berdegup, aku berdoa dalam hati semoga kak faisal tak menyadari itu.

“punya adek enak juga ya, jadi ada teman dirumah..terus bisa dipeluk peluk kayak gini”

kata kak faisal sambil tetap memelukku.

Aku tersenyum senang, kak faisal bisa saja membuat aku jadi berbunga bunga.

“dek, besok kita kerumah agus lagi, kita hepi lagi kayak dulu, tapi adek nggak usah minum terlalu banyak kalau nggak sanggup, jangan sampai adek parah kayak waktu itu..”

aku meringis mengingat kejadian itu, sebetulnya aku tak begitu suka, tapi aku tak mau menolak ajakan kak faisal, lagipula aku merasa senang kalau ikut kak faisal. Artinya aku tak perlu sendirian dirumah dan aku bisa punya waktu lebih banyak bersamanya.

“iya kak..”

“kalau udah ngantuk tidur aja dek, mata kakak juga udah mulai berat..”

kak faisal melepaskan pelukannya lalu turun dari tempat tidur. Kak faisal menyalakan ac, kemudian memadamkan lampu, setelah itu naik lagi ketempat tidur.

Aku menarik selimut tebal hingga sebatas dada. Kak faisal tidur menghadapku. Sebelah tangannya diletakkan diatas dadaku. Aku memejamkan mata, berusaha tidur, namun sulit sekali, hingga berlalu setengah jam, suara dengkur halus kak faisal sudah terdengar. Pertanda kak faisal telah terlelap. Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri. Satu jam setelah itu baru aku bisa tertidur.Kak faisal masuk ke kamarku, tampan sekali kak faisal dengan baju kemeja garis garis warna hitam. Celana jeans model bootcuts biru tua membuat ia terlihat begitu jangkung. Aku betul betul bangga punya kakak yang seganteng kak faisal.

“kita berangkat jam setengah 8 aja ya dek, soalnya kalo sekarang pasti masih sepi..”

kata kak faisal sambil mengambil remote dan menyalakan tipi.

“kakak atur aja..yang penting disana nanti aku jangan ditinggal sendirian..”

kembali aku mengingatkan kak faisal.

Ia tak menjawab sibuk memencet remote mencari chanel.

Aku duduk disamping kak faisal menonton film sledge hammer di TVRI, namun tak sampai lima menit film itu sudah selesai dan diganti dengan berita nasional. Kak faisal mengganti chanel ke RCTI. Acara sesame street. Tak menarik jadi kak faisal mematikan televisi.

“ke teras aja dek..!”

ajak kak faisal sambil berdiri. Aku mengikutinya ke teras.

“tunggu sebentar dek, mau ngambil sesuatu dulu dalam kamar.”

setengah berlari kak faisal masuk ke kamarnya. Kemudian keluar dengan membawa bungkusan kado sebesar kotak televisi 14 inchi.

“apa isinya kak?”

aku ingin tau.

“boneka dek..ke depan yuk..”

“bungkus sendiri ya?”

aku mengikuti kak faisal ke teras.

“nggak lah… Mana bisa kakak bungkus kayak ginian.. Tadi sekalian kakak minta dibungkusin sama mbak penjaga toko..”

jelas kak faisal.

Aku duduk di kursi teras. Langit telah gelap, bulan bersinar terang, namun belum penuh.

Suara kecipak air mancur buatan di kolam samping rumah bagaikan alunan mengusik pikiranku yang agak bingung dengan perasaan aneh yang melandaku saat ini. Perasaan yang aku sendiripun tak tau mengartikannya. Aku merasa begitu senang bila bersama kak faisal, aku betah berlama lama dengan kak faisal, dan perasaan yang paling membuat aku bingung, aku gelisah membayangkan kak faisal akan menjadi tamu spesial diacara ulang tahun nanti. Entah kenapa aku tak rela kak faisal dimiliki oleh orang lain. Apakah perasaan ini wajar, semua adik punya perasaan cemburu bila kakaknya mempunyai pacar? Aku sendiri belum tau karena selama ini kakakku adalah perempuan, yuk yanti dan yuk tina, dan selama ini mereka juga belum pernah berpacaran, emak tak mengizinkan mereka pacaran sebelum lulus sma.

“dek, udah setengah delapan, berangkat yuk..”

suara kak faisal menyadarkan aku dari lamunan.

“eh.. Iya.. Masa udah jam setengah delapan?”

aku melirik arloji ditangan kiriku.

“nggak, baru jam lima sore..”

kak faisal sedikit kesal.

Aku tertawa

“tolong bawa kado itu, kakak mau ngambil motor dulu..”

kak faisal berlari kecil menuju garasi. Aku berdiri membawa kado kak faisal dan menunggu didepan pagar.

“ayo dek naik..”

perintah kak faisal sambil menghentikan motor didepanku.

Jalan menuju ke rumah amalia memasuki gang sempit, aku kira tadinya rumah amalia terletak di pinggir jalan. Ternyata aku salah. Saat tiba di rumahnya aku nyaris nyaris tak percaya dan hampir tak yakin itu rumahnya. Kalau saja kak faisal tak mengajak aku masuk.

Aku terdiam memandangi rumah kecil terbuat dari papan yang lebih pas disebut gubuk itu, hampir tak beda dengan keadaan rumahku waktu di bangka dulu. Tak ada keramaian seperti yang aku bayangkan sebelumnya. Malahan tak ada sedikitpun kesan adanya pesta ulang tahun.

“kak… Beneran nggak sih amalia ulang tahun?”

tanyaku tak yakin.

“iya dek.. Acaranya cuma makan malam bersama aja kok sama keluarganya dan sahabat dekat aja..”

jawab kak faisal tersenyum.

Aku terdiam, semua ini betul betul diluar dugaanku sama sekali.

“kenapa dek? Adek pikir amalia anak orang kaya kan.. Pestanya besar dan mengundang banyak teman..?”

aku tergagap hampir bingung harus menjawab apa.

“nggak.. Nggak kok…cuma… Ah.. Nggak kok kak..”

“ya udah, jangan gugup gitu.. Ayo masuk dek..”

kami berjalan ke arah pintu. Kak faisal mengetuk pintu yang terbuka dan mengucapkan salam. Terdengar suara menjawab dari dalam, amalia keluar langsung tersenyum lebar melihat kedatangan kami.

“e… Faisal.. Rio.. Ayo masuk.. Udah ditunggu tunggu dari tadi..”

aku ragu ragu tapi kak faisal langsung menarik tanganku mengajak masuk.

Didalam rumah ada beberapa orang yang aku kenal adalah kakak kelasku, tak banyak cuma empat orang. Satu cowok dan tiga orang cewek. Seorang ibu seumuran emak sedang menata makanan diatas meja.

“oh nak faisal sudah datang ya..silahkan duduk.. Itu siapa? Kok ibu nggak pernah lihat?”

“ini adikku yang aku ceritakan itu bu..”

kak faisal menjawab.

“oh..ini rio yang dari bangka?.. Wah gantengnya.. Mirip cina ya…!”

aku menelan ludah, rasanya dua kali lebih canggung, karena bukan hal ini yang kubayangkan sebelumnya.

“ayo duduk dek..”

kak faisal berbisik.

Aku mengikuti kak faisal duduk diantara teman teman lain, diatas kursi sofa kusam tapi bersih.

“udah lama ko?”

kak faisal bicara sama temannya yang cowok.

“barusan, paling 10 menit sebelum kamu..”

“kenalin ini adek aku,…”

kak faisal bergeser dan menoleh padaku.

“adek, kenalan dulu sama teman teman kakak..”

dengan malu aku berdiri menyalami mereka satu persatu.

“koko..!”

yang cowok menerima jabatan tanganku.

“rio..”

jawabku pelan.

Setelah dekat baru aku bisa melihat wajah koko dengan jelas, tubuhnya jangkung kekar. Rambutnya tebal namun rapi, betul betul tampan, alisnya yang tebal bagai memayungi matanya yang tajam. Bibirnya bagus dan warnanya kemerahan. Pasti ia tak merokok. Giginya betul betul rapi berbaris putih seperti mutiara. Hidungnya mancung seperti artis hongkong. Betul betul wajah paling tampan yang pernah aku lihat seumur hidupku. Ia selalu menyunggingkan senyum. Senyum termanis dalam sejarah hidupku.

“eh kok adek malah bengong.. Lepasin tangan koko dek..”

kak faisal mencubit pinggangku diam diam.

Aku langsung tersentak buru buru melepaskan tangan koko.

“ma..maaf..”

aku terbata bata. Rasa hangat menjalari wajahku. Untung saja cahaya fluorcent lamp 10 watt di ruangan ini agak redup, jadi wajahku yang memerah tak terlalu kentara.

Cewek disamping koko mengulurkan tangannya juga, langsung aku sambut.

“ratna..”

aku melepaskan jabatan tanganku kemudian menyalami teman kak faisal yang lain. Dua cewek yang bernama meri dan aprilia.

Yang bernama ratna lumayan manis, rambutnya panjang sepunggung, kulit kuning langsat.

Meri sedikit gemuk dan agak pendek, namun wajahnya sangat ramah, aku yakin siapapun dengan mudah langsung menyukainya.

Aprilia sedikit pendiam. Rambut ikal spiral kulit putih, agak modis namun dari kesan wajahnya sedikit angkuh.

Setelah berkenalan dengan mereka, aku kembali duduk disamping kak faisal.

Sementara kak faisal sibuk ngobrol dengan teman temannya. Aku memandangi seisi ruangan yang kecil ini. Nyaris tak ada ornamen. Hanya satu set kursi makan dari kayu, yang aku curigai pasti bikinan sendiri. Soalnya buatannya agak kasar. Sebuah pesawat televisi 14 inchi, model keluaran tahun liz taylor beranjak gadis. Satu set kursi tamu lusuh yang kami duduki sekarang. Sedangkan di dinding cuma ada satu jam dinding pesta kalender dari sebuah merek rokok yang cukup terkenal dengan gambar model yana zein sedang memegang rokok dari pipa hitam yang panjang sambil tersenyum. Selebihnya tak ada apa apa. Aku meringis karena keadaannya 180 derajat diluar dugaanku semula.

Sementara itu ibunya amalia dari tadi mondar mandir keluar masuk dapur sambil membawa piring dibantu amalia.

Seorang bocah lelaki usia sekitar 6 tahun sedang duduk didepan televisi menonton sinetron jembatan pelangi. Entah ia mengerti atau tidak dengan alurnya, yang jelas ia begitu serius. Seolah olah tak ada kami disini.

“tunggu sebentar ya… Lagi goreng empek empek, dan manasin kuah tekwan..”

ujar amalia sambil menyusun sendok.

“ada yang bisa kami bantu nggak?”

meri yang menjawab.

“nggak usah.. Sebentar lagi kelar kok..”

tolak amalia halus.

Aku menunduk menatap lantai yang di beberapa bagian berlubang dan di tambal dengan pasir. Beberapa semut hitam berjalan sambil mengangkut sesuatu yang putih, aku perkirakan itu butiran nasi. 0suara canda kak faisal dengan teman temannya memenuhi ruangan ini. Dari tadi aprilia tertawa cekikikan setiap mendengar lelucon yang dilontarkan oleh kak faisal dan koko. Tertawa yang aneh seperti dibuat buat, lebih mirip bunyi tertawanya ratu zelda di operet bobo. bikin kupingku gatal.

Untunglah tak lama kemudian amalia segera keluar dari dapur dan bergabung bersama kami.

Semua langsung berdiri.

Mereka mengucapkan selamat ulang tahun, masing masing memberikan kado. Cuma aku yang nggak.

“ayo kita langsung menyantap makanan yang aku siapkan.. Maaf kalo rasanya kurang enak..”

ujar amalia setengah meringis.

“mana mungkin nggak enak.. Kamu kan jago masak mel..”

ujar ratna sambil tertawa.

“iya nih amalia, merendah diri tapi meninggikan mutu..”

timpal koko ikut tertawa.

“kalau aku yang masak, baru kacau..”

aprilia nimbrung.

“huuu… Semua juga tau.. Kamu ngerebus air juga hangus..!”

ejek kak faisal seperti serius.

Aprilia pura pura cemberut.

Semua kelihatan sangat akrab. Aku diam saja karena tak tau apa yang harus diomongkan. Takutnya malah jadi garing kalau ikut ikutan memaksa bercanda.

“makasih banyak ya kalian semua mau datang… Maaf kalau nggak bisa menyajikan yang lebih pantas..”

amalia menarik kursi dan menyuruh kami duduk.

“no.. No.. No.. Nggak boleh ngomong kayak gitu.. Yang penting kita masih bisa berkumpul sama sama… Semua sehat, dan persahabatan kita selalu terjaga..”

meri memegang bahu amalia.

Entah kenapa perasaan benci yang selama ini aku rasakan pada amalia bagaikan menguap begitu saja melalui ubun ubunku.

Yang ada sekarang hanyalah perasaan simpati.

Tak kusangka. Kak faisal yang populer di sekolah, yang aib mendapatkan cewek lebih segala galanya dari amalia. Memilih amalia sebagai pacarnya. Perasaan kagumku terhadap kak faisal jadi bertambah.

Ibu amalia menyuruh kami makan, ia mengingatkan kami agar makan banyak dan tak usah malu. Tapi tanpa dikasih tau pun keliatan kalau semua pada gak tau malu.

Aku mengambil tekwan semangkuk. Dan mencicipi rasanya. Betul kata teman kak faisal, benar benar enak. Bola ikan yang kenyal terasa betul betul gurih. Aroma kaldu udang pada kuahnya yang hangat terasa pas di lidah. Aku memuji dalam hati kelezatan masakan amalia. Tak ku sangka seorang gadis seumuran amalia bisa membuat masakan yang begini lezatnya. Tak heran kak faisal tergila gila padanya. Selain cantik, lembut, pintar memasak. Aku melirik amalia dengan agak iri. Semua makan dengan lahap. Amalia tampak begitu puas melihat teman temannya begitu menikmati masakannya. Bahkan kak faisal sampai tambah sepiring lagi.

“ambil lagi rio.. Empek empeknya masih hangat..”

amalia mengulurkan saus asam pedas yang disini dinamakan cuko. Aku menerima piring berisi cuko dari amalia dan mengatakan terimakasih. Kak faisal melirikku dan tersenyum. Sepertinya ia senang melihat aku jinak malam ini.

“wah.. Amalia, kalo begini terus tiap hari, bisa bisa badanku makin melar..”

seloroh meri sambil mencocol empek empek goreng ke dalam cuko, lalu menggigitnya dengan gaya mirip iklan biskuit mayora.

“kalau tiap hari enak di kamu nggak enak di amalia..”

timpal aprilia yang memegang sendok dan menyuap dengan gaya seorang supermodel.

“nggak masalah kok… Mak aku jualan empek empek tiap hari.. Kalian bisa jadi langganan loyalnya..”

amalia bercanda.

“adik kamu pendiam ya sal?”

tanya koko pada kak faisal membuat aku kaget setengah mati. Hampir saja aku tersedak oleh empek empek, untung saja buru buru aku telan.

“pendiam..?.. Hahaha.. Belum tau kelakuannya dirumah.. Suka rusuhin aku.. Dia jaim karena didepan kalian..”

tanpa berdosa kak faisal membeberkan aib ku. Ingin rasanya aku mencocol matanya dengan telunjukku yang berlumuran cuko ini.

belum lagi habis empek empek di piringku, ibu amalia keluar dari dapur dengan membawa kue ulang tahun tak terlalu besar, berwarna krim merah muda dengan hiasan bunga mawar merah terbuat dari kembang gula. Sungguh bagus sekali. Sepasang Lilin warna merah berbentuk angka 17, menandakan usia amalia sekarang.

“wah… Bagus sekali kuenya.. Betul itu kamu bikin sendiri..?”

meri terbelalak takjub.

Amalia mengangguk tersipu. Kulihat kak faisal tak dapat menyembunyikan senyum bangganya.

“ayo buruan makannya…bagian paling penting tiup lilin..”

ujar aprilia.

Ibu amalia meletakkan kue itu diatas meja tamu. Adik amalia yang sedari tadi asik sendiri makan tekwan didepan televisi langsung berlari menuju ke meja tamu dan mengabaikan begitu saja tekwannya yang masih bersisa separuh.

Ia memandangi kue itu dengan terpesona seolah olah memandangi mainan yang sangat menarik.

“adek jangan di ganggu kuenya..!”

amalia menegur adeknya yang mau menyentuh kue itu.

“andri ayo jangan nakal, dihabisin dulu makannya..!”

ibu amalia menghampiri adek amalia yang ternyata bernama andri itu, kemudian mengajaknya kembali duduk di depan tipi. Tapi adek amalia sepertinya sudah tak ada minat lagi dengan tekwannya.

“waduh perutku kenyang banget..”

keluh koko sambil memegang perutnya.

Amalia tertawa.

“yuk kita nyalain kuenya sekarang!”

ajak aprilia.

Kami semua berdiri kemudian berkumpul di kursi tamu.

Dari tadi aku tak melihat ayahnya amalia. Apakah ayahnya sudah tiada aku belum sempat menanyakan pada kak faisal.

Amalia menyalakan sebatang korek api kemudian membakar kedua lilin diatas kue ulang tahun.

Kami semua berdiri mengelilingi kue.

Ibu amalia berdiri disamping amalia sambil memegang andri.

“tiup lilinnya sekarang mel..!”

“iya tiup lilinnya..”

teman teman amalia menyemangatinya.

Amalia tersenyum sumringah, lalu menunduk dekat ke kue.

Entah siapa yang mengomando duluan lagu selamat ulang tahun langsung memenuhi ruangan kecil itu. Kak faisal juga bernyanyi sambil tepuk tangan. Dengan penuh keharuan amalia memotong meniup lilin hingga padam. Kami semua bertepuk tangan dengan gembira. Satu persatu teman ceweknya memeluk amalia. Kak faisal, koko dan aku tentu saja cuma menyalami saja.

Terasa sekali kegembiraan disini meskipun cuma sebuah acara sederhana.

Mata amalia berkaca kaca saat menerima ucapan selamat pesta doa dari teman temannya.

“potong dong kuenya..!”

meri mengompori.

“iya mel, potong kuenya.!”

sorak yang lain.

Amalia langsung memotong kue itu, satu potongan ia berikan pada ibunya.

Terlihat sekali wajah haru ibunya saat menerima kue di piring kecil dari tangan amalia.

Ia mencium pipi ibunya. Adeknya kelihatan gelisah melihat kue yang di pegang ibu amalia.

Kemudian amalia memotong lagi kue itu dengan potongan sedikit lebih besar dari yang pertama.

“siapa nih yang dapat suapan pertama?”

olok koko sambil melirik kak faisal.

Amalia tersipu malu Menghampiri kak faisal kemudian memberikan suapan pertama pada kak faisal.

“cieeee… Hati hati tersedak sal..!”

ejek meri bercanda. Kak faisal mengunyah kue itu sambil tersenyum malu. Aku jadi geli sendiri melihat kak faisal. Kemudian amalia menuju ke arahku dan memberikan suapan kedua padaku. Aku sama sekali tak menduga, ku pikir mulanya ia memberikan giliran terakhir menyuapiku.

Setelah selesai menyuapi kami semua. Dan memberikan adeknya potongan kue yang lumayan besar, Amalia kembali duduk.

“makasih semuanya, tanpa bantuan kalian mungkin tak akan ada perayaan ini…”

sela amalia diantara isakan tertahan.

“itulah fungsi teman mel.. Jangan terlalu di pikirkan.. Kita semua ingin merayakan ini..”

hibur aprilia sambil duduk disamping amalia.

“iya mel, kita berteman sejak smp, susah senang kita rasakan bersama..”

timpal meri.

“sedikitpun aku tak pernah menyangka akan merayakan ulang tahun yang ke 17 ini..”

“loh kok jadi pada sedih sedih gini..?”

kak faisal terlihat bingung.

“iya tuh, cewek emang aneh.. Ultah malah bawaannya sentimentil..”

koko menggelengkan kepala dengan heran.

“huuu.. Dasar cowok nggak ngerti kalo cewek emang gitu.!”

dengus ratna agak sebal.

Aku diam tak menimpali mereka. Soalnya aku masih bingung mau mengatakan apa.

“ada acara apa ini..”

terdengar suara berat dari pintu.

Serempak kami menoleh. Seorang bapak bapak masuk kerumah, wajahnya agak aneh, matanya merah dan mukanya kusut sekali.

“ayah..”

desis amalia ganjil.

Semua langsung terdiam.

ibu amalia bergegas menghampiri suaminya yang berjalan terhuyung huyung, kemudian mengambil ransel yang ia pegang.

“kenapa berisik sekali, apa lagi ini?”

ayah amalia terdengar tak suka.

“amalia ulang tahun kak..”

ibu amalia coba menjelaskan.

“ulang tahun.. Amalia ulang tahun.. Hebat ya amalia.. Kayak orang kaya saja..!”

aku sedikit terkejut mendengar kata kata ayah amalia. Dari sikapnya terlihat sekali kalau ayahnya sedang mabuk, ditambah lagi bau minuman keras yang menguar dalam ruangan ini.

“ini semua partisipasi teman temannya amalia kak..”

“aku lapar.. Siapkan makanan.. Cepat.!”

perintah ayah amalia tak perduli.

“ayo bubar semua.. Apa apaan ini.. Pesta tak jelas.. Ayo bubar..!”

bentak ayah amalia dengan marah.

Kami beringsut dari duduk. Aku memandangi kak faisal. Sementara amalia tertunduk malu seperti tak berani melihat teman temannya. Kak faisal memberikan isyarat mengajak pulang padaku, sementara aprilia, meri, ratna dan koko kelihatan bingung.

“mel, kami pulang dulu ya..”

kak faisal pamit pada amalia.

Amalia mengangguk tak melihat kak faisal.

“ayo dek..”

kak faisal menarik tanganku buru buru. Begitu juga yang lain, cepat cepat berpamitan pada amalia.

Walau tak mengucapkan sepatah kata pun, dari wajahnya terlihat sekali amalia sangat meminta maaf karena kejadian ini.

Sementara ibunya amalia masih sibuk menenangkan ayah amalia. Tak ku sangka sama sekali kalau bakalan begini akhirnya.

Ternyata ayah amalia seorang pemabuk. Kasihan sekali amalia, ia pasti sangat malu dengan kejadian ini. Aku bisa bayangkan perasaannya. Bagaimana amalia harus menahan malu atas sikap ayahnya terhadap teman temannya. Dengan berjalan cepat kami keluar dari rumah amalia, sebelum ayahnya mengusir kami lagi. Setelah kami semua berada di luar, seperti terdengar sesuatu yang di banting dari dalam rumah. Kami langsung menoleh ke pintu, namun amalia yang sedang berada di pintu, dengan pandangan meminta maaf segera menutup pintu rumahnya.

“kak.. Kasihan amalia..”

bisikku pada kak faisal.

“iya dek.. Banyak yang kakak mau ceritakan ke adek.. Kita pulang dulu sekarang..”

kak faisal menghampiri teman temannya. Aku mengikuti kak faisal dari belakang.

“ko, kami pulang dulu ya..”

“iya sal, aku juga mau pulang..ini mau nganterin aprilia dulu, habis ini kamu kemana?”

tanya koko.

“kayaknya langsung pulang aja lah.. Besok kita ketemu di sekolah..”

jawab kak faisal.

“oke.. Hati hati ya bro..”

kak faisal mengangguk.

“yuk mer, april, ratna..kami duluan”

teman teman kak faisal mengangguk.

Aku naik ke boncengan, dan menganggukan kepala ke teman teman kak faisal.

Kemudian bersama kak faisal meninggalkan mereka.

“kak jangan ngebut dong..”

aku memperingatkan kak faisal.

“pegangan yang kuat dek..!”

kak faisal tak mengindahkan peringatanku. Tanpa mengurangi kecepatan sedikitpun.

Aku tau kak faisal pasti sedang kesal sekarang, entah apa yang ia pikirkan. Mungkin ia kuatir memikirkan amalia.

“kak udah jangan terlalu dipikirkan..”

aku coba menghibur kak faisal.

Namun kak faisal tak menjawab.

Sampai dirumah aku mengikuti kak faisal ke kamarnya.

“kak, kasian ya amalia..”

kataku sambil duduk ditempat tidur kak faisal.

Kak faisal yang langsung berbaring cuma menatap langit langit kamar tapi wajahnya kusut.

“itu ayah tirinya dek, memang sudah biasa begitu..”

jawab kak faisal tanpa semangat.

“ayah kandung amalia mana kak?”

“sudah lama cerai sama emaknya, sejak amalia kelas enam..”

kak faisal berbalik menghadapku.

“dek tidur dikamar kakak aja ya..”

aku mengangguk.

“aku ganti baju dulu kak, ntar kesini lagi..”

“iya dek, jangan lama lama, kakak butuh teman bicara..”

aku beranjak dari tempat tidur, meninggalkan kak faisal.

Setelah ganti baju, aku mencuci muka dan gosok gigi. Kemudian aku kembali ke kamar kak faisal.

Ia masih berbaring dengan mengenakan baju kemejanya tadi. Sepertinya kak faisal sudah kehilangan semangat. Tak seperti tadi sore ia begitu bergairah.

Kejadian dirumah amalia tadi pasti membuat kak faisal gelisah. Aku juga kasihan sama amalia apalagi kak faisal yang pacarnya amalia.

“kakak nggak ganti baju kak?”

tanyaku pelan sambil naik ke tempat tidur.

“ntar lagi lah dek, masih capek..”

suara kak faisal terdengar lesu.

Melihat wajah kak faisal yang kusut, aku jadi kasihan. Ingin rasanya aku menghiburnya biar ia tersenyum, tapi aku bingung bagaimana caranya.

“maaf ya dek karena kejadian tadi..”

kak faisal terdengar menyesal.

Aku tersenyum pada kak faisal, memberikan tanda kalau aku tak masalah dengan kejadian tadi.

“sudahlah kak, nggak apa apa kok, justru aku kasihan sama amalia kak, pasti ia kehilangan muka didepan teman teman, apalagi ini kan hari ulang tahunnya, pasti amalia sedih sekarang..”

kak faisal mengangguk lemah.

“iya dek, sedihnya lagi, kakak nggak bisa melakukan apa apa, kalau saja itu bukan ayahnya mungkin sudah kakak hajar habis habisan.. Tapi kakak juga serba salah.. Kejadian ini bukan baru satu kali dek, tapi sudah sering.. Amalia hampir stress dibuatnya..”

jelas kak faisal.

“kenapa ibunya amalia mau saja bertahan, kasihan amalia kak ia bisa tertekan..”

“entahlah dek, itu urusan ibunya.. Mungkin ia punya pertimbangan lain yang kita tak mengerti..”

“betul juga sih.. Cuma kalau berlarut larut seperti itu, amalia bisa tertekan kak..”

kak faisal terdiam, meninju ninju bantal guling seolah olah ingin melampiaskan emosinya pada bantal itu.

“kakak sendiri tak menyangka kalau ayam bakalan pulang lebih cepat, biasanya kata amalia, ayahnya pulang subuh, mabuk mabukan dengan teman temannya yang preman..”

“ayahnya kerja dimana kak?”

aku jadi penasaran.

“menganggur dek, dulunya ayahnya itu penjaga terminal, tapi kena pecat karena ketahuan mencuri..”

“amalia itu cantik kak, ayah tirinya pemabuk, aku takut terjadi apa apa sama amalia..”

“kakak juga sering berpikir begitu, makanya kakak selalu mengingatkan amalia agar tak lupa mengunci pintu kamarnya kalau tidur..”

kak faisal beranjak dari tempat tidur, kemudian membuka celana panjangnya. Setelah menggantinya dengan hawai, kak faisal kembali ke tempat tidur dengan bertelanjang dada.

“bagaimana penilaian adek sekarang terhadap amalia.. Adek tak benci lagi sama dia kan?”

kak faisal menatapku tajam.

Aku jadi tersipu. Malu mengenangkan sikapku kemarin kemarin, tanpa alasan membenci orang yang tak bersalah.

“nggak kok kak, aku jadi simpati sama amalia sekarang.. Tapi dia beruntung dapat pacar seperti kakak..”

ujarku apa adanya.

Kak faisal bergeser lebih dekat ke aku, menatapku dengan tertarik.

“maksud adek?”

kak faisal mengangkat alis.

“semua orang beruntung di cintai oleh kak faisal, amalia pasti bahagia berpacaran sama kakak..”

“adek bisa aja…”

kak faisal tersenyum.

“kakak juga beruntung dapat adek, yang sekalian jadi teman.. Untung kita bukan saudara kandung ya dek, jadi kita bisa lebih akrab.. Dan bisa bercerita apa saja tanpa segan..”

kata kata kak faisal menyejukkan hatiku.

“justru aku merasa beruntung punya kakak seperti kak faisal.. Aku bangga sama kakak..”

ucapku tulus dari hati.

“pasti dulu adek sebal banget sama kakak ya, maaf ya dek dulu kakak bikin adek nggak nyaman..”

“udahlah kak nggak usah diingat lagi yang dulu dulu.. Semua orang pasti pernah khilaf kan.. Makanya tak kenal maka tak sayang..”

kak faisal mengangguk mendengar apa yang aku katakan.

Tanpa aku duga tiba tiba kak faisal memelukku, jantungku berdegup, aku berdoa dalam hati semoga kak faisal tak menyadari itu.

“punya adek enak juga ya, jadi ada teman dirumah..terus bisa dipeluk peluk kayak gini”

kata kak faisal sambil tetap memelukku.

Aku tersenyum senang, kak faisal bisa saja membuat aku jadi berbunga bunga.

“dek, besok kita kerumah agus lagi, kita hepi lagi kayak dulu, tapi adek nggak usah minum terlalu banyak kalau nggak sanggup, jangan sampai adek parah kayak waktu itu..”

aku meringis mengingat kejadian itu, sebetulnya aku tak begitu suka, tapi aku tak mau menolak ajakan kak faisal, lagipula aku merasa senang kalau ikut kak faisal. Artinya aku tak perlu sendirian dirumah dan aku bisa punya waktu lebih banyak bersamanya.

“iya kak..”

“kalau udah ngantuk tidur aja dek, mata kakak juga udah mulai berat..”

kak faisal melepaskan pelukannya lalu turun dari tempat tidur. Kak faisal menyalakan ac, kemudian memadamkan lampu, setelah itu naik lagi ketempat tidur.

Aku menarik selimut tebal hingga sebatas dada. Kak faisal tidur menghadapku. Sebelah tangannya diletakkan diatas dadaku. Aku memejamkan mata, berusaha tidur, namun sulit sekali, hingga berlalu setengah jam, suara dengkur halus kak faisal sudah terdengar. Pertanda kak faisal telah terlelap. Aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri. Satu jam setelah itu baru aku bisa tertidur.

| Free Bussines? |

1 komentar: