Lihat semua daftar posting »»

Jumat, 16 Desember 2011

KISAH RIO 01

Kue Kue”
aku berteriak dengan lantang, di pagi hari, agar orang orang yang sedang berkumpul bersama keluarga sebelum memulai aktifitas di hari yang baru, mendengar suaraku
Setiap pagi aku berkeliling kampung menjual kue buatan emak
Bersama dua kakak perempuanku, kami berkeliling pada rute yang berbeda
Semenjak ayah meninggal tiga tahun lalu,

otomatis emak yang jadi tulang punggung keluarga
Sebagai ibu rumah tangga yang berpendidikan cuma sebatas sekolah dasar,
emak tak punya keahlian apa apa selain masak dan mengurus rumah tangga
Jadi untuk penyambung hidup, agar dapur kami tetap mengepulkan asap, terpaksa emak membuat kue untuk dijual
Sebetulnya emak tak menyuruh aku ikut jualan
Tapi aku yang memaksa emak
Aku ingin ikut andil membantu
Aku tahu, sekolahku membutuhkan dana yang tidak sedikit, sedangkan emak hanya punya penghasilan dari membuat kue basah
Tentu saja untungnya cuma pas pasan saja
Kadang kadang aku sedih juga kalau kue yang aku jual tidak habis, apalagi kalau tanggal tua
Sedangkan aku harus menabung agar bisa membeli buku buku pelajaran
Oh ya Aku hampir lupa
Namaku rio, umurku 15 tahun Masih smp kelas 3
Kakak ku yang sulung bernama yanti, kelas 2 smu yang kedua tina, kelas 1 smu
Aku anak bungsu, laki laki satu satunya dirumah
Emak sangat sayang padaku
Meskipun tak kurang sayangnya pada kedua kakak perempuanku
Biasalah, sebagai anak bungsu memang paling di manja
Walaupun emak tak bisa terlalu memanjakanku seperti kebanyakan orang orang yang mampu
Tapi aku bisa merasakan dengan jelas
Aku mengayunkan langkah walaupun terasa lelah
Kue yang aku bawa diatas kepalaku ini belum habis
Pesan mama, kalau sudah jam setengah tujuh, habis atau tidak aku harus pulang
Karena aku harus sekolah
“kue!”

terdengar suara memanggilku
Aku berputar mencari darimana asal suara itu,
ternyata seorang perempuan sebaya dengan emak, tapi penampilannya lebih muda
Aku hampiri ibu itu
Sudah tiga hari ini ia selalu membeli kue dariku
Rumahnya cukup bagus, setahu aku rumah itu sudah lama kosong
Sejak seminggu yang lalu keluarga ibu itu pindah ke rumah ini
Aku turunkan nampan dari atas kepalaku
Kemudian aku letakkan diatas lantai teras
Ibu itu masuk kedalam, kemudian kembali dengan sebuah piring ditangan
Aku buka serbet bersih penutup kue
Ibu itu memilih milih dan membeli cukup banyak 15 potong
“berapa semua nak?”
“seribulimaratus rupiah bu”
jawabku
Ibu itu merogoh saku daster yang ia pakai, mencari uangnya
“wah uangnya ketinggalan di dalam, sebentar ya nak, RIAN!!!”
ibu itu memanggil mungkin anaknya
Tak lama seorang pemuda jangkung seumuran denganku keluar
Ia mengenakan seragam smp
Kulitnya putih bersih, rambutnya lurus Aku jadi minder sendiri, karena penampilanku sendiri jauh beda
Aku lusuh, baju yang aku pakai walaupun bersih, tapi sangat kusam
“ada apa ma?”
tanya pemuda itu
“tolong ambil dompet mama di kamar ya”
“sebentar ma!”
pemuda itu kembali masuk ke dalam, kemudian kembali dengan membawa dompet mamanya
Aku pura pura sibuk menutup nampan kue ku
“ini nak, seribu limaratus kan”
ibu itu mengulurkan uang pas padaku
“terimakasih bu”
aku mengangkat kembali nampan keatas kepala
Sembunyi sembunyi aku melirik anak ibu itu, astaga Ia sedang melihatku juga
Aku jadi malu, tatapan matanya seperti heran, atau tatapan menyelidik, entah lah
Cepat cepat aku berbalik dan kembali ke jalan
Meninggalkan rumah besar itu
Aku baru tahu ternyata orang di rumah baru itu punya anak sepantaran aku
Sekolah di mana ya dia
Bajunya begitu rapi dan bersih, bagaikan baju seragam baru
Terlihat keren sekali, aku jadi agak iri
Coba ayah masih hidup, mungkin aku pun bisa punya seragam yang baru
Ah untuk apa menyesali nasib, hidup ini tak perlu diratapi
Masih banyak hal yang bisa di kerjakan
Tak boleh larut dalam angan muluk
Terima keadaan
Semua orang pasti ingin hidup senang, tapi semua sudah ada jatahnya
Kalau aku ditakdirkan hidup bersahaja, itu adalah takdir yang diatas
Di jalan aku berpapasan dengan beberapa teman sekelasku, mereka sudah memakai seragam sekolah
Beberapa dari mereka menyapaku
Aku tersenyum
Ada juga diantara mereka pura pura tak melihatku
Entah karena mereka malu, atau mereka tak mau membuat aku merasa malu
Aku tak tahu
Bagiku, menjual kue sebelum sekolah bukan satu hal yang memalukan
Sudah jam setengah tujuh sekarang, aku harus bergegas pulang
Walaupun kue belum habis, aku tak mau terlambat ke sekolah
Aku jera
Pernah kejadian aku terlambat
Guru bahasa indonesia di kelasku menghukum aku Ia menjewer telingaku dan berkata dengan keras di muka kelas
“makanya jangan jualan kue Sekolah ya sekolah Jangan cari uang”
hampir seisi kelas tertawa
Mukaku panas sekali waktu itu, ingin menangis rasanya
Aku kembali ke tempat duduk dengan wajah tertunduk
Aku merasa begitu kecil saat itu
Kemiskinan memang selalu menjadi bahan lelucon dan canda bagi guru yang pilih kasih terhadap murid
Sejak saat itu, aku bertekad
Aku harus belajar keras, aku ingin merubah nasib
Tak mau aku dihina lagi
Aku tak jera berjualan kue
Lagipula guru yang memarahiku dan menghina itu tak memberi aku makan
Sebagai guru seharusnya ia tak mengatakan hal itu
Tapi tak semua guru itu patut di tiru bukan
Menjadi guru bisa saja karena butuh pekerjaan, dari pada menganggur
Seperti juga seorang perampok Belum tentu jahat Bisa saja ia merampok karena terpaksa
Tapi kata kata itu akan selalu aku ingat
+++++
“habis nak kuenya?”
tanya emak sambil membantu menurunkan nampan dari atas kepalaku
“masih ada mak, tapi nggak banyak, masih ada tujuh potong, ini uangnya mak!”
aku berikan uang dari dalam kantong krese hitam
“ya nggak apa apa Buruan ganti baju, nanti keburu siang”
emak mengingatkanku
“iya mak”

bergegas aku ganti dengan pakaian sekolah, aku sambar tas dari gantungan di dinding kamar
“mak, rio berangkat dulu”
“nih duit jajan kamu”

emak menyelipkan uang seratus rupiah di tanganku
Aku cium tangan emak, kemudian pergi ke sekolah dengan langkah cepat, aku harus mengejar waktu, sekarang sudah jam 7 kurang lima menit
Sekolahku tak begitu jauh, jalan kaki paling cuma lima menit Bertepatan aku tiba di gerbang sekolah, terdengar bell tanda masuk berbunyi
Setengah berlari aku menuju ke kelas
Untung saja tidak telat lagi, kalau tidak bisa berabe
Aku duduk dibangku paling belakang, teman sebangkuku bernama erwan, anaknya agak kurus, rambutnya ikal, kulit sawo matang
Erwan agak pendiam, tapi denganku dia tidak begitu, walaupun erwan termasuk keluarga yang mampu, ia tak risih bergaul denganku
Erwan baik, sering ia membayar aku makan dikantin
“habis tadi kuenya?”
tanya erwan tanpa ada maksud apa apa
“nggak Makanya aku agak kesiangan”
“kok nggak lewat depan rumahku?”
“nggak keburu lagi, tadi ada yang beli kue Ngajak ngobrol, kalo nggak aku hentikan, bisa bisa sampai sore baru selesai ngobrolnya”

jawabku sambil membuka tas, mengeluarkan buku PPKN Pelajaran pertama hari ini PPKN
Gurunya bu sukma, aku paling favorit dengan guru satu ini, logat jawanya kental, ia juga baik hati

Sudah hampir lima menit aku duduk dalam kelas sejak bell berbunyi, tapi bu sukma belum juga masuk ke dalam kelas
Seperti biasa, setiap guru belum masuk, murid murid pasti ribut
cewek cewek pada bergosip, sedangkan cowok cowok sibuk bercerita tentang film yang mereka tonton

aku heran, Sama sama menonton, kok ceritanya heboh banget, masing masing saling berebut menceritakan lebih dulu
Dasar!

Terdengar suara pintu di ketuk,
serempak teman temanku kembali duduk ke tempatnya masing masing dengan panik, suasana yang tadinya mirip pasar, drastis senyap seakan akan semua murid dikelas ini anak anak yang patuh, disiplin, dan jinak
Sebuah kepala melongok dari pintu, celingak celinguk melihat ke dalam kelas kemudian cengengesan
ternyata si roni, teman sekelasku yang agak nakal Rupanya ia terlambat
“eh bu sukma belum masuk kelas yahehehe?”
tanyanya dengan tampang inosen
Terdengar sorakan seisi kelas
“dasarrr”
“anjriit”
“sialan!”
“kampret”
“kunyuk!”
“setan!”

disertai lemparan lemparan gumpalan kertas ke arah roni
Suasana kembali ribut
Roni cengar cengir
tertawa sambil menghindari serangan yang diarahkan padanya
“dasar lo ron, kirain bu sukma!”
seloroh ema, cewek tomboi berambut pendek sebatas dagu
“loh Emangnya bu sukma sakit ya Ya tuhan engkau maha baik Doaku di tengah jalan tadi engkau kabulkanterima kasih tuhan”
ujar roni dengan suara keras sambil memasang gaya mirip orang sedang berdoa
“TERIMA KASIH KEMBALI”

suara yang sangat aku kenal, dengan logat jawa yang khas menjawab dari depan kelas
Serempak seisi kelas terdiam
Wajah roni berubah pucat seketika
“selamat pagi anak anak”

sapa bu sukma sambil berjalan dengan tegas ke mejanya
Wajahnya agak masam tak seperti biasanya
Ia menghenyakkan pantatnya yang super lebar dikursi kayu meja guru
“roni maju ke depan!”

perintahnya dengan suara sangar
Dengan wajah tertunduk takut, roni berdiri, kemudian berjalan menghampiri bu sukma
Ia berhenti di depan meja bu sukma, masih tetap menunduk seolah olah maling ketangkap basah ngutil diswalayan
“bisa kamu ulangi lagi doa kamu tadi?”
tanya bu sukma sambil menatap roni dengan tajam

Kelas jadi hening, semua murid murid terdiam, menunggu hukuman yang akan diberikan bu sukma terhadap roni
Aku sempat menangkap suara cekikikan tertahan dari beberapa teman temanku
+++++++

“ayo Kenapa jadi diam Tadi suara kamu yang paling keras!”
tikam bu sukma ketus

Roni makin menunduk, terlihat sekali ia gemetaran
Walaupun roni murid yang bandel, namun terhadap bu sukma ia segan juga
Hampir semua murid murid disekolah ini menghormati perempuan gemuk usia paruh baya yang menjadi wali kelas 3b ini
“jadi selama ini pelajaran moral yang ibu tanamkan sejak kamu bersekolah disini, yang kamu dapat cuma ini Menyumpahi biar guru sakit?”

Kembali bu sukma bertanya, wajahnya yang bundar terlihat agak kesal, sementara roni bungkam seribu bahasa tak menjawab walau sepatah kata
Semua murid diam menyimak insiden tersebut
“ibu tak akan memukul kamu, karena kamu sudah dewasa, ibu tak mau membuat kamu malu, dan itu juga tidak efektiftapi kamu juga tak lepas dari sanksi, pertemuan selanjutnya ibu tak mau tahu, kamu harus hafal Undang undang dasar dari pasal 14 hingga pasal 26 Kamu mengerti??”

“iya bu, saya mengerti”
Akhirnya terdengar juga suara dari mulut roni, wajahnya merah menahan malu
“bagus Sekarang kamu boleh duduk!!”
Perintah bu sukma dengan wajah tenang
Roni beringsut mundur, kemudian berbalik dengan gontai kembali ke tempat duduknya
Bu sukma memang guru yang bijak, ia tak mempermalukan murid yang bersalah, tapi dengan sanksi yang lebih berguna demi kemajuan murid muridnya
Aku makin merasa bangga dengan bu sukma

“ini kertas kertas berhamburan begini Siapa yang piket tadi?”
Tanya bu sukma sambil menatap ke lantai melihat kertas kertas berserakan, yang tadi di lempar oleh teman teman ke roni
Beberapa teman temanku menunjukkan tangan ke atas
“ibu tidak mau mengajar kalau kelas kotor, seperti kapal pecah, kalian bersihkan dulu!”

Perintah bu sukma sambil berjalan keluar kelas
Beberapa teman sekelasku yang perempuan cepat cepat mengambil sapu lalu menyapu semua kertas kertas itu
Setelah lantai bersih, bu sukma kembali masuk ke dalam kelas
“baiklah kita lanjutkan pelajaran hari ini, buka bab 14 Kesetiakawanan Keluarkan buku catatan kalian!”

Ujar bu sukma sambil mengambil buku cetak yang ada diatas mejanya, kemudian berjalan ke depan kelas
Semua murid murid hampir serempak mengeluarkan buku pelajaran PPKN dari tas masing masing
Aku membalik lembaran demi lembaran buku, mencari halaman yang menulis bab tentang kesetiakawanan
“rio, pulpenku macet, pinjam pulpen kamu dong”
Bisik erwan pelan di sampingku
“sebentar, aku lihat dulu, bawa pulpen lagi nggak”

Aku balas berbisik sambil merogoh tas, mencari pulpen yang satunya lagi
Kuubek ubek isi tasku, biasanya aku selalu membawa pulpen cadangan, persiapan kalau pulpen yang satunya habis
Akhirnya ketemu juga terselip diantara buku tulisku
“nih”
Aku meletakkan pulpen diatas meja
“pinjam dulu ya, ntar istirahat aku beli pulpen di koperasi”
Erwan mengambil pulpen yang aku taruh tadi
TOKTOKTOK

Terdengar suara pintu di ketuk, aku langsung melihat ke arah pintu, siapa lagi yang datang terlambat nih Pikirku dalam hati
Bu sukma menghampiri pintu, ternyata pak hasan kepala sekolah, sedang berdiri bersama seorang bapak bapak yang memakai baju kemeja rapi berwarna putih garis garis, seorang anak laki laki seusiaku berdiri ditengah tengah mereka dengan wajah agak canggung
Betapa kagetnya aku setelah mengenali anak itu
Anak yang tadi pagi disuruh ibunya mengambil uang untuk membayar kue yang di beli dariku
Aku masih ingat namanya rian, tadi ibunya memanggilnya dengan nama itu
Bu sukma berbicara dengan kepala sekolah, aku tak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan
Tak lama kemudian bapak kepala sekolah pergi bersama bapak yang ada disampingnya
Aku menebak pasti itu bapaknya rian
“silahkan masuk “

Kata bu sukma memasang senyum manis kepada rian
Rian berjalan mengikuti bu sukma ke dalam kelas
Aku tak bergeming sedikitpun melihat ke depan kelas
Bu sukma memperkenalkan rian, anak itu tersenyum menatap kami
“anak anak Kenalkan ini anggota baru dikelas ini, mulai sekarang Ia duduk dikelas ini bersama kalian Perkenalkan dirimu nak”

Bu sukma mempersilahkan rian berbicara
Tampak rian agak malu malu Ia memandang seputar ruangan, saat melihatku ia sempat mengerutkan kening seperti mengingat ingat
Kelas mendadak jadi hening, sepertinya teman temanku pada penasaran semua
Apalagi yang murid perempuan, biasalah, kalau ada murid baru, pasti mereka senang, apalagi yang tampan seperti rian
++++
“nama saya ferdi Syahrian Saya berasal dari pekanbaru, pindah ke pangkalpinang karena orangtua saya pindah dinas”

Rian memperkenalkan diri dengan malu malu
Bu sukma mengangguk angguk
Teman teman sekelasku menatap rian dengan keingintahuan
Memang rian terlihat agak beda, anaknya sangat rapi, terlihat sekali berasal dari keluarga yang berada
Kulitnya putih bersih, aku rasa tak ada teman teman sekelasku walaupun perempuan, yang kulitnya seperti rian
Rambutnya yang lurus pendek disisir model cepak, mode yang lagi in
Penampilannya Memancarkan aura yang beda
Aku tak bisa disejajarkan dengan dia Sangat jauh

Beberapa teman temanku berbisik bisik Aku yakin mereka pasti senang mendapat teman sekelas baru yang seperti rian
Aku bisa menebak, tak sulit bagi rian untuk mendapatkan simpati dari teman teman
“baiklah, selamat bergabung di sekolah ini, semoga kamu betah dan bisa mengikuti pelajaran disini”

Ujar bu sukma tersenyum manis pada rian
Kemudian ia melihat ke arah kami
Bu sukma sepertinya sedang melihat posisi mana yang bagus untuk tempat duduk rian
“anto, tolong kamu pindah ke belakang, duduk dengan iwan!”

Perintah bu sukma sambil menunjuk ke arah anto yang duduk di deretan kursi nomor dua tepat didepan meja guru
Anto membereskan buku dan alat alat tulisnya diatas meja, kemudian berjalan ke deretan paling belakang ke meja iwan yang selama ini duduk sendiri
Setelah anto sudah pindah, bu sukma dengan ramah mempersilahkan rian duduk di bangku yang tadinya bangku anto
“silahkan kamu duduk disitu, teman sebangkumu namanya vendi”

Jelas bu sukma masih dengan nada ramah kepada rian
Rian mengangguk sopan, kemudian berjalan menuju bangku yang ditunjuk bu sukma tadi

Aku memandang rian dari tempatku duduk
meja rian berbatasan satu meja disampingku, tapi aku duduk di barisan empat dari belakang
Biarlah, dengan begitu aku bisa puas melihatnya dari belakang tanpa harus repot repot sering sering menoleh ke belakang
andaikata bu sukma tadi menempatkan ia duduk dengan iwan

Aku sempat mendengar suara bisik bisik dibelakangku
Pasti ratna dengan nila, mereka berdua kan cewek yang paling centil di sekolah
Bisa dipastikan, nila akan melakukan apa saja untuk mendapat perhatian dari murid baru itu

Aku pura pura sibuk membalik balik lembaran buku pelajaran, padahal aku mencuri curi pandang melihat rian
Punggungnya lebar, baju yang ia pakai masih baru, kaus singlet yang ia pakai tercetak jelas, terlihat sekali bajunya terbuat dari katun bagus
Tidak seperti bajuku, warnanya sudah agak kusam
Dari kelas satu, aku memakai baju ini
Celana biru sebatas lututnya, sangat pas ia pakai
Pasti dijahit dengan ukuran pinggangnya
Tak seperti celanaku yang beli jadi
Ah Kenapa lagi aku ini Membanding bandingkan orang lain dengan diriku Biasanya aku tak begitu perduli dengan apapun yang dipakai ataupun dikenakan oleh teman teman sekolahku

Tiba tiba rian menoleh ke belakang, melihat ke arahku
Bertepatan aku sedang mencuri curi memandangnya
Saat mata kami berpapasan, aku sangat malu sekali ketahuan sedang melihatnya
Aku cepat cepat melihat buku
Rian tersenyum, kemudian kembali melihat ke depan

Bu sukma sedang menulis di buku absen, mungkin menambah nama rian di daftar absen
Sejenak kemudian bu sukma berdiri mengambil kapur, lalu berjalan menuju ke papan tulis
“baiklah Kita lanjutkan kembali pembahasan kita, mengenai kesetiakawanan Siapkan catatan kalian!”
Bu sukma mencatat ringkasan bab dipapan tulis

Aku berpura pura sibuk mencatat, walaupun pikiranku sama sekali tidak konsentrasi sedikitpun
entah kenapa Naluri dalam hatiku selalu ingin melihat kearah rian
Bukan cuma aku yang seperti ini
Aku lihat, beberapa teman perempuan pun menatap rian secara sembunyi sembunyi
Tapi teman teman lelaki yang lain nggak ada yang sembunyi sembunyi melihatnya seperti yang aku lakukan saat ini
Sikap mereka biasa biasa saja, seperti tak ada apa apa
Aku jadi bingung sendiri, kenapa rasanya aku ingin bisa duduk bersama dengannya
Kenapa bu sukma tadi tidak menyuruh erwan saja yang pindah duduk ke belakang
Lagi lagi aku berpikir yang aneh aneh
Hingga bunyi bell tanda pergantian pelajaran, aku tak bisa menyimak apa yang bu sukma terangkan tadi
Sebelum meninggalkan kelas, bu sukma masih sempat memberikan tugas pekerjaan rumah, menulis sepuluh hal yang menunjukkan kesetiakawanan dan sepuluh hal yang menujukkan ketidaksetiakawanan

Selama satu jam pelajaran berikutnya, diisi oleh pak pardede, guru kesenian
Kami disuruh maju ke depan kelas satu persatu, untuk memainkan keyboard mini dengan not not yang kami hapal di luar kepala
Aku memainkan lagu “padamu negeri”
Beberapa kali aku memencet not yang keliru, padahal biasanya aku hapal sekali jika memainkannya dengan soprano
Aku kembali duduk ke bangku

Setelah beberapa anak disuruh maju,
Tibalah giliran rian
Dengan percaya diri ia melangkah ke depan kelas, kemudian memegang keyboard mini itu lalu memainkannya dengan kedua tangannya sekaligus
Semua murid murid terdiam saat alunan lagu hymne guru melantun dengan mulus lewat olahan tangannya yang lincah, jarinya yang ramping, menari nari diatas tuts tanpa canggung
Bahkan ia memainkan chordnya sekaligus
Aku cuma bisa terpana melihatnya
Ternyata rian piawai bermain alat musik
dirumahnya pasti ada keyboard pribadi
Aku merasa rian semakin tak terjangkau untuk menjadi temanku
Bagaikan seorang pangeran dengan rakyat jelata
+++

jam istirahat yang datang, aku cuma duduk saja di dalam kelas, mau ke kantin rasanya malas
Perutku belum lapar
Teman teman sekelasku sudah pada berhamburan keluar, sejak bell berbunyi
Tadi erwan sudah mengajak aku ke kantin, tapi aku tolak dengan halus
Aku bilang, aku sudah sarapan tadi sebelum ke sekolah

Aku sempat melihat, sebelum semua teman teman keluar, rian bersama vendi bersama sama dengan teman teman satu geng dengan vendi, yang semua terdiri dari anak anak orang berada, mereka anak anak gaul, pakaian bagus, sepatu selalu baru, tas pun bermerek
Aku tahu, tak salah lagi, pasti rian akan bergabung dengan geng anak yang satu level

Sejak dari kelas satu dulu, di sekolah ini sudah ada pengkotak kotakan pergaulan
Anak anak yang berasal dari keluarga mampu, lumrah bergaul dengan sesama anak anak mampu
Walau mungkin terjadi tanpa sengaja Tak urung aku merasa minder juga
Aku tak berani untuk bergabung,
walaupun dalam kelas, mereka juga menegur aku, tapi untuk bersahabat lebih dekat, sepertinya tak mungkin

Yang aku tahu ada sekitar belasan anak anak dari kelas 3 a sampai 3d yang setiap hari selalu nongkrong sama sama
Ke kantin bersama sama
Bahasan mereka tak jauh dari komik, film, mobil tamiya,
bahkan ada beberapa dari mereka yang sudah punya motor sendiri, walaupun sekolah ini melarang anak anak muridnya membawa motor ke sekolah
Itu tak menyurutkan mereka
Masih saja Mereka membawa motor ke sekolah walaupun motor itu di titipkan dirumah teman yang ada di depan sekolah kami

Disekolah ini aku cuma berteman akrab dengan erwan saja, dan beberapa murid kelas lain yang aku merasa nyaman dan tidak merasa kecil bila bergaul dengan mereka
Aku lebih senang berteman dengan yang keadaanya tak jauh berbeda dari keluargaku

Aku mengambil sebuah buku tipis yang sengaja aku beli untuk aku gambar
Aku suka sekali menggambar, kadang aku bikin komik yang aku baca sendiri, aku sering membaca komik bergambar
Dalam benakku selalu tertuang ide ide yang aku salurkan diatas buku ini
Satu satunya yang aku beri untuk membacanya cuma erwan
Ia selalu memberikan support padaku, memuji dan mengkritik kekurangan dan kelebihan dari setiap goresan goresan pensil di buku ini

Aku memegang pensil 2b yang biasa aku pakai
Kemudian aku menggores sketsa, sebuah wajah yang entah kenapa setelah selesai, mirip sekali dengan rian
“rio Ke perpus yuk!”

Teriak erwan yang entah sejak kapan sudah berdiri di depan kelas, ia berjalan menghampiriku
Cepat cepat aku tutup buku gambarku, kemudian aku sembunyikan didalam laci
“tumben ke perpus, memangnya kamu mau nyari buku apa wan?”
Tanyaku sambil berdiri erwan duduk diatas meja, di tangannya memegang dua bungkus keripik singkong pedas
“nihkeripik, satu untuk kamu, tadi aku beli di kantin bu norma”
Erwan meletakkan sebungkus keripik diatas meja tepat didepanku
“makasih wan”
Aku mengambil keripik itu, membuka bungkusnya dengan mulutku, kemudian aku ambil sepotong
“enak ya Pedasnya pas”
Erwan mengunyah keripik pedas didalam mulutnya
“iya Berapa satu bungkusnya wan?”
Tanyaku sambil mengunyah keripik pedas ini
“cuma limapuluh rupiah”
“eh sebentar lagi bell bunyi, sepertinya kita belum bisa ke perpus sekarang Gimana kalau istirahat kedua aja ya”
Usulku pada erwan sambil melirik jam tangan yang ia pakai di pergelangan kirinya
“terserah Tapi nanti kamu ingatkan aku ya Aku mau pinjam buku tentang burung, buku ensiklopedia bergambar itu Kemarin aku sempat lihat, bagus bagus gambarnya Kayak tiga dimensi gitu”

Erwan menerangkan padaku
Aku cuma mengangguk, sementara mataku menangkap dari balik jendela, sesosok tubuh sedang berjalan menuju kelas Bersama dengan vendi, faisal dan tedi
Rian Ia sedang tertawa tawa, bercanda dengan teman teman barunya
Nampanya mereka sudah akrab
Memang murid cowok cepat akrab dan mencari teman

Rian memasuki kelas, aku pura pura sibuk bicara dengan erwan
Sesekali aku melirik kearahnya
Aku lihat ia sudah duduk di bangkunya
Ditangannya juga memegang sebungkus keripik pedas, sama seperti yang aku pegang
Ia sepertinya tidak menyadari ada aku dan erwan di dalam kelas bersama mereka
Rian sibuk bercanda dengan vendi

Bell tanda masuk berbunyi
Teman teman sekelasku kembali ke kelas
Satu persatu sehingga semua bangku kembali terisi
Sepanjang pelajaran sejarah, aku mencoba untuk fokus pada penjelasan pak herman
Tentang revolusi perancis dan penyerangan benteng penjara bastilles

Rian tampak begitu serius, wajahnya yang tampan itu sedikit berkerut saat mendengar istilah istilah dalam bahasa perancis seperti “coup de etat” “guillotine” “l’etat ces’t moi”
Aku menahan dorongan untuk meniru gayanya mengerutkan alis
Sungguh aku suka sekali melihatnya
++++

pulang ke rumah, aku langsung cuci muka dengan sabun mandi
Dinginnya air dari gayung membuat wajahku yang tadi panas terkena sinar matahari menjadi segar
Waktu aku keluar dari kamar mandi, emak sedang berada di dapur, mengadon tepung beras untuk membuat kue apem
“makan dulu rio, tadi emak masak sayur asem dan goreng cumi, baju sekolahnya ganti dulu!”
Emak menghentikan sejenak mengadon kue, melihatku yang sedang mengeringkan muka dengan handuk
“iya mak Yuk yanti mana mak Belum pulang sekolah ya?”
Tanyaku sambil menggantung handuk di gantungan tali plastik di bagian luar kamar mandi
“belum nak, katanya ada les tambahan, mungkin pulangnya agak sore”
“kalau gitu nanti rio bisa ngambil kue di warung, takutnya yuk yanti pulangnya terlalu sore”
“iya Tapi makan dulu, emak sengaja beli cumi cuma buat kamu Habis mau beli banyak tadi uangnya nggak cukup Cepatlah makan, nanti yuk tina keburu pulang, kalau ia lihat kamu makan cumi dan dia tidak , bisa bisa dia marah sama emak”

Tukas emak kembali melanjutkan mengadon kue
Aku jadi terharu, emak selalu lebih perhatian padaku, walaupun harus membagi uang yang benar benar pas pasan,
emak selalu berusaha untuk menyenangkan aku
Terkadang aku sudah melarang emak, namun percuma saja
Aku kasihan sekali melihat emak harus bercucuran keringat, membuat kue untuk dijual, emak kurang istirahat
Pagi pagi buta ia sudah bangun, menggoreng pisang, talas, dan onde onde
Kalau Siang emak membuat kue apem dan mengukusnya
Malam, merebus ketan lalu membungkusnya dengan daun pisang untuk dijadikan kue lemper
Belum lagi harus berbelanja dan memasak
Aku sering tidak tega melihat emak terlalu memforsir tenaganya
Aku harus belajar keras, aku harus pintar agar nantinya aku bisa merubah kehidupan kami
Aku ingin sekali bisa membuat emak bahagia, aku ingin membelikan emak kain sutera, perhiasan yang bagus, memperbaiki rumah yang terbuat dari papan ini Atap seng nya sudah banyak yang bocor Terkadang aku harus memanjat untuk menambalnya dengan styrofoam yang dituang bensin hingga menjadi lumat
Pernah aku bertanya pada emak, kenapa anting saja ia tak punya
Emak cuma tersenyum sambil membelai kepalaku
“emak sudah tua, tak perlu lagi pakai perhiasan Kan emak sudah punya perhiasan yang lebih berharga, yaitu kalian anak anak emak Kebutuhan kalian masih banyak, kalian harus sekolah Emak tak mau kalau emak pakai perhiasan tapi anak anak emak jadi terbengkalai Itu sama saja emak tak amanah Tak bisa menjaga anak anak emak”
Begitu jawab emakku sambil tersenyum
“perhiasan di dunia ini hanya akan membuat kita menjadi orang orang yang tamak, manusia tak ada puasnya nak, yang penting perbanyak amal ibadah, insyaAllah kita akan mendapatkan perhiasan yang lebih indah di akhirat nanti Itu yang paling penting Dunia ini cuma sementara, yang kekal itu yang harus kita kejar”

Selalu demikian nasehatnya padaku
Emak memang luar biasa, ia tak pernah mengeluh Walaupun kesulitan, tak pernah ia tunjukkan kepada kami
Cuma kami bisa merasakan kalau hati emak sedang susah
Aku selalu berusaha jangan sampai membuat emak sedih
Selama ini emak selalu bangga dengan nilai nilai yang aku dapat di sekolah
Ia selalu mengatakan kalau aku akan menjadi orang yang berhasil
Emak selalu memberikan semangat kepadaku agar tak mudah menyerah ataupun menyesali keadaan kami yang terlalu bersahaja
__________________________________

Selesai makan, aku langsung ke toko Memakai sepeda mini milik yuk tina
Aku mengambil kue kue yang kami titipkan di beberapa toko yang ada di daerah tempat tinggalku
Aku berkeliling dengan kantong plastik berisi wadah tempat kue yang sudah kosong tergantung di kiri kanan setang sepeda
Aku melewati depan rumah rian
Pintu rumahnya tertutup, mungkin rian sedang tidur siang
Dalam kamusku tak ada istilah tidur siang
Sayang rasanya waktu yang seharusnya aku pergunakan untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat, dihabiskan dengan tidur siang
Aku lebih memilih membuat pekerjaan rumah, atau membaca buku, soalnya kalau malam, bersama kedua kakak perempuanku dan emak, kami menyusun kue kue basah ke wadah untuk besok diantar lagi ke toko
Aku perlambat mengayuh sepeda
Aku pandangi rumah rian, rumah sebesar itu pasti banyak sekali alat alat yang bagus bagus
Di depan rumahnya ada tiang basket
Aku senang main basket, tapi aku tidak terpilih jadi tim basket sekolah, karena aku tak mampu membeli sepatu dan baju basket yang mahal itu
Tapi tak apa apalah Aku juga tak punya cita cita untuk jadi pemain basket
Masih banyak hal yang berharga yang bisa aku lakukan
Lagian basket tidak mengubah dunia menjadi lebih baik
Itu cuma sekedar hiburan saja
Aku masih bisa mencari olahraga lain yang lebih murah dan terjangkau yang sama sama menghibur

Karena mataku tidak terfokus di jalan, tanpa sengaja aku menabrak seekor anak kucing
Aku kaget sekali, sepedaku langsung oleng, aku cepat cepat menjaga keseimbangan
Aku tekan rem, kemudian berhenti
Aku turun dari sepeda dengan gemetar, melihat kucing yang terkapar dijalan membuat aku merasa bersalah
Aku berjongkok mengamati anak kucing yang masih kecil itu, nafasnya tersengal sengal menahan sakit
Cepat cepat aku pungut dan masukkan ke dalam keranjang sepeda yang ada di depan
Aku kayuh sepeda kencang kencang menuju ke rumah
Sepanjang jalan aku berdoa jangan sampai anak kucing ini mati
Aku takut sekali
Aku menyesal telah ceroboh hingga menyebabkan anak kucing ini menderita
+++

sampai dirumah aku langsung menaruh sepeda di halaman belakang, lalu aku angkat kucing kecil itu dari dalam keranjang
Terburu buru aku masuk ke dalam rumah, menuang air minum kedalam tatakan gelas, Kemudian aku teteskan ke dalam mulut anak kucing
Tak ada reaksi, nafasnya pun sudah mulai lemah
Aku tak menyerah, aku buka mulutnya pelan pelan dengan jari, lalu aku teteskan lagi air minum hangat sedikit demi sedikit

Aku tunggu hingga tertelan oleh anak kucing ini
Setelah habis dalam mulutnya, aku teteskan kembali
Demikian berulang ulang
Aku baringkan lagi anak kucing ini, aku ambil kain baju yang sudah tak terpakai
Aku masukkan ke dalam kotak bekas sepatu
Lalu aku tidurkan kucing kedalamnya
Kucing ini sebenarnya bagus, bulunya lebat, warna oranye seperti kulit jeruk satsuma, ekornya panjang melebihi panjang tubuhnya
Cuma sayang agak kurus dan kurang terawat
Aku yakin kucing ini tak ada pemiliknya Bulunya juga agak kusam karena debu
Untunglah waktu aku tabrak tadi tidak luka
Aku terus mengamati hingga akhirnya kucing itu tertidur
Aku angkat kotaknya, aku bawa kekamar dan aku masukan ke kolong tempat tidur
Aku pergi ke dapur menemui emak sambil membawa plastik plastik berisi tempat kue yang sudah kosong
“mak Semua kue sudah aku ambil dari toko, semuanya sudah habis”
Emak menaruh kue apem dari loyang ke dalam kukusan diatas kompor Lalu menghampiriku
“alhamdulillah Beberapa hari ini selalu habis Kalau begini terus, kita bisa menabung untuk membelikan sepatu baru buat kamu”
“sepatu rio kan belum robek mak”
Jawabku sambil memberikan uang kue itu
“iya, tapi kamu butuh sepatu cadangan, supaya kalau robek tidak kelabakan Kalau ada dua kan kamu bisa ganti ganti, jadi lebih awet”
Tukas emak, kemudian ia duduk di kursi makan kayu peninggalan almarhum ayah Kursi dan meja makan itu dulu ayah membuatnya sendiri
Emak menghitung uang yang aku berikan tadi Wajahnya berbinar binar
“mak ada nyimpan ikan asin nggak?”
Tanyaku takut takut
Emak menatapku sedikit heran
“untuk apa nak Kamu lagi pengen makan ikan asin ya Ada sih, tapi belum di goreng Nanti kalau sudah selesai bikin kue, emak goreng buat kamu”
“terimakasih ya mak Ikannya di mana, biar rio goreng sendiri, Rio kan lagi santai juga”
“bener nih mau goreng sendiri, nggak takut keciprat minyak goreng panas?”
Tanya emak kurang yakin
“ya iyalah mak Masak rio nggak bisa goreng ikan asin Mak ini ada ada saja Mana ikan asin nya mak?”

Aku tertawa mendengar kata kata emak
Sebenarnya aku mau memberi makan kucing malang yang baru aku tabrak tadi
Aku tak tega melihat tubuhnya yang kurus
“tuh di gantung di dinding, dalam plastik krese warna hitam yang ada di rak bumbu”
Tunjuk emak ke arah dinding yang ia maksudkan

Aku menyalakan kompor yang satunya lagi, kemudian memanaskan minyak goreng dalam wajan berukuran sedang
Lalu aku ambil ikan asin dalam plastik yang digantung di dinding, aku masukkan ke dalam minya panas
bau harum ikan asin langsung memenuhi dapur yang sempit ini, setelah matang aku angkat
Emak sedang ke halaman belakang, mengambil daun pisang yang sengaja ditanam disana

Sambil melihat lihat keluar, aku mengambil mangkuk kecil tempat air kobokan, aku isi dengan nasi sedikit, lalu aku campur dengan ikan asin hingga rata
Aku bawa kekamar
Aku berjongkok mengambil kotak dalam kolong ranjang, ternyata kucing kecil itu masih tidur, aku letakkan mangkuk ke dalam kotak kemudian aku taruh lagi kotak itu dibawah kolong

Aku kembali ke dapur untuk mencuci tangan
Emak sedang meraut daun pisang untuk membuang tulangnya yang keras
“sudah selesai makannya nak, kok cepat sekali?”
Tanya emak dengan heran
“biasalah mak, kalau lagi kepengen, jadi makannya cepat cepat”
Aku berdalih
“mak, rio mau main dulu ya Nggak lama kok, cuma cari angin sebentar”
Aku minta ijin sama emak
“main saja rio, kalau ketemu yuk tina dijalan, kamu suruh pulang ya, bilang emak minta tolong piring piring kotor yang dibelakang belum dicuci, nanti keburu ayam ayam tetangga yang mencucinya”
Kata emak sambil membakar daun pisang diatas bara, supaya layu Jadi kalau digulung tidak bakalan pecah
“ih Emak bisa aja Masak ayam bisa cuci piring sih”
Aku tertawa geli mendengar kata kata emak tadi
“tuh Dengar aja bunyinya Prang Prong Dibelakang itu, pasti ayam ayam sedang cuci piring, cuma kalau ayam yang nyuci dijamin bakalan banyak yang pecah nggak karuan Sudah sana buruan kamu susul dulu yuk tina Sebelum piring piring itu pecah diserbu ayam”
“oke mak Rio cabut dulu”

Teriakku sambil berlari keluar
Biasanya yuk tina nggak jauh jauh, paling cuma kerumah sari teman sekolahnya
Rumah sari nggak jauh dari rumahku, paling cuma berjarak delapan rumah
Benar dugaanku, yuk tina memang berada dirumah sari, ia sedang main biji saga
“yuk Ayuk tina Dipanggil emak, disuruh pulang cuci piring tuh!!!”

Teriakku dari depan rumah sari
Yuk tina yang sedang asik main saga langsung menoleh melihatku, matanya agak melotot, mungkin ia malu
“iyaiyanggak usah teriak teriak napa?”
Jawabnya sedikit kesal

Aku nyengir lalu berlalu dari rumah sari sambil menahan ketawa
Biarin aja dia malu sama teman temannya, kebiasaan, tugas belum selesai udah kelayapan
++++

aku berjalan kaki menuju ke rumah angga, teman sekolahku waktu aku masih sekolah dasar dulu
Biasanya jam segini angga sibuk dengan ayam ayam peliharaannya

Aku memasuki pekarangan rumahnya yang dipagari tanaman bonsai, yang buahnya seperti setangkai anggur tapi berwarna kuning
Aku langsung saja berjalan melewati samping rumahnya, menuju ke halaman belakang, dimana kandang ayam angga berada

Benar saja dugaanku, angga sedang berdiri menaburkan jagung ke tanah
Aku hampiri dia pelan pelan
“DORR”
“eh Monyotmonyoteh monyot”
“hahahahahaha”
Aku tertawa ngakak melihat angga yang latah karena kaget
“sialan lo rio Bikin jantung gue mau lepas aja”
“kayak nenek nenek jaman dulu aja pake latah segala”

Kataku sambil mengambil segenggam jagung, lalu aku taburkan ke tanah
Ayam ayam langsung mematuknya

Angga menggantung plastik berisi jagung ke dinding kandang ayam Kemudian mengajak aku berteduh dibawah pohon jambu
Ada bangku panjang tanpa sandaran dari kayu
Aku mengikuti angga duduk dibangku itu
“kamu mau ngopi nggak?”
Tanya angga
“boleh Kalau nggak ngerepotin”
“oke tunggu sebentar”
“jangan lama lama Ntar aku pulang”
“iya Sabar sedikit”
Angga cemberut
“buruan”

aku sengaja menggoda angga, soalnya anak ini sangat lucu, mudah kaget, sedikit agak kecewek cewekan
Tapi anaknya sangat kocak dan membuat aku terhibur, dia rajin Suka membantu ibunya membereskan rumah, angga juga sering jualan, tapi bukan kue, ia jual jambu yang ditusuk dengan lidi kelapa, nangka, kadang kadang jual buah rumbia, aku merasa cocok berteman dengannya
Aku tak mengerti kenapa teman teman yang lain seperti menjaga jarak dengan angga
Sering mereka mengata ngatai angga dengan sebutan yang menyakitkan hati “bencoong”
bagaimanapun angga, apapun keadaan dia, aku tak pernah ikut ikutan mengatai dia bencoong
+++++

Sambil menunggu angga membuat kopi, aku memanjat pohon jambu air yang lagi berbuah lebat, jambu berwarna merah ranum membuat air liurku terbit
Aku memanjat dan meniti dari dahan ke dahan
Jambu jambu yang bergelantungan aku petik satu persatu lalu aku masukkan ke dalam bajuku hingga perutku terlihat lebih gendut

Setelah terasa berat, aku turun
Sampai di tanah, aku mengeluarkan jambu jambu dari dalam bajuku
Angga kembali dengan membawa dua gelas kopi, ia letakkan diatas bangku Kemudian menghampiriku
“eh maling ya”
Celetuk angga sambil nyengir Kemudian jongkok mengambil sebuah jambu yang agak besar lalu memakannya
“hehehe sori, aku minta jambunya ya Boleh kan”
“huh sama aja bohong, udah dipetik baru minta Emangnya boleh gitu”
“ya boleh dong, kan dirumah kamu juga”
“dasar!!”
Ujar angga sambil melempar pipiku dengan biji jambu
“aduhsialan Pelit amat kamu Baru minta jambu aja udah sewot”
“siapa juga yang sewot Kamu ambil semua juga aku ridho seridho ridhonyahehe”
“kalau ridho kenapa ngelempar aku tadi”
Aku mengusap pipiku yang basah kena biji jambu air
“kan cuma becanda”

Balas angga sambil berdiri lalu duduk ke bangku
Aku meletakan semua jambu keatas bangku
Lalu aku duduk disamping angga
“eh ngga, tadi aku nabrak anak kucing”
“gila lo rio Mati nggak kucingnya?”
“belum tau, tadi aku sembunyiin dibawah kolong Aku takut kalau sampai anak kucing itu mati”
“awas loh kalau sampai mati, ntar kamu kena sial”
“itulah yang aku takutkan”
“waktu kamu tinggal tadi gimana keadaannya?”
Angga ingin tahu
“kucing itu sedang tidur Aku sudah kasih minum banyak banyak Aku juga udah ninggalin semangkuk nasi dengan ikan asin didekatnya”
Aku menjelaskan
“ayo kerumahmu Kita lihat kucing itu Jangan jangan sekarang ia sudah mati”

Kata kata angga membuat aku jadi gemetar
Aku tak berani membayangkan kucing kecil itu mati gara gara aku
Aku berdiri kemudian meminum kopi yang tadi dibikin angga dengan terburu buru
“ayo kerumahku sekarang Cepetan!!”

Aku menarik tangan angga, rasanya aku benar benar cemas sekarang
Angga cepat cepat berdiri lalu meminum kopinya sampai habis
“ayo Makin cepat makin baik Eh Jambu jambu ini gimana Sayang kalau nggak dimakan, nanti aku dimarahi emak”
Kata angga sambil memandangi tumpukan buah jambu diatas bangku
“kamu punya kantong plastik nggak Aku bawa pulang aja”
“ada Tunggu sebentar ya”
Kata angga sambil berlari masuk ke dalam rumahnya

Tak lama kemudian ia keluar dengan membawa kantong plastik kosong,
aku langsung meraup jambu jambu itu lalu memasukkan kedalam kantong plastik
Angga membantuku
Setelah itu aku dan angga berjalan cepat cepat menuju kerumahku
++++
“masuk ngga Langsung aja ke kamarku”

Aku membuka pintu kamar, kemudian masuk kedalam
Angga mengikutiku dari belakang
“tutup pintunya Nanti ketahuan sama emakku”

Angga menuruti perintahku, langsung menutup pintu kamar
Aku merunduk ke bawah kolong tempat tidur, menarik kontak sepatu berisi anak kucing
Tapi kok ringan sekali, tidak seperti tadi
Ketika kotak sudah aku pegang Aku hanya bisa menatap isinya dengan terpana
Kucing itu sudah tidak ada lagi
“loh Mana kucingnya rio?”
Tanya angga agak heran
“tadi masih di kotak ngga Kemana perginya kucing itu, berarti tidak mati dong, Lihat aja, nasinya yang aku taruh disini sudah habis!!”
Ujarku senang sambil berdiri
“kemana ya anak kucing itu Kok bisa lari dari kotak ini?”
“pasti nggak jauh rio, masih disekitar sekitar sini, kalau menurut aku sih”
“tolong aku bantu cari Takutnya anak kucing itu kabur, kasihan kalau dijalan bisa bisa kena tabrak lagi, kucing itu kan belum sehat betul”
Aku mendesah dengan prihatin

Aku memeriksa lemari, kolong tempat tidur, dibawah lemari, namun tidak ada
Entah kemana anak kucing itu
Angga ikut mencari, bahkan ia sempat sempatnya mengangkat kasur, mencari kucing itu disana
“hei jangan gila Mana mungkin lah kucing itu sembunyi disitu, emangnya duit bisa dibawah kasur!!”
Aku agak kesal melihat angga yang sibuk tapi tak membantu sama sekali
“kali aja ada disini Hehehe”
Ia menyeringai menyebalkan
“aduh rio kamar kamu kok berantakan sekali sih Lihat ini celana dalam bekas pakai kok ada di bawah kasur Dasar cowok!!”
Angga mengangkat celana dalam hijau muda milikku dengan ujung jari jempol dan telunjuknya, satu tangannya lagi memencet hidungnya seolah olah celana itu mengeluarkan bau amis
Cepat cepat aku rampas celana dalam itu dari tangannya
“sini Kemarikan Emangnya bangkai tikus pake tutup hidung segala!”
Umpatku agak kesal lalu melemparkan celana itu ke tumpukan baju kotor disamping lemari kayu
“kamar kamu berantakan banget rio Sana ambil sapu biar aku bersihkan!!”
Perintah angga sambil memasang tampang seolah olah tak percaya dengan apa yang ia lihat
“sudah biarin, nanti bisa aku bereskan sendiri”
“huh paling paling juga kalau aku pulang, kamu lupa membereskannya”
Angga memaksa, sementara itu tangannya sudah bekerja merapikan seprei tempat tidurku

Terpaksa aku keluar kamar mengambil sapu lantai dibelakang pintu ruang tamu
Setelah itu aku berikan pada angga
Dengan gesit ia membereskan kamarku, bahkan ia menyapu hingga ke bawah kolong tempat tidur Sambil tangannya bekerja, mulutnya pun ikut ikutan sibuk
“ya ampun Amit amit jabang bayi Kalau aku disuruh tidur dikamar berantakan seperti ini, bisa bisa tiap malam dapat mimpi buruk”
“mimpi buruk apaan Hantu aja kalau nggak karena terpaksa nggak bakalan mau ketemu sama kamu”

Timpalku sedikit kesal, namun aku senang juga, kamarku menjadi rapi sekarang, buku buku pelajaran yang ada dimeja sudah ia rapikan, tempat tidur, baju baju kotor yang bergeletakan, ia bereskan
Bukannya aku tak mau membereskan kamar, kadang sudah tak sempat
Pagi pagi aku bangun, langsung mengantar kue ke warung Setelah itu aku juga berkeliling kampung untuk berjualan
Setelah selesai membereskan kamarku, angga memberikan sapu padaku Langsung aku kembalikan ke tempat dimana aku mengambilnya tadi

Angga duduk di kursi belajarku sambil mengipas ngipas wajahnya dengan majalah bobo
Majalah itu di beli emak dipasar,
bukan majalah baru sih Majalah majalah bekas yang dikilo pemiliknya ke toko bumbu
saat emak melihatnya, ia langsung teringat padaku
Ada puluhan macam majalah yang ia beli, kata emak semuanya ada lima kilo Ditebusnya dengan harga seribu limaratus semuanya
Aku benar benar senang waktu mendapatkan majalah majalah itu, maklum Untuk membeli majalah baru, mana mungkin, harga majalah baru mahal!
Bagaikan harta yang berharga, aku menjaga majalah majalah itu Disaat senggang aku menghabiskan waktu membaca
Walau bekas, tapi keadaannya masih lumayan
“makasih ya ngga sudah mau repot repot membersihkan kamarku”
“biasa aja rio, aku juga senang kok beres beres, entah kenapa kalau lihat yang berantakan, kepalaku langsung pusing, pengennya langsung diberesin”
Tunggu sebentar ya jangan pulang dulu”

Kataku sambil keluar kamar, kemudian aku menuju ke dapur
Pasti kue apem sudah masak
Emak dan kedua kakak perempuanku sedang memotong motong kue, tepat dugaanku
“mak Ada teman rio, minta kuenya ya dikit”
Emak berhenti mengiris, lalu memandangku sambil tersenyum
“ambil piringnya nak”

Aku mengambil piring di rak, kemudian aku berikan pada emak
Langsung saja emak menaruh beberapa potong kue kedalam piring itu
“ini, siapa temanmu itu, banyak ya?
Tanya emak sambil mengulurkan piring berisi kue padaku
“enggak mak, cuma satu Itu si angga”
“oh Angga, Eh Rio jangan lupa bikin teh manis untuknya Nggak enak makan kue tanpa minum yang hangat dan manis”
Emak mengingatkanku
“ow Rio hampir lupa”

Aku menepuk kening, kemudian meletakkan piring keatas meja, lalu membuat teh manis
Setelah selesai, aku bawa kue dan teh manis ke dalam kamar
+++++
“nih kue Dimakan mumpung masih hangat”
“wah Itu kan kue untuk dijual Apa nanti emakmu nggak rugi?”
Angga tak enak hati
“ya nggak lah Gila amat kalau sampai rugi, hanya karena sepiring ini, udah makan saja!”
Aku mengambil sepotong dan memakannya, biar angga tak merasa sungkan

Kami ngobrol sambil minum teh dan makan kue
Lagi asik asiknya tiba tiba
“Awww!!!”

Angga menjerit
Aku jadi kaget, rupanya anak kucing yang aku tabrak, entah sejak kapan sudah ada dibawah, menggaruk garuk kaki angga
Cepat cepat aku ambil anak kucing itu, ia meronta ronta mengibaskan ekornya
“darimana saja kamu Kok ngilang gitu aja”

Aku membelai tengkuknya, lalu meletakannya diatas pangkuanku
Kucing itu langsung menjadi jinak, tak meronta lagi, bahkan ia langsung menjilat ujung jari telunjukku
“wah Bagus sekali kucingnya Bulunya coba lihat Tebal banget”

Angga menatap kucing itu dengan terpesona
Aku cuma tersenyum Tanpa berhenti aku belai terus hingga ke punggungnya
“iya ngga, kucing ini lucu banget, lihat matanya Benar benar bulat Besok aku mandiin aja, biar lebih bersih”
“sini aku pegang Untukku saja ya”
“jangan ngga Aku juga sayang sama kucing ini Kan aku yang nabrak, jadi aku harus bertanggung jawab”
“miara kucing itu harus dengan kasih sayang, jadi ia merasa nyaman Jangan sampai lupa kasih makannya”
“iya aku juga tau Nggak mungkin lah nggak aku kasih makan”
Kucing itu duduk diatas pangkuanku sambil menggoyang goyangkan ekornya yang panjang, sesekali ia menjilat punggung tanganku
Angga mencabik sedikit kue apem, lalu diberikan pada kucing, langsung dimakan oleh anak kucing dengan cepat
“kasian Ia masih lapar”

Angga mengulurkan lagi kue dengan potongan yang lebih besar dari yang tadi
Dalam waktu singkat habis dimakan anak kucing ini
“untung saja masih hidup ya Tadi aku udah kuatir banget”
“makanya lain kali kalau dijalan itu hati hati”
Nasehat angga
“iya ngga Aku sudah jera Nggak mau lagi lah sampai nabrak binatang lagi, kasian Pasti mereka kesakitan banget”

Angga melihat ke luar jendela, langit sudah mulai gelap
Ia berdiri kemudian mengambil gelas dan meminum isinya sampai habis
“udah hampir maghrib rio, aku mau pulang dulu ya”
“makasih ya ngga Udah mau maen kesini, dan bantu cari kucing ini, Buat jambunya juga”

Aku berdiri, meletakkan kucing diatas tempat tidur, lalu mengantar angga hingga ke pintu depan
Setelah angga menghilang dari pandangan, aku menutup pintu, kembali kekamar
Kucing itu sudah kembali masuk kotak sepatu, tidur disana
Aku ambil handuk, bersiap siap mandi, dan sholat magrib
_________________________________

Suasana pagi ini agak mendung, beberapa teman sekelasku bahkan ada yang memakai jaket karena dingin
Untung saja waktu aku jualan tadi pagi nggak turun hujan
Jadi aku bisa menjual habis semua kue kue yang aku bawa
Waktu aku tiba disekolah, gerimis rintik rintik mulai turun Sekarang sudah mulai jadi hujan yang agak deras
Guru agama tidak masuk, karena lagi ada urusan di palembang,
kami hanya diberi catatan yang harus ditulis, beberapa ayat ayat al quran dengan terjemahan
Rini, sekretaris dikelas 3b berdiri didepan papan tulis sibuk mencatat
Beberapa murid tidak ikut mencatat, ada yang sibuk ngobrol dengan suara pelan,
ada yang berkeliaran ke bangku temannya
Aku lihat rian tak kemana mana, ia duduk dibangkunya Serius mencatat
Sempat aku lihat vendi mengajaknya ke wc, tapi ia tolak
Sepertinya rian anak yang rajin
Ia tak terpengaruh dengan keadaan
Aku juga menulis di catatanku, huruf arab menggunakan pensil, terjemahan memakai pena
Suasana yang dingin seperti ini membuat teman teman sekelasku jadi malas keluar, bahkan ke kantin Mana diluar hujan yang lebat disertai petir dan guntur sambung menyambung
Terkadang halilintar berbunyi memekakkan telinga membuat murid perempuan berteriak karena kaget

Aku juga sempat terlonjak kaget, aku jadi ingat emak dirumah, lagi sendirian, dalam keadaan hujan badai begini
Mana dapur bagian belakang bocor belum sempat aku tambal, pasti emak kelabakan mengambil ember untuk menampung air yang merembes dari atas atap, supaya lantai dapur tidak banjir
Sampai aku selesai mencatat, tak ada tanda tanda hujan mau berhenti, malah semakin lebat

Aku menutup buku, kemudian memasukkan kedalam tas, rasanya jadi pengen kencing
Aku berdiri melemaskan badanku yang pegal karena dari tadi duduk dan menulis
Kemudian aku keluar kelas, berjalan menuju ke wc

Ada beberapa anak murid dari kelas lain yang berada di wc, jadi aku memilih kencing agak dipojok
Aku berdiri membuka resleting celana sekolah, kemudian sambil memejamkan mata, aku kencing di toilet, mengeluarkan seluruh air seni yang dari tadi sudah sesak Rasanya lega sekali
“hujan hujan begini memang bawaannya pengen kencing terus ya”

Suara disampingku membuat aku tersentak, aku membuka mata dan menoleh,
jantungku terasa berhenti berdetak saat tahu siapa yang bicara tadi, ternyata rian yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingku
Ia juga sedang kencing dengan santainya
Jarak kami begitu dekat hingga aku bisa mendengar kecipak air kencingnya yang jatuh di lantai toilet
Jantungku berdebar debar, entah kenapa
Aku tak berani melihat ke bawah
Cepat cepat aku siram bekas kencing aku sampai bersih
Menutup resleting, bersiap pergi
“tunggu aku dong!”
Aku menghentikan langkah, serasa tak percaya dengan yang kudengar
++++
aku menghentikan langkah, berbalik, berdiri dipinggir pintu wc, menunggu rian yang sedang menyiram toilet
Tiba tiba vendi datang, ia berjalan melewatiku tanpa menoleh, seakan akan aku tak terlihat
“bro Disini rupanya Eh Temani aku ke kantin yuk”
Vendi berjalan masuk ke wc Menghampiri rian
Aku memandang rian, menunggu kepastian, mau kembali kekelas bersamaku, atau ikut vendi ke kantin
“kamu duluan aja ke kelas Aku mau ke kantin dulusiapa nama kamu?”
Ujar rian padaku sambil berjalan dengan vendi

Aku diam saja tak menjawab, langsung berbalik kembali kekelas Vendi cuma melemparkan senyum basa basi padaku Aku membalasnya dengan hambar
Semangat yang tadi sempat muncul kembali padam
Kenapa sih harus datang si vendi, padahal aku ingin sekali bisa sedikit lebih dekat dengan rian
Sepertinya ia bukan anak yang sombong
Terbukti tadi ia menegur ku waktu di wc

Sampai di dalam kelas aku duduk kembali dibangku
Erwan menoleh melihatku
“kamu kencing apa berak?”
“memangnya kenapa?”
“kok lama?”
“Ya kencing lah!”
“ke kantin yuk Lima belas menit lagi bell bunyi Lumayan kita bisa lebih santai, jangan kuatir aku yang traktir”
Tawar erwan
“kamu sendiri aja lah Aku lagi malas Pengen ke perpus aja”

Aku menolak, entah kenapa aku jadi kecewa tidak bisa berjalan bersama rian kembali ke kelas tadi
Andai aku ke kantin, pasti akan bertemu dengan rian, aku cemburu melihat dia akrab dengan rombongan vendi
“ya udah kalau kamu nggak mau Aku ke kantin dulu ya”

Erwan berdiri kemudian meninggalkan kelas
Beberapa teman sekelasku masih berada dalam kelas Tapi sebagian besar sudah keluar

Kenapa sih aku ini Padahal rian kan bukan teman akrabku, tapi mengapa aku bisa sentimentil begini
Belum pernah aku menginginkan akrab dengan seseorang seperti saat ini yang aku rasakan terhadap rian
Aku cenderung kuper kalau dikelas
Sekolah di smp yang kebanyakan teman teman berasal dari kalangan orang mampu, membuat aku tidak percaya diri untuk berteman dengan mereka
Kelas sudah kosong sekarang, tinggal aku sendirian didalam Daripada bengong sendirian lebih baik aku ke perpus saja, membaca buku mungkin bisa mengalihkan pikiranku yang sedang kusut

Dilorong antara kantin dengan laboratorium fisika, aku melihat rombongan vendi bersama rian sedang berdiri sambil bercerita dengan seru, mereka tertawa terbahak bahak, entah apa yang mereka ceritakan namun aku melihat rian begitu senang
Beberapa cewek juga ikut ngumpul bersama mereka Diantaranya ada dewi, septi, irma dan ema
Cewek cewek yang terkenal gaul di sekolah
Aku mempercepat langkah menuju ke perpus
“rio Tunggu”
Erwan setengah berlari menghampiriku Aku berhenti menunggu erwan
“loh Sudah selesai makannya?”
Tanyaku agak heran, biasanya erwan kalau sudah ke kantin pasti lama, minimal kembali ke kelas, lima menit sebelum bell bunyi
“sudah, cuma makan tekwan saja kok”
Erwan berjalan mengiringiku menuju ke perpustakaan
“rio, nanti sore aku mau renang, kamu mau ikut nggak?”
“renang, dimana?”
Tanyaku sambil terus berjalan
“di hotel menumbing dekat pasar, kalau mau nanti aku jemput sekitar jam tiga sore”
“berapa bayar masuk kesana”
Aku ingin tahu, soalnya kalau mahal aku tak punya uang
“tenang saja aku bisa bayar kok!”
“nggak ah Aku nggak enak kalau kamu yang bayarin”
“nggak apa apa kok Kan aku yang ngajak”

Desak erwan setengah memaksa
Aku diam sejenak menimbang nimbang
“oke Nanti kamu jemput aku ya”
“sip lah Kamu tunggu aja di rumah Aku pasti jemput Jangan lupa siap siap, handuk dan celana pendek untuk renang!”
Erwan mengingatkanku Aku cuma mengangguk

Kami sudah sampai di depan perpustakaan, aku masuk ke dalam mengisi buku kunjungan
Kemudian berjalan menuju rak rak buku, mencari buku yang menarik untuk di baca
Setelah itu memilih duduk di pojok yang paling sepi
Erwan ikut mengambil buku cerita, kemudian duduk disampingku
Sebentar kemudian aku sudah tenggelam dengan keasyikan membaca
++++
DIKOLAM RENANG
“makntar sore rio mau kekolam renang Diajakin ma temen”
Aku memberitahu emak yang lagi duduk didepanku di meja makan
“tugas sekolah ya?”
Tanya emak sambil menggeser piring berisi ikan goreng ke depanku
“bukan sih mak Cuma sekedar main aja diajak teman, jam tiga ntar rio kesana”
“memangnya kamu tau berenang?”
Emak agak kuatir karena aku memang jarang sekali pergi ke tempat begituan
“enggak sih mak, tapi kan ada kolam dangkal, sekalian rio mau belajar renang”

“ya udah Makan dulu yang kenyang Jadi nggak kelaparan
Kalau berendam dengan perut kosong bisa kembung”
“jadi boleh ya mak Makasih ya mak”

Aku senang sekali, cepat cepat aku menghabiskan nasi yang sedang aku makan
Emak senyum senyum melihatku
Rasanya aku jadi semangat, tak sabar menunggu erwan datang
Aku belum pernah sekalipun pergi ke kolam renang, apalagi di hotel Pengen tahu seperti apa sih hotel itu
Biasanya aku cuma melihatnya di tipi
Selesai makan aku buru buru ke kamar, dengan membawa mangkuk berisi ikan dan nasi yang telah dicampur rata, untuk anak kucingkuuntung saja kucing ini tidak rewel, ia masih baring di dalam kotaknya yang nyaman

Aku tarik kotak dibawah kolong, kemudian menaruh mangkuk didepan anak kucing ini
Tiba tiba hidungku menangkap bau yang kurang sedap dari bawah kolong, seperti agak asam bercampur busuk

Astaga! Pasti anak kucing ini berak dibawah kolong ranjang
Waduh Bakalan repot nih, emak pasti nggak bakalan ngijinin aku miara anak kucing ini, karena biasanya anak kucing suka buang kotoran sembarangan
Kenapa sampai nggak kepikiran olehku

Bergegas aku pergi ke dapur, mencari sendok semen untuk membuang kotoran kucing itu
Jangan sampai emak tahu, bisa bisa ia menyuruh aku membuang anak kucing ini
Aku merunduk ke bawah kolong sambil menutup hidung karena bau yang tak enak membuat perutku mual

Nah itu dia tepat disudut, teronggok kotorannya, aku sekop dengan hati hati agar tak kemana mana
Aku mengintip keluar kamar, aman emak tak ada
Pasti lagi sibuk di dapur
Cepat cepat aku keluar, membuang kotoran kucing kedalam selokan

Baru saja aku berbalik mau masuk kedalam rumah, tiba tiba emak sudah berdiri di tengah pintu
Buru buru aku sembunyikan sendok semen dibelakang punggungku
“sudah dibuang kotoran kucingnya rio?”
Aku tersentak kaget Darimana emak tahu
“mak tau darimana?”
Tanyaku takut takut
“rumah kita ini kecil nak Kucing itu binatang bukan benda mati Sejak dari tadi pagi ia mencakar kaki emak Mungkin karena lapar Emak sempat heran darimana datangnya Habis emak kasih makan, ia masuk ke kamarmu Emak ikuti, ternyata ia masuk ke dalam kotak yang ada dibawah kolong tempat tidurmu”

Jelas emak dengan ekspresi yang sulit aku tebak
Aku menunduk tak berani menatap wajah emak
Dalam hati aku berdoa semoga emak tak marah dan tak menyuruhku membuang anak kucing itu
“dimana kamu dapatkan anak kucing itu Kenapa nggak kasih tau dan minta ijin emak kalau mau miara kucing?”
Tak ada kemarahan dari nada suara emak
“rio nabrak anak kucing itu kemarin mak Rio pikir anak kucing itu bakalan mati, makanya rio bawa pulang Rio takut kena sial kalau ninggalin kucing yang rio tabrak dijalan”
Jelasku sambil menunduk tak berani menatap wajah emak
“kamu tau rio, kalau mau miara binatang itu tidak boleh diumpetin gitu Mesti rajin kasih makan dan ngebersihin kotorannya Apa kamu sudah siap untuk itu?”

Tanya emak masih dengan suara yang tenang tanpa ada kemarahan sedikitpun
Aku mulai lega pelan pelan aku menegakan kepala memandang emak Wajah emak tersenyum
“rio akan merawatnya mak Rio pengen banget punya kucing itu Boleh ya mak Rio janji akan merawatnya sebaik mungkin Rio akan ajarkan biar ia tak buang kotoran sembarangan Boleh ya mak?”
Emak diam beberapa saat, seperti sedang memikirkan sesuatu
“baiklah Tapi kamu tepati janjimu”
Betapa lega aku mendengarnya, langsung aku peluk emak dengan perasaan gembira
“makasih makpokoknya rio janji pasti akan mengurus anak kucing itu dengan baikrio janji”
“ya sudah Sekarang kamu bersiap siaplah Katanya jam tiga mau ke kolam renang, ini sudah jam setengah tiga Nanti teman kamu keburu datang!”

Ujar emak sambil membelai rambutku dengan sayang
Aku lepaskan pelukanku kemudian berlari lari masuk kamar dengan hati senang
Emak memang benar benar paling baik seluruh dunia Aku sayang sekali sama emak

Aku masuk ke kamar, membuka lemari baju, menyiapkan celana renang dan handuk serta celana dalam cadangan
Aku masukkan ke dalam tas kain
Setelah semua beres, aku keluar kamar, anak kucingku sedang asik menikmati makanannya yang tadi aku berikan

Aku duduk diruang tamu menunggu erwan menjemputku
Sekitar sepuluh menit kemudian erwan datang, cepat cepat aku berdiri ke depan pintu
dia diantar oleh supirnya
Erwan turun dari mobil, menghampiriku
“sudah siap rio?”
Tanya erwan ketika sudah didekatku
“sudah Kita pergi sekarang?”
“oke Pamit dulu sana sama emakmu”

Erwan mengingatkanku
Ya ampun aku hampir lupa pamit sama emak saking bersemangatnya mau ke kolam renang
“tunggu sebentar ya!”

Aku berlari masuk kedalam rumah mencari emak didapur, untuk berpamitan
Emak sedang berada didapur, membungkus sesuatu dalam plastik
“mak rio pergi dulu ya Udah dijemput ma temen”
“ini bawa kue Nanti kamu lapar habis mandi”
Emak mengulurkan plastik tadi
+++++
“eh emak Buat apa sih Kan malu bawa bawa kue kayak mau piknik aja”
“ya nggak apa apa Nanti kalian lapar, temanmu juga pasti mau makan kue Kamu udah diajak sama dia, kamu harus bawa makanan biar bisa dimakan sama sama temanmu”

Emak memaksa, terpaksa aku ambil juga kantong plastik itu, kemudian aku masukkan ke dalam tas
Emak ada ada saja, masa sih ke kolam renang bawa bawa kue seperti ini, kayak cewek aja bawa bawa kue
“ini jajan untuk kamu Siapa tau haus pengen beli es”
Emak memberi uang seratus rupiah untukku
“makasih ya mak Rio pergi dulu Assalamualaikum”
“waalaikumsalam Hati hati di jalan ya nak Pulangnya jangan terlalu malam”

Emak mengingatkanku
Kemudian mengantarkan aku pergi hingga ke depan pintu
Erwan pamit sama emak
Aku masuk ke dalam mobil, erwan duduk di sampingku
Mobil yang nyaman sekali, kursinya empuk dengan sandaran tinggi, sejuk ac langsung terasa
Sopir menjalankan mobil membawa kami ke hotel menumbing, perasaanku benar benar tak dapat aku ungkapkan saking senangnya
“kamu udah makan rio Itu aku ada bawa roti isi”

Tawar erwan sambil mengambil bungkusan dari kursi belakang, mengeluarkan bermacam macam snack, roti dan kacang, beberapa minuman kaleng dingin juga ada
Banyak sekali makanan yang dibawa erwan
Aku jadi teringat dengan kue yang ada di dalam tas ku, mana mungkin erwan mau kalau yang ia bawa saja begini banyaknya Dan enak enak
“nanti aja aku masih kenyang”
Tolakku dengan malu malu
“ya udah, nanti dikolam renang aja, pasti kita lapar habis renang, tadi mama yang beliin, untuk kita”
Jelas erwan sambil meletakkan plastik berisi snack dan minuman di sampingnya

Aku melihat dari jendela mobil yang tertutup, suasana pasar yang ramai, banyak orang orang yang hilir mudik berjalan dari toko ke toko, baju baju berjejer di pajang, kebanyakan yang punya toko di pasar adalah orang orang keturunan
Andai aku punya uang, pengen sekali belikan emak baju baru, baju yang berjejer di toko toko itu bagus bagus sekali
Sopir erwan mengemudikan mobil dengan santai, menuju sebuah bangunan yang besar, ada beberapa tingkat Aku bisa membaca dengan jelas tulisan besar “menumbing hotel”
rupanya ini hotel yang diceritakan erwan
Besar sekali, aku kagum melihatnya [kalau sekarang hotel ini aku lihat biasa biasa saja Justeru mirip penginapan Maklum jaman itu tak terlalu banyak gedung yang besar]
Tak aku sangka sama sekali kalau aku bisa masuk ke dalam hotel ini

Setelah sopir memarkir mobil, erwan mengajakku turun, aku membawa kantung plastik berisi makanan tadi, kemudian aku mengikuti erwan berjalan menuju pintu samping hotel
Sebuah kolam renang yang menurutku sangat bagus dan besar, langsung terlihat
Airnya jernih, hingga dasar dan pinggirnya yang terbuat dari keramik warna putih, terlihat dengan jelas
Erwan membeli dua buah tiket untuk kami berdua

Setelah petugas mengijinkan kami masuk, erwan menarik tanganku untuk mengikutinya masuk ke dalam
Aku melihat sekeliling, ada beberapa orang yang sedang mandi, sebagian duduk duduk di pinggir kolam, ada yang duduk di kursi
Aku melihat sedikit udik, lantai keramik warna merah yang membentang dari pintu masuk hingga ke kolam ini terasa dingin, rasanya aku tak sabar lagi ingin turun ke kolam itu
Erwan mengajakku ke kamar ganti, ia mengambil bungkusan yang ada di tanganku, kemudian menaruhnya di sebuah kursi batu
Aku mengikuti erwan, karena aku tak tahu dimana tempat ganti baju
Sebuah ruangan sebesar kamarku, aku masuk bersama erwan, kemudian menutup pintu
Erwan membuka baju dan celana panjangnya
Kemudian memakai celana hawai
Aku juga mengganti celana panjang dengan hawai
Aku tak memakai baju atas, jadi cuma telanjang dada, sama dengan erwan
Kami keluar dari kamar ganti sambil membawa tas berisi baju, kemudian menaruh di kursi batu tempat kami menaruh snack dan minuman kami
“ayo turun sekarang”
Ajak erwan tak sabar lagi
“kolam yang dangkal katamu tadi yang mana er”
“itu yang sebelah pinggir, kalau makin ke kiri makin dalam loh Nanti aku ajari kamu renang”
“tapi yang sabar ya, soalnya aku benar benar nggak tau berenang”
“tenang aja teman, di jamin ntar kalo udah aku ajarin pasti bisa Nggak susah kok”
Erwan menyentuh air kolam dengan ujung jempol kakinya
“ayo turun Nggak apa apa, airnya hangat kok”

Kata erwan sambil terjun ke dalam kolam
Aku turun pelan pelan di sisi yang dangkal, memang benar kata erwan, airnya hangat
Aku jongkok hingga airnya menjadi sebatas leherku
Erwan berenang dari ujung kolam kemudian berbalik lagi menghampiriku
“kamu musti belajar ngapung dulu, coba buat tubuh kamu melayang di air, gerak gerakan kakimu seperti ini”

Erwan memberi contoh padaku, aku mengikuti gerakan erwan
Agak susah juga, berkali kali badanku jadi miring, dan tak seimbang, kelihatannya erwan begitu gampang sekali melakukannya
Aku mencoba terus, lama lama terasa agak seimbang

“bagus, terus gerak gerakan kaki, sampai kamu bisa mengapung terussekarang kamu pegang besi yang ada disisi kolam ini”
aku mengikuti intruksi erwan, memegang besi sambil menggerak gerakan kakiku agar tubuhku mengambang diatas air
Rasanya aku sudah mulai bisa mengambang dengan enak
“begini kan er, hehehe, rasanya lucu, kayak katak aja”
Aku tertawa dengan semangat sambil terus menggerak gerakan kaki didalam air
“iya Kita meniru gerakkan katak kalau berenang, kalau sudah seimbang coba kamu lepaskan tangan dari pegangan
++++++

selama satu jam lebih aku belajar renang, erwan tak bosan bosan mengajariku, hingga aku mulai bisa, aku memberanikan diri berenang ke kolam yang lebih dalam Aku berhasil mencapai tepi kolam
Erwan tertawa tawa senang
“naik dulu yuk!”

Ajak erwan sambil keluar dari kolam Kemudian duduk diatas kursi batu tempat kami tadi meletakkan baju dan snack
Aku ikut naik menyusul erwan
“nih minuman, kamu mau yang soda atau wallet?”

Erwan menyodorkan dua kaleng minuman
Aku mengambil yang rasa sarang wallet
“makasih er “

Aku membuka kaleng dan meneguk isinya sampai tinggal setengahnya saja
Kemudian aku taruh kaleng diatas kursi
“kita harus sering sering kesini, jadi kamu bisa berenang lebih lancar”
Saran erwan sambil minum lewat sedotan
“iya sih Kalau aku ada waktu luang pengen banget kesini lagi”
“pokoknya tenang aja, kalau aku kesini pasti aku ajak deh”
“janji ya er Aku pengen banget bisa berenang lebih lincah Siapa tau di smu nanti ada eskul renang”
Ujarku dengan antusias, erwan mengangguk angguk
“yuk mandi lagi Tadi kamu udah lumayan kok”
“kemon!”

Balasku sambil berlari menuju kolam, lalu terjun hingga menimbulkan suara berdebur
Erwan menyusulku mengambil ancang ancang, kemudian melompat ke dalam kolam

Saat aku sedang berenang, tiba tiba aku melihat ada yadi, teman satu kelas dengan aku dan erwan
Dia bersama teman temannya dari kelas lain
Saat melihat aku dan erwan, yadi melambaikan tangannya
Aku balas melambaikan tangan
Yadi memberi kode yang artinya ia mau ganti dengan baju renang
Aku mengangguk

Setelah selesai ganti baju, yadi dan teman temannya ikut turun ke dalam kolam bergabung dengan kami
Yadi mengajak lomba siapa paling cepat berenang ke ujung kolam
Aku tentu aja nggak ikut, kan baru aja tau berenang, mana mungkinlah bisa menang melawan mereka
Jadi aku cuma menonton saja sambil bersorak memberi semangat pada erwan
Mungkin karena sudah sering berenang, erwan sangat gesit sekali, ia berenang dengan lincah, hingga tanpa susah payah bisa mengalahkan yadi dan teman teman yang lain

Aku melonjak senang waktu erwan berhasil mengalahkan yadi
Kami tertawa tawa, bahkan yadi menghampiriku kemudian refleks memelukku
Teman teman yang lain tertawa terbahak bahak
Aku sedikit malu dengan teman teman, yang menganggap ini sesuatu yang lucu, tapi erwan sepert agak berubah ekspresi wajahnya saat melihat yadi memelukku Ia berhenti tertawa

Erwan langsung naik keatas, lalu kembali ke kursi, mengambil snack, duduk sambil pura pura sibuk melihat orang orang yang hilir mudik
Aku jadi nggak enak hati, apakah erwan kurang suka aku terlalu akrab dengan yadi dan teman teman yang lain Kenapa ia tiba tiba menyendiri seperti itu
Aku naik keatas kolam, lalu menghampiri erwan
“eh Kok nggak mandi lagi?”
Tanyaku sambil mengambil tempat duduk disampingnya
“mandi aja, aku udah selesai!”
Jawab erwan tanpa melihatku, ia sibuk dengan snack yang ada ditangannya
“kok cepet banget sih Turun lagi yuk Ajari aku renang lagi”
“aku capek, kan ada yadi Minta ajar sama dia aja”
“aku kan nggak akrab sama yadi Nggak enak lah Aku malu kalau musti minta tolong sama dia”
“sepertinya nggak kok Yadi pasti mau ngajarin kamu Buktinya tadi ia langsung meluk kamu Padahal kan aku yang memang Tapi kamu malah mendukung dia”

Oh jadi itu masalahnya, erwan kesal karena aku tidak memeluk dia
Aku berdiri kemudian memeluk erwan erat erat
Erwan meronta ronta mencoba melepaskan pelukanku, ia agak jengah juga aku peluk seperti ini dimuka umum
“apa apaan sih rio Lepasin dong Malu tau Ntar dikirain orang orang kita ini pacaran”
“biarin, yang penting aku mau meluk kamu, nggak peduli orang mau ngomong apa”
“rio, jangan gila Ayo lepasin Nanti kita digosip sama teman teman loh”

Erwan masih berusaha lepas dari pelukanku
Akhirnya karena mendengar yadi dan teman teman dari dalam kolam tertawa melihat kami, aku lepaskan juga pelukan dari erwan
Lalu aku duduk disampingnya
Erwan sudah senyum, ia menampar bahuku dengan pelan
“tuh kan teman teman pada ketawa Kamu sih gila, peluk peluk gak karuan Kalau kita digosipin pacaran, aku nggak tanggung ya”
Ujar erwan tanpa nada marah sedikitpun Malah terdengar riang
“kamu sih Tadi itu yang meluk aku kan yadi, aku itu justru mendukung kamu tadi, ampe serak teriak teriak Mana aku tau kalau yadi langsung meluk aku”
“ya udah Mandi lagi yuk”

erwan berdiri kemudian langsung berlari ke kolam
Aku ikut berlari menyusulnya
Bersamaan kami terjun ke dalam kolam

Erwan kembali mengajari aku berenang, malah lebih semangat dari yang pertama tadi
Yadi dan teman temannya naik keatas, kemudian duduk di tepi kolam melihat aku yang sedang berenang, lumayan juga aku sekarang bisa berenang walaupun belum bisa berenang cepat, nafasku masih tersengal sengal kalau berenang terlalu jauh
Pasti rasanya kepingin berhenti di tengah tengah kolam

Hingga jam lima kami berenang dan bercanda dikolam
Setelah itu kami pulang
Sopir erwan menunggu di depan kursi hotel sambil mengobrol dengan satpam
Aku diantar pulang sampai di depan rumah
“sampai ketemu besok di kelas ya rio”
Teriak erwan sambil melambaikan tangan dari jendela mobil
“oke sampai besok Makasih banyak ya”
Aku balas berteriak dari depan pintu sambil memandang mobil erwan yang berlalu dari pekarangan rumahku
MALU AKU MAK

subuh tadi hujan mengguyur kota pangkalpinang, hingga jalanan menjadi basah
Aku berjalan dengan hati hati karena tanah yang becek seringkali membuat sandal jepit merek swallow yang aku pakai ini lengket di tanah yang becek
Sementara kue yang aku bawa masih tersisa separuh

hari sudah jam enam lewat, sepertinya jualan tak bakalan habis, sudah serak aku teriak teriak, mungkin orang orang pada malas keluar karena dingin
Aku harus lebih cepat lagi berjalan, mengejar waktu
Masih ada waktu sekitar 20 menit sebelum jam setengah tujuh, semoga saja nanti ada yang membeli agak banyak

Aku keluar dari gang kecil, menuju ke jalan yang beraspal, jalan ini sudah dekat ke rumahnya rian
Aku berdoa semoga saja rian tidak melihatku
Entah kenapa aku jadi malu kalau harus bertemu dia dalam keadaan yang kurang wibawa seperti ini Memakai sandal jepit yang sudah tipis dan licin, hingga kerikil yang terinjak pun bisa aku rasakan Belum lagi dulang berisi kue diatas kepalaku ini Entah apa yang dipikirkan rian kalau melihatku seperti ini
Aku sengaja tidak teriak didepan rumahnya
Ku percepat langkah ku agar segera berlalu dari rumah rian
Sembunyi sembunyi aku melirik ke arah rumahnya, berharap sekali saat ini dia tidak sedang berada didepan rumah
Namun karena mataku kemana mana Aku tak melihat ada kotoran bebek di depanku, tanpa sengaja terinjak olehku kotoran yang licin itu, ditambah lagi sandal swallow tipis yang alasnya sudah aus, aku kehilangan keseimbangan, terpeleset terjatuh menimbulkan suara berkelotangan dulang yang menghantam semen basah bekas rumah yang sudah roboh di samping rumah rian
Aku terjerembab Kue kue berhamburan semua Langsung kotor terkena pasir dan air, bajuku jadi cokelat di bagian depan kena becek
Beberapa orang keluar dari rumah karena mendengar suara ribut yang aku timbulkan Mereka berlari menghampiriku Beberapa mencoba menolong memapah aku yang sedang tertelungkup diatas lantai semen retak bercampur pasir

Cepat cepat aku berdiri, memungut dulang diatas semen Betisku terkena kotoran bebek
Tak terkatakan betapa malunya aku
Ingin rasanya aku masuk ke dalam perut bumi
Bisik bisik orang orang riuh rendah terdengar di telingaku
Suara cekikikan tertahan yang mungkin merasa lucu melihat posisiku saat ini
Aku meringis antara sakit dan malu
“kenapa sampai jatuh jang?”

Tanya seorang ibu dengan wajah prihatin melihatku aku mendongak melihat ibu yang bertanya itu
Astaganaga Mamanya rian, aku terdiam dengan perasaan campur aduk berkecamuk didada
“kayaknya ia terpeleset tuh”
“iya tanah kan licin, anak itu terpeleset”
“becek sih! tuh lihat baju dan celananya jadi kotor!”
“tadi aku lihat ia nginjak taii bebek, ia kepeleset taii bebek Lihat aja kakinya kena kotoran bebek”

Suara suara komentar orang orang, membuat aku jadi semakin malu, tak tahu kemana lagi mau menaruh muka ku Alangkah memalukan sekali, jatuh karena nginjak kotoran bebek yang licin
Ada yang memegang bahuku dari belakang
Aku menoleh untuk melihat siapa itu,
oh tuhan Rian!!! jadi ia ikut melihat aku jatuh
Ingin rasanya aku menangis, dasar sial Sial Sial Aku mengutuk nasib jelek aku pagi ini Kenapa aku harus mengalami nasib sial pagi ini, kenapa harus ada kotoran bebek disini, kenapa mataku jelalatan kemana mana hingga sampe keinjak, kenapa aku harus jatuhnya disamping rumah rian
Belum lagi puluhan kue yang sudah tak bisa di jual lagi karena sudah kotor terkena tanah becek

Bisa aku bayangkan apa yang akan terjadi di sekolah nanti, pasti berita ini akan menyebar, rio jatuh kepeleset taii bebek waktu lagi jualan kue Aku akan jadi bahan tertawaan nantinya
Semoga saja rian tak menceritakan hal ini kepada teman temannya
“lutut kamu berdarah tuh Ayo ke rumahku, ada obat merah!”
Rian menarik tanganku Kemudian tangan yang satunya mengambil dulang yang aku pegang
“nggak apa apa kok Biar aku obati dirumah saja”

Jawabku sambil meringis, tak berani menatap mata rian
Ini dialog kedua kami, kenapa keadaannya harus seperti ini Tak henti hentinya aku mengutuk dalam hati Ingin rasanya aku pingsan saja
“sudah jangan menolak, nanti luka kamu itu jadi infeksi loh Tanah itu kan kotor Masa kamu mau pulang dengan kaki berlumuran kotoran bebek kayak gitu sih?”

Paksa rian terus menarik tanganku Sepertinya rian sudah terbiasa dituruti kehendaknya Perintahnya seperti tak bisa di tawar tawar lagi Percuma saja aku menolak, bisa panjang urusannya Lagian kata kata rian itu benar juga Akhirnya aku mengangguk
Aku ikut rian ke rumahnya, tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada orang orang yang sudah menolongku tadi
Mama rian tersenyum melihatku Senyum prihatin Sepertinya ia benar benar kasihan padaku
Sampai didepan teras rumahnya, aku berhenti Rian ikut berhenti dan menatapku
“kenapa sampai terpeleset kayak gitu sih Makanya kalau jalan hati hati Itu ada kran ledeng, bersihkan dulu kotoran itu Aku mau ngambil obat merah dulu sebentar”

Ujar rian dengan ekspresi santai, seolah olah aku tidak baru saja mengalami hal yang memalukan
Rian masuk ke dalam rumah Aku langsung berjalan menuju ke kran yang ada di samping rumahnya
Aku putar kran kemudian membersihkan kaki dan tanganku yang kotor Hingga tak ada lagi tanah lumpur dan kotoran bebek
Setelah menutup kembali kran, aku kembali ke teras rumah rian, ia sudah berdiri sambil memegang sebotol kecil obat merah
+++++
aku duduk di tepi tangga lantai teras rumah rian, setelah mengambil obat merah yang diberikan rian, kemudian aku mengoleskan luka pada lutut kakiku yang luka
“eh nama kamu siapa, aku belum tahu”
Tanya rian sambil berjongkok disampingku
“rionama Kamu rian kan”
Jawabku sambil menutup botol obat merah lalu mengembalikan pada rian
“iya betul, sudah di olesi semua luka nya?”
“sudah Makasih ya”
“kamu nggak sekolah ya?”
Tanya rian, membuatku langsung tersadar, kalau hari sudah beranjak siang, kalau tak pulang sekarang bisa bisa aku terlambat lagi
“eh Iya Hampir lupa Kalau gitu aku pulang dulu ya Makasih banyak pertolongannya!”
“buruan, ntar telat”
“oke Aku pulang dulu Sampai ketemu di sekolah”

Aku bergegas pulang dengan berlari, sambil membawa dulang yang sudah kosong
Betapa bahagia hatiku, entah mimpi apa semalam bisa sedekat tadi dengan rian, ternyata rian baik banget, aku jadi semangat
Walaupun harus mengalami kejadian yang sangat memalukan, tapi aku benar benar senang
Biarlah bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian
Emak kaget melihat lututku berwarna merah, ia pikir itu darah
“astaga rio Ngape kau nak?
Teriak emak sambil tergopoh gopoh menghampiriku
“dak ape ape mak Rio cuma kepeleset bae, kena semen kasar jadi agak lecet”
Aku tak mau buat emak jadi kuatir Tapi aku sedih karena ada puluhan kue yang seharusnya di jual jadi mubazir terbuang Jual kue untungnya tak besar
“mak, maafin rio ya Kuenya banyak yang jatuh, dak bisa diselamatkan lagi, lah tercampur becek”
Emak menghela nafas, terdiam sesaat, namun emak langsung senyum padaku
“mungkin bukan rejeki, sudahlah jangan di sesali, yang penting kamu dak ape ape Lain kali lebih hati hati ya nak”
Kata emak tetap tenang, walaupun sebenarnya ia sedih juga Aku jadi makin tak tega melihat emak
Yuk tina keluar dari kamar, sudah berpakaian seragam lengkap, matanya agak menyipit waktu melihat aku”
“ngape kau dek Kok belepotan gitu kayak anak saudara tua kecebur got!”
“hus Adek sendiri jangan dibilang saudara tua tin Kasian die habis jatuh!”
“makanya kalo jalan tuh matanya jangan ditaro di dengkul Dipasang tuh mata!”
Yuk tina mencibir memandangku, aku diam tak menjawab
Mak bagi duit Hari ini mau bayar buku cetak bahasa inggris”

Yuk tina menghampiri emak, kemudian berdiri di depan emak
Aku bergegas masuk ke kamar, sudah jam tujuh kurang sepuluh menit, aku harus cepat cepat ganti baju

Didalam kamar, aku ambil seragam sekolah di gantungan dinding, lalu aku pakai dengan tergesa gesa
Tiba tiba terdengar yuk tina marah marah
“BESOK LAGI BESOK LAGI AKU INI MALU MAK!!”

Ada apalagi sih ini, pagi pagi yuk tina udah bikin ribut
Terdengar emak menjawab
“bukan emak tak mau membayar tin, tapi betul betul saat ini emak belum punya duit Apa guru kamu nggak bisa menunggu?”
“MENUNGGU SAMPAI KAPAN SEMUA TEMAN SUDAH LUNAS DARI SEMINGGU YANG LALU MAK AKU MALU DITANYA TERUS SAMA GURU!!”

Yuk tina masih berteriak, ia sepertinya kesal sekali
Cepat cepat aku pakai sepatu kemudian keluar kamar sambil menyambar tas diatas tempat tidur yang sudah aku siapkan dari tadi pagi
“ngape mak?”
Tanyaku sambil menghampiri mereka
“tu yuk tina nangis karna mak dak ade duit untuk bayar buku sekolah e”
“berape yuk harge buku e?”
Tanyaku pada yuk tina yang sedang duduk di kursi makan, sambil terisak isak
“dak usah nanya nanya Emang e kau ade duit?”
Bentak yuk tina kesal Rambutnya yang di kuncir ekor kuda bergerak gerak seiring ia terisak isak menangis
“tina ngape kau marah ditanya baik baik sama adek kau?”
Ujar emak dengan suara sedikit keras
“sude lah mak, dak ape ape Berape mak harge buku yuk tina tu?”
Aku kembali bertanya, tapi kali ini sama emak, aku kasihan melihat emak yang begitu sedih karena yuk tina marah emak belum punya duit, emak memaksakan senyum kepadaku
“lime ribu Maksud mak, kalo bise besok baru bayar e Karna tadi, kue banyak dak abistapi yuk tina kau dak nak ngerti”
Aku menarik nafas dengan berat, susah juga kalau begini, aku juga nggak bisa menyalahkan yuk tina, dia pasti sangat malu dengan teman temannya, karena gurunya pasti menagih uang buku, kenapa sih sekolah harus bekerja sama dengan beberapa penerbit buku cetak pelajaran, guru guru memaksa murid membeli buku cetak, yang setiap tahun selalu berganti ganti penerbit Buku yuk yanti nggak bisa di pakai lagi oleh yuk tina Padahal baru satu tahun buku buku itu

Mungkin bagi sebagian orang orang yang banyak duit, itu tak memberatkan Tapi bagi yang keadaannya seperti keluargaku, itu sungguh sangat membebani
Apakah setiap tahun itu pokok pelajaran selalu berubah, hingga buku buku cetak pelajaran pun harus selalu berganti setiap tahun ajaran baru Belum lagi setiap empat bulan buku itu sudah harus beli lagi yang lanjutan cawu 2 dan cawu 3 nya

Mengapa sekolah di jadikan ladang bisnis oleh para guru yang mencari uang diluar gaji
Aku tahu, untuk setiap buku yang terjual, pasti guru mendapatkan fee
Padahal aku, yuk yanti dan yuk tina bersekolah di sekolah negeri
Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan masalah ini
Kemana sih pejabat departemen pendidikan dan kebudayaan
++++
apa saja yang mereka kerjakan selama ini, apakah memang seperti ini standard pendidikan Kurikulum selalu berganti ganti setiap tahun Belum lagi CBSA Atau apalah itu, apakah semua itu akan efektif?

Apa memang begini seharusnya?
Dimana sekolah seperti toko, buku tulis, buku cetak, bahkan sampulnya pun dijual disekolah
Mending kalau harganya lebih murah daripada yang ada di toko buku Ini sama saja dengan yang ada di toko Malah lebih murah di toko kalau belinya langsung lusinan
Sampai kapan sekolah harus menjadi tempat transaksi jual beli
Mungkinkah ini yang di cita citakan oleh para pahlawan di bidang pendidikan dulu
Aku terpikir seandainya ki hajar dewantara melihat ini semua entah apa reaksinya
Apakah negara ini sudah terlalu miskin hingga tak ada dana untuk pendidikan
Subsidi bbm habis untuk orang orang kaya yang punya mobil mewah Menyuplai listrik pada rumah rumah besar yang ada ac, kulkas, alat alat elektronik yang hanya mampu di beli oleh orang orang yang tak seharusnya mendapatkan subsidi
Orang orang seperti kami yang tak punya kendaraan bahkan tak mencicipi subsidi itu
“yuk tina bayar lah buku e hari ni Ku punye tabungan, mungkin cukup lah kalo lime ribu yuk, sebentar ku ngambil e”

Aku kembali ke kamar, lalu membuka lemari, mengambil uang jajan yang selama ini aku simpan, kemudian aku hitung, ternyata lumayan lah, lima ribu lebih, sisanya aku masukkan kembali ke dalam kaleng susu
Aku keluar kamar lalu memberikan uang itu pada yuk tina
“ni yuk duit e Lah ku hitung, pas lime ribu”

Aku meletakkan uang itu keatas meja
Yuk tina memandangi uang yang aku taruh diatas meja, ia tak bergeming
“ngape yuk?”
Aku bertanya sedikit heran
“malas ku duit recehan macam tu, malu ku ngasih e ke guru”

Ujar yuk tina keras kepala Ia tak bergerak sedikitpun untuk mengambil uang itu
Aku bingung harus bagaimana lagi
Kulihat emak menggeleng gelengkan kepala dengan kesal melihat kelakuan yuk tina
“ambil lah dulu tina, duit tu kan bisa ditukar di toko wak imron Cepet lah tin, kelak lah terlambat ke sekolah e”
Nasehat emak menahan sabar, kemudian emak merapikan uang itu lalu memberikan ke tangan yuk tina
Yuk tina mengambil uang itu kemudian langsung berangkat ke sekolah
“tina pegi dulu mak!”

Ujarnya langsung keluar tanpa berterimakasih sedikitpun padaku
Tapi sudahlah yang penting ia bisa membayar buku itu hari ini
Emak menoleh padaku kemudian berkata
“mak pinjem dulu duit kau rio, kelak mak bise ganti e”
“lah mak Dak ape ape lah Santai santai bae lah dulu, rio kan belum pakai juga duit tu”
Aku menghibur emak agar tak terlalu sedih, aku tahu sebagai orang tua, emak pasti ingin sekali menuruti keinginan anak anaknya, apalagi itu menyangkut masa depan kami, betapa emak akan sedih andai kami anak anaknya kecewa karena ia tak mampu menuruti keinginan kami, aku kasihan sama emak, perasaannya pasti sakit karena tingkah yuk tina yang tak mau mengerti sedikitpun keadaan emak

Hari sudah tepat jam tujuh sekarang, tak diragukan lagi kali ini aku terlambat ke sekolah
Aku dekati emak lalu aku raih tangan kanannya kemudian aku cium
“mak rio pegi dulu ya mak Assalamualaikum”
“wa alaikum salam Ati ati di jalan nak”
“oke mak”
Aku berlari mengejar waktu agar tak terlalu lama terlambat mengikuti pelajaran pertama

Sampai di sekolah suasana sudah sepi, teman teman sudah masuk ke dalam kelas semua dengan berdebar debar aku menyusuri koridor menuju ke kelasku
Suara guru yang sedang menerangkan pelajaran bisa aku dengar dari tiap tiap kelas yang aku lewati
Jantungku berdebar debar, semoga saja guru pelajaran pertama hari ini belum masuk kelas
Aku pasti kena hukuman karena terlambat
Sampai di depan kelasku, suasananya agak sepi, tak terdengar suara teman temanku yang biasanya berisik
Aku mengintip dari balik pintu, ternyata pak budiman guru elektronika sudah berada di depan kelas, sedang berdiri menulis di papan tulis
Aku kuatkan hatiku untuk mengetuk pintu kelas
“assalamualaikum”
Tenggorokan ku seperti tercekat saat mengucapkan salam itu

Serempak seluruh teman temanku yang sedang menulis, menegakan badannya melihat ke arahku
Pak budiman berhenti menulis kemudian melihatku
“masuk!!”

Ujarnya dengan suara datar
Dengan gemetaran aku masuk ke dalam kelas
Menghampiri pak budiman untuk menjelaskan kenapa aku bisa sampai terlambat mengikuti pelajarannya
“duduk Emangnya bangku kamu disini?”

Tegur pak budiman padaku, aku agak terkejut juga, pak budiman biasanya terkenal galak, kalau ada temanku yang terlambat, andai alasannya tak tepat pasti akan ia jewer sampai merah kupingnya
Dengan ragu ragu takut tadi salah dengar aku menatap pak budiman
“langsung duduk saja ke bangkumu rio, tadi rian sudah menjelaskan kalau kamu hari ini bakalan terlambat karena tadi pagi kamu terjatuh dan harus berobat”

Jelas pak budiman masih tetap tenang, aku lega sekali
Cepat cepat aku duduk ke bangku ku Saat melewati bangku rian, aku menoleh padanya dan tersenyum memberikan isyarat berterimakasih padanya
Rian mengangguk sambil terus menulis Ia tak membalas senyumku sama sekali
Cuma memandangku sekilas, lalu kembali menekuri bukunya
Aku duduk di bangku ku, erwan langsung berbisik padaku dengan pelan sekali
“dari mana sampai anak baru itu tahu kamu terjatuh rio Kok aku tak tahu sih, pagi tadi kan kamu masih jual kue dan sehat sehat saja”
Ia bertanya dengan penasaran
+++++
KE RUMAH ERWAN

Pas jam istirahat, aku baru saja mau keluar kelas di depan pintu ada rian masih berdiri entah menunggu siapa
Aku hampiri langsung
“nunggu siapa bro?”
Rian menoleh melihatku, ia senyum tipis
“ah nggak nunggu siapa siapa kok”
“ke kantin yuk”

Aku coba mengajaknya, untung untung nasib kalau dia mau
Namun rian lagi lagi cuma senyum
“duluan aja lah Aku nyusul bentar lagi”

Jawabnya sambil berjalan ke tepi teras
Aku berjalan mendekatinya lalu berdiri di sampingnya, pokoknya aku harus bisa berteman akrab dengan rian, tapi kenapa sih dia sepertinya agak menutup diri
Tadi pagi dia kan baik banget mau menolongku, tapi sekarang ia terlihat seperti menjauh
“makasih ya kamu sudah beberapa kali membantuku”

Ucapku pelan, ia mengangguk tanpa melihatku Seperti nya ia agak menjaga jarak
aku tak mau menyerah, biarlah mungkin memang tipenya seperti ini, agak malu malu, wajar aja karena dia kan murid baru, jadi butuh waktu untuk beradaptasi dengan situasi dan teman teman disekolah ini
“beneran nih nggak mau ke kantin?”
“pergi aja dulu!”
Ujarnya dengan tegas, sepertinya ia agak kesal
“kamu ada masalah ya?”
Aku bertanya dengan hati hati agar ia tak tersinggung dan tak merasa aku mau terlalu tahu tentang dia
“cerewet amat sih Pergi aja sana!”

Jawab rian agak kasar Aku betul betul kaget, tak menyangka reaksinya bakalan seperti ini, muka ku langsung menjadi merah karena malu, menyesal sekali rasanya aku berusaha akrab dengannya
Rupanya rian memang tak mau berteman dengan aku
Apa mungkin karena ia malu berteman dengan aku karena aku berjualan kue, seperti teman temanku yang lain juga malu terlalu akrab denganku karena aku jualan kue keliling tiap pagi
Aku berbalik dengan pelan lalu kembali ke dalam kelas dengan sedih

Ingin rasanya aku menangis, kenapa rian tega membentak ku seperti tadi
Padahal maksud aku kan baik, aku hanya ingin berteman dengannya
Kenapa susah sekali bagiku untuk mendapatkan teman
Bisa di hitung dengan jari yang mau berteman denganku di sekolah ini
Kenapa sih orang orang tidak suka berteman dengan orang yang kurang mampu
Padahal belum tentu aku mau mengemis pada teman teman yang mampu
Aku cuma sekedar ingin berteman saja

Satu satunya yang mau berteman akrab denganku di kelas ini hanyalah erwan
Teman sebangku dari aku kelas satu dulu Teman teman yang lain cuma sekedarnya saja
Paling cuma sekedar menyapa bila kebetulan berpapasan atau mengajak ngomong seadanya
Kadang kadang aku sering iri walaupun tanpa aku sadari, melihat teman teman berkumpul, berjalan jalan sama sama mejeng di tempat tongkrongan anak anak gaul, atau ada yang berulang tahun, aku ingin sekali di undang, tapi jarang sekali ada yang mengundang ku, apakah karena menurut mereka aku ini tak penting, jadi nggak perlu diundang

Selama aku bersekolah, belum ada satupun teman teman selain erwan yang pernah main ke rumahku
Walaupun erwan murid yang paling kaya di kelas
Tapi ia tak pernah sombong, apalagi pamer
Bahkan ia paling akrab denganku
Aku tahu banyak yang ingin berteman dengan erwan
Namun erwan selalu bilang padaku, kalau ia merasa lebih senang berteman denganku
Ia tak suka pada orang yang ingin berteman dengannya hanya karena memandang kekayaan orang tuanya saja
Menurut erwan, cuma aku yang benar benar tulus berteman tanpa ada embel embel apapun
Aku senang erwan suka berteman denganku, tapi erwan jarang sekali nongkrong kalau sore, hampir tak pernah ia keluar rumah, kecuali kalau mau renang seperti kemarin dulu

Aku ingin sekali punya banyak teman, apakah aku salah kalau ingin bergaul, aku tak pernah meminta hidup susah, aku juga tak ingin menyusahkan orang lain
Tapi kenapa untuk mencari teman banyak itu susah
Aku pikir, sebagai murid baru, rian bisa menerimaku sebagai teman, rupanya aku salah
Rian sama saja dengan yang lain
Ia malu berteman akrab denganku

Sejak: 23 Nov 2008
Post: 8
Lokasi: dalam dekapan kekasih telanjang bulat Dikirim: Sel Mar 16, 2010 3:48 am Balas dengan kutipan Kembali Ke Atas



entah kenapa semakin rian bersikap seperti itu aku jadi semakin berharap sekali ia mau jadi temanku
Belum pernah aku merasa begitu ingin akrab dengan seseorang seperti kali ini
Apakah ini Aku sendiri bingung
Padahal aku kan baru aja kenal dengan rian, tapi setiap melihatnya aku merasa begitu ingin dekat
Hatiku seakan akan memanggil manggik untuk selalu mendekatinya
Aku menyender dengan lesu di bangku, rasanya bagai kehilangan semangat
Membaca buku pun tak konsen, yang terbayang cuma wajah rian, rambutnya yang di potong cepak, bajunya yang selalu rapi tanpa kerut, di masukkan ke dalam celana, semua membuat rian terlihat begitu tampan
Aku menggelengkan kepala berusaha menepis bayangan rian
Namun selalu gagal
Akhirnya aku mengambil buku tipis yang biasa aku pakai untuk menggambar
Ku buka lembar demi lembar, ada wajah rian yang beberapa hari lalu tak sengaja aku gambar
Aku tutup langsung buku itu, lenyap sudah minatku untuk menggambar
Aku masukkan kembali ke dalam tas
Kemudian aku berdiri, lebih baik aku cari erwan, mungkin saat ini ia lagi di kantin
Rian masih berdiri di tempat tadi
Ia sempat melirikku, namun aku langsung membuang muka
Cepat cepat aku berjalan sambil berusaha untuk tak melihatnya

Kantin ramai sekali, aku melihat ke sekeliling mencari dimana erwan duduk
Rupanya ia sedang di pojok dekat jendela, sedang makan semangkuk bakso
Aku hampiri dia
“wan Asik bener makan e”
Kataku sambil duduk di bangku depan erwan
“oi rio Hehehe biase lah pren Tumben nek ke kantin, biase e kau susah kalo diajak”
“tengah malas ni Di kelas bete”
“pesen lah makan e Sebentar agi bell bunyi Cepet lahku pacak bayar e”

Tawar erwan tanpa basa basi Sambil menyuap sesendok bakso
Aku berdiri lalu ke gerobak mang ali
“mang, bakso e semangkok Jangan telalu pedes ok!”
Aku berkata agak keras, karena beberapa orang murid sedang antri memesan, ribut sekali Saling berebutan mirip anak ayam kelaparan
“oke Tunggu ok bentar Agi ramai nih”

Mang ali mengacungkan jempol padaku, nampaknya ia begitu kewalahan
Mang ali sudah berjualan bakso di kantin ini sejak lama, jauh sebelum aku menginjakkan kaki di smp ini
Rumah mang ali tak terlalu jauh dari rumahku
Mang ali adalah bapaknya angga
Setiap aku beli bakso sama dia pasti di kasih lebih banyak bola dagingnya

Aku kembali duduk di depan erwan Nafasnya mendesah karena kepedasan
Keringatnya bersemburan di wajahnya yang berkulit cokelat bersih Bibirnya agak memble karena bengkak kena cabe
“gile pedes sambel e rio, tolong ku ambil air putih segelas”

Cepat cepat aku tuang segelas air lalu aku berikan pada erwan
Langsung diminum erwan sampai habis
“tambah lagi dak, kayak e kau tu kepedesan bener”

Tanyaku sambil mengangkat ceret plastik ke arah erwan
Erwan langsung mengulurkan gelas kosongnya ke arahku Langsung aku tuang ke gelas erwan sampai penuh
Seorang perempuan menghampiriku sambil mengantar semangkok bakso yang tadi aku pesan
“makasih ya mbak”

Kataku sambil menggeser mangkuk lebih dekat ke depanku
Aku menuang saus tomat banyak banyak, kemudian kecap manis dan sambal
Asap masih mengepul dari dalam mangkuk, tercium aroma kaldu daging membuat perutku jadi lapar, tak sabar untuk melahap habis bakso
“buruan makan e Sebentar lagi lah masuk”
Erwan memburuku agar cepat takutnya aku nggak sempat makan karena keburu bunyi bell
“masih panas ni Macam mana makan e Kelak lidah ku tebakar”
“sapa suruh ke kantin jam segini Lah tau istirahat hampir selesai baru ke kantin Padahal lah dari tadi ku ajak”

Gerutu erwan menahan senyum geli melihat aku yang makan terburu buru
Kemudian ia berdiri dan berjalan ke kasir membayar makanan kami
Aku membuka mulut karena kepanasan bercampur pedas, bola daging yang biasanya aku makan dengan segenap penjiwaan sekarang ini aku gigit cepat cepat lalu aku telan dengan terburu buru
Hingga aku tak bisa meresapi kelezatannya
Bertepatan dengan habisnya bakso dalam mangkuk, bell berbunyi
Cepat cepat aku minum, lalu menarik tissue untuk mengelap keringat yang bercucuran di keningku
“ayo ke kelas sekarang”

Ajak erwan sambil menarik tanganku
Kantin sudah sepi, aku bergegas mengikuti erwan kembali ke kelas
Kalau sampai terlambat dan guru yang keburu masuk bisa bisa kami kena tegur

Aku masuk ke kelas, kembali ke tempat duduk bersama erwan
Sekilas aku menoleh melihat ke bangku rian, ia sudah duduk di bangkunya
Tak melihat ke arahku, asik ngobrol dengan vendi
Sekilas aku merasa cemburu, entah cemburu karena apa
Mungkinkah aku cemburu karena keakraban mereka
Diam diam aku jadi iri pada vendi
=====================

Pulang sekolah aku bersama erwan berjalan kaki, sebenarnya erwan punya sopir yang selalu mengantar dan menjemput dia ke sekolah, tapi beberapa bulan ini ia selalu pulang jalan kaki
Cuma perginya aja yang diantar
Aku sempat nanya kenapa ia tak pulang sama sopir, ia cuma bilang mau jalan aja sekalian olahraga
Kami berdua berjalan di tepi jalan
“rio, kerumahku yuk Aku baru beli kaset sega baru”
Tawar erwan sambil mengimbangi langkahku yang panjang panjang
“nggak ah Malu sama mamamu!”
Aku menolak halus, aku pernah melihat rumah erwan, aku merasa jengah kalau ke rumah erwan Belum tentu orangtua nya suka erwan bergaul dengan anak dekil seperti aku
“nggak apa apa kok rio, mamaku nggak gigit kok, lagian aku sering kok cerita tentang kamu, sudah sering mama nyuruh ngajak kamu main kesini”

“ka nek kan main ke rumah ku?”
Tanya erwan meminta kepastian, melihat wajahnya yang sepertinya sangat berharap aku mau menerima undangannya, aku jadi tak tega Akhirnya aku menganggukan kepala
“oke lah, tapi ku nek pulang dulu, jangan sampai mak ku becari cari kek ku”
Jawabku masih sedikit ragu Erwan tersenyum lebar seperti kegirangan
“sip lah rio Kelak ku bise jemput ka di rumah Pokok e ka siap siap lah dulu Sekitar jam setengah tige ku jemput Oke pren!”
“oke pren Sekarang kite pulang dulu ke rumah masing masing Ku tunggu jam setengah tige, jangan sampai telambat ok!”
Aku menegaskan pada erwan Karena aku tidak suka menunggu nunggu seperti orang yang kebingungan
“oke ku janji Pasti paling lambat setengah tige datang”

Ujar erwan dengan yakin Kami meneruskan berjalan pulang ke rumah Setelah sampai di pertigaan kami berpisah, karena rumah erwan belok ke kanan sedangkan aku lurus ke depan
Erwan melambaikan tangan padaku, aku balas sambil terus berjalan

Sampai dirumah aku langsung berganti pakaian, sholat kemudian makan tak lupa aku memberi makan si merah, kucing kecil yang aku temukan dulu Sekarang anak kucing itu sudah agak gemuk dan terlihat sehat Karena aku selalu memberinya makan dengan teratur, dan juga aku selalu memandikannya
setelah itu aku mengayuh sepeda mengambil kue di toko toko
Selesai memberikan uang kue kepada emak, aku minta izin sama emak untuk bermain kerumah erwan
Emak cuma berpesan agar aku tidak macam macam dirumah erwan Aku harus tetap sopan agar orangtua erwan senang

Aku duduk diteras rumah, diatas bangku bambu menunggu erwan sambil membaca donal bebek
Komik berwarna yang sudah berkali kali aku baca tanpa bosan bosan karena ceritanya yang lucu sering membuat aku tertawa

Tepat jam setengah tiga sebuah mobil kijang berwarna hitam berhenti didepan pekarangan rumahku
Erwan turun dari mobil, kemudian menghampiriku
“ayo rio Kite pergi sekarang ok”
“iya lah Emang e besok Ku lah nunggu hampir setengah jam Sebentar dulu ku bilang kek mak ku Ka tunggu ok”
Jawabku sambil masuk kedalam rumah menemui emak yang lagi membuat kue didapur
“mak ku lah di jemput erwan Ku pergi ke rumah erwan dulu mak”
“iya rio Ati ati dijalan ok Jangan pulang terlalu malam”
“oke mak Rio pergi dulu”
Emak cuma mengangguk sambil tersenyum Sambil berlari lari kecil aku hampiri erwan Kemudian ikut dia naik ke mobilnya Sopir membawa kami kerumahnya erwan
Sampai dirumahnya, sopir memarkir mobil didalam garasi, aku dan erwan turun Kemudian berjalan ke depan teras ruang tamu rumahnya
“ayo masuk pren Dak usah malu malu Biase biase bae lah Mamaku lagi tidur siang”

Ajak erwan sambil melepaskan sandal jepitnya di teras Aku mengikuti erwan masuk
Ruang tamu erwan lumayan besar, ada dua set kursi tamu berukuran besar seperti yang sering aku lihat di sinetron sinetron
Lantai rumahnya begitu mengkilat bagaikan piring makan yang ada didapur rumahku
Begitu bersih, aku pikir walaupun erwan menuang nasi dan makan langsung dilantai rumahnya, nggak bakalan sakit perut saking bersihnya
“langsung ke kamarku bae yuk”
“emang e kamar ka yang sebelah mane?”

Tanyaku sambil melihat ke sekeliling rumahnya
Gila bagus sekali isi yang ada didalam rumahnya
Lemari lemari besar dari kaca yang penuh dengan porselen dan guci keramik
Vas bunga dari kaca warna warni ada di atas tiap tiap meja yang ada dirumahnya
Sebuah aquarium berukuran besar di sudut ruang tengahnya berisi ikan arwana berwarna merah terang sebesar ikan tenggiri berenang renang dengan angkuh didalamnya
Pesawat televisi 42 inchi dan speaker speaker berderet di bufet pada ruang tengahnya
Aku jadi ingat dengan televisi dirumahku yang masih hitam putih
Tak ku sangka erwan yang disekolah penuh dengan kesederhanaan itu ternyata bagaikan seorang pangeran dirumahnya sendiri
Berjalan pun rasanya aku ragu karena selalu memikirkan telapak kakiku apakah ada tanah atau tidak Aku tak mau kalau sampai aku meninggalkan cap kakiku diatas lantai keramik putih bersih ini
Erwan berhenti didepan sebuah kamar yang berpintu lebar dan tinggi Langit langit rumah erwan begitu tinggi, bahkan lebih tinggi dari langit langit kelas yang ada disekolahku
“ayo masuk rio Dak usah ragu Biase biase bae lah Anggap kamar ka sendiri”

Kata erwan sambil menyibak gorden kamarnya yang berwarna putih Aku mengikuti erwan masuk ke dalam kamarnya
Mataku langsung terbelalak begitu melihat isi di dalam kamar erwan
Sebuah tempat tidur dengan seprei dan bedcover gambar mobil balap warna biru tua Busa per yang empuk dan tebal, miniatur mobil mobil dalam berbagai bentuk dan warna berjejer di rak tempel yang ada di dinding kamarnya Jumlahnya aku taksir mungkin lebih dari limapuluh buah
Pesawat televisi dan video player serta sega melengkapi isi kamarnya
Bahkan ada ac nya
Belum pernah aku melihat dengan mata kepala sendiri sebelumnya kamar semewah ini
Aku menginjak karpet bulu tebal motif kulit macan loreng yang menutupi seluruh permukaan lantai rumahnya
Susah payah aku menahan agar mulutku tak menganga melihat semua ini
Aku hanya bisa menelan ludah Begitu kontras dengan keadaan rumahku
Selama ini aku cuma melihat bagian depan saja rumah erwan
Walaupun hampir setiap pagi ia membeli kue dariku, namun aku cuma duduk di terasnya saja
+++
“duduk rio, santai aja ya Kalau mau nonton nyalain aja tipinyaaku mau bikin minum dulu bentar!”

Kata erwan mempersilahkan aku, ia memberikan dua buah remote padaku, kemudian erwan keluar dari kamar
Sepeninggal erwan aku jadi bingung, remote tipi ini untuk nyalainnya yang mana, terus yang satu ini remote apaan
Karena takut salah, aku nggak berani menyalakan tipi Aku cuma duduk duduk saja sambil menunggu erwan kembali Sambil memandangi seluruh isi kamar erwan yang lengkap
Pasti dari kecil erwan sudah mendapatkan fasilitas yang lengkap, tempat tidurnya berukuran sedang, cukup untuk satu orang Sepreinya rapi sekali, bedcover membuatnya terlihat makin apik Di sisi kepala tempat tidur ada lemari kecil yang ada lacinya sekaligus berfungsi sebagai meja untuk menaruh lampu tidur serta jam beker Meja belajarnya berbentuk seperti lemari kecil, lengkap dengan rak buku, laci dan lampu belajar
Ada satu set komputer disamping meja belajar itu Aku bahkan belum pernah yang namanya menyentuh komputer
Andai punya kamar seperti ini, bisa betah aku seharian didalam kamar, ada saja kegiatan yang bisa aku lakukan, dari menonton, maen games, hingga maen komputer Alangkah beruntungnya erwan
Sekitar sepuluh menit aku menunggu, erwan kembali masuk kamar dengan membawa baki berisi ceret beling dan dua gelas panjang berisi sirup jeruk
“kok nggak dinyalain tipinya?”
Tanya erwan sambil meletakkan baki ke atas laci disamping tempat tidur
“hehe Aku nggak tau cara nyalainnya”

Sesaat erwan tertegun menatapku, seolah tak percaya apa yang barusan aku katakan, tapi ia cepat mengatasi rasa kagetnya Diambilnya remote yang tadi aku taruh diatas tempat tidur, lalu ia memencet tombol pada remote itu Televisi berwarna ukuran 29 inchi yang ada di depanku langsung menampilkan layar berwarna biru muda
Erwan mengambil lagi satu remote diatas tempat tidur lalu mengarahkan ke televisi dan memencet tombol pada remote, layar biru langsung berganti dengan tayangan berita dari televisi swasta
Erwan memindahkan chanel hingga gambar pada televisi berganti ganti, banyak sekali siaran televisinya mungkin ada puluhan Erwan berhenti setelah ditipi menampilkan film kartun
Wah Film donal bebek Kebetulan sekali, dengan antusias aku mendekat ke tipi, lalu duduk diatas karpet
“kamu kan suka baca donal bebek, nih filmnya Tiap sore jam tiga pasti ada di tipi kok”

Jelas erwan sambil duduk disampingku
Aku terpaku menatap layar, menonton adegan yang lucu membuat aku tak bisa menahan tertawa Erwan ikut tertawa terpingkal pingkal menyaksikan adegan adegan lucu di film itu
Saat film terpotong iklan, erwan berdiri lalu mengambil sirup jeruk yang ada diatas laci, memindahkan ke atas karpet
“minum dulu rio Tertawa terus dari tadi, bikin mulut kering”
Aku mengambil mengangkat gelas panjang itu lalu meminum sirup jeruk Ahh Segarnya Rasa asam manis dan dingin membuat hausku langsung sirna
“kita maen games yuk Aku baru beli kaset sega yang baru loh”
Ajak erwan sambil berdiri setelah kartun donal bebek selesai Erwan membuka kaca dibawah televisi, menancapkan kaset sega ke playernya

“aku nggak bisa maen sega
Kamu ajari aku ya”
“gampang kok maennya Nih ambil stik ini”

Ujar erwan sambil memberikan sebuah joystik padaku Langsung aku ambil
Di layar sudah keluar gambar games saint seiya Walhasil selama hampir satu jam aku dan erwan main games itu Erwan mengajariku dengan sabar hingga aku benar benar bisa memainkan games itu dengan lancar
Satu jam lebih kami main games, aku tentu saja kalah karena erwan lebih gesit
“ke dapur yuk Perutku lapar nih Kamu pasti lapar juga kan?”
Ajak Erwan sembari mematikan televisi dan sega Aku menggelengkan kepala menolak ajakan erwan Meskipun lapar, aku malu makan disini, karena aku baru sekali main kesini Lagian emak juga menganjurkan agar aku makan dirumah
“makasih er Aku masih kenyang, makanlah dulu kalau kamu lapar, nggak apa apa kok aku bisa nunggu dikamar”

Jawabku pura pura membusungkan perut biar kelihatan kalau aku tak lapar
Erwan nampaknya sedikit kecewa aku menolak tawarannya
“kalau gitu aku juga nanti aja makannya Aku juga belum terlalu lapar amat kok!”
“loh tadi kamu bilang udah lapar Makan aja lah Ngapain ditunda tunda”
“habis kamu nggak mau temani aku Jadi males!”
Erwan cemberut, wajahnya jadi lucu kalau seperti itu Aku tertawa sambil memukul pelan pahanya yang terbuka karena ia memakai celana pendek
“iya dehaku temani aja ya Aku nggak usah makan”
“oke Yuk kedapur sekarang”

Erwan melompat dari tempat tidur, lalu menarik tanganku setengah berlari keluar dari dalam kamarnya
Diruang tengah rumahnya, aku berpapasan dengan mama erwan
Ia sedang mengupas buah apel sambil duduk didepan televisi
Saat melihat aku mamanya erwan langsung tersenyum
“ini ya temanmu yang kamu ceritakan itu?”
Mamanya bertanya pada erwan sementara tangannya masih terus mengupas buah apel, sambil memotong motongnya seukuran dadu kedalam piring
“iya ma Namanya rio, dia sebangku denganku dikelas”
Aku menghampiri mama erwan lalu menyalaminya sambil mencium tangannya Emak selalu mengajarkan aku untuk mencium tangan orang yang lebih tua kalau bersalaman
“eh rio, udah makan belum? Erwan ajak rio makan sana Mama tadi masak perkedel daging, sama goreng sosis loh”
Mama erwan menawariku makan, ternyata mama erwan memang ramah seperti yang erwan bilang
++++
“makasih tante Tapi rio udah makan tadi dirumah”
Lagi lagi aku menolak, aku benar benar merasa malu kalau makan disini, aku takut sekali kalau aku malah akan mengotori rumah mereka, pasti disini itu makannya teratur seperti yang ada di film film Aku takut tak bisa memegang garpu dengan benar Karena dirumah aku sudah terbiasa makan cuma dengan tangan tanpa sendok
“makan sedikit aja rio Nggak usah malu malu Ntar nyesel loh nggak nyicipin sosis goreng buatan tante Udah sana langsung aja kedapur bareng erwan”
Paksa mama erwan seakan akan beliau bisa membaca apa yang ada dalam pikiranku
“yuk rio, kita ke dapur langsung Ntar keburu sore, nggak jadi lagi makannya disini!”
Erwan menyeret aku agar mengikutinya, sepertinya ia sudah tak sabar lagi menghadapi tingkahku yang sok malu malu kucing Dalam hati aku penasaran juga, bagaimana sih rasanya sosis itu, kalau aku lihat gambarnya didalam majalah, kayaknya enak banget deh Hehehe akhirnya kesampaian juga makan sosis

Dapur rumah erwan tak kalah bagusnya dengan ruangan yang lain didalam rumah ini
Tertata begitu apik Meja makan yang berbentuk oval, terbuat dari kaca tebal dikelilingi enam buah kursi makan berlapis busa dengan kain berwarna putih, sesuai dengan lampu kaca yang menjuntai dari langit langit rumahnya berbentuk anggur tepat diatas meja makan
Kulkas yang besar sekali berwarna putih disudut ruangan Semua serba putih, termasuk cat tembok dapur itu
“hei! Jangan bengong aja dong, ayo duduk Ntar mulutnya kemasukan lalat tuh”

Erwan mengagetkanku Agak tersipu aku duduk dikursi makan empuk ini
Lauk dan nasi udah ada dimeja semua, dalam wadah porselen bertutup kaca waaahhh Banyak sekali lauk nya Ada bermacam macam Sepertinya enak enak semua, susah payah aku menahan agar air liurku tak mengalir Aroma yang tercium olehku begitu enak
“tunggu bentar ya, aku ngambil piring dulu”

Erwan pergi ke sebuah ruangan yang lebih kecil, ia membuka laci dibawah tungku kompor gas, rupanya ada rak piring dalam laci itu, gila Aku baru tahu kalau piring makan itu bisa disusun dalam laci seperti itu, keren juga Membuat dapur lebih rapi
Erwan kembali dengan membawa dua buah piring bersih Ia memberikan satu padaku
“tuh nasinya ada dalam rice cooker itu”

Erwan menunjuk ke arah belakangku, aku menoleh, ternyata rice cooker nya ada dibelakangku tepat diatas meja samping kulkas Aku mengambil nasi sedikit, malu lah kalau keliatan kayak orang kelaparan
Erwan mengambil nasi setelah aku selesai, kemudian kami duduk dikursi makan
Erwan membuka tutup kaca satu persatu kemudian menyuruhku mengambil lauk yang aku suka
“banyak banyak ya rio Pokoknya makan itu yang bener jangan takut takut Nanti kamu nggak kenyang Kalau di rumahku jangan takut kelaparan hehehe mamaku selalu menyediakan makanan yang banyak kok Teman teman kakakku juga sering kok makan dirumahku”

Jelas erwan sambil mengambil sepotong besar sosis yang gemuk Dilumuri bumbu yang membuat aku menelan ludah
Aku mengambil daging rendang, lalu sayur dan terakhir aku mengambil sepotong sosis
Sedangkan erwan aku lihat piringnya sudah penuh dengan lauk, nasinya cuma sedikit saja, tetapi lauknya mengelilingi nasi itu
Kalau itu sih kelihatan seperti nasinya itu yang jadi lauknya
Kalau dirumahku, nasinya satu piring tapi lauknya bisa disembunyikan dalam nasi
Aku senyum senyum sendiri membandingkan hal itu
Aku membayangkan andai emak punya banyak uang pasti juga seperti mama erwan
Buktinya walaupun uang kami tak banyak tapi emakku selalu berusaha untuk masak enak untuk kami
Saat makan sosis ini aku jadi ingat emak, ingin rasanya aku masukkan dalam kantong bajuku agar aku bisa membawa pulang, lalu aku makan bersama emak Memikirkan hal ini tiba tiba sosis yang aku makan terasa hambar
Aku tak bisa makan enak enak sementara emak dirumah makan seadanya
Padahal tiap emak ke kondangan pasti selalu ingat untuk membawakan aku kue kalau ia pulang
Emak tak pernah lupa padaku
Aku menghentikan menggigit sosis yang ada di tanganku
Nafsu makanku telah hilang
“kenapa rio, sosisnya nggak enak ya?”
Tanya erwan dengan heran melihatku berhenti makan
“iya wan Aku jadi ingat emak ku dirumah Wan Boleh nggak sosis ini aku bawa pulang saja?”

Aku bertanya sambil menatap sosis yang ada di piringku
Erwan terdiam sejenak memandangku Kemudian ia tersenyum lebar
“makan aja dulu yang itu sampai habis, nanti aku suruh mbok yati bungkus yang masih baru untuk kamu bawa pulang Masa sih kamu mau bawa sosis bekas kamu gigit untuk emakmu”

Kata erwan agak geli melihatku
Aku tahu erwan pasti heran denganku
“nanti mamamu marah wan!”
“nggak mungkin lah mama marah Lagian sosis ini banyak kok Kadang kalau nggak habis pasti dibawa pulang sama mbok yati”
“makasih ya wan kamu baik banget”
Kataku dengan terharu, senang sekali punya teman seperti erwan
“iya Sekarang kamu makan lah sampai habis, ambil lagi lauknya yang banyak, pokoknya nggak usah malu malu lah kalau disini, papaku nggak bakalan bangkrut cuma gara gara sosis kok Hehehe”

Aku kembali melanjutkan makan, hingga habis semua isi dalam piringku Perutku betul betul kenyang
Selesai makan erwan menaruh piring ke tempat cuci piring, aku membantu menutup kembali mangkok porselen berisi lauk lauk dengan tutup kaca itu
Erwan memanggil pembantunya kemudian menyuruh membungkus beberapa sosis untuk aku bawa pulang nanti
++++

“kekamar lagi yuk!”
ajak erwan setelah selesai membereskan peralatan makan kami tadi, aku mengangguk lalu mengikutinya berjalan kembali kekamar
Di ruang tengah, mama erwan sedang menyusun bunga dalam vas beling, ia tersenyum saat melihat aku

“udah makannya rio, nah gitu dong, nggak perlu malu disini”
mama erwan menghentikan menyelesaikan menata bunga

“udah tante, makasih banyak ya sosis gorengnya benar benar lezat”
jawabku agak malu, erwan mengangguk padaku

“papa kapan pulang ma, katanya hari ini udah dirumah tapi kok sampai sekarang belum ada?”
erwan bertanya pada mamanya
“cuaca di jakarta agak buruk, jadi pesawat nya delay, tadi papamu telpon, ia bilang mungkin agak malam baru nyampe”
“oh gitu ya ma Pantas aja belum nyampe”
Aku diam mendengarkan pembicaraan mereka, erwan menoleh padaku kemudian mengajak aku ke kamarnya

“aku ke kamar erwan dulu ya tante”
kataku pada mama erwan, namun beliau menahan aku
“duduk dulu disini, tante mau ngobrol sebentar, nggak apa apa kan?”

Aku terdiam, loh kenapa mama erwan mengajak ngobrol, memangnya apa yang mau ia bicarakan, tapi aku menganggukan kepala demi kesopanan
Aku duduk dikursi dekat mama erwan Menunggu mama erwan memulai pembicaraan, karena aku bukan anak yang supel, aku betul betul malu

“kata erwan kamu pintar ya?”
mama erwan membuka pembicaraan

“biasa aja kok tante Nggak pintar pintar amat”
aku terkejut juga karena mama erwan mengatakan ini

“semenjak berteman denganmu, prestasi erwan di sekolah menjadi lumayan, menurut erwan karena ada kamu yang selalu membantunya kalau ada pelajaran yang agak sulit untuk ia mengerti”
mama erwan tersenyum ramah padaku Aku jadi serba salah, sebenarnya aku senang juga karena erwan memujiku didepan mamanya

“erwan bisa aja, ia terlalu memuji, wajar aja lah tan sesama teman itu kan wajib saling membantu, apalagi erwan teman sebangku”
aku mencoba merendah
“masih berjualan sebelum sekolah ya?”
“masih tante Membantu emak lah, kasihan kalau emak yang harus keliling”
“bagus, tante salut padamu, walaupun kamu berjualan tapi tak mengganggu prestasimu di sekolah”

“emak selalu mengingatkan aku untuk selalu belajar, kata beliau kalau aku ingin merubah nasib, perlu kerja keras dan harus pintar!”
aku menjawab dengan mantap, petuah dari emak selalu aku ingat dan tanamkan dalam hati, bagiku emak adalah kebanggaanku Walaupun emak bukan perempuan kantoran yang selalu berpenampilan rapi, namun bagiku emak tak kalah dengan mereka, perjuangan emak membesarkan kami dengan tiap tiap tetes keringat kesedihan dan kelelahan karena harus berjuang sendirian, lebih mulia dari perjuangan mencari uang sampai melalaikan rumah tangga Uang memang penting tapi bukanlah segala galanya

“rio ini ma selalu mendapat peringkat tiga besar, beruntung loh erwan berteman dengan rio!”
puji erwan membuat aku malu

“eh mama hampir lupa, erwan tolong ambil bungkusan diatas meja rias mama”
perintah mama erwan pada erwan

“iya ma, sebentar”
erwan berdiri lalu berjalan menuju ke kamar mamanya
Aku duduk menunggu erwan sambil terus mengobrol dengan mamanya
“dirumah kamu berapa bersaudara rio?”

“tiga tante, aku anak bungsu, kedua kakakku perempuan masih sekolah di smu, papa sudah meninggal sejak aku masih kecil”
aku menjelaskan, mama erwan mengangguk angguk
Erwan kembali dari kamar mamanya sambil membawa kotak yang terbungkus plastik besar sekali Lalu memberikan pada mamanya

“ini ma!”
mama erwan mengambil bungkusan yang diberikan erwan, lalu memberikan kepadaku

“ini untuk kamu rio”
ujar mama erwan membuat aku terhenyak kaget Benar benar tak aku sangka, apa yang di berikan mama erwan Aku agak ragu memandang mama erwan, kemudian aku melihat erwan, ia cuma tersenyum lebar, sepertinya ia sudah tahu apa isi bungkusan itu

“ambil aja rio, nggak usah ragu Sebenarnya sudah dari kemarin kemarin mama menyuruh aku mengajakmu kesini untuk memberikan itu Tapi kamu selalu ada alasan menolak”
jelas erwan membuatku tambah bingung, namun aku ambil juga bungkusan itu sambil tak lupa mengucapkan terima kasih
“terimakasih banyak tante”
“sama sama rio, tante juga berterima kasih, kamu udah membantu erwan selama ini, semoga aja kamu suka, erwan sendiri loh yang milihin itu”

“buka aja dulu rio,
desak erwan seperti tak sabar menyuruhku melihat apa isi dalam bungkusan itu
Sedikit gemetaran aku buka plastik hitam ini, sebuah kotak sepatu, jantungku langsung berdebar debar
Aku keluarkan sepasang sepatu berwarna hitam yang bagus sekali, serasa tak percaya aku menyentuh kulit sepatu itu, halus sekali Tak pernah aku membayangkan mendapatkan sepatu sebagus ini
Dalam kotak sepatu itu masih ada dua pasang kaus kaki yang masih baru berwarna putih

“teterima kkasih Tante Erwan”
mulutku terbata bata mengucapkan terima kasih, aku betul betul terharu, betapa baiknya mereka Meskipun berkelebihan harta, namun mereka masih sempat berbagi
Erwan dan mamanya tersenyum melihat aku yang canggung

“tuh masih ada lagi kok rio Coba buka lagi”
perintah erwan sambil tertawa senang
Aku letakkan sepatu didalam kotak, lalu aku keluarkan kotak dari dalam plastik bungkusan, dibawahnya ada baju seragam sekolah dan celana yang baru Serta sebuah tas dan ikat pinggang yang masih tergulung Rapi
Semakin gemetaran tanganku memegangnya
Aku keluarkan seragam yang masih baru itu, lalu tas hitam dan ikat pinggang hitam dengan perasaan haru, betapa baik mereka
PEREMPUAN YANG MENCURIGAKAN

Aku betul betul tak tahu harus mengatakan apa lagi, semua ini benar benar tak aku sangka, mendapatkan seragam sekolah yang baru, tak sedikitpun terbayangkan akan secepat ini, aku memang sudah menabung agar bisa membeli sepatu dan baju, tapi jumlahnya masih terlalu jauh untuk cukup membelinya saat sekarang
Erwan memang sahabat yang baik, tak kukira ternyata mamanya juga baik, tak seperti orang kaya yang ada di film film selalu jahat
Aku masukan kembali tas, baju, celana dan ikat pinggang ke dalam plastik, kemudian aku jadikan satu dengan bungkusan kotak sepatu
Berkali kali aku mengucapkan terimakasih pada erwan dan mamanya
“tante cuma berharap, kamu lebih tekun lagi belajar, dan tak bosan bosan membantu erwan, karena tante percaya dengan kamu Semenjak akrab denganmu, erwan jadi bagus nilai nya di pelajaran “
Ujar mama erwan lembut sambil memegang bahuku
Aku menganggukan kepala perlahan, aku tak tahu harus ngomong apalagi
“silahkan kalau mau ke kamar lagi, tante juga mau mandi dulu Sering sering lah main kesini temani erwan, dirumah ia kesepian, kalian berdua bisa belajar bersama sama disini pokoknya tak usah sungkan sungkan Tante senang kalau erwan mendapatkan teman yang bisa mengarahkannya menjadi lebih baik “
Mama erwan menutup pembicaraan lalu berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya
Erwan mengajak aku kembali ke kamarnya, sekarang sudah jam setengah lima sore, aku tak bisa terlalu lama pulang, soalnya belum mandi Didalam kamar erwan, aku bertanya kenapa sampai mama erwan memberikan padaku alat alat itu, erwan menjelaskan kalau mamanya memang sering ikut program orang tua asuh, jadi sudah terbiasa membagi bagikan pada orang orang kurang mampu perlengkapan sekolah Tapi biasanya yang ia bantu adalah anak anak yang masih di sekolah dasar Erwan yang meminta pada mamanya untuk memberikan padaku baju sekolah ini Kembali aku mengucapkan terimakasih pada erwan Sampai jam lima aku bersama erwan mengobrol dikamarnya, kemudian aku pamit pulang, erwan menyuruh aku menunggu sebentar, ia keluar kamar dan kembali lagi tak lama kemudian sambil membawa bungkusan berisi sosis yang tadi ia suruh pembantunya membungkusnya untuk aku bawa pulang Lalu ia mengantarku keluar kamarnya, tak lupa aku pamitan juga pada mama erwan menyalaminya dan mencium tangannya Mama erwan menyuruh sopirnya mengantarku pulang, sebenarnya aku sudah menolak dan memilih untuk pulang berjalan kaki, tapi erwan dan mamanya tetap memaksa Akhirnya aku pulang dengan diantarkan oleh sopirnya keluarga erwan Sampai dirumah aku turun, kemudian mengucapkan terimakasih pada sopir erwan, sopirnya mengangguk sambil tersenyum kemudian pulang kembali kerumah erwan Aku masuk kerumah sambil mengucap salam Emak yang sedang duduk menjahit rok yuk yanti, menjawab salamku “apa itu nak ?” tanya emak saat melihat bungkusan yang aku bawa “ini mak, aku dikasih peralatan sekolah sama mama erwan ” jawabku sambil meletakkan bungkusan diatas meja Emak menatapku agak heran kemudian ia membuka bungkusan itu Mengeluarkan kotak sepatu dan baju baju yang aku bawa “wah banyak sekali nak Subhanallah, beruntungnya kamu Kok mereka sampai bisa memberikan kamu semua ini gimana ceritanya ?” tanya emak sedikit penasaran Kemudian aku menceritakan semua kepada emak Emak mendengarkan dengan penuh perhatian “kamu bilang terimakasih nggak sama mereka nak?” “tentu saja mak Nggak mungkinlah rio nggak berterimakasih ” “baik sekali ya mereka, semoga kebaikannya diberi pahala yang setimpal oleh allah ” gumam emak sambil memegang sepatu baruku itu “oh ya mak, rio juga bawa sosis goreng untuk emak, emak loh mak, tadi erwan kasih untuk aku bawa pulang ” aku memberikan bungkusan yang lebih kecil kepada emak “kamu udah mandi belum, mandi dulu sana Bawa perlengkapan sekolah mu ini ke kamarmu, nanti setelah itu kita makan sama sama !” ujar emak sambil mengambil bungkusan yang aku berikan “iya mak Rio memang belum mandi, rio mandi dulu ya mak ” kataku sambil memasukan peralatan sekolahku ke dalam kantong plastik lalu membawanya kekamar Setelah itu aku mengambil handuk, kemudian aku mandi Selesai mandi aku sholat magrib, setelah itu makan malam bersama emak, yuk yanti dan yuk tina Kami makan dengan lauk telur dadar, sayur asem serta sosis goreng “sering sering aja kamu main kerumah temanmu itu dek Biar kita sering makan sosis ” kata yuk yanti sambil bercanda “hus Nggak boleh begitu Kita tak boleh memanfaatkan kebaikan orang lain ” emak menasehati kami “tapi rio kan nggak minta, mereka yang ngasihnya Lagipula aku tahu kalau mereka itu orang kaya Kakaknya erwan kan sekolah di smu yang sama denganku, cuma dia udah kelas tiga ” kata yuk tina sambil menggigit sosisnya dengan lahap “emak tahu, tapi kita juga tak baik kalau bertujuan mengemis, rio kan berteman akrab dengan erwan, ia tak pernah meminta, tapi sebagai teman yang baik, erwan mengerti akan keadaan rio, dia membantunya, itu lah yang dinamakan sahabat sejati Rio juga harus bisa membalas kebaikan erwan Kalau erwan ada kesulitan dalam pelajaran mesti rio bantu juga ” jelas emak panjang lebar “iya mak, itu pasti kok Walaupun nggak dikasih semua ini, rio tetap akan membantu erwan kok mak ” jawabku sambil menuang sayur asem ke dalam piringku “besok kamu pake seragam baru pasti lebih ganteng ya dek ” ujar yuk yanti Aku tersenyum mendengar kata kata kakak sulungku itu +++ selesai makan, yuk yanti membereskan meja dibantu oleh yuk tina Aku kembali ke kamar, mengambil bungkusan berisi seragam sekolahku yang baru yang aku taruh diatas tempat tidur Aku buka plastik pembungkus baju, sebuah kemeja putih berbahan halus, dengan hati hati aku lepas kancingnya satu persatu, kemudian aku pakai Begitu pas ditubuhku, kemudian aku buka plastik pembungkus celana biru tua dari bahan dril yang bagus dan tebal Ku lepaskan celana hawaiku kemudian aku memakai celana sekolah baruku Bagus sekali, seperti celana yang dipesan di tukang jahit Pintar sekali erwan memilihnya Seragam sekolah ini membuat aku jadi terlihat tak lusuh lagi, rasanya tak sabar menunggu pagi datang Ke sekolah dengan seragam yang baru Kurang puas, aku pakai sepatu dan kaus kaki serta ikat pinggang pelengkapnya Aku pandangi penampilanku didepan cermin Terlihat bagai anak gedongan, ternyata baju bisa sangat membuat seseorang itu terlihat begitu beda Aku benar benar pangling seolah tak percaya bayangan yang ada didepanku itu aku Aku berputar putar didepan cermin, mematut diri “ceileee yang seragamnya baru Udah nggak sabar lagi makenya nih !!” terdengar suara yuk yanti di belakangku, aku menoleh dengan malu, seolah maling tertangkap basah, mukaku jadi memerah, entah sejak kapan emak, yuk yanti dan yuk tina melihatku bergaya didepan cermin seperti ini Kenapa aku bisa lupa menutup pintu Mereka menghampiriku, emak mengusap rambutku dengan sayang “gagah sekali kamu nak Baju itu pantas sekali kamu pakai ” kata emak dengan terharu “apa ayuk bilang, adek pasti ganteng pakai baju barunya Beneran dek, kalau pakai seragam itu, adek kelihatan seperti anak orang berada ” puji yuk yanti sambil tersenyum lebar “coba aku juga bisa pake baju kayak kamu rio Beruntung sekali kamu Bisa dikasih seragam selengkap itu ” tambah yuk tina sambil menatapku dari atas hingga ke bawah Aku jadi makin tersipu “eh sudah isya Emak mau sholat dulu Kalian juga jangan lupa sholat, jangan menunda nunda waktu sholat, nggak baik ” ujar emak saat mendengar azan berkumandang di masjid Yuk yanti dan yuk tina keluar dari kamarku bersama emak, aku mengganti kembali seragam ku dengan baju rumahan Saat keluar kamar, aku menabrak yuk yanti yang baru saja dan wudhu sedang berjalan tepat di depan pintu kamarku Ia terkejut “eh adek Jalan itu hati hati dong dek ” nasehatnya sedikit kesal karena aku tabrak tadi Aku buru buru minta maaf “maaf yuk nggak sengaja soalnya tadi aku nggak tau kalau ada ayuk ” “ya sudah lain kali hati hati ” Gerutu yuk yanti sambil kembali ke belakang Aku mengikutinya, ternyata yuk yanti kembali ke kamar mandi dan mengambil wudhu lagi, aku jadi bingung, aku kan adiknya, kenapa yuk yanti ngambil wudhu lagi Dalam keluarga itu, saudara laki laki tak membatalkan wudhu, demikian juga saudara perempuan tak membatalkan wudhu saudara laki lakinya Itu dinamakan muhrim Aku cuma diam saja berdiri disamping pintu kamar mandi menunggu yuk tina selesai Yuk tina keluar dari kamar mandi, aku tak bertanya kenapa dia mengambil wudhu lagi Apakah yuk tina tidak tahu tentang hukum muhrim itu Aku masuk ke kamar mandi mengambil wudhu dengan hati yang masih bertanya tanya Selesai sholat, aku ke dapur bergabung dengan emak, dan kedua kakak perempuanku Aku membantu mereka membungkus ketan dengan daun pisang Emak menaruh abon ikan ke dalam ketan, sedang yuk tina dan yuk yanti membungkusnya Aku membantu menusukan lidi ke ujung ujungnya agar daun pisangnya nggak terbuka “kamu nggak ada PR rio Kalau ada mendingan kamu kerjakan dulu ” emak bertanya sambil menyusun ketan yang sudah selesai di bungkus ke dalam kukusan “nggak mak Nggak ada Habis ini aja aku belajar ” “dek, kaus kaki adek kan ada dua Untuk ayuk ya satu ” kata yuk tina sambil tersenyum manis padaku Dasar ayuk ku satu ini, kalau ada maunya aja pasti senyum senyum gitu Tapi nggak apa lah Aku kasih kaus kakiku satu untuk yuk tina, soalnya kalau nggak aku kasih, pasti emak yang akan kena imbasnya, yuk tina pasti akan meminta beli sama emak “boleh yuk Tapi yang agak panjang aja ya ” “makasih ya Adek ku ini memang adek paling baik diseluruh dunia ” yuk tina memeluk aku erat erat karena kesenangan “eh ayuk Udah dong yuk Norak ah ” aku gelagapan karena jengah, jarang jarang yuk tina memeluk aku seperti ini, kami berdua memang lebih sering berantem, yuk tina yang keras kepala sering marah marah kalau perhatian emak kepadaku agak lebih Aku senang bisa membuat yuk tina gembira “kamu ini tin, Selalu aja nggak mau ngalah sama adek ” tegur emak menggeleng gelengkan kepala melihat yuk tina “ih emak cerewet amat sih, rio aja nggak kenapa napa aku pinta kaus kakinya, lagian sesama saudara itu kan harus saling membantu Tul nggak dek ?” canda yuk tina sambil mengedip mata padaku “iya Mak gak apa apa mak Lagian rio kan masih punya kaus kaki baru mak, kalau mau ganti kan masih ada yang lama ” “kalau memang begitu ya terserah kamu nak, yang penting kalian akur itu yang bikin emak bahagia ” tambah emak sambil tersenyum pada kami Aku berdiri karena telah selesai Yuk yanti membawa wadah kue ke atas meja Baru saja aku mau ke kamar, tiba tiba pintu depan ada yang mengetuk, terdengar suara seorang perempuan memberi salam Emak membuka pintu, seorang perempuan sebaya emak berdiri didepan pintu tersenyum lebar, tiba tiba wajah emak langsung berubah pucat pasi +++ “mega !” desis emak seolah olah sedang melihat hantu ” “apa kabar yuk leni Maaf ganggu malam malam !” sapa ibu itu dengan tenang, entah kenapa aku seperti kurang suka melihatnya Dari dandanannya yang agak menor bagai baru pulang main lenong “ma m masuk ke dalam dik Sama s siapa kesini ?” “sendirian yuk Suami aku lagi sibuk ” jawab ibu itu sambil melangkah masuk kedalam rumah, emak minggir sedikit memberi ruang pada ibu itu untuk masuk “silahkan duduk dik Mega maaf rumah ini berantakan Belum sempat beres beres ” masih dengan suara yang terbata bata emak mempersilahkan ibu itu duduk “maaf ya datang tanpa memberi kabar Soalnya aku benar benar tidak bisa menahan lagi ” ujar ibu itu sambil duduk dikursi tamu Matanya mengitari isi ruangan tamu rumah kami yang standard Aku mengintip dari balik tirai kamarku dengan penasaran, kenapa emak sepertinya kurang suka melihat ibu itu “maaf aku tinggal ke dalam sebentar ya dik ” kata emak, ibu itu menganggukan kepalanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang yang sudah tak sabar untuk mengutarakan sesuatu Emak berjalan ke dapur, sekilas emak memandangku yang sedang mengintip, lalu emak menemui yuk tina Entah apa yang mereka bicarakan, tapi setelah itu yuk tina masuk ke kamarku “dek Temani ayuk sebentar, kita kerumah teman ayuk, mau pinjam buku pelajaran untuk bikin PR Ayuk takut sendirian malam malam gini ” ajak yuk tina, aku menatap yuk tina dengan heran, aneh sekali, kenapa tiba tiba yuk tina minta di temani kerumah temannya, padahal biasanya ia paling malas kalau harus berjalan bersama sama denganku “ayuk aja pergi sendiri Aku lagi malas keluar nih ,” aku menolak, karena aku mau tau apa maksud ibu yang asing itu datang kemari hingga membuat emak jadi ketakutan begitu “nggak usah banyak alasan Ayo temani ayuk !” paksa yuk tina sambil menyeret tanganku keluar dari kamar Terpaksa aku mengikutinya walaupun agak sebal Aku keluar dari kamar sambil memandangi ibu itu, saat melihatku ia berdiri dan agak tercengang Yuk tina mempercepat langkahnya sambil terus menyeret tanganku membuat aku nyaris menabrak meja pendek disamping pintu menuju ke dapur “yuk Katanya mau ketempat teman Kok lewat dapur sih ” protesku kesal, yuk tina bertingkah aneh seperti ini Di dapur aku melihat emak sedang berbisik dengan yuk yanti yang sedang mencelup teh kedalam cangkir Mereka berdua langsung diam waktu melihatku Ini membuat aku jadi semakin curiga Pasti ada apa apanya Yuk tina menarik tanganku lewat pintu dapur, kemudian keluar rumah Setelah di jalan baru ia melepaskan pegangannya “kenapa sih yuk Kayak orang gila Siapa ibu itu yuk ?” aku bertanya sambil mengikuti yuk tina yang berjalan seperti orang mau mengambil gaji “teman lama emak dek Ayuk juga nggak tau Tadi emak yang bilang Ayo buruan ntar teman ayuk keburu tidur ” jawab yuk tina Kami berjalan melewati jalan gelap yang banyak ditumbuhi pepohonan, tak jauh dari situ ada pekuburan Karena sudah sering lewat disini aku dan yuk tina sudah terbiasa Walaupun gelap kami sudah hapal dengan jalan Rumah teman yuk tina sudah terlihat, pintunya masih terbuka Aku dan yuk tina berjalan mendekat kemudian yuk tina mengetuk pintu sambil mengucap salam Rini teman yuk tina sedang duduk diatas lantai, sepertinya sedang membuat pekerjaan rumah, buku buku berserakan dilantai, rini menoleh melihat kami, kemudian ia berdiri menyuruh kami masuk Aku dan yuk tina masuk ke dalam rumah rini “ada apa tin, tumben malam malam kesini ?” tanya rini kembali duduk di lantai Yuk tina berjongkok disamping rini “pinjam buku akutansi dong, aku lupa soal soal yang harus dikumpulkan besok, catatanku tertinggal di mejaku ” kata yuk tina Rini meletakkan penanya diatas buku tulis “loh Bukannya udah kamu masukkan ke dalam tas, aku lihat sendiri ” jawab rini dengan heran “kamu itu salah lihat Yang aku masukkan itu buku lain Ayo lah rin, pinjam dong bukunya Mampus aku kalo sampai lupa ngumpulnya besok ” kilah yuk tina ngotot “tunggu sebentar aku ambilin dulu bukunya di kamar Kamu itu ceroboh banget tin Buku sampe ketinggalan di sekolah ” gerutu rini sambil berdiri lalu berjalan masuk ke kamarnya Yuk tina menoleh melihatku, aku cemberut Yuk tina langsung melengos pura pura membalik balik buku pelajaran punya rini Aku duduk di kursi tamu, tak lama rini keluar dari kamarnya sambil memegang sebuah buku yang berukuran agak besar dan tebal “ini tin, jangan sampai lupa ya dibawa ke sekolah besok ” rini memberikan buku itu pada yuk tina Aku berdiri menunggu yuk tina, aku tak sabar ingin pulang, soalnya aku mau tau siapa sebenarnya ibu yang datang kerumah kami itu “tugas kita itu di halaman berapa rin, aku lupa ” yuk tina bertanya dengan santai sambil membalik balik buku akuntansi itu “halaman 37 bab 12, menghitung hari buku Ada soal yang diakhir bab itu, semuanya ada 15 soal ” jawab rini sambil terus menulis Entah kenapa aku merasa yuk tina sengaja mengulur ulur waktu agar bisa lebih lama disini Aku duduk lagi dengan sebal Memandangi mereka yang asik membahas soal soal Hingga jam setengah sepuluh baru yuk tina pamit untuk pulang “makasih ya rin, aku tadi sempat kebingungan dirumah Untung kamu ada buku ini Aku pinjam dulu ya Makasih ya rin, kami pulang dulu ” kata yuk tina sambil berdiri Rini mengantar kami hingga ke pintu +++ “adek tunggu dong !” jerit yuk tina saat kami melewati pekuburan yang gelap dan banyak pohon besar Cahaya bulan sabit yang redup membuat suasana terasa sunyi “buruan jalannnya Jangan kayak pengantin !” gerutuku sedikit kesal, aku ingin cepat cepat sampai dirumah, aku masih penasaran kenapa sepertinya emak bertingkah agak aneh tadi Yuk tina mempercepat jalannya menyusulku Dingin sekali udara malam ini, sepertinya akan turun hujan, karena aku lihat langit ditutupi awan, mana angin bertiup agak kencang Keheningan malam ini cuma terisi suara nyanyian kodok serta gemerisik langkah kakiku dan yuk tina Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai dirumah, emak dan yuk yanti sedang duduk didepan teras Sepertinya mereka sedang menunggu kami “emak kok diluar sih Kan banyak angin mak Nanti masuk angin ” ujarku sambil menghampiri emak mengajaknya masuk ke dalam rumah “emak baru aja mau menyusul kamu dan tina, kok lama sekali sih ” “itu yuk tina tuh Sibuk ngobrol sama temannya Gak tau temannya lagi sibuk belajar ” aduku dengan sebal pada emak Yuk tina melotot melihatku, aku pura pura tak melihatnya Biarin aja ia mau melotot sampai keluar kedua biji matanya Kami masuk ke dalam rumah, yuk yanti mengunci pintu setelah kami semua berada di dalam aku duduk dikursi ruang tamu, kursi yang sudah ada sebelum yuk yanti lahir Busanya sudah memadat dan kainnya pun sudah kusam “siapa ibu ibu tadi itu mak ?” aku bertanya cepat cepat karena kulihat emak mau masuk ke dalam kamarnya Emak yang sedang berjalan langsung berhenti kemudian menoleh padaku “bukan siapa siapa rio, cuma teman lama emak waktu masih sekolah dulu Kenapa memangnya nak ? Jawab emak agak heran, namun aku bisa melihat kalau emak agak gugup dan suaranya terdengar sedikit bergetar “nggak apa apa mak Cuma nanya aja Soalnya rio lihat emak kayak nggak suka sama ibu itu ” aku mengatakan apa yang aku pikirkan Emak tersenyum dengan sabar, lalu menghampiriku dan duduk disampingku “rio Emak tak pernah membenci atau tak menyukai orang lain tanpa sebab Mungkin itu cuma perasaanmu saja nak Perempuan itu memang benar benar teman lama emak yang sudah lama tidak bertemu, datang dengan wajar sebagai teman yang kangen sudah lama tak bertemu ” emak menjelaskan dengan sabar, sebenarnya aku belum puas dengan jawaban emak, tapi aku tak mau membuat emak jadi sedih, aku tahu ada yang emak sembunyikan Tapi aku tak boleh memaksa, biarlah nanti waktu yang akan menjelaskan apa yang jadi pertanyaan dalam hatiku “sudah larut nak Tidur sana Besok sekolah Kamu mau pakai baju baru kan ” aku melihat ke jam dinding, sudah hampir jam sebelas Aku mengangguk angguk dan berdiri, kemudian ke kamar mandi, cuci muka dan gosok gigi Setelah itu aku kekamar dan tidur Sambil berbaring aku merenungkan kembali kejadian tadi, perempuan itu datang dengan memasang wajah angkuh, aku tak suka melihatnya, tapi aku seperti merasa telah mengenalnya Entah kenapa aku seakan akan tak bisa melupakan wajah perempuan itu Apakah emak punya hutang yang belum bisa dibayar, hutang lama pada perempuan itu Kalau memang benar begitu, kasihan emak, pasti begitu kebingungan sekarang, aku tahu emak tak punya uang banyak apalagi tabungan Aku juga tak tau harus membantu bagaimana
Pulang jualan, setelah memberi makan kucingku dengan nasi putih yang diaduk rata campur ikan goreng, aku cuci tangan, lalu mengganti baju sekolah Rasanya semangat sekali hari ini, baju baru, sepatu dan tas baru Dengan percaya diri aku keluar dari kamar, emak tersenyum melihatku “gagah sekali kamu nak ?” ujar emak dengan senang Hatiku jadi berbunga bunga “ah emak bisa aja Rio berangkat dulu ya mak Assalamualaikum ” aku mencium tangan emak, kemudian keluar rumah, baru saja aku menginjakan kaki ditanah, mobil yang biasa membawa erwan berhenti tepat didepan pekarangan rumahku Emak menoleh sedikit heran melihatku “itu mobil erwan teman sekelasku mak !” aku menjelaskan pada emak Emak mengangguk angguk Pintu mobil terbuka, Erwan turun dan menghampiriku Ia tersenyum padaku dan emak “assalamualaikum pagi bu Pagi rio ” ia menyapa aku dan emak “waalaikumsalam pagi juga nak ” emak menjawab salam erwan “tumben mampir kesini Ada apa wan?” tanyaku sedikit heran “nggak, aku tadi baru mau berangkat, tiba tiba ingat kamu, jadi aku minta pak amat lewat sini Sekalian sama aku aja ya ke sekolah ” tawar erwan padaku “wah Kirain kamu udah disekolah makasih ya udah mau jemput aku ” “santai aja, lagian rumah kita kan tak terlalu jauh, ayo masuk ke mobil ” kata erwan membuka pintu mobil, kemudian masuk kedalam, aku mengikutinya masuk lalu duduk disampingnya Erwan membuka kaca mobil “bu kami berangkat dulu ya assalamualaikum ” erwan pamit pada emak, dari dalam mobil sedikit berteriak Emak memandangi kami dari tengah pintu rumah sambil tersenyum lebar Aku melambaikan tangan pada emak “rio pergi mak ” “waalaikum salam Hati hati dijalan ” nasehat emak sambil mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah “wow keren sekali kamu rio Sumpah kamu ganteng banget ” puji erwan membuat muka ku mekar karena malu, aku jadi salah tingkah “ini semua kan berkat kamu, telah memberikan seragam baru yang bagus ini Makasih banyak ya sobat ” jawabku sambil tak lupa mengucapkan terimakasih lagi “aku senang banget melihat kamu memakai seragam itu Beneran rio kamu jadi makin cakep” kata erwan dengan antusias +++++ muka ku jadi mekar mendengar pujian erwan yang terlalu berlebihan itu sepanjang jalan menuju sekolah, kami berdua bercanda erwan mengeluarkan beberapa bungkus wafer dan memberikan padaku, bersama sama kami makan wafer Hingga tak terasa mobil yang membawa kami telah berhenti di depan gerbang sekolah aku dan erwan turun, tak lupa aku berterimakasih pada supir erwan Setelah supir erwan pergi, kemudian aku dan erwan bersama sama memasuki gerbang dan berjalan menuju kelas Aku bersyukur pagi ini Karena pakai mobil, aku bisa lebih banyak waktu sebelum bell bunyi Saat melihat Didalam kelas, beberapa murid yang bertugas piket membersihkan kelas sedang menyapu Beberapa kursi masih berdiri diatas meja Teman cowok yang piket membantu menurunkan kursi kursi itu sebelum bell bunyi Aku dan erwan duduk didepan kelas Menunggu hingga kelas selesai dibersihkan Saat aku menoleh ke koridor, rian sedang berjalan dengan gayanya yang santai, tubuhnya yang jangkung dan tegap membuat langkahnya yang tenang itu jadi mempesona Berpuluh puluh pasang mata dari teman teman perempuanku menatap rian dengan kekaguman yang tak disembunyikan Jujur aku akui kharisma rian memang begitu kuat Atmosfir kehadirannya langsung terasa disekeliling kami Namun rian bagai tak menyadari itu Dengan cuek ia menghempaskan pantatnya duduk disamping erwan Dadaku langsung berdetak kencang Ingin rasanya aku menggeser duduk lebih dekat ke rian, namun aku tahan Mengingat kejadian kemarin ia membentakku membuat aku jadi agak antipati, walaupun aku kagum dan menyukai ia secara fisik, namun aku tidak suka dengan perlakuannya padaku Walaupun aku orang yang sederhana namun aku punya harga diri Emak saja tak pernah membentak aku seperti itu “pagi rio Erwan ” sapa rian menoleh pada aku dan erwan “pagi rian Tumben baru datang Biasanya kan jam setengah tujuh kamu udah disini ” jawab erwan Aku cuma diam dan mengangguk tanpa senyum ke rian Sekilas aku tahu ia sedang memperhatikan ekspresi wajahku yang datar, tapi aku pura pura sibuk melihat ke depan dimana beberapa orang murid sedang membuang sampah didalam tempat sampah “iya, tadi aku bangun agak siang, gara gara ada sepupuku datang, semalam ia mengajak aku ngobrol hingga larut, jadinya aku tak bisa tidur cepat, ya gini deh Untung saja aku nggak telat masuk ” jelas rian panjang lebar Aku cuma diam pura pura sibuk sendiri, padahal dalam hatiku menyimak apa yang ia katakan Tapi aku tak mau menimpali, aku masih bete dengan rian “eh rio, kok dari tadi diam saja ?” tanya rian tiba tiba membuat aku kaget Apakah dia tahu kalau dari tadi aku mengacuhkan dia Cepat cepat aku menoleh sambil tersenyum ala kadarnya saja “ah nggak kok ” jawabku singkat, kemudian aku menepuk paha erwan “wan, masuk kelas yuk Bentar lagi bell bunyi ” ajakku sambil melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan erwan Aku berdiri, erwan melihat jam tangannya lalu menoleh padaku “iya Sekarang udah jam tujuh, yuk ke kedalam, Ayo rian masuk ke kelas ” erwan berdiri sambil melirik rian lalu mengambil tas sekolahnya yang berbentuk ransel, berwarna hitam Rian ikut berdiri lalu mengikuti kami masuk ke dalam Ruangan kelas sekarang sudah bersih, lantai sudah tak berdebu lagi dan kursi sudah tersusun rapi Aku berjalan ke arah bangku kami Kemudian aku menarik bangku dan duduk Bertepatan aku duduk bell berbunyi Dalam sekejab saja kelas yang tadi sepi langsung dipenuhi oleh riuh rendah suara teman temanku yang berebutan masuk ke dalam Aku duduk sambil memandangi punggung rian Ia sedang membuka tas nya dan mengeluarkan buku serta alat tulis Entah apa yang menggerakannya tiba tiba ia menoleh ke belakang, tepat melihatku Mata kami saling berpapasan Aku terkejut karena tertangkap basah sedang melihatnya Cepat cepat aku menoleh ke jendela, pura pura tak sengaja sedang melihatnya Aku malu sekali, aku tahu pasti mukaku memerah saat ini Walaupun aku sedang melihat lurus ke jendela, namun aku bisa menangkap bayangan rian, ia masih melihat aku Aku pura pura tak menyadari itu Setelah aku yakin ia tak melihat aku lagi, baru aku mengalihkan pandangan dari jendela dan membuka tas baruku “suka nggak dengan tas itu rio ” bisik erwan pelan di telingaku, aku tak menjawab cuma mengangguk dan tersenyum lebar Aku yakin ia pasti tau kalau aku bukan cuma senang tapi aku betul betul senang dengan tas ini, terlihat sekali tas ini mahal, dari mereknya saja aku tahu Kalau beli sendiri, mungkin aku harus lama sekali menabung untuk membeli tas sebagus ini Keluarga erwan memang benar benar baik, di tengah tengah kemewahan yang meliputi mereka, masih sempat untuk berbagi dengan orang yang kurang mampu Seandainya semua orang kaya seperti itu, pastilah akan tercipta keharmonisan di dunia ini Semua akan saling menghormati Sayangnya cuma segelintir orang yang seperti itu Lebih banyak orang yang menumpuk harta kekayaan untuk dirinya sendiri Terkadang malah harta itu cuma untuk disimpan tanpa di pergunakan Aku tak mengerti jalan pikiran orang yang seperti itu Mereka mencari uang bahkan dengan cara yang tak halal, korupsi dan mengambil sesuatu yang bukan haknya Hanya untuk menambah rekening yang belum tentu bisa ia pergunakan secara maksimal Apakah memang orang seperti itu adalah orang yang takut miskin, atau orang itu cuma senang kalau melihat saldo di rekeningnya selalu bertambah Lalu apa fungsi uang bagi mereka Aku benar benar tak habis fikir ++++ bell istirahat berbunyi, setelah bu sukma keluar dari kelas, teman teman sekelasku berebutan keluar kelas, seolah olah dalam kelas ada bom yang siap untuk meledak “wan ke kantin yuk ” aku mengajak erwan yang sedang memasukkan bukunya ke dalam tas Erwan memasukan tas ke dalam laci kemudian berdiri “ayo Perutku sudah lapar, kepengen makan tekwan bu eni ” jawab erwan sambil berjalan keluar kelas Aku dan erwan menuju ke kantin sambil ngobrol Kantin bu eni terletak di belakang kelas satu Setiap jam istirahat, kantin selalu ramai dikunjungi oleh murid murid dari seluruh kelas Selain kantin yang ada di luar pekarangan sekolah, dan kantin yang terletak di ujung ruang laboratorium milik ayah angga Kantin bu eni lumayan ramai dikunjungi, tekwan yang dijual disitu terkenal enak, aku suka sekali Aku duduk di bangku kayu depan meja yang berisi bermacam macam makanan Erwan memesan dua mangkuk tekwan untuknya dan untukku Baru saja aku mau makan, tiba tiba rombongan vendi bersama sekitar enam orang temannya termasuk rian datang Mereka duduk didekat sudut bangku yang ada dibawah pohon akasia Aku pura pura tak melihat dan sibuk makan Kuah tekwan yang panas membuat bibirku terasa melepuh Mungkin karena aku terburu buru hingga tak ingat lagi untuk meniup agar sedikit dingin Erwan tertawa melihatku tersentak kaget karena kepanasan “makanya kalo makan tuh jangan kayak orang kelaparan sobat ” tukas erwan geli Aku tersipu sambil menarik selembar tissue “iya nih Soalnya tadi pagi aku lupa sarapan makanya lapar banget ” jawabku sambil menyeka ujung bibirku dengan tissue hingga kering “mbak minta es jeruk dua ya !” teriak erwan pada seorang pembantu bu eni Gadis itu mengangguk kemudian mengantarkan dua cangkir plastik es jeruk kunci manis ditambah batu es “bro Sore ini ke rumahku lagi ya Main sega lagi kayak kemarin ” ajak erwan sambil minum es nya “wah kalo sore ini mungkin aku nggak bisa wan Kamu aja deh yang ke rumahku ” aku menolak sambil balik menawar erwan “boleh sih Asal kamu nggak keberatan ” jawab erwan sambil meletakan cangkir ke atas meja “ya nggak mungkin keberatan dong wan Malah aku seneng kamu sudi main ke gubuk kami yang sederhana ” “hus nggak boleh ngomong gitu rio Aku tak suka kamu merendah seperti itu !” erwan mengingatkanku Aku cuma tersenyum, menghirup kuah tekwan yang hangat dengan berselera “iya deh Aku bukan merendah, tapi itulah keadaan yang sesungguhnya wan tapi aku tetap merasa bersyukur kok” balasku santai tanpa beban Erwan cuma tersenyum lalu melanjutkan makan tekwannya Setelah tekwan dan minuman kami habis, aku berdiri hendak membayar “biar aku yang bayar bro ” erwan berdiri sambil merogoh kantong celananya mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan rupiah “kali ini aku yang bayar !” aku bersikeras “nggak apa apa rio, biar aku aja yang bayarin ” erwan tak mau kalah “biar aja Pokoknya aku mau bayar !” aku tetap dengan pendirianku Bukan apa, aku tak enak hati karena selama ini selalu erwan yang mentraktir aku makan di kantin, bagaimanapun juga aku mau sekali sekali ikut mentraktir erwan Ingin membalas kebaikannya selama ini Erwan menatapku sedikit ragu, aku memasang wajah batu Akhirnya erwan hanya bisa mengangkat bahu Ia tahu aku keras hati, kalau sudah membuat keputsan susah untuk dirubah “terserah kamu Makasih ya Sering sering aja traktir aku kayak gini hehehe ” kata erwan sambil memasukkan kembali uangnya ke dalam kantong celananya Aku cuma tersenyum mendengar kata katanya Erwan memang lucu, aku tau kalau kata katanya tadi hanya sekedar canda “tunggu sebentar ya Aku bayarin dulu makanan kita ” kataku sambil menghampiri bu eni, lalu aku membayar sejumlah yang kami pesan tadi Aku senang sekali bisa mentraktir erwan kali ini, aku tak enak hati kalau terus terusan ia bayarin, aku tak mau kalau nanti ada teman yang usil mengatakan aku penggerogot perekonomian erwan Baru saja aku mengulurkan selembar uang limaratus rupiah pada bu eni, tiba tiba dari sampingku terulur tangan memegang selembar uang limaribuan, tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik tangan semulus itu “bayar makanan kami tadi bu, sekalian dengan makanan rio dan erwan !” ucapnya dengan tegas pada bu eni Aku menoleh menatap rian dengan sedikit heran Rian cuma tersenyum membalas tatapanku “tadi kalian pesan apa aja ?” tanya bu erni sambil menerima uang dari rian “tujuh mangkuk tekwan dan tujuh gelas es teh manis bu ” jawab rian santai, aku tak berkata apa apa Entah kenapa sejak kejadian itu, aku canggung setiap berada dekat rian, untuk berkata sekedar terima kasih saja susahnya minta ampun “jadi di tambah dengan erwan dan rio, semua ada sembilan mangkuk, dan dua gelas es jeruk di tambah tujuh gelas es teh Semuanya dua ribu dua ratus lima puluh rupiah Ini kembaliannya dua ribu tujuh ratus lima puluh rupiah Di hitung lagi ya siapa tau lebih ” ujar bu eni sambil bercanda Rian mengambil kembalian uangnya dari bu erni lalu mengantongi uangnya “yuk rio Aku duluan ya ” kata rian sambil berlalu dari hadapanku Aku membuka mulut hendak mengucapkan terima kasih Namun langkah rian terlalu cepat, ia tak mendengar kata kataku Aku menghampiri erwan dengan hati yang masih bertanya tanya Kenapa sih rian begitu penuh dengan misteri, kadang ia baik, kadang menyebalkan “sudah dibayar rio?” tanya erwan berbasa basi “udah wan Dibayarin sama rian ” jawabku apa adanya erwan cuma melongo menatapku ++++ SATU RAHASIA “kok bisa si rian yang bayarin, emangnya ada angin apa ?” tanya erwan heran kemudian menoleh ke rombongan rian dengan teman temannya yang sedang berjalan menuju ke kelas “entah lah Aku juga kaget, tadi waktu aku mau bayar, tiba tiba ia sudah bayarin Bahkan aku tak sempat berterimakasih Ia langsung ngeloyor gitu aja ” jawabku apa adanya “mungkin ia lagi ultah kali ” erwan bercanda “ke kelas yuk Bentar lagi udah bell ” ajakku saat melihat suasana di kantin yang sudah tak seramai tadi “eh habis ini pelajaran bahasa inggris ya PR halaman 42 udah kamu kerjakan?” erwan mengingatkanku “udah Dari kemarin dulu juga udah selesai ” “kalo gitu aku pinjam ya, ada beberapa yang belum aku isi ” “boleh Tapi gak jamin juga betul semua ” aku berjalan menyusuri teras belakang laboratorium bersama erwan, menuju ke kelasku yang ada disamping kiri laboratorium Sampai di kelas, aku langsung masuk dan duduk di bangku, mengeluarkan buku PR bahasa inggris lalu ku berikan pada erwan “tuh di salin aja dulu, buruan ntar bell sebentar lagi bunyi ” “thanks ya rio Kamu memang betul betul sahabat yang baik dan bisa diandalkan ” puji erwan dengan gembira lalu mengambil buku dari tanganku Dalam sekejab saja ia langsung menyalin semua jawaban yang ada di buku ku Tak sampai lima menit selesai ia menyalinnya “ini rio, makasih ya ” erwan mengembalikan bukuku, aku hanya mengangguk dan senyum Kami berdua ngobrol hingga bell tanda pelajaran dimulai berbunyi ================== pulang sekolah erwan mengajak aku ikut dengan mobilnya, namun aku menolak, bukan apa apa, aku cuma tak mau terlalu memanfaatkan kebaikan erwan, lagian jalan kaki bagiku lebih menyehatkan, sekalian olahraga Sebenarnya erwan memaksa, namun aku tetap pada pendirianku kalau aku mau pulang jalan kaki saja Erwan berlalu bersama sopirnya, tak lupa ia berjanji akan datang ke rumahku sore ini, sesuai dengan janjinya tadi Aku berjalan keluar dari gerbang sekolah, murid murid berhamburan pulang bagaikan air bah yang tumpah ruah Ada yang mengendarai sepeda, semua buru buru pulang seolah olah tahanan yang dibebaskan dari penjara lebih awal Aku berjalan diantara kerumunan teman teman yang hingar bingar, ku lewati jalan setapak yang memintas lebih dekat ke rumahku “rio tunggu !!” suara rian berteriak setengah berlari mengejarku Aku menghentikan langkah, berbalik ke belakang dan melihat rian dengan tertegun Sepatu baru ini membuat kakiku lecet, jadi aku jalan sedikit pincang karena perih “rio Kamu masih marah ya sama aku ?” terengah engah rian mengimbangi jalanku, walaupun kaget dengan pertanyaannya barusan, tapi aku tak mau terlalu menampakannya di depan rian, gengsi “ngapain juga marah Biasa biasa aja kok Lagian aku gak maksa kamu mau berteman denganku apa nggak ” aku jadi bingung sendiri mendengar jawaban yang terlontar dari mulutku, aku tak mau terlalu kasar, namun seperti keluar begitu saja Sering jadi bulan bulanan dan ejekan telah membuat aku menjadi sedikit peka Apalagi dibentak oleh orang yang selama ini aku senangi, yang aku sangat berharap sekali bisa jadi teman akrabnya Tentu saja membuat aku menjadi kecewa Rian berjalan disampingku masih dengan nafas yang tersengal sengal “waktu itu aku lagi ada masalah Makanya aku agak uring uringan Aku tak bermaksud untuk kasar sama kamu ” rian menjelaskan sambil terus berjalan tertunduk di sampingku Mendengar penjelasannya itu hatiku langsung dingin Menguap sudah segala kemarahan di hatiku Tersenyum aku pandangi rian, ia menatapku agak cemas “makasih ya udah traktir aku tadi ” aku melangkah pelan sambil mengimbangi langkah rian “nggak usah dipikirkan Kebetulan aja aku lagi bawa uang lebih ” “tumben kamu nggak pulang sama vendi, biasanya kalian selalu sama sama ” “vendi tadi di jemput sama papanya eh ngomong ngomong rumah kamu di mana?” tanya rian ingin tahu, saat kami berdua sudah sampai di persimpangan belokan ke arah rumah rian “lurus ke depan agak masuk gang yang di sebelah rumah besar berpagar putih cokelat di ujung jalan ini Memangnya kenapa?” aku sedikit heran dengan pertanyaan rian, untuk apa ia ingin tahu aku tinggal di mana “nggak kenapa napa sih, cuma mau tau aja Emang nggak boleh?” “boleh sih Cuma ” aku agak ragu, rumahku kan jelek, sedangkan rian itu anak orang berada, aku takut nanti ia tak sudi masuk ke dalam rumahku, rian kan selalu rapi dan bersih, selalu menjaga penampilan Aku sangsi ia mau masuk ke dalam rumahku Sementara aku lihat rumahnya yang besar itu selalu bersih dan teratur, sedangkan rumahku berantakan karena emak bikin jualan “boleh nggak sekali sekali aku mampir ke rumahmu?” tegas rian sambil menghentikan langkahnya Aku terdiam menimbang nimbang, aku bingung juga Tak seperti erwan yang sudah tahu keadaanku dan bisa menerima, aku kan banyak tugas di rumah, harus ke warung warung mengambil kue yang kami titipkan, terus aku harus mengambil daun pisang untuk pembungkus kue ketan dan nagasari Pastilah rian bakal kaget, aku tahu, anak tipe seperti rian mana pernah kerja di rumah seperti aku Kulitnya juga mulus kayak kulit cewek, walaupun nggak terlihat seperti cewek, namun itu menunjukkan kalau rian tak pernah mengerjakan yang berat berat, akhirnya setelah berpikir dan menimbang aku memperbolehkan ia main ke rumahku “boleh aja Tapi jangan heran ya nanti melihat keadaan di rumahku ” rian tersenyum lebar Kami berpisah di persimpangan, aku berjalan sambil menoleh ke rian +++ “udah pulang nak ?” tanya emak yang sedang menyerut daun pisang di depan halaman rumah saat melihat aku datang Aku menghampiri emak dan mengangguk “sini aku bantu mak Biar rio yang motong daun pisangnya ” aku menawarkan diri, namun emak buru buru mencegah ku, karena ia takut mengotori seragam baruku “sudah lah Mendingan kamu itu ganti baju dulu, habis itu makan Kamu pasti lapar kan, udah seharian belajar Buruan gih ! emak udah masakin lempah kuning buat kamu Ujar emak sementara tangannya dengan gesit memotong motong daun pisang dan membuang tulang daun nya yang keras Aku tak bisa memaksa, karena kata kata emak benar, bajuku ini baru, lagian ini pemberian dari satu satunya sahabatku di sekolah Jadi aku harus bisa menjaganya “rio masuk dulu ya mak ” emak tersenyum sambil menggulung daun pisang dan membersihkan sisa sisa sampahnya Aku masuk ke dalam rumah lalu langsung ke kamar, setelah ganti baju dengan baju rumah, aku ke dapur mau makan siang dulu Yuk tina sedang makan juga rupanya “lauk apa yuk ?” tanyaku sambil duduk di kursi makan “lihat aja sendiri ” jawab yuk tina tanpa melihatku, yuk tina menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya Sementara tangan kirinya sibuk membalik lembaran majalah diatas meja Matanya terfokus pada majalah itu Aku berdiri lagi, kemudian ke dapur mengambil piring dari rak Aku pandangi yuk tina dari balik pintu dapur, sebenarnya aku ingin sekali bisa akrab dengan yuk tina, namun entah mengapa ia seolah olah sengaja menciptakan batas diantara kami, padahal aku sudah mencoba merobohkan batas itu Aku sendiri tak pernah bisa mengerti dengan keadaan ini, kenapa ayuk ku sendiri bersikap seperti ini padaku Mengapa yuk tina seperti tak punya rasa sayang padaku Apakah karena emak lebih memanjakanku hingga membuat yuk tina jadi membenciku Aku menarik nafas dalam dalam, kemudian kembali menghampiri yuk tina untuk mengambil nasi karena perutku sudah lapar Ku buka tutup saji dan mengisi nasi ke dalam piring lalu mengambil lauk seadanya Yuk tina masih sibuk makan sambil membalik balik majalah Aku menarik kursi yang ada di depannya Lalu aku makan Emak masuk ke dapur sambil membawa gulungan daun pisang “sambal terasi nya ada di atas tungku dapur rio ” ujar emak sambil menaruh daun pisang ke dalam bakul Lalu emak ke dapur, tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sepiring kecil sambal terasi dan memberikannya kepadaku “makasih ya mak Pantas aja tadi aku lihat ada rebus pepaya mentah, dan pucuk singkong, tapi kok nggak ada sambalnya di atas meja ” kataku sambil mencolek potongan pepaya rebus ke sambal terasi “iya emak tadi lupa mindahin ke meja Makan yang banyak ya nak ” emak duduk di sampingku Memandangi ku yang sedang makan lalapan dengan lahap Emak senang sekali kalau aku makan banyak “giliran rio emak mau ngambil sambalnya Aku udah hampir selesai makan, emak nggak ada bilang kalo ada sambal terasi !” celetuk yuk tina dengan ketus sambil membanting sendok diatas piringnya yang nyaris kosong Emak terdiam tak menjawab, aku melihat emak dengan kasihan, yuk tina selalu tak pernah bisa menjaga emosinya “tina, kamu itu perempuan Seharusnya kamu tidak perlu bertanya sama emak Segala yang ada di dapur sudah sepatutnya kamu tau ” nasehat emak dengan lirih Yuk tina mendengus “bilang aja mak Kalo emak itu pilih kasih !” kata kata yuk tina makin tajam menghujam Ku lihat emak hanya bisa menggeleng gelengkan kepala Yuk tina memang keterlaluan Aku tak pernah meminta pada emak untuk di perhatikan melebihi anaknya yang lain Dan emak juga tak terlalu memanjakan aku Semua masih wajar wajar saja Tapi kenapa yuk tina selalu membesar besarkan semua itu +++ yuk tina berdiri membawa piringnya yang sudah kosong ke belakang Aku dan emak diam seribu bahasa, percuma saja meladeni yuk tina, bisa bisa tak akan selesai selesai ia marah Kalau yuk tina sudah seperti ini, lebih baik diam aja dijamin lebih aman “tambah lagi makannya nak ” ujar emak saat melihat piringku sudah kosong “udah kenyang mak ” jawabku meletakan sendok, si mirah kucing ku menggosok gosok kakiku dengan tubuhnya Sepertinya ia lapar, aku ambil sedikit nasi dan ikan goreng, lalu aku buang tulangnya, ku campur rata untuk memberi makan si mirah Secepat kilat ia menyikat makanannya Kucingku ini semakin gemuk saja, bulunya pun semakin lebat dan berkilat Itu karena aku rajin memandikannya aku sangat sayang dengan kucingku ini Setiap hari ia tidur bersamaku di kamarku Si mirah juga tak pernah buang kotoran sembarangan lagi Rutin minimal seminggu 3 kali pasti aku mandikan Sekarang pipinya juga jadi tembem, kumisnya yang putih dan panjang membuat tampangnya semakin menggemaskan Setiap aku pulang pasti kucing ku tahu, ia akan segera berlari pulang, dan setia menunggu dibawah meja setiap kali aku makan Setelah memberi si mirah makan, aku berdiri membawa piring kotor ke sumur Selesai cuci tangan, aku mengambil sepeda untuk melakukan tugas rutin mengambil kue basah di toko toko Untung saja kue semua habis, aku pulang dengan perasaan senang, setiap kali kue emak habis terjual, aku sangat bersyukur Buru buru ku kayuh sepeda pulang Kemudian memberikan uang dari warung untuk emak “mak semua kue habis ” ujarku dengan nafas yang masih tersengal sengal “alhamdulillah nak Coba kalau setiap hari gini ” emak tersenyum sumringah “iya ya mak Tapi beberapa hari ini memang jualan lagi bagus mak Jarang nggak habis ” “kamu nggak main rio?” tanya emak sambil meletakkan tempat kue ke tempat pencucian piring “nggak mak, kata erwan dia mau kesini ” “temanmu yang anak orang kaya itu?” tanya emak agak heran “iya mak Emangnya kenapa?” aku jadi agak heran juga dengan reaksi emak “nggak rio, cuma emak takut kalo kamu itu main dengan orang yang terlalu tinggi diatas kita, nanti kamu jadi terbawa bawa gaya hidup mereka ” terdengar nada kecemasan dalam suara emak “jangan takut mak, erwan tak seperti itu, walaupun dari kalangan berada namun mereka tak seperti orang kebanyakan Emak lihat sendiri, aku di kasih seragam dan perlengkapan sekolah ” jelasku untuk menutupi kecemasan emak “emak harap juga begitu ” entah kenapa aku merasa emak terlalu kuatir berlebihan “emak mau ngukus ketan dulu ya ” “iya mak, rio mau nunggu erwan di depan ” kataku sambil meninggalkan emak di dapur Yuk yanti sedang duduk di lantai memotong daun pisang sebagai pembungkus lemper Yuk yanti mendongak melihatku sambil tangannya terus menggunting daun “mau kemana dek?” tanya yuk yanti “nggak kemana mana yuk Cuma ke depan aja nunggu temen ” “oh gitu Eh dek, tadi ayuk ada beli keripik kentang, ambil diatas lemari kamar ayuk ” “untuk rio ya yuk?” tanyaku agak heran Tumben yuk yanti membelikan aku makanan Tidak biasanya Ayuk ku yang satu ini memang sangat baik, ia tak seperti yuk tina Yuk yanti juga rajin, kalau tak sekolah biasanya yuk yanti yang masak menggantikan emak Yuk yanti tak lama lagi akan lulus sekolah, banyak sekali cowok cowok yang mau sama yuk yanti, karena memang wajah yuk yanti cukup cantik, punya rambut hitam dan tebal lurus sepinggang Membuat yuk yanti terlihat pantas kalau membintangi iklan produk shampo Kulit yuk yanti juga putih, tak seperti yuk tina yang kuning langsat Walaupun keliling jualan setiap pagi, tak membuat yuk yanti jadi lusuh Ia pembersih Aku ke kamar yuk yanti mengambil bungkusan berisi keripik kentang yang ia taruh di atas lemari kamarnya Ada dua bungkus ku lihat, aku ambil sebungkus kemudian aku keluar dari kamarnya Menghampiri yuk yanti “makasih ya yuk ” ujarku penuh terimakasih Yuk yanti tersenyum, tiba tiba ia memelukku dengan erat Aku jadi bingung Kenapa yuk yanti bersikap seperti ini Yuk yanti aneh Aku merasa begitu canggung Ada apa sih ini yuk yanti terus memelukku Tangannya membelai rambutku dengan sayang Aku diam dengan pikiran yang berkecamuk “dek Sayang nggak sama ayuk?” tanya yuk yanti dengan suara ganjil Aku makin heran saat mendengar pertanyaannya itu Namun aku jawab juga “ya sayang lah yuk Yuk yanti kan ayukku Rio sayang banget sama yuk yanti ” “andai nanti rio jauh Dan kita terpisah Apakah nanti akan tetap ingat dengan ayuk?” tanya yuk yanti terbata bata Aku tersentak, kemudian ku lepaskan pelukan yuk yanti Ku pandangi wajah yuk yanti Matanya berkaca kaca Seolah olah ada sesuatu yang sangat mengganggu pikirannya saat ini “kenapa ayuk bertanya aneh kayak gini yuk Nggak mungkin lah kita berpisah Emangnya ayuk mau kemana yuk?” beruntun pertanyaan keluar dari mulutku Yuk yanti seolah baru tersadar akan sesuatu, cepat cepat ia tertawa, namun aku tahu itu tawa yang di paksa “ah nggak dek Itu cuma seumpamanya aja Ayuk cuma sekedar bertanya aja kok ” jawab yuk yanti agak mencurigakan Ku pandangi mata yuk yanti dalam dalam, ia menunduk menghindari tatapanku “yuk, ada apa sih Ayuk coba sembunyikan sesuatu dariku ya?” yuk yanti jadi semakin gelisah, namun ia berusaha untuk mengatasinya walaupun gagal total “nggak dek Nggak ada yang ayuk sembunyikan kok dek Kenapa adek jadi nanya gitu?” yuk tina tersenyum dan mengacak acak rambutku “katanya mau ke depan nungguin temanmu dek ” ++++ aku meninggalkan yuk yanti, namun pikiranku masih berkecamuk Kenapa sih akhir akhir ini yuk yanti dan emak agak aneh Terlebih emak, perhatiannya padaku semakin membuat aku curiga Seolah olah aku ini mengidap penyakit parah yang di vonis dokter kalau umurku tak bakalan lama Aku duduk di kursi kayu depan rumah Menunggu erwan datang Katanya sekitar jam tiga ia mau kesini Sekitar sepuluh menit aku duduk sambil melihat orang yang lewat depan rumah Sesosok tubuh yang sudah sangat aku kenal sedang mengayuh sepeda BMX warna hitam memasuki pekarangan rumahku Cepat cepat aku berdiri menghampirinya Ada rasa hangat yang menyelinap dalam hatiku saat melihat senyum lebarnya tersungging padaku Barisan gigi rapi dan putih berbingkai bibir merah dan mungil bagaikan wajah model pasta gigi di majalah remaja “hai rio Ganggu nggak?” tanyanya sambil turun dari sepeda dan menyenderkan sepedanya di bawah pohon cermai “nggak kok Aku juga lagi nungguin erwan katanya mau kesini ” jawabku setengah mati menahan agar tak menjerit kesenangan “jadi erwan juga mau kesini ya?” “iya rian Tadi ia bilang waktu di kelas Ngomong ngomong kamu kok bisa menemukan rumahku ” tanyaku sedikit heran “kan tadi siang aku udah nanya sama kamu Lagipula aku tadi tanya sama ibu penjaga toko di depan itu Ia bilang rumah kamu disini ” rian menjelaskan padaku “kalau gitu duduk dulu ya, aku mau ambil minum dulu tunggu sebentar ya ” “udah nggak usah repot repot rio Aku cuma mau ngobrol aja kok ” “nggak apa apa lagi Cuma bikin teh kok Aku masuk dulu ya ” aku tetap memaksa bikin minuman Akhirnya rian cuma bisa mengangguk menyetujui “iya deh Tapi jangan lama lama ya ” “oke bos ” jawabku sambil tertawa Rian pun ikut tertawa Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan senang, sambil bernyanyi nyanyi kecil aku ke dapur Mengambil poci teh Lalu aku membuat teh manis satu poci “udah datang erwan nya nak?” tanya emak yang baru masuk dari belakang Aku menoleh dan tersenyum pada emak “belum mak, itu teman sekolah rio juga yang datang ” aku menjelaskan ke emak “yang mana? Udah pernah kesini sebelumnya ?” tanya emak ingin tahu “belum mak, dia murid baru Rumahnya tak terlalu jauh dari rumah kita mak ” “ya sudah Bawa minuman ke temanmu kasihan ia udah menunggu Jangan lupa Kue di atas meja itu juga kasih ke teman kamu ” kata emak sambil mengambil baskom kecil terbuat dari plastik di atas rak piring “makasih ya mak ” aku mengambil sepiring kue buatan emak kemudian ku bawa ke depan Kemudian menemui rian di teras, saat aku ke depan, rian sedang ngobrol sama erwan Entah sejak kapan anak itu datang, tampaknya erwan tak diantar oleh sopirnya, sebab kalau sopirnya yang antar, aku pasti mendengar suara mobilnya Betul saja, di bawah pohon sudah ada dua sepeda BMX bertengger Benar benar sama dari tipe serta warnanya “hai wan Udah lama datang?” aku bertanya lalu meletakkan kue dan teh diatas meja kayu Serempak erwan dan rian menoleh, erwan tertawa “barusan aja sobat, aku pake sepeda, kebetulan sepedaku dan rian sama Kami tadi membahas itu ” “iya Gak nyangka Padahal aku baru beli seminggu yang lalu, kata erwan ia juga belinya seminggu yang lalu ” timpal rian ikut tertawa Aku hanya tersenyum, pasti senang sekali rasanya memiliki sepeda sebagus itu Aku harus menabung dulu supaya bisa membeli sepeda semahal itu Kalau satu hari lima puluh rupiah, harus berapa lama aku menabung agar bisa membelinya? Aku jadi nyengir sendiri “loh kok Kenapa senyum senyum gitu ?” tanya erwan agak heran “nggak Cuma lucu aja kok bisa kebetulan kayak gitu ” aku duduk di kursi kayu bersama rian Harum sekali parfum yang di pakai rian, aku suka dengan baunya “diminum dulu teh nya ” tawarku pada mereka berdua “makasih rio Wah kue nya kelihatan enak sekali Aku makan ya ,” kata erwan sambil mencomot sepotong kue dari piring “makan aja Di habisin juga nggak masalah Masih banyak kok di dalam ” kataku dengan sungguh sungguh Rian ikut mengambil kue itu dan memakannya “wah Emang betul betul emak rio Kue buatan emak kamu ya ?” tukas rian tanpa ada kesan basa basi “iya Emak yang buat, kan setiap hari emakku bikin kue untuk di jual ” “apa nggak rugi tuh kalo kamu kasih ke kami?” ujar erwan terus sibuk mengunyah kuenya “ya nggak lah Masa sih rugi cuma sepiring itu aja Lagian kalian juga nggak setiap hari ke sini kok ” aku menuang teh ke dalam gelas kemudian memberikan pada erwan dan rian “buruan di minum, ntar dingin enggak enak ” “enak ya berteman sama rio, bisa bisa aku gemuk di buatnya ” kata kata rian itu membuat kuping ku terasa mekar, senang sekali mendapat pujian dari dia Entah mimpi apa aku tadi malam, bisa bisanya si rian main ke rumahku, seakan akan aku sedang bermimpi Padahal kemarin kemarin aku sempat kesal dan hilang simpati pada anak satu ini, namun hari ini semua berubah seratus delapan puluh derajat Rian begitu manis, ternyata anaknya menyenangkan juga Aku serasa mendapat berkah, dua orang teman sekelas ku, murid paling populer, kaya, dan ganteng ganteng, berkumpul di rumahku yang sederhana ini Menjadi temanku mengingat keadaan keluargaku dengan mereka yang bagai bumi dengan langit, aku tentu saja sangat bersyukur bisa berteman dengan mereka Yuk tina datang entah habis dari mana, ia melihat rian kemudian erwan Kedua temanku tersenyum pada yuk tina “sore yuk ” erwan menegur yuk tina “sore Temannya rio ya Kok nggak masuk ke dalam?” kata yuk tina tersenyum ++++ “kalo gitu ayuk masuk ke dalam dulu ya ” ujar yuk tina kemudian masuk kedalam rumah Erwan dan rian menjawab nyaris serempak Setelah yuk tina sudah di dalam rumah, kami kembali asik mengobrol, “rio Mendingan kita jalan jalan yuk ” ajak erwan sambil meminum habis teh hangatnya yang tadi aku bikin “jalan kemana?” aku menoleh pada erwan “ya terserah kemana aja yang penting jalan ” “ya rio, sekalian aku ingin tahu tempat tempat yang biasa anak anak nongkrong ” tambah rian mendukung usul dari erwan Aku mengangkat bahu, kalau mereka berdua udah kompak seperti itu, aku cuma bisa menyetujui saja “baiklah kalau gitu Aku mau beresin gelas ini dulu ya Tunggu sebentar ” aku berdiri lalu membereskan piring bekas kue dan gelas teh yang sudah kosong Erwan dan rio membantuku, kemudian aku menaruh gelas gelas kotor itu ke dapur Aku pamit sama emak yang sedang memilih beras untuk dimasak “mak rio mau jalan dulu ya Bareng teman ” emak menoleh sambil tangannya memilih bulir bulir padi yang masih tersisa “kemana rio, kan udah sore ” tanya emak heran “iya mak, erwan sama rian yang ngajak Rio sih cuma ikut aja Belum tau juga sih mau kemana, paling juga cari angin sambil cuci mata mak ” aku menjawab “tapi pulangnya sebelum magrib ya nak Hati hati di jalan Banyak motor yang ugal ugalan Jangan sampai nanti kalian bertiga keserempet motor ” nasehat emak “iya mak Makasih ya mak ” aku kegirangan Setelah mendapat izin dari emak, bergegas aku menemui rian dan erwan Keduanya sudah siap dengan sepeda masing masing “rio aku aja yang boncengin ya ” tawar erwan sambil membebaskan standar sepedanya “sama aku aja rio ” rian ikut ikutan menawari aku Aku jadi bingung Sebenarnya aku pengen banget bisa berdekatan dengan rian, tapi aku kan sahabat erwan, aku tak enak sama erwan kalau aku memilih boncengan dengan rian yang baru sehari ini berteman denganku Sepuluh menit kemudian aku sudah berada di jalan, di bonceng oleh erwan Ia mengayuh sepeda dengan santai menyusuri jalan kecil yang sepi, sepanjang jalan kami tertawa dan bercanda Kadang erwan mengayuh sepeda kencang kencang membuat jantungku terasa mau jatuh Rian tak mau kalah, ia mempercepat kayuhannya hingga erwan dan aku dapat ia susul Tentu saja karena ia tak membonceng siapa siapa Sampai di jembatan daerah pintu air, erwan berhenti Kemudian turun Aku ikut turun Setelah mendapat tempat yang agak teduh, kami duduk sambil memandangi sungai Ada beberapa orang yang sedang mandi Diantaranya ada yang memancing Rian mengambil botol air minum yang ada di sepedanya Kemudian meminum isinya Setelah itu ia berikan padaku Aku ambil kemudian meminumnya juga beberapa teguk Ternyata isinya bukan air putih tapi sirup jeruk “makasih ya ” aku mengembalikan botol itu ke rian “bagus juga ya sungainya Ada buayanya nggak?” tanya rian ingin tahu “katanya sih ada Setiap tahun ada satu korban yang dimakan oleh buaya ” aku menjawab pertanyaan rian “apa Setiap tahun sungai ini memakan korban, Tapi kenapa masih banyak yang mandi disini Apa mereka tak takut kalau sewaktu waktu buaya itu datang dan memakan mereka?” rian bergidik ngeri mendengar ceritaku itu “nggak tau juga sih Soalnya kan udah kebiasaan orang orang disini suka mandi di sungai ini Lagipula buayanya itu datang tak setiap hari kok Aku juga belum pernah melihat buaya itu seumur hidup ” tambahku sambil mengambil batu seukuran kepalan tangan lalu melemparkan ke sungai “kata mamaku sih bukan cuma buaya Tapi ada hantu yang suka menarik orang yang sedang mandi hingga tenggelam Katanya ada beberapa orang yang hilang dan ditemukan dalam keadaan yang sudah tak bernyawa disungai ini Setelah hilang biasanya baru beberapa hari kemudian ketemu di rawa rawa Itupun harus memanggil paranormal dulu baru bisa ditemukan ” tambah erwan makin membuat rian ternganga “gila Ngeri banget ya Kenapa paranormalnya nggak sekalian mengusir hantu itu dari sungai ini ?” cecar rian makin penasaran “entah lah Aku juga cuma mendengar cerita ini dari orang orang Tapi memang betul kok Walaupun sungai ini ramai, tapi tetap saja setiap tahun rutin meminta korban Kalau yang aku dengar sih katanya buaya yang ada disungai ini adalah buaya siluman Atau siluman buaya putih ” jelasku makin seru, karena melihat ekspresi rian yang kelihatan tertarik dengan cerita kami “makanya meminta korban, siluman kan suka nyulik manusia Mamaku melarang aku mandi disungai ini Katanya ia tak mau kalau aku jadi korban buaya itu ” “dulu waktu aku masih kecil, pernah akrab dengan temanku Dan sering mandi di sungai ini, tapi temanku itu meninggal saat kami kelas 5, waktu sore hari ia mandi di sekitar sini, ibunya tak tau kalau ia mandi, saat di temukan Mayatnya terapung di sebelah sana ” aku menunjuk ke suatu arah Serempak erwan dan rian berpaling melihat tempat yang aku tunjuk tadi Memang tempatnya agak agak seram Banyak pohon rumbia yang tumbuh Airnya juga tertutup tanaman air yang terapung Sehingga seluas mata memandang yang terlihat hijau bagaikan hamparan karpet tebal Erwan dan rian bergidik ngeri “aku rasa buaya buaya itu sembunyi di balik tanaman air itu ” ujar erwan “bisa jadi, soalnya kan tempat seperti itu, sangat bagus sebagai tempat sembunyi Siapa sih yang bisa melihat apa yang berenang di balik tanaman itu ” timpal rian sambil berkacak pinggang, matanya menatap lurus ke sungai “kapan kapan kita mandi disini ya Mau nggak ?” aku mengajak erwan dan rian ++++ “takut ah Ada buayanya ” jawab rian “iya rio, bahaya Emangnya kamu berani?” tanya erwan “ya nggak masalah Kan kita mandi hari minggu aja Rame kok yang mandi disini ” jawabku santai Rian dan erwan diam seperti sedang menimbang nimbang “bagaimana?” aku kembali bertanya “hari minggu ini ya ?” rian balik bertanya “iya hari minggu ini Biasanya kan rame yang mandi disini ” “baiklah Nanti aku jemput kamu dirumahmu ya Kira kira jam berapa?” erwan menyetujui Namun kulihat rian masih ragu ragu “gimana rian Kamu mau ikut nggak?” aku meyakinkan rian “gimana ya Aku sih pengen Cuma Mendengar cerita kamu tadi bikin aku jadi takut ” “nggak apa apa kok rian Kamu ikut aja Nggak mandi juga gak masalah kok Yang penting kita bertiga pergi sama sama Gimana?” desakku penuh harap Aku benar benar ingin berjalan bersama lagi dengan rian, andai ia nggak mau ikut, rasanya aku jadi kurang semangat “baiklah Jam berapa nanti minggu?” akhirnya rian mau juga “sekitar jam sepuluh aja Sekalian nanti bawa bekal dari rumah Kita jalan jalan ke hutan, kebetulan sekarang lagi musim manggis, pulang mandi kita metik manggis ” aku memberi usul Rian dan erwan terlihat begitu antusias “wah boleh tuh Pasti asik banget, soalnya aku nggak pernah masuk hutan Wah jadi nggak sabar lagi nih nunggu minggu ” seloroh rian senang “sudah mulai gelap nih Hampir magrib, pulang yuk ” ajakku saat melihat ke langit, aku teringat pesan emak “ayo Gak kerasa ya udah magrib ” rian berdiri “antar aku pulang dulu ya ” ujarku pada mereka “ya pasti lah diantar Masa sih ditinggalin disini ” erwan tertawa kemudian berdiri Akupun ikut berdiri Bertiga kami berjalan menuju ke sepeda yang tadi kami parkir “biar aku aja yang ngantar rio pulang, rumah kami kan searah ” usul rian Hatiku melonjak gembira mendengarnya Cepat cepat aku menyetujui kata katanya itu “iya wan Biar aku dengan rian aja Udah sore banget nih Kalau kamu ngantarin aku dulu, bisa bisa kamu magrib di jalan ” kataku pada erwan Ia terdiam sebentar kemudian mengangguk “Nggak masalah kok rio Aku kan bisa ngebut ” erwan bersikeras tetap ingin ikut mengantarku pulang “bahaya loh wan kalo magrib magrib ngebut biar aku aja lah yang antar rio Nggak apa apa kok ” rian memperingatkan erwan akhirnya erwan cuma bisa mengangkat bahu menyetujui kata kata rian Aku naik ke boncengan sepeda rian Senang sekali rasanya dibonceng oleh rian Aku tak tahu kenapa aku bisa senang begini Sepanjang jalan kami bernyanyi keras keras Di tikungan aku dan rian berpisah dengan erwan “sampai ketemu besok di sekolah ya sobat ” teriak erwan sambil membelokan setang sepedanya ke kiri “iya wan Sampai ketemu besok ” jawabku dan rian nyaris bersamaan Rian mengayuh sepedanya lebih cepat, sebenarnya aku ingin sekali lebih lama dibonceng rian, tapi jarak sungai dan rumahku tak terlalu jauh Sekitar sepuluh menit aku sudah sampai dirumah Aku turun dari sepeda rian “rio aku langsung pulang ya ” rian pamit padaku “ya Nggak mampir dulu ya?” “kapan kapan aja lah Besok kan masih bisa Aku takut mamaku ntar kuatir, soalnya sekarang udah mau magrib ” rian memberikan alasan “iya deh Sampai ketemu besok di sekolah ya ” rian mengangguk dan mengayuh sepedanya kembali ke jalan “makasih ya rian ” setengah berteriak aku melambai pada rian Ia mengangguk dan tertawa “sama sama sobat Aku pulang dulu ” “hati hati ya ” idih aku kok segitunya Udah kayak melepas pacar aja “Iya rio Tenang aja Bye ” jawab rian Kok jadi lama gini sih acara pisahnya Udah kayak rian mau kemana aja ! Setelah rian pulang, aku masuk ke dalam rumah Emak, yuk yanti dan yuk tina sedang duduk diruang tamu, tak biasanya mereka berkumpul diruang tamu jam jam segini Saat melihatku wajah mereka tiba tiba jadi tegang Serempak mereka diam sambil memandangku Aku melangkah menghampiri mereka dengan bertanya tanya, wajah emak merah seperti orang yang habis menangis Demikian juga dengan yuk yanti Apa sih yang barusan terjadi disini Kenapa mereka bertiga bersikap aneh begini “darimana aja dek?” yuk tina memecah keheningan diantara kami “dari sungai sama teman Ada apa yuk Kenapa kalian melihatku seperti ini?” tanyaku tanpa dapat menutupi keherananku “nggak apa apa dik mandi gih buruan Ntar keburu malam ” ujar yuk yanti sambil berdiri “iya dek Mandi sana Habis itu kita makan sama sama ” timpal yuk tina sambil tersenyum padaku Aku jadi bingung, tak biasanya yuk tina bersikap sebaik ini padaku Aku pandangi emak, namun emak terlihat seperti melamun Pandangannya terarah ke atas meja “mak kenapa?” aku menghampiri emak “tidak kenapa napa nak buruan mandi sana !” emak tak melihat ke aku sedikitpun Seolah olah menghindari tatapanku Aku masuk kamar dan mengambil handuk lalu ke kamar mandi Selama mandi aku memikirkan sikap emak dan ayuk ayukku tadi Kenapa sih dengan mereka Sepertinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku, entah apa itu Kenapa emak dan yuk yanti menangis Walaupun mereka tak menangis didepanku, tapi aku yakin kalau mereka habis menangis Aku betul betul bingung dengan semua ini Semakin lama semakin aneh saja Aku juga heran, biasanya emak selalu menyapaku kalau aku datang Tapi tadi emak tak mengatakan apa apa Emak cuma terdiam murung, seperti berusaha untuk tak melihatku Baru sekali ini aku merasa betul betul asing dengan emak Buru buru aku menyelesaikan mandi kemudian wudhu dengan fikiran yang masih berkecamuk ++++ selesai sholat, aku makan malam bersama dengan emak dan yuk yanti dan yuk tina selama makan tak ada satupun yang bersuara, tak seperti biasanya yuk tina selalu heboh bercerita hari ini yuk tina pun ikut ikutan diam aku mengunyah dengan hambar aku pandangi emak, namun emak seperti sibuk mengunyah tak sekalipun menoleh kepadaku demikian juga dengan yuk yanti sempat kupandangi yuk tina tersennyum sekilas padaku aku balas tersenyum pada yuk tina aku kehilangan selera makan tanpa tahu apa sebabnya aku berdiri dari meja makan lalu kekamar sambil berbaring, aku berpikir kembali akan sikap aneh keluargaku apakah emak punya masalah yang sangat besar? ++++ TOK TOK TOK Pintu kamarku diketuk dari luar, buru buru aku beranjak dari tempat tidur Yuk tina berdiri didepan pintu kamarku begitu aku membuka pintu “dek Lagi ngapain?” tanya yuk tina dengan suara yang tak seperti biasanya, terdengar agak lesu “nggak ngapa ngapain yuk, ada apa?” aku agak heran, tak biasanya yuk tina selembut ini padaku “boleh ayuk masuk dek ” yuk tina tersenyum sumbang “ada apa yuk Masuk aja?” aku jadi makin heran dengan sikap yuk tina Aku membuka pintu lebar lebar, yuk tina masuk ke dalam kamarku kemudian duduk di kursi belajarku “dek Ayuk tau selama ini ayuk sering kasar sama adek Mungkin adek juga nggak begitu suka dengan ayuk ” ujar yuk tina pelan “nggak kok yuk Aku nggak pernah membenci ayuk, aku sayang sama ayuk !” entah kenapa jantungku jadi berdebar debar Yuk tina menghampiriku, kemudian ia meraih tanganku “ayuk memang selalu jahat sama adek Maafkan ayuk ya dek ” “yuk kenapa sih, ayuk ini aneh banget Aku bingung yuk ” “nanti adek akan tau sendiri Dek, emak menunggu di ruang tamu, emak mau ngomong sama adek ” ujar yuk tina penuh misteri, aku berdiri dengan jantung berdebar keras “kenapa yuk Kok kayaknya ada sesuatu yang tak aku ketahui, ada masalah apa yuk?” “kita menemui emak dulu ya dek Nanti adek akan tau sendiri yuk dek ” yuk tina menarik tanganku Aku mengikuti yuk tina keluar kamar untuk menemui emak Hatiku bertanya tanya gerangan apa yang ingin dibicarakan emak, belum pernah emak serius seperti ini Kulihat emak sedang duduk dengan gelisah, tangan emak memegang tasbih dengan gemetaran Aku hampiri emak dan duduk dikursi depan emak Yuk yanti juga sudah duduk dekat emak Yuk tina duduk di kursi sampingku ++++ suasana mendadak jadi hening, yuk yanti memainkan ujung taplak meja dengan jari jarinya Emak nampak gelisah berkali kali menggeser posisi duduknya seolah olah sedang duduk diatas batu kerikil, aku diam menunggu dengan tak sabar ikut ikutan merubah posisi duduk sementara yuk tina yang entah digerakan oleh apa sibuk sendiri mengurut bahuku seolah olah aku lagi pegal Aku tak tahan lagi menunggu apa yang mau disampaikan emak padaku “mak, ada apa sih ?” aku menatap emak lurus tanpa mengedipkan mata Emak masih saja tertunduk seolah olah apa yang ingin ia katakan itu terlalu berat “dek, sabar ya Mungkin apa yang akan adek dengar ini membuat adek kaget ” tutur yuk yanti dengan suara bergetar Aku menoleh pada yuk yanti, namun yuk yanti malah semakin aneh, ia tiba tiba menangis sesungukan Jantungku makin berdebar debar tak karuan Demikian juga dengan yuk tina, entah ada angin apa ia juga ikut ikutan menangis Apa yang mereka tangiskan, kenapa mereka membuat aku bingung seperti ini, apa sih sesuatu yang aku tak tahu yang membuat mereka menjadi bertingkah seganjil ini “mak tolong mak, bilang apa yang terjadi, kenapa mak Rio bingung kalo kalian begini Bilang saja mak Apapun itu rio siap mendengarnya ” ujarku tak sabar lagi Emak mendongak dan memandangku, wajah emak kusut sekali, wajah teduh yang selama ini begitu mengasihku Wajah yang mencintaiku sebagaiman seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya Wajah yang mulai keriput dan penuh guratan penderitaan akibat kerja keras Namun wajah itu mampu memberi keteduhan dalam hatiku dan anak anaknya yang lain Mata emak terlihat layu, bagaikan menanggung suatu penderitaan “rio Anakku Mungkin setelah mendengar cerita emak ini, rio akan sedikit terkejut ” emak berkata dengan tersendat sendat ” aku diam menyimak kata kata emak “semua dimulai pada belasan tahun yang lalu dimana saat itu emak baru punya dua orang anak perempuan yang masih kecil kecil Pada saat itu almarhum ayahmu masih ada, kehidupan kita saat itu masih lumayan ” emak memulai ceritanya itu Yuk yanti dan yuk tina ikut diam mendengar, hingga hanya suara emak yang terdengar diruang tamu kecil ini Aku menarik nafas pelan, tak mau menyela cerita emak Aku penasaran emak akan menyampaikan apa ++++ “emak sudah lama sekali mengimpikan untuk punya anak lelaki, hingga pada suatu hari teman emak datang dalam keadaan hamil, ia menjalani hubungan dengan seorang lelaki yang tak disetujui oleh keluarganya karena alasan perbedaan agama Teman emak takut untuk pulang ke rumah, ia takut menghadapi keluarganya Karena dari awal mereka sudah tak menyetujui hubungan itu Saat teman emak ingin meminta pertanggung jawaban pada lelaki yang ia cintai, ibu lelaki itu menyiram teman emak dengan air panas dan mengusirnya Teman emak benar benar sudah putus asa, hingga ia memutuskan untuk bunuh diri Namun saat ia mau meminum racun serangga, tiba tiba pacarnya datang dan mencegah agar teman emak tak sampai melakukan tindakan bodoh itu Diam diam mereka menikah Namun lambat laun keluarga suaminya itu tahu, mereka mencari anak lelakinya yang hilang itu, setelah bertemu, mereka pun menerima teman emak sebagai bagian keluarga mereka Tapi hal itu cuma berlangsung sementara, berbagai macam cara mereka lakukan agar bisa memisahkan anak mereka dengan teman emak Di depan anaknya mereka sangat baik pada teman emak, tapi begitu di belakang anaknya, mereka selalu mengintimidasi teman emak Lama kelamaan teman emak benar benar tak sanggup lagi dan akhirnya memutuskan untuk lari dari rumah itu Waktu itu malam hari emak menemukan dia sedang berjalan sendirian dalam keadaan hamil tua, ia tak menyangka kalau akan bertemu dengan emak Ia menceritakan semua masalahnya Emak sudah mencoba untuk menasihatinya agar kembali pada suaminya, namun ia bersikeras tak mau, akhirnya emak cuma bisa membiarkan saja ia dengan keputusannya itu, emak pun menyuruh ia tinggal di rumah kita Emak kasihan padanya Sebulan setelah ia tinggal dirumah kita, anaknya lahir, ayahmu yang menanggung semua biaya melahirkannya Saat melihat bayinya yang begitu tampan dan montok, emak langsung jatuh hati Emak langsung merasa sayang dengan bayi itu Emak membantunya merawat bayi mungil yang tak berdosa itu Rasanya bayi itu memang benar benar anak kandung emak, yang sudah lama emak inginkan ” emak diam menyusut air matanya dengan baju daster yang emak pakai Aku menahan air mata yang terasa sudah mengambang di pelupuk mataku Rasanya aku sudah bisa menebak akan kemana arah cerita emak itu Kecurigaanku beberapa hari yang lalu bukan tanpa alasan Ingin rasanya aku berteriak sekeras kerasnya Aku tak sanggup mendengarnya, aku benar benar tak mampu lagi untuk mendengar cerita emak selanjutnya Sementara itu yuk tina dan yuk yanti cuma menunduk menatap lantai Mereka tak berani menatapku Aku betul betul merasa begitu asing sekarang Apa saja boleh mereka ceritakan Hal apapun, seburuk apapun aku masih sanggup untuk mendengarnya Namun cerita ini betul betul telah membuat hatiku hancur Emak ku Yang selama ini begini aku kasihi, yang aku cintai melebihi apapun yang ada didunia ini Ternyata bukanlah emak kandungku Hatiku benar benar telah remuk sekarang Aku betul betul tak menyangka sama sekali Lemas seluruh tubuhku, tulang tulangku seolah olah hilang, aku tertunduk dan airmataku mengalir tanpa dapat di bendung lagi Aku rela cacat, aku rela buta, aku rela bila esok aku harus mati, asalkan aku mati sebagai anak kandung emak Ini benar benar telak memukulku Tak terkira tetesan airmataku jatuh ke lantai tepat dibawah kakiku hingga menimbulkan bercak bercak air di lantai semen kasar rumahku Aku dengar yuk yanti mulai terisak begitupun yuk tina Tangisan mereka malah menambah aku merasa makin sakit, jiwaku menjadi lemah dan tak berdaya Hilang sudah kekuatanku selama ini Kebanggaanku menjadi anak emak ternyata harus terengut begitu saja Ya allah kenapa engkau membuat lelucon yang menyakitkan seperti ini Mengapa harus aku yang mengalami hal ini, mengapa kamu timpakan padaku cobaan yang tak mampu aku tanggung Tubuhku bergetar keras, ku gigit bibirku agar tak terlepas teriakan dari mulutku “maafkan emak rio Kamu bukan anak kandung emak Kamu lah bayi itu Teman emak itu adalah ibu kandungmu yang sesungguhnya Namanya mega Ibu yang kamu lihat beberapa hari yang lalu, yang malam itu datang ke rumah kita ” jelas emak melanjutkan ceritanya itu Namun aku sudah tak konsentrasi lagi Aku sudah tak perduli lagi Mau siapapun ibu kandungku itu tak penting, aku tak mau tahu Aku hanya ingin emak yang jadi ibuku Aku benar benar kecewa pada tuhan Kenapa ia tak menciptakan aku terlahir dari rahim emak Aku tak mau siapa siapa selain emak Cuma emak yang aku mau sebagai ibuku Mau semiskin dan sesusah apapun kehidupan yang aku jalani ini, aku tak perduli Aku ikhlas tak mempunyai apa apa Aku rela tak punya apa apa, aku rela misalkan yuk tina tetap membenciku seperti biasanya Tak sebaik ini ketika ia tahu kalau aku bukan adik kandungnya asalkan emak ku tetap menjadi emak kandungku seumur hidupku Namun kenyataan ini tak mungkin lagi dapat di ubah, tuhan telah menggariskan kalau aku bukan lah anak emak Aku hanyalah anak perempuan lain, anak haram diluar nikah, anak yang sebetulnya tak diinginkan kehadirannya dibumi ini Anak hasil dari hubungan terlarang Yang membuat orang susah Menambah beban dalam kehidupan keluarga ini “pada suatu hari, mega menghilang dari rumah kita, ia pergi pagi pagi sekali dengan hanya meninggalkan selembar surat yang isinya ia meminta emak merawat kamu, ia pergi mencari pekerjaan dan ingin menata kembali kehidupannya Ia berjanji akan kembali lagi untuk menjemput kamu Ia minta maaf karena telah membebani emak selama ini, +++ berhari hari almarhum ayahmu dan emak mencari mega, namun nihil, tak membawa hasil, seorang teman ayahmu mengatakan kalau pernah melihatnya naik keatas kapal menuju palembang ” tambah emak dengan murung Aku mendongak menatap emak, wajah emak yang terlihat sedih penuh dengan linangan air mata Kalau dalam situasi biasa kalau melihat emak menangis aku pasti langsung memeluk emak, namun entah kenapa kali ini terasa begitu berat, aku merasa seakan tak punya lagi hak untuk memeluk emak Ku pandangi yuk yanti dan yuk tina, aku merasa iri sekali dengan mereka, kenapa bukan salah satu diantara mereka berdua saja yang bukan anak kandung emak, atau tak satupun yang bukan anak kandung emak diantara kami bertiga, aku ingin seperti kemarin kemarin, aku ingin selalu bernafas dan hidup dengan fikiran dan kesadaran sebagai anak kandung emak seperti biasanya Aku benar benar kecewa dengan keadaan ini Betul betul tak adil bagiku “sebetulnya dalam lubuk hati emak yang paling dalam emak senang mega pergi meninggalkan kamu untuk emak, doa emak setiap hari hanyalah agar mega tak pernah kembali lagi untuk mengambilmu emak tak mau kamu tahu kalau sebenarnya kamu bukan anak kandung emak, perasaan sayang dan cinta emak padamu bukan sekedar main main rio, bagi emak kamu adalah anak kandung emak, sama seperti yanti dan tina, emak menganggap kamu anak yang lahir dari rahim emak juga Hingga setahun yang lalu tepatnya emak bertemu kembali dengan mega, ia mencari emak kemana mana, karena kita sudah pindah rumah, semenjak ayahmu meninggal waktu kamu masih berumur dua tahun, keuangan kita semakin krisis hingga emak terpaksa pindah dan menjual rumah kita yang dulu Emak pindah ke pangkalpinang, dirumah kita sekarang ini Segala kesusahan tak pernah menyurutkan segala langkah emak, semua masih mampu emak lewati selama masih ada anak anak emak Dan kamu adalah semangat emak, emak ingin melihat kamu tumbuh dewasa dan menjadi orang yang berhasil, emak minta maaf rio, tak bisa membuat kamu senang, tak bisa memanjakanmu dengan mainan serta kemewahan seperti teman teman kamu Kadang emak sedih kalau melihat kamu harus berkeliling kampung menjual kue untuk membantu emak ” isak emak sambil bercerita Aku hanya diam dan menangis, tak mampu untuk berbicara apa apa lagi rasanya Rasa kaget dan kecewa yang melanda dalam hatiku membuat jiwaku terasa kosong Yuk tina meraih tanganku dan meremas jari jariku sambil ikut menangis bersamaku “mega meminta kembali kamu nak Namun emak meminta agar diberi waktu untuk merawatmu lagi Mega setuju, ia kasih emak waktu setahun Hingga tak terasa waktu berlalu dan emak menyadari kalau mega akan kembali untuk menagih janjinya Dua bulan yang lalu ia kembali, waktu itu kamu sedang bersekolah, mega mendesak emak untuk segera bercerita padamu, namun berat rasanya bagi emak untuk bercerita sebenarnya Emak menunda nunda sambil berdoa agar mega merubah pikirannya Namun doa emak tak dijawab oleh tuhan Mega sering datang untuk menagih janji emak Dan sempat mengancam akan membawa masalah ini ke pengadilan andaikan emak tak menyerahkan kamu padanya , ditengah kebingungan ini emak meminta pendapat yanti ayukmu Karena cuma dialah yang tahu kalau kamu adalah anak angkat emak, waktu kamu lahir, yuk yanti sudah berumur empat tahun lebih, sedang tina baru berumur dua tahun jadi tak mengerti apa apa Yanti tahu kalau dibawa ke pengadilan, emak tak akan pernah memang, karena sekarang mega sudah menikah lagi dengan seorang pengusaha, mega juga punya bisnis sendiri dan cukup sukses hingga mereka hidup berkecukupan Namun mega tak punya anak dari suaminya itu, saat suaminya tahu kalau mega punya anak kandung, ia menyuruh mega untuk mengambil kembali anak yang dulu pernah ia tinggalkan Makanya mega datang kembali malam itu, emak tak mau kamu dan tina mendengar pembicaraan kami, emak menyuruh tina pergi dengan alasan emak punya hutang dan tak mau sampai kamu dan tina melihat emak dimarahi orang itu Makanya tina cepat cepat menyuruh kamu pergi menemaninya Namun pada saat kamu sedang berjalan dengan teman kamu kemarin, tiba tiba mega datang lagi Bersama suaminya dan seorang pengacara Mereka menghina emak Dan saat itulah tina tahu tentang persoalan ini Mereka mengatakan kalau emak egois, menyeret kamu dalam kesusahan, seharusnya kamu bisa mendapat kehidupan yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik Emak sadar Mereka memang benar Akhirnya emak putuskan akan menyerahkan kamu kembali pada mereka, karena bagaimanapun mereka lebih berhak atas kamu Karena kamu anak kandung mega Dialah ibumu sesungguhnya ” emak menutup ceritanya sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajah, dan menangis terisak dengan tubuh berguncang Yuk yanti langsung berdiri memeluk emak Demikian juga dengan yuk tina Aku diam tak bergeming, aku merasa aku tak lagi punya hak untuk memeluk emak Aku adalah orang asing di tengah tengah mereka Aku tak pantas untuk memeluk emak, aku bukan anak emak Aku hanya hidup dari belas kasihan emak selama ini padaku Dengan dada yang semakin sesak dan airmata yang membanjiri mukaku, aku menghambur berlari keluar dari rumah, terakhir ku dengar suara jeritan emak dan ayuk ayukku memanggilku namun tak kuindahkan sama sekali Aku terus berlari tanpa tahu harus kemana Aku berlari sekencang kencangnya melewati jalan setapak dan pekuburan yang gelap Takut tak lagi aku rasakan, yang terpikir olehku hanyalah ingin berlari sejauh mungkin +++++
+++++ “jadi kamu betul betul akan pergi rio?” tanya erwan dengan sedih, saat kami bertiga, aku, erwan dan rio, duduk di bawah pohon akasia pada saat jam istirahat Setelah tadi aku menceritakan kalau aku akan pindah dari pangkalpinang, ikut mama kandungku Sementara itu rian cuma diam sambil menyobek daun akasia yang ada di tangannya Entah apa yang ia pikirkan “rio pamit mak Doakan rio berhasil ya ” aku memeluk emak erat erat dengan keharuan yang menyesak didadaku Yuk tina dan yuk yanti berdiri disamping emak sambil terpaku memandangku Sambil tersenyum aku hampiri yuk yanti Aku cium tangannya dan berpamitan Yuk yanti cuma mengangguk Air mata mengalir dari sudut matanya Kemudian yuk yanti memelukku, kuat sekali pelukannya seolah yuk yanti tak rela aku pergi Hampir satu menit sebelum akhirnya yuk yanti melepaskannya Kemudian ku hampiri yuk tina Ia tersenyum Senyuman yang aneh Badannya tiba tiba berguncang, saat aku mencium tangannya, meledak tangisan yuk tina Lututku jadi gemetaran “perkenalkan ini teman baru kalian, namanya rio khrisna julian ” ujar pak ridwan memperkenalkan aku pada seisi kelas, aku mengitari pandanganku ke seisi kelas sambil tersenyum tipis Aku seolah olah merasakan deja vu dengan kejadian ini, saat dulu ketika di sekolahku yang lama, waktu rian baru masuk menjadi murid baru “jangan om Rio tak bisa !!” aku mencoba mendorong tubuh adik bungsu papa yang hanya mengenakan secarik celana dalam tipis Namun tenaganya begitu kuat Bagaimanapun aku meronta hanya membuat tenagaku makin hilang “aku betul betul tergila gila sama kamu rio !” ia berbisik di telingaku, sambil menjilat bagian bawah telingaku dengan buas membuka seragam smu yang masih menempel dibadanku aku pandangi dari balik jendela mobil jalan di pangkalpinang yang telah delapan tahun tak aku lihat, begitu banyak perubahan, beberapa gedung baru yang dulu belum ada sekarang berdiri dengan megahnya Aku sudah tak sabar lagi ingin bertemu dengan emak, yuk tina dan yuk yanti, entah bagaimana kabar mereka sekarang Aku ingin memberi kejutan pada mereka Berkotak kotak oleh oleh aku siapkan untuk mereka Kain sutera untuk emak, baju dan bermacam macam lagi yang mahal mahal, aku akan merenovasi rumah emak, seperti cita citaku dulu Tak sabar lagi aku membayangkan akan melihat ekspresi wajah emak ketika melihatku datang “masih jauh rio rumahmu?” tanya pemuda tampan bertubuh atletis yang duduk di sampingku, sudah setahun ini menjadi kekasihku “rio Benarkah ini rio Astaga rioo !!” teriak erwan dengan terkejut saat melihatku berdiri di depannya Erwan langsung memelukku dengan kuat, aku balas memeluknya untuk melepaskan rasa rindu yang bertahun tahun ini telah mengisi hari hariku “iya wan ini aku rio Apa kabar bro ?” aku berbisik di telinga erwan, banyak sekali perubahan erwan semenjak lama aku tak melihatnya Semakin tampan saja erwan sekarang, tubuhnya jangkung, berbentuk dan padat, aku yakin erwan rajin fitness “siapa pacar kamu sekarang rio Kamu begitu tampan, mustahil tak ada pacar ” kata erwan sambil menatap mataku ku peluk tubuh kekar yang berbaring tanpa mengenakan apa apa di sampingku, kulit putih mulus yang semalam bercinta tak lelah lelah denganku, di kamarku yang mewah, yang dulu tak pernah terpikir akan aku miliki, semua peralatan canggih memenuhi kamarku yang ditata oleh seorang desain interior cukup terkenal Tubuh yang telanjang dan kekar disampingku bergerak terbangun, membuka matanya tersenyum menatapku “kok belum tidur sayang ” ujar rian sambil mencium keningku dengan lembut “aku mencintaimu rian, tolong jangan siksa aku seperti ini Kasihanilah aku ” aku beringsut di lantai merendahkan diri di kaki rian, namun tak sedikitpun rasa kasihan terpancar dari sinar matanya Rian menendangku hingga aku tersungkur diantara serpihan dan pecahan pecahan porselen yang berhamburan diatas lantai granit ruang tamuku Tubuh rian yang menjulang tinggi berdiri terkangkang sambil berkacak pinggang menatapku penuh kemarahan Aku tak berani menatapnya Kalau sudah mengamuk seperti ini, rian bagaikan hewan buas yang siap untuk mencabik cabik mangsamya +++ PERENUNGAN aku terus berlari tanpa menghiraukan apapun lagi, perasaan sakit membuat tubuhku terasa kebas, gelapnya malam dan rasa dingin yang menusuk tak menyurutkan aku untuk berbalik ke rumah, hanya suara rumput dan ranting berderak terinjak oleh kakiku, serta suara nyanyian jangkrik dan kodok sebagai pertanda kalau malam ini akan turun hujan Aku tak bisa menerima ternyata aku bukanlah anak emak, tuhan begitu jahat, mempermainkan aku seperti ini Segala perasaan bahagia dalam hatiku tinggalah puing puing, tak mampu aku mencerna semua ini, aku ikhlas apapun yang akan di timpakan padaku, segetir dan sesakit apapun itu Tapi ini lebih menyakitkan dari segala apapun yang pernah aku lewati Aku tahu pasti emak dan ayuk ayukku sangat cemas sekarang, aku tak perduli, aku marah sekarang, aku marah kenapa mereka tak dari dulu berterus terang agar aku tak merasa sesakit ini Aku yakin pasti sekarang mereka sangat sibuk mencariku Aku sengaja sembunyi di tengah hutan dan pekuburan Karena aku tahu kalau mereka tak mungkin akan mencariku disini, aku meringkuk dibawah pohon besar menjulang dan rimbun tanpa rasa takut sedikitpun Angin bertiup membawa uap air hingga membuat tubuhku menggigil kedinginan Air mataku tak berhenti mengalir, mengutuk kemalangan nasib yang selalu menimpaku tanpa belas kasih sedikitpun Mengasihani diri sendiri Tak ada lagi yang bisa aku banggakan lagi sekarang, satu satunya harta yang aku miliki selama ini hanya keluargaku Sekarang semua pun harus direngut dariku Sungguh hidup ini tak adil, tak memihak padaku Segala hinaan dan cercaan yang aku dapatkan sejak aku masih kecil, karena kemiskinan yang melilit masih bisa aku abaikan dengan tersenyum getir, tak mendapatkan banyak teman serta mainan bisa aku terima dengan lapang dada, setiap hari berkeliling kampung membawa kue untuk dijual, walau harus menebalkan muka setiap bertemu dengan teman teman sekolah yang memandangku dengan tatapan iba, atau menghina, ataupun pandangan salut, semua itu tak penting bagiku asalkan aku bisa melihat emakku tersenyum, asalkan bisa membantu meringankan beban emak apapun akan aku jalani Kenapa perempuan yang mengaku ngaku sebagai ibu kandungku itu harus datang, setelah ia meninggalkan aku bertahun tahun, setelah ia membuangku, seenaknya sekarang ia ingin mengambilku kembali, apakah ia pikir aku ini patung yang tak punya hati, seenaknya ia bisa memindah mindahkan aku dimanapun ia suka, apakah ia pikir aku akan begitu saja menuruti keinginannya untuk tinggal bersamanya Aku sangat membenci perempuan itu, dari awal aku melihatnya aku sudah tidak menyukainya Aku tak akan mau mengikutinya, aku tak akan mau Bagiku tak ada emak yang lain, sampai matipun aku hanya punya satu emak Yang telah membesarkan aku selama ini, yang aku sayangi Walaupun aku tak mempunyai satu titik pun darah emak yang mengalir dalam tubuhku, walau kenyataan ini tak dapat diubah meski aku menukarnya dengan nyawa sekalipun Memikirkan hal ini membuat aku menangis terisak isak, sungguh serasi sekali aku saat ini dengan keadaan tempat aku bersembunyi Pekuburan yang sunyi, menguarkan aroma suram, sesuram hatiku Pekuburan yang begitu sunyi dan tenang, tak membuat aku merasa takut lagi, ada yang lebih membuat aku takut saat ini ketimbang hantu Aku takut menghadapi kehidupan yang menantiku ke depan nanti, aku takut aku tak mampu mempertahankan hidup, aku takut goncangan jiwa membuat aku melakukan hal hal yang buruk Aku lebih takut jika aku akhirnya berbuat nekat karena aku sudah tak sanggup lagi menjalani hidup Lelah pikiran serta perasaanku membuat sekujur tubuhku terasa lemas Kekuatan seolah olah sudah menguap dan hilang dari diriku Yang terpikir saat ini hanyalah pergi sejauh jauhnya dari dunia, meninggalkan semua kesakitan yang selalu setia menemaniku Meninggalkan nasib buruk yang seolah olah telah lekat dan menjadi bagian dalam hidupku Tiba tiba aku jadi kangen dengan ayah Sosok yang cuma sebentar aku kenal, yang telah pergi sebelum aku sempat mengenalnya lebih dalam Ayah yang mungkin andai saat ini masih hidup pasti akan menyayangiku, sebagaimana seorang bapak yang menyayangi putranya Aku memang tak mengenal ayah Wajah ayah hanya aku ingat sekilas, wajahnya hanya aku kenal dari foto foto kenangan yang disimpan emak dengan rapi, seolah olah itu adalah harta yang tak ternilai harganya Andai beliau masih ada, tak mungkin keluarga kami akan hidup dalam belitan kemiskinan seperti sekarang Mungkin ia akan mempertahankan aku, tak akan mengizinkan siapapun yang mencoba coba untuk mengambil aku dari keluarganya Entah mengapa aku merasa begitu rindu akan sosok ayah Walaupun sekarang aku tahu kalau ayah yang aku kenal selama ini Meskipun cuma dalam hati serta memori indah di celah terdalam hatiku, bukanlah ayah kandung seperti yang selama ini aku pikirkan Aku hapal posisi kuburan ayah Setiap lebaran biasanya emak dan ayuk ayukku mengajak aku nyekar di kuburan ayah Aku merangkak perlahan menggeser posisiku yang tadi meringkuk bertopang lutut kemudian aku berdiri, daun kering menempel pada celana pendek yang kupakai aku tak perdulikan, rasa gatal terkena perdu dan semak tak ku indahkan lagi Pelan pelan aku berdiri dan berjalan menuju ke kubur ayahku Kuburan yang tak disemen, hanya sebuah nisan usang dari kayu bertuliskan nama ayah Rumput liar tumbuh menyemaki seluruh permukaan kuburnya Batang kamboja setinggi puncak kepalaku sedang berbunga Melati menguarkan aroma harum menusuk hidung ++++ kembang rose yang berbunga jarang yang dulu aku ingat waktu aku masih kelas tiga sekolah dasar, aku tanam bersama yuk yanti Sekarang sudah tumbuh dengan liar, nyaris menyamarkan kubur ayah Kuburan yang tak terawat serta terbengkalai Emak dan ayuk ayukku terlalu sibuk berusaha agar dapur tetap berasap, bukan sengaja mengabaikan kuburan ayah Aku berlutut dan menangis lagi dikubur ayah, ku tumpahkan semua rasa sesak dalam hati, aku ceritakan segala gundah seolah olah ayah bisa mendengar segala keluhanku Kubiarkan air mata tumpah menetes diatas tanah berumput yang basah karena embun Entah berapa lama aku membiarkan posisiku duduk tengkurap dengan pipi menempel pada gundukan tanah kuburan ayah Entah berapa banyak airmata yang tumpah seiring curahan perasaanku pada ayah hingga aku akhirnya tak sadar lagi telah tertidur Suara sayup sayup memanggilku dari kejauhan membuat aku terbangun, dengan kepala yang terasa sakit, aku menegakkan badan Terdengar suara langkah kaki orang ramai yang semakin dekat sambil berteriak memanggilku, sorotan lampu senter simpang siur menimpa pepohonan, lalang dan rumput, aku cepat cepat beringsut sembunyi dibalik semak semak, agar mereka tak bisa menemukanku “RIO !!!” “RIO ” “RIOOO !!!” bersahut sahutan suara teriakan memanggilku, memecah keheningan di malam yang gelap, titik air hujan mulai jatuh rintik rintik, mengenai wajah dan tubuhku, bajuku sudah mulai basah, gemetaran antara takut dan dingin Sementara itu orang orang yang mencariku sudah semakin dekat dengan tanah pekuburan Aku mendengar suara emak dan ayuk yanti, sempat hatiku luluh saat mendengar teriakan emak yang terdengar parau, namun ego serta kemarahan membuat aku mengurungkan niat untuk keluar dari tempat aku sembunyi “rio Kemana kamu nak ?” betapa memilukan suara emakku “dek Pulang lah dek Kasian emak Dek Dimana adek Hujan sekarang dek ?” teriak yuk yanti Aku tahu pasti sekarang ia lagi menangis dari suaranya yang kudengar Semakin mereka dekat, aku makin merapatkan tubuhku tak berani bergerak, seolah olah maling yang takut dikejar massa Tak lama setelah langkah mereka menjauh dan suara mereka tak lagi terdengar, baru aku berani keluar dari persembunyianku Terus terang hari ini aku tak mau mendengar apa apa lagi, aku belum siap pulang ke rumah, penjelasan emak hanya akan membuat aku makin hancur, ini saja aku sudah kehilangan semangat hidup Bukan aku tak kasihan dengan emak, walaupun aku tahu aku bukan anak kandung emak, bagiku emak lah ibuku tak akan tergantikan dengan siapapun Itulah yang membuat aku begitu kecewa, aku benar benar sayang dengan emak, aku begitu menghormati beliau, tak dapat aku katakan betapa besar rasa sayangku, namun ternyata emak bukanlah emak kandungku sendiri, aku hanyalah seorang anak yang tak diinginkan oleh ibu kandungku sendiri, anak yang dibuang Aku merasa begitu kecil sekarang Dari kecil aku tak memiliki banyak teman, anak anak seumuranku, jarang ada yang mau bergaul denganku Karena aku orang susah yang setiap hari berjualan keliling kampung Aku cuma punya keluargaku, yang selama ini sebagai harta yang aku miliki, namun sekarang aku tak memiliki apa apa lagi Bagaimana aku tidak shock seperti ini Tetes air hujan semakin membesar, dan lebat, bajuku basah kuyup menambah lengkap penderitaanku Bibirku menggeletar kedinginan Baru sekali ini aku mengalami penderitaan seperti ini, dengan tubuh gemetaran aku berjalan meninggalkan tanah pekuburan, mencari tempat berteduh Tanah becek tergenang air yang berkecipak tersiram air hujan bak panah memedihkan mata Untung saja aku bisa menemukan sebuah pondok tempat orang biasa ronda, walaupun minim tapi cukup untuk tempat sekedar berteduh menhindari air hujan Aku jadi kangen dengan kehangatan kamarku, tempat tidur walaupun kasur tipis namun nyaman, emak pasti kuatir sekali memikirkan aku, bisa kubayangkan emak gelisah sama seperti yang ku rasakan saat ini Beliau pasti tak bisa tidur, memikirkan aku tak pulang ke rumah Sudah cukup kesusahan emak tanpa perlu aku tambah tambah lagi, aku jadi menyesal telah pergi dari rumah Aku membuat emak jadi sedih, aku tak boleh begini, kasihan emak Bukan salah emak semua ini, tentu saja emak tak menghendaki aku tahu, bahkan selama ini emak menyayangiku lebih dari kedua ayukku Aku sering berantem dengan yuk tina karena masalah itu juga Yuk tina sering marah justru karena ia merasa emak timpang Yang bikin aku jadi heran sekarang, kenapa emak begitu menyayangiku sedangkan beliau tahu kalau aku bukan anak kandungnya Tentu sulit bagi emak menjaga rahasia ini Memikirkan ini membuat aku menangis lagi Aku telah menyusahkan emak yang menyayangiku Emak sudah banyak berkorban untukku, apakah ini balasanku pada beliau yang telah membesarkan aku dengan tiap tetesan serta cucuran keringat hingga lelah tak pernah ia rasakan, aku tak boleh memikirkan diri sendiri Aku harus pulang sekarang juga Emak pasti menungguku sekarang Bergegas aku berdiri dan berlari menembus hujan deras, pulang ke rumah Sampai didepan rumah, ruang tamu masih terang, lampu belum dimatikan, aku mendengar suara emak dan ayuk ayukku disela sela bunyi hujan yang bergemerisik Kuketuk pintu perlahan lahan, seakan akan emak sedang menunggu di pintu, langsung saja terbuka “riooo !!! ” jerit emak saat melihatku berdiri mematung di depan pintu, dalam waktu sekian detik Emak dan ayuk ayukku langsung menghambur memelukku, tangisan mereka langsung pecah, kami bertangis tangisan bersama “masuk rio Anakku Mengapa kamu jadi basah kuyup seperti ini sayang ” isak emak sambil menarikku masuk ke dalam rumah “tina Cepat ambil handuk untuk adikmu !” perintah emak pada yuk tina “iya mak ” buru buru yuk tina ke dapur mengambil handuk untukku “yanti, ambil baju bersih rio di lemari kamarnya ” emak menoleh pada yuk yanti, segera yuk yanti mengangguk dan bergegas mengambil baju untukku Emak menuntunku duduk dikursi ruang tamu Sambil membelai pipi dan rambutku dengan lembut, emak memelukku, aku menangis dibahu emak, aku tak berkata apa apa, demikian juga emak Segala perasaan sedih dan putus asa perlahan lahan menguap seiring kehangatan pelukan emak ++++ PERTENGKARAN EMAK DAN MAMA “keringkan dulu badanmu nak, kasian kamu nak kehujanan subuh subuh begini kemana sih tina, kok ngambil handuk aja lama ” emak mendesah prihatin melihat aku yang gemetaran dan menggigil “makasih mak Maafkan rio ya mak Rio udah bikin emak susah ” aku memenangkan emak, aku berusaha meredakan menggigil yang menggigit, namun sulit “sudahlah nak, jangan dipikirkan lagi, yang penting sekarang kamu tak apa apa -emak kuatir banget mikirin kamu ” “rio nggak bermaksud menyusahkan emak, rio sayang sama emak, tapi rio tak mau pergi dari rumah ini Rio mau tinggal sama emak Tolong mak Jangan suruh rio pergi dari sini, rio sayang sama emak, rio tak akan menyusahkan emak, rio janji mak Biarlah rio makan sekali sehari, tolong mak Jangan berikan rio sama ibu itu Rio akan bantu emak jualan kue Biarlah rio tak usah sekolah, rio tahu kalau itu hanya menambah beban emak Rio ikhlas tak emak kasih jajan, yang penting emak izinkan rio tinggal sama emak ” aku terisak isak dibahu emak Emak tak menjawab apa apa, hanya air mata yang melinangi wajahnya, emak menatapku dengan sendu, terbayang penderitaan yang sama dengan yang aku rasakan “mak kenapa diam jawab mak, rio tak mau kehilangan emak ” aku meratap mengharapkan emak menjawab walau hanya sepatah kata “iya” atau “tidak” namun emak hanya diam saja sambil terus mengusap usap punggungku Sementara itu yuk yanti kembali sambil membawa baju gantiku “nih mak bajunya ” yuk yanti mengulurkan baju kaus dan celana pendekku yang terlipat rapi di tangannya “tina mana yanti? Kok ngambil handuk gini lamanya, kasihan adikmu udah menggigil kedinginan dari tadi, tiap kali disuruh selalu lama !!” kata emak sedikit kesal “loh Dari tadi ia belum balik juga, emangnya dimana ia ngambilnya, di jakarta ya? Yuk yanti keheranan “coba kamu aja yang ambil !!” perintah emak, aku menegakan badan sambil menggeletar kedinginan Yuk yanti langsung menyusul yuk tina kedapur Tiba tiba aku merasa sesuatu yang hangat sedang menjilati kakiku, aku merunduk ke bawah, rupanya si merah yang menjilatinya, aku angkat si merah ke pangkuanku, kuelus elus bulunya yang tebal dan lembut, seolah olah mengerti dengan kesedihan dalam hatiku, si merah tak meronta, dengan jinak ia menyelusupkan kepalanya di sela sela tanganku, menjilati tanganku yang berkerut karena dingin Tak lama kemudian yuk yanti dan yuk tina keluar dari dapur menghampiri aku dan emak sambil membawa handuk biruku “nih dek, keringin badannya Ntar keburu sakit !” perintah yuk yanti sambil memberikan handukku Segera aku ambil, karena memang aku sudah tak tahan lagi kedinginan, ku buka bajuku yang basah lalu ku lap dengan handuk seluruh tubuhku hingga kering Setelah berganti dengan baju dan celana kering, rasanya lebih nyaman, tak lagi menggigil, sementara itu yuk tina, yanti dan emak cuma mengamati aku seolah olah aku orang asing dirumah ini “sekarang tidurlah dulu nak Istirahat dulu, sudah jam empat subuh !” emak berangkat dari duduknya, tersenyum padaku dengan senyum lemah, seolah dipaksakan “mak Boleh rio tidur sama emak nggak?” tanyaku ragu ragu Emak menatapku seolah olah barusan yang kukatakan tadi itu kata kata terlarang “kenapa mak Rio nggak boleh tidur bareng emak malam ini mak?” aku mengulangi pertanyaanku pada emak untuk meyakinkannya lagi Seolah baru tersadar, emak tersentak, kemudian buru buru tersenyum padaku “tumben rio mau tidur bareng emak ” “boleh ya mak?” tanyaku agak ragu karena melihat ekspresi wajah emak yang bimbang “boleh nak, kamu tidurlah dulu nanti emak nyusul Mendengar kata kata emak, aku senang sekali “aku juga tidur sama emak ya ” tiba tiba yuk tina membuka suara “aku juga ya mak !” yuk yanti ikut ikutan Emak memandangi kami semua, kemudian tersenyum dan menganggukan kepala “baiklah, kita tidur bersama sama hari ini ” ujar emak, lalu bertiga aku dan kedua ayukku ke kamar emak Saat berbaring aku merasa ada yang lain dalam hatiku, suatu perasaan yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata kata, aku merasa seolah olah ini adalah kali terakhir aku bisa menikmati saat saat seperti ini Yuk yanti dan yuk tina sudah tertidur, emak masuk dan langsung berbaring di sampingku, aku pura pura tidur, ku rasakan keningku dicium oleh emak Setetes cairan hangat jatuh diatas keningku Emak menangis Tapi tangisan tanpa suara Entah karena memang aku sudah terlalu mengantuk, atau aku terlalu lelah, tak lama kemudian aku tertidur +++ aku terbangun kesiangan, saat aku melirik jam dinding, ternyata sudah pukul sebelas siang, tubuhku menggigil tak karuan, kepalaku berdenyut denyut, kerongkonganku kering, pokoknya benar benar tak nyaman Saat mau beranjak dari tempat tidur, tubuhku terasa begitu lemah, seolah olah kekuatanku menguap entah kemana, kupanggil emak, namun suaraku seperti tertahan dikerongkongan, hanya seperti bisikan parau yang keluar “mak Emak !” aku terus memanggil emak, mau pingsan rasanya saking haus yang ku rasakan, mau berdiri tak bisa, pandanganku makin kabur Untung saja emak mendengar, bergegas ia masuk ke kamar dan menghampiriku “ada apa nak ?” tanya emak dengan kuatir saat melihatku Emak mendekatiku, kemudian meraba keningku, mata emak terbelalak “mak Haus ” ujarku dengan susah payah “astaga rio Tubuhmu panas sekali Kamu demam nak ” emak terlihat begitu panik, buru buru ia menyelimutiku hingga sebatas leher Kemudian emak keluar kamar, kembali lagi dengan membawa segelas besar air putih “minum dulu nak ” emak membantuku duduk, kemudian menempelkan bibir gelas ke mulutku, segera aku minum, namun air yang mengalir lewat tenggorokanku, seolah olah bagaikan duri yang menyakitkan Langsung ku dorong kembali gelas itu, emak menatapku penuh tanda tanya Aku cuma menggelengkan kepala dengan berat, seperti mengerti, emak langsung meletakkan gelas di atas sandaran dipan tempatku tidur Lalu membaringkan aku lagi “tunggu sebentar nak, emak mau beli obat dulu ke toko Kamu jangan banyak bergerak dulu ” kata emak dengan cemas Aku cuma mengangguk pelan Emak meninggalkanku sendirian, sekitar sepuluh menit, emak kembali masuk sambil membawa mangkuk plastik berisi air dan saputangan handuk Kembali emak membantuku duduk, memberikan sebutir obat padaku, aku menelan obat itu dengan bantuan emak serta segelas air Kemudian aku baring lagi Emak mengompres keningku Aku memejamkan mata, rasanya otakku bagaikan tertusuk jarum, menarik nafaspun susah, bagaikan ada yang menekan dadaku serta menutup hidungku Lama sekali emak terus mengompresku, hingga aku tertidur lagi Aku terbangun karena mendengar suara ribut ribut yang berasal dari luar kamar, mungkin diruang tamu, suara yang sangat asing bagiku, selain suara emak dan ayuk ayukku ++ Seperti ada beberapa orang yang sedang memarahi emak, dengan susah payah aku berangkat dari dipan emak, aku berjalan walau terasa pusing dan pandanganku kabur, walau sulit, akhirnya aku bisa berjalan hingga pintu kamar Dari balik tabir, ku melihat emak sedang menangis, sementara kedua ayukku memeluk emak, ibu yang waktu malam itu datang, ada disitu Bersama dua orang lelaki dewasa “ayuk tak bisa menjaga anakku, kenapa sampai ia sakit seperti itu Kenapa dibiarkan saja ia berhujan hujanan di tengah malam !” teriak ibu itu dengan nada tinggi “kami juga sudah berusaha mencegahnya, tapi rio berlari sangat kencang, tina dan yanti sudah mengejarnya, namun mereka berdua tak bisa menyusulnya Tolong jangan salahkan kami seperti itu mega !” emak membela diri, sementara itu yuk tina tanpa rasa takut sedikitpun langsung berdiri dan berkacak pinggang, dengan emosi, yuk tina balik memarahi ibu itu Ibu yang aku tahu adalah ibu kandungku “bu Tolong sopan sedikit ya ! Ibu mana tahu dengan keadaan kami, ibu hanya tahu bersenang senang Sementara kami disini sedang ada masalah, gara gara kedatangan ibu Setelah ibu meninggalkan rio begitu saja tanpa kabar, sekarang seenaknya saja ibu mau mengambilnya Apa ibu tak punya hati ?” tantang yuk tina berapi api dengan penuh emosi Yuk tina memang agak temperamental, ia tak kenal takut, walaupun ia tahu orang itu lebih dewasa dan kuat, selama ia merasa benar, maka yuk tina tak akan gentar sedikitpun Melihat perlawanan dari yuk tina, wajah ibu itu langsung berubah merah padam “hei ! Jaga mulutmu ya Pernah diajari nggak sama emakmu itu ? Kamu itu perempuan, apa kamu pikir bagus kelakuanmu itu?” balas ibu itu tak kalah sengit Kedua pria yang bersamanya cuma duduk melihat tanpa bersuara sedikitpun Kepalaku makin pusing, aku kasihan melihat emak yang cuma bisa diam, aku ingin membela emak, tapi aku tak bisa, karena entah mengapa aku merasa pandanganku makin kabur, dan tubuhku seolah melayang layang “emak selalu mengajari kami yang baik baik Tapi kami juga tak akan tinggal diam kalau ada yang menghina kami Jangan ibu pikir mentang mentang ibu banyak duit, ibu pikir bisa seenaknya saja memperlakukan kami Justru ibu itu yang tak sopan, datang ke rumah orang marah marah Kayak orang tak berpendidikan !” maki yuk tina makin meradang “tina cukup !!, jangan tak sopan sama orang tua ” sela emak diantara isakannya “nah Betul kan Kamu memang anak tak tahu adat Emak kamu sendiri juga bilang kamu tak sopan Dasar anak kurang ajar ” balas ibu itu dengan melecehkan Yuk tina menatap emak dengan pandangan terluka, seolah olah kata kata emak tadi telah membuat ia sakit hati Emak sepertinya sadar akan hal itu, buru buru emak membela yuk tina “mega Kamu yang harusnya sadar diri, jangan mentang mentang kamu merasa berada diatas angin, kamu jadi bisa memperlakukan kami seenaknya Ingat dulu, siapa yang datang ke kami, siapa yang meminta tolong dalam keadaan susah dulu, saat kamu tak punya apa apa Saat mertua kamu tak menerima kamu, kamu mengemis meminta belas kasihan pada kami, ingat mega !!! Ternyata kami sudah menolong macan terluka, yang akhirnya menggigit kami Kamu kira kamu sudah baik, kamu itu benar, kamu memang tak tahu terima kasih Jangan kamu pikir mentang mentang kamu sudah punya banyak uang, sudah sukses, kamu bisa begitu saja memperlakukan kami dengan hina !” semprot emak dengan emosi, membuat ibu itu terkejut, mungkin ia tak mengira kalau emak juga bisa berkata kasar “eh Yuk Berapa sih kerugian ayuk dulu Bilang saja berapa Aku bayar sekarang Aku juga terpaksa minta tolong sama kalian itu Kalian pikir aku suka ya kalian tolong, kan dulu kamu juga yang memaksa aku tinggal dengan kalian Sebelum pergi aku sudah bilang kalau aku akan kembali lagi untuk menjemput anakku Kenapa sekarang kalian malah marah marah Seharusnya kalian senang, kalian itu sudah susah Aku cuma mau membantu meringankan kesusahan kalian Aku cuma mau mengambil rio kembali Dia itu anak kandungku, coba kalau ayuk yang berada pada posisiku sekarang Apa yang ayuk rasakan Berpisah bertahun tahun dari anak kandungnya sendiri Merasa bersalah karena telah meninggalkan anak sendiri, setiap hari cuma memikirkan apa nasibnya, apakah ia baik baik saja Sudah cukup makan belum Apa ayuk begitu egoisnya Menyeret rio dalam kesusahan Padahal ayuk tahu kalau aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik pada rio Memberikan pendidikan yang lebih baik untuknya Apa ayuk tega melihat rio berjualan setiap hari Memakai pakaian jelek Tak mendapatkan uang jajan cukup, tak mempunyai apa apa Ayuk jangan kuatir Setiap sen yang ayuk keluarkan untuk rio akan aku ganti semua Bahkan dua kali lipat dari itupun akan aku berikan Aku tak mau bertengkar seperti ini, aku meminta rio baik baik, tapi kenapa kalian malah bersikap seperti ini ?” tantang ibu itu tak mau kalah Aku muak sekali mendengarnya Kata kata ibu itu membuat aku merasa semakin tak menyukainya , malah aku menjadi bertambah benci kepadanya “ibu itu sadar apa pingsan sih Ngomong itu dipikir dulu bu Jangan mencari cari kesalahan orang lain dong !” timpal yuk yanti yang sedari tadi cuma diam +++ aku tahu yuk yanti pasti sangat kesal sekali, biasanya yuk yanti tak pernah seperti itu, yuk yanti sangat menghormati orang yang lebih tua Mungkin yuk yanti sudah tak bisa lagi menahan rasa kesalnya saat mendengar kata kata ibu itu, yang tak bermutu sama sekali “eh Ini lagi mau ikut ikutan Memang kalian itu tak sopan semua Aku tak mau rio berada disini, bisa bisa nanti ia tumbuh menjadi anak yang tak sopan juga seperti kalian ” balas ibu itu makin meradang karena merasa di keroyok “kalau kamu tak memulainya mega, tak mungkin anak anakku tak sopan padamu, aku sangat mengenal anak anakku, biasanya mereka menaruh hormat pada orang yang lebih tua, tapi kelakuanmu sendiri tak bisa dikatakan sopan, padahal kamu itu sudah tua !” emak membela yuk yanti, sambil memberi penekanan pada kata katanya itu Kenapa sih hari ini bisa seperti ini, biasanya emak tak pernah seperti itu, aku sangat mengenal emak, beliau begitu baik, tak pernah aku melihat emak bertengkar dengan siapapun sebelumnya, emak sangat menjaga hubungannya dengan siapapun, bahkan tetangga tetangga disini mengenal emak begitu baik, emak tak pernah bergosip, daripada emak membuang buang waktu untuk mengurusi orang lain, emak lebih memilih membereskan rumah, ketimbang emak sibuk menceritakan kejelekan orang lain, emak lebih memilih sibuk membuat kue untuk dijual, emak juga tak pernah berlama lama belanja di toko, kalau cuma untuk bergosip dengan ibu ibu disini Orang orang sudah tahu dengan karakter emak, justru mereka menaruh hormat pada emak Mereka segan, walaupun kami tak punya banyak uang, tetangga disini sangat menghargai emak “yuk Saya malas bertengkar, saya cuma mau meminta anakku kembali dengan baik baik Saya rasa ayuk sudah cukup puas bisa merawatnya selama ini, sekarang giliran saya yang ingin merawatnya Saya ingin anak saya menjadi orang yang berhasil, apa ayuk bisa menjamin bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, sementara keadaan ayuk seperti ini, untuk makan saja ayuk mesti kerja mati matian membanting tulang, ku mohon ayuk pikirkan lagi, jangan egois, ini semata mata demi masa depan rio Kalau ayuk berpikir, pasti ayuk tahu kalau kata kataku ini benar Aku ingin kita baik baik Percuma bertengkar yuk Tak akan menyelesaikan masalah Aku toh bisa aja menempuh jalur hukum, dan aku bisa jamin kalau ayuk tak akan menang, jadi daripada urusan semakin merembet kemana mana, aku minta ayuk ikhlaskan saja aku mengambil kembali anakku Apa ayuk tega dalam keadaan sakit begini, untuk membawanya ke dokter pun ayuk tak punya uang Masa depan seperti apa yang akan ayuk janjikan pada rio Kalau memang ayuk menyayanginya, ayuk pasti tahu apa yang terbaik untuk rio ” tandas ibu itu sambil mengambil tas tangan yang ia letakkan diatas meja, kemudian ia memberi isyarat pada kedua orang pria yang mengikutinya agar berdiri +++ Ibu itu membuka tas nya lalu mengeluarkan setumpuk uang pecahan sepuluh ribu rupiah dan memberikan pada emak “bawa rio ke rumah sakit, secepatnya Tolong jangan tolak uang ini Carikan perawatan yang terbaik, aku mau anakku segera sembuh ” ujar ibu itu sambil meletakkan setumpuk uang ke atas meja Tanpa berkata apa apa lagi, ibu itu berjalan diiringi kedua pria yang bersamanya, keluar dari rumahku, emak bengong demikian juga kedua ayukku, mereka seolah olah kehilangan kata kata untuk menjawab Setelah deruman mobil terdengar meninggalkan rumah, baru emak seperti tersadar dan menangis, yuk tina langsung menghibur emak “dasar orang sombong, dia pikir dengan uangnya ia bisa melakukan apa saja ” kata yuk tina dengan kesal “sudahlah tin, kita bisa ngomong apa lagi Ibu rio benar, kita ini orang susah, harus tau diri, ini bukan menyangkut tentang kita, tapi anaknya rio Adikmu Emak juga tak mau kalau sampai terjadi apa apa sama adikmu, kita cuma bisa pasrah sekarang, apapun yang terjadi Mungkin memang sudah saatnya kita melepaskan rio dengan ikhlas walaupun itu sangat menyakitkan !” emak berkata sambil melamun Seolah olah emak sedang terkena stress “coba kita punya uang banyak ya mak, kita bisa membayar pengacara, jadi kita tak dihina seperti ini, kita bisa mempertahankan rio ” ujar yuk yanti murung Mendengar semua itu, tanpa terasa airmataku mengalir, aku kasihan sama emak, aku telah membuat emak kesulitan Aku hanya menambah beban saja bagi emak Aku anak yang tak berguna, tak bisa membantu emak Semua masalah berawal dariku Kalau saja tak ada aku dirumah ini, pasti emak tak akan mendapat hinaaan seperti ini Emak mengambil uang yang ada diatas meja, lalu memberikan pada yuk yanti “kamu pegang uang ini yanti, untuk membawa rio ke dokter Emak terpaksa menerimanya, karena memang emang tak punya uang untuk membawa adikmu berobat Emak ingin sekali bisa membayar sendiri biaya adikmu, tapi kalian juga tahu bagaimana keadaan kita Maafkan emak ya tina, yanti Emak tak bisa membuat kalian bahagia ” ucap emak murung nyaris berbisik, pada yuk tina dan yuk yanti “mak jangan ngomong begitu Yanti bahagia kok mak Walaupun tak berlimpah uang, tapi aku senang menjadi anaknya emak Kebahagiaan kan tak bisa digantikan dengan uang mak ” yuk yanti menghibur emak, sambil mengurut bahu emak dengan lembut “iya mak Tina juga begitu, tina minta maaf selama ini sering bikin emak susah Tina bahagia bersama emak, tina janji akan lebih mendengarkan kata kata emak Yang penting kita bisa berkumpul bersama sama mak ” timpal yuk tina dengan wajah berlinang air mata Emak tersenyum walau saat ini beliau sedih, emak merangkul kedua ayukku Bertiga mereka berpelukan dengan penuh kasih sayang Aku mundur perlahan, dadaku terasa sesak, kembali perasaan asing menyergap Dingin menjalar keseluruh tubuhku Hingga membuat ku menggigil Aku merasa asing ditengah tengah keluarga ini Lututku lemas, tak bisa menopang lagi tubuhku hingga ambruk terjatuh menggelosor ke lantai, aku memanggil emak, namun suaraku tak keluar Sementara kepalaku makin sakit, terasa ditusuk tusuk jarum, aku mengerang kesakitan Hingga akhirnya aku tak sadar apa apa lagi Sempat aku mendengar yuk yanti menjerit sambil mengoyang goyang tubuhku Setelah itu tubuhku menjadi ringan seolah melayang dalam kegelapan yang pekat +++ aku membuka mata perlahan, terasa silau, hingga aku harus memicing untuk menghindari perih Tanganku sedang di genggam oleh emak, yuk tina berdiri disisi tempat tidur sambil tersenyum padaku “udah agak mendingan dek ?” tanya yuk tina memastikan keadaanku Aku menggelengkan kepala, memaksakan senyum pada yuk tina dan emak “sakit nak ? Tanya emak sambil memegang tanganku yang terkena infus “nggak mak Cuma tubuhku agak kedinginan ” jawabku dengan susah payah, aku tak mau membuat emak semakin kuatir memikirkan keadaanku “mak Aku tak mau ikut ibu itu ” ucapku dengan lirih Namun emak langsung menyentuh bibirku dengan ujung jari telunjuknya “sst Jangan berpikir yang berat berat dulu nak Yang penting kamu harus sembuh dulu, hal itu bisa kita bahas nanti ” jawab emak pelan, emak menatapku dengan murung, seolah olah beliau merasakan kegundahan yang saat ini melilit hatiku “rio tak apa apa mak Rio takut, kalau emak emang sayang sama rio, jangan biarkan ibu itu membawa rio ” aku bersikeras mempertahankan keinginanku pada emak “iya nak, emak pun mau rio tetap bersama emak, kita menjalani hari hari seperti biasa, selalu bersama sama, makan tak makan selama kita tak terpisah, itulah yang membuat emak bahagia ” “iya dek Betul kata emak, kita pasti akan tetap bersama sama, adek tidak usah kuatir, ayuk akan berusaha keras mempertahankan adek, ayuk juga tak rela kalo adek sampai pergi dari rumah, kita selama ini selalu bersama dan akan tetap begitu ” tambah yuk tina sambil mendekat padaku dan membungkuk hingga posisi kepalanya lebih dekat denganku “ayuk janji ya Yuk, maafkan selama ini rio sering berantem sama ayuk Rio sebenarnya sangat sayang sama ayuk Bagi rio, yuk tina dan yuk yanti adalah kakak paling hebat, yuk tina cantik Rio bangga punya ayuk kayak yuk tina ” “ayuk juga bangga punya adek kayak rio, adek baik sama ayuk, justru selama ini, ayuk lah yang sering marah marah tanpa alasan sama adek, ayuk udah sering nyakitin perasaan adek ” balas yuk tina sambil memegang tanganku yang tak terinfus Aku tersenyum sama yuk tina TOK -TOK TOK suara pintu di ketuk dari luar, serempak kami menoleh kepintu, sesosok kepala menyembul dari balik pintu melongok ke dalam kamar rupanya si erwan “masuk nak erwan ” kata emak sambil membuka pintu lebar lebar, mempersilahkan erwan masuk Rupanya erwan tak sendirian, ada mamanya juga ikut bersamanya masuk ke dalam, ia membawa bungkusan di tangannya Mama erwan menyalami emak, lalu ia menyuruh erwan meletakkan bungkusan itu ke atas meja di samping ranjangku “gimana sobat, udah mendingan Tadi aku bingung kamu nggak masuk, mana nggak ada kabar, pulang sekolah aku ke rumahmu, nggak ada siapa siapa, tetanggamu yang bilang kalau kamu dibawa kerumah sakit ” jelas erwan lalu duduk disisi ranjang “makasih ya wan Kamu memang baik ” “tuh aku bawa roti, cokelat dan buah Dimakan ya sobat, biar cepat sembuh ” “iya sobat Terimakasih banyak Kamu datang aja aku udah seneng banget, tapi dibawa buah buahan juga aku nggak nolak, seneng banget ” aku bercanda biar erwan tak terlalu kuatir “gimana sih kok bisa sakit kayak gini Padahal baru aja kemarin kita sama sama ke kantin, kamu sehat sehat aja Muka kamu juga pucat banget, kayak lagi ada masalah besar aja ” selidik erwan memandang wajahku dengan tajam “nggak kok wan, kemarin aku berhujan hujanan Jadi aku kena demam ” “loh Seingatku, kemaring nggak hujan, cuma tadi subuh memang hujan Emangnya kamu hujan hujanan subuh subuh Ngapain bro ?” selidik erwan agak keheranan Aku terdiam, tak mungkin saat ini aku bercerita pada erwan, karena masalah ini saja sudah membuat kondisiku turun drastis hingga sampai opname dirumah sakit “nanti aku ceritakan, tapi jangan sekarang ya wan Aku belum siap ” aku berbisik lirih pada erwan, jangan sampai emak dan yuk tina mendengar “jangan di paksa kalau kamu belum siap Andai kamu nggak mau cerita juga nggak apa apa kok ” balas erwan penuh perhatian “makasih ya wan ” ucapanku terpotong karena mama erwan menghampiriku Emak berjalan disampingnya “rio Kok bisa sampai sakit gini sayang ” mama erwan berdiri disamping erwan di tepi ranjang, aku memaksakan tersenyum, walaupun agak berat karena kepalaku sakit “nggak tau tante Tiba tiba bangun kesiangan langsung badanku menggigil,” aku menjawab pertanyaan mama erwan “lain kali lebih teliti kalau jajan, soalnya jaman sekarang banyak makanan yang berbahaya, mengandung zat pewarna yang tak seharusnya ditambahkan dalam makanan, belum lagi musim seperti ini, terkadang panas terkadang hujan tak menentu, itu juga membuat kekebalan tubuh menurun ” nasehat mama erwan keibuan “iya tante makasih ya tante, rio perhatikan kata kata tante ” aku tersenyum walau susah payah Mama erwan mengangguk puas mendengar jawabanku Setelah sekitar limabelas menit, mama erwan mengajak erwan pulang, mereka berpamitan Erwan masih sempat menghiburku “besok aku kesini lagi ngajak rian ya ” mendengar nama rian, aku jadi teringat kami baru saja mulai akrab, dan mungkin kami akan jarang bertemu lagi nantinya Ada perasaan sedih, nasibku sekarang ditentukan oleh ibu itu Kalau ia berkeras membawaku kembali, aku cuma bisa pasrah, karena aku masih usia baru beranjak remaja, belum bisa menentukan nasibku sendiri, sedangkan emak tak punya daya untuk mempertahankan aku +++ “iya wan Jangan lupa ya Aku tunggu loh ” jawabku lugas “Sampai ketemu besok sobat ” “iya wan Sampai besok ya ” erwan dan namanya keluar dari ruanganku Aku melihat mama erwan sempat menyelipkan amplop sama emak, walaupun emak berusaha menolak, tapi mama erwan tetap memaksa, malah langsung menaruh amplop itu di kantong emak Dengan perasaan tak enak hati, emak mengucapkan terimakasih pada mereka Aku terharu sekali karena keluarga erwan baik sekali sama aku, aku beruntung punya teman seperti erwan, yang selalu ringan tangan membantu orang orang, hanya tuhan lah yang bisa membalas kebaikan mereka Sedikit dari sekian banyak orang kaya yang masih mau perduli dengan orang susah, mau berbagi Setelah pintu di tutup, emak kembali menghampiriku “lapar nak?” tanya emak dengan perhatian “nggak mak Lidah rio rasanya agak pahit, nggak pengen makan ” “walau cuma sedikit makan lah nak Emak kupasin apel ya ” tawar emak sambil membuka bungkusan yang tadi dibawa erwan “terserah emak, tapi temani rio makannya ya mak ” “iya, nanti emak temani” emak mengambil sebuah apel, lalu mengupasnya pakai pisau lipat, memotongnya dan menaruh ke dalam piring “yuk tina Kok diam aja Tuh ambil aja buah apa yang ayuk suka, mau makan roti atau cokelat itu juga ada yuk ” aku menawari yuk tina yang wajahnya terlihat sekali sudah begitu capek Yuk tina cuma tersenyum sambil berdiri menghampiriku “makasih dek, adek ini sakit kok masih sempat sempatnya mikirin orang lain Nanti kalo ayuk lagi pengen, bisa ngambil sendiri ” jawab yuk tina sambil mengusap usap rambutku Aku senang sekali yuk tina seperti ini, karena biasanya mana mau ia melakukan hal seperti ini, yang ada juga dia mengatakan kalau aku penyakitan Tapi kenapa saat saat seperti ini terjadi justru ketika aku sedang mengalami kejadian ini, mungkin semua ada hikmahnya juga, kalau yuk tina tak tahu aku bukan anak kandung emak, mungkin ia tetap tak perduli denganku, walaupun aku menyayanginya Emak sudah selesai mengupas apel dan buah pir, yuk tina mengambil piring dari tangan emak, lalu menyuapiku Aku membuka mulut dengan enggan, tapi aku juga tak mau menyia nyiakan kesempatan ini, seumur hidupku baru kali ini yuk tina mau menyuapiku makan Yuk tina menungguku mengunyah dengan sabar, setelah ia lihat aku berhenti mengunyah, yuk tina menyodorkan lagi sepotong buah Demikian terus sampai aku merasa mual, aku menggelengkan kepala waktu yuk tina mau memberikan lagi potongan buah padaku “udah yuk Ayuk aja yang ngabisin, aku udah kenyang, perutku mual ” “ya udah jangan dipaksa kalau memang udah nggak pengen ” jawab yuk tina penuh perhatian Aku bergeser agak duduk, jadi aku tak pegal lagi, karena sudah dari tadi berbaring Yuk tina duduk dikursi dekat samping televisi, makan buah bersama emak Sampai suster datang menyuntikku, dan memberikan obat yang membuat mataku mengantuk Aku tertidur dan terbangun subuh subuh, emak tidur di lantai bersama yuk yanti, beralaskan tikar pandan Aku duduk di ranjang memperhatikan emak Yuk tina mungkin pulang waktu aku lagi tidur tadi malam Aku sudah merasa lebih segar, kepalaku tak terasa berat dan tubuhku pun tak menggigil lagi Aku mau pulang saja hari ini, semakin lama aku dirumah sakit, akan semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan, padahal emak bisa memakai uang yang diberikan oleh ibu itu untuk hal lain yang lebih penting Suster masuk, menyeka tubuhku dengan handuk hangat basah, aku berdiri sementara suster menggantikan seprei tempat tidurku dengan yang baru Emak dan yuk yanti terbangun dan membereskan tikar serta bantal tempat tadi mereka tidur Emak masuk kamar mandi mencuci muka Setelah emak keluar, yuk yanti masuk Aku hampiri emak, melihatku terlihat sehat, emak agak heran “kok udah berjalan nak Hati hati nanti keserimpet tiang infus ” ujar emak sambil mengambil tiang infus yang aku pegang di tanganku “mak, rio mau pulang aja ” kataku langsung ke intinya “mau pulang? Memangnya kamu udah tak apa apa lagi ?” tanya emak keheranan “rio udah sehat mak, justru lama lama disini bikin rio tambah sakit ” “ya udah kalau memang mau kamu gitu, nanti kita tanya sama dokter aja, kamu udah boleh belum pulang hari ini ” jawab emak Aku mengangguk setuju dengan kata kata emak Setelah suster keluar, aku sarapan pagi dengan nasi putih, dan lauk yang semua rasanya hambar Sekitar jam sepuluh, dokter yang menanganiku datang, setelah ia memeriksaku, emak mengutarakan maksudku untuk pulang hari ini Dokter mengizinkan aku pulang, menurut dokter, aku sudah lebih baik Dan boleh pulang Emak berkemas kemas dibantu oleh yuk yanti, suster melepaskan infus di pergelangan tanganku Erwan datang bersama rian dan sopirnya, waktu yuk yanti menyelesaikan urusan administrasiku dirumah sakit Mereka mengantarku pulang Rian duduk disampingku dalam mobil dibangku belakang Rasanya aku jadi sembuh sampai tak tersisa sedikitpun sakit kepalaku Rian menghiburku dengan cerita cerita lucu membuat aku tertawa terpingkal pingkal hingga terlupa semua masalah yang membebani pikiranku dari kemarin Sampai dirumah aku turun dengan dipapah oleh rian dan erwan Sebetulnya aku bisa berjalan sendiri, tapi aku tak mau melewatkan kesempatan dirangkul oleh rian Aku langsung dibawa ke kamar, rian dan erwan ikut ke kamar, membantuku berbaring, setelah itu mereka ikut duduk diatas ranjang kamarku yang cuma pas untuk satu orang saja tidur diatasnya Kami berbincang bincang dan bercanda Yuk tina membuatkan teh hangat dan kue untuk rian dan erwan +++ Aku belum boleh Hingga sore hari jam tiga, ketika erwan dan rian mau pamit, tiba tiba ibu yang kemarin itu datang kembali, turun dari mobilnya yang mewah, memakai baju yang sangat bagus dari bahan sutera warna salem, sepatunya begitu tinggi, rambutnya pun disasak menunjukkan kalau ia baru pulang dari salon Saat melihatku berdiri di halaman bersama rian dan rio, ibu itu menghampiriku dan langsung memelukku seolah olah kami sudah begitu akrab Aku mencoba melepaskan diri namun tak bisa, pelukannya terlalu ketat “rio anakku, sudah sehat kamu nak Mama sampai nggak bisa tidur memikirkanmu semalaman nak Syukurlah Mama sayang sekali sama kamu ” aku tak tahu harus menjawab apa, merasa risih dan rikuh, bisa ku lihat erwan dan rian ternganga melihatku dipeluk perempuan ini Yang dari penampilannya saja sudah begitu beda dengan ibu ibu yang ada disini Lebih mirip dengan style ibu pejabat dalam sinetron dan film Aku mematung bengong tak bisa mengatakan apa apa Rasanya begitu ganjil Sementara itu rian sedang sibuk mengagumi mobil berwarna hitam metalik yang dipakai ibu kandungku SAAT PERPISAHAN “rio, betulkah itu Ibu ibu cantik itu mama kandungmu?” erwan menatapku menuntut penjelasan Aku jadi bingung harus mengatakan apa, terlalu dini mereka harus sudah tau semuanya, sedangkan aku saja masih belum bisa meredakan keterkejutan yang kurasakan “iya rio Tadi aku dengar sendiri Rio Kamu Anak ibu itu, gila rio ! Ibu itu punya mobil semewah itu Dia pasti luar biasa kaya !” teriak rian setengah histeris, seolah olah tak percaya dengan ini semua, aku tak perduli seberapa kaya ibu kandungku, ia bukan ibu yang baik untukku, meninggalkan aku selama ini, demi mengejar kekayaan Bukan seperti itu ibu yang aku inginkan! Aku cuma ingin bersama emak, karena emak dengan segala keterbatasan yang ia miliki, namun mampu membuat aku bahagia, bisa menjadi sosok ibu panutan Salah besar kalau rian pikir aku silau harta “maaf rian, aku tak perduli berapa harga mobil dan sebanyak apa kekayaan ibu itu Memang betul ia yang melahirkan aku, tapi emak lah satu satunya ibu bagiku ” aku menjawab sedikit ketus sambil menendang kerikil merah yang tergeletak diatas tanah dibawah kakiku Rian dan erwan saling berpandangan dengan heran, sepertinya mereka berdua agak kaget mendengar kata kataku barusan Erwan mendekatiku dengan hati hati bertanya “rio, sepertinya kamu tak bisa menerimanya Aku mengerti kalau kamu nggak mau membahas ini, aku hanya ingin kamu baik baik saja sobat ” “makasih wan, terus terang aku malas membahasnya, mendingan kita jalan jalan aja, malas aku ketemu ibu itu !” “jalan kemana rio, ini sudah sore ” tanya rian agak heran “terserahlah, aku cuma tak nyaman kalau ada ibu itu ” “ya sudahlah, kita jalan sekarang !” erwan memandangku dengan penuh pengertian Rian mengambil sepedanya dibawah pohon, aku mengikuti erwan yang mengambil sepedanya juga Tak sampai lima menit kami bertiga sudah berada dijalan, tanpa tau mau kemana Erwan mengayuh sepedanya menyusuri jalan kecil belum diaspal, melewati pinggiran sungai tempat kami bertiga duduk beberapa hari yang lalu, aku lebih banyak diam, seperti mengerti, erwan dan rian pun ikut ikutan diam Hari sudah semakin sore, cahaya matahari sudah mulai meredup karena matahari sudah mulai turun Menurut perkiraanku, ibu kandungku sudah pulang sekarang, jadi aku mengajak rian dan erwan pulang, sebenarnya aku tak enak juga sama mereka Mau bagaimana lagi, saat ini aku sangat butuh teman untuk melupakan sejenak masalahku Sampai dirumah tepat seperti perkiraanku, tak ada lagi mobil ibuku Aku turun dari boncengan erwan, menawari kedua temanku ini untuk mampir dulu, namun mereka menolak karena sudah hampir maghrib Mereka langsung pulang Setelah mereka berdua pergi, aku masuk kedalam rumah Yuk tina sedang mencuci piring didapur, emak sedang mandi, sementara yuk yanti kulihat sedang mengangkat baju dari jemuran “adek darimana aja, tadi emak nyari nyari ” tanya yuk tina saat melihatku “rio malas yuk ketemu ibu itu, risih rio ia peluk peluk ” aku duduk disamping yuk tina “mungkin adek belum terbiasa aja Nanti juga pasti adek bisa menyayanginya ” yuk tina menepuk bahuku, tersenyum dengan aneh “ayuk kok ngomong gitu, emangnya rio mau tinggal sama ibu itu, nggak lah yuk Rio kan tetap tinggal sama emak dan ayuk disini Protesku sedikit heran juga, kenapa yuk tina bicara seolah olah begitu yakin kalau aku mau tinggal dengan ibu kandungku Pintu kamar mandi terbuka, emak keluar dengan handuk terlilit dikepala Begitu melihatku, emak langsung bertanya “rio ini darimana saja, dicari cari sama yuk yanti tadi Kok keluar nggak bilang bilang sama emak ?” “malas mak ketemu sama ibu itu ” jawabku singkat sambil mengambil potongan daun pisang yang tergeletak diatas meja, kemudian aku menyobek daun itu seakan akan daun itu bersalah kepadaku Emak menggelengkan kepala melihat kelakuanku, kemudian emak menghampiriku, menarik kursi lalu duduk disampingku “rio nggak boleh begitu, dia itu ibu kandungmu, yang sudah melahirkanmu, tadi dia sedih sekali waktu kamu mendorongnya Ia bilang ia kangen sekali sama kamu nak, emak jadi tak tega waktu ia tadi menangis ” aku mendongak menatap emak Ibu itu menangis Perasaan tadi ia biasa biasa saja waktu aku menolak ia peluk “rio belum bisa menerimanya mak, rio masih canggung, bagi rio cuma emak lah ibu rio !” kataku dengan keras kepala Sekilas aku seperti melihat emak tersenyum senang, tapi cuma sebentar, emak langsung mengubah ekspresi wajahnya “sebentar lagi kamu ujian, setelah lulus kamu harus melanjutkan ke smu, ibumu sudah mempersiapkan semuanya, ia berencana untuk memasukanmu ke smu favorit di palembang Katanya ia akan membawamu pindah ke palembang nak ” “mak rio nggak mau ikut ibu itu, rio cuma mau tinggal sama emak disini, boleh kan mak?” aku berharap emak mengiyakan namun jawaban emak sungguh membuat aku terkejut “sebetulnya emak tak keberatan, tapi rio tau sendiri bagaimana keadaan kita, emak ini orang susah, tak mampu lagi emak untuk menyekolahkan kamu, beban kita sudah semakin berat, emak tak bisa memasukkan kamu ke smu, hanya ibu kandungmu yang bisa mengatasi masalah itu Emak tak mau kamu jadi pengangguran nantinya ” kata emak dengan lembut, namun entah mengapa aku merasa seperti di tolak, emak mengatakan itu berarti emak mengisyaratkan kalau keberadaanku dirumah ini telah menambah beban bagi emak Batinku menjerit, tak kusangka aku akan mendengar juga hal ini dari mulut emak Tubuhku gemetaran, dengan gontai aku berdiri, meninggalkan emak dan ayuk ayukku di dapur Aku masuk kekamarku, kemudian mengunci pintu Suara adzan di masjid tak aku hiraukan lagi Ranjang yang sempit cuma cukup untuk aku sendiri, tempat aku berbaring merenungi semua kejadian yang aku alami, mengenang hari hari aku melewati masa kecil hingga sekarang, bersama emak dan ayuk ayukku Dalam susah dan senang, suka duka, apakah tak lama lagi semua ini harus aku tinggalkan Sementara hatiku begitu berat untuk melakukannya Namun aku juga tak mau menjadi benalu yang hanya menambah beban bagi emak Aku tak ada jalan lain, terpaksa aku pergi dari sini Meninggalkan emak, yuk tina, yuk yanti dan semua yang aku sayangi Mengawali hidup baru entah dimana, aku akan berusaha untuk menerima, mungkin sudah saatnya aku memutuskannya Aku akan mencoba untuk mengenali ibu kandungku, walaupun aku tak mengenalnya, namun aku tahu seorang ibu tak akan tega untuk melukai darah dagingnya sendiri Tak terasa airmataku jatuh Kenapa aku tak punya pilihan, aku hanya bisa menerima nasib Terdengar suara ketukan di pintu kamarku, yuk yanti memanggilku untuk mengajak makan malam, tapi aku pura pura tak mendengar, hingga tak lagi terdengar suara yuk yanti Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh dari kamarku Aku tertidur hingga pagi Saat aku bangun rumah dalam keadaan sepi, kucari emak didapur tapi tak ada Kenapa aku bisa tidur seperti orang pingsan Perutku lapar, untung saja ada makanan diatas meja Hari ini aku tak jualan, entah kenapa emak tak membangunkan aku Tak biasanya emak tak berada dirumah sepagi ini, kemana emak? Hatiku jadi bertanya Apakah mungkin emak yang berjualan sekarang? Membayangkan emak berjualan membuat aku jadi merasa bersalah, emak sudah tua, kasihan kalau harus berkeliling kampung menjajakan kue Biasanya itu tugas aku dan kedua ayuk ayukku Ku letakkan kembali kue yang baru aku gigit sedikit tanpa nafsu, laparku mendadak hilang Jam didinding menunjukan pukul enam lewat sepuluh menit, aku harus mandi dan bersiap siap ke sekolah Setelah mandi dan berpakaian, aku duduk diruang tengah menunggu emak Tak lama kulihat yuk yanti pulang sambil membawa dulang yang telah kosong Aku langsung bertanya pada yuk yanti Ternyata betul dugaanku, emak menjual kue keliling kampung, menggantikan aku Aku tak mengatakan apa apa lagi, sekitar lima menit kemudian yuk tina pulang, kue yang ia bawa masih ada tapi tak banyak, saat melihatku sudah memakai baju sekolah, yuk tina tersenyum “dek, tunggu ayuk ya, kita berangkat sama sama ” kata yuk tina sambil menaruh dulang diatas meja “iya yuk, tapi jangan lama lama, sudah siang, takutnya nanti kita telat ke sekolah ” aku menjawab sambil duduk lagi di kursi tamu Yuk tina langsung kekamar mandi mencuci muka dan gosok gigi Aku duduk menunggu sambil melihat lihat ke jalan, namun emak belum juga pulang Yuk tina menghampiriku setelah ia telah siap “berangkat yuk dek ” ajaknya sambil merapikan rambutnya “emak kok belum pulang juga yuk ?” aku berdiri kemudian mengambil tas diatas meja, memakainya ke punggung “mungkin emak agak siang udahlah nggak usah nungguin emak, pesan emak tadi kita nggak usah nunggu emak ” jawab yuk tina sambil berjalan ke pintu Aku mengikutinya “dek nih uang jajan adek, emak nyuruh ayuk yang ngasih ke adek, takut emak lupa ” yuk tina memberikan selembar uang seratus rupiah padaku Aku mengambil uang itu dengan tangan sedikit gemetar Entah kenapa rasanya aku tak pantas lagi menerima uang dari emak “ayo dek, nanti kita terlambat !” yuk tina mempercepat langkahnya Aku mengikuti yuk tina, kami berpisah di perempatan jalan Sampai disekolah pun hatiku tak bisa tenang Erwan yang duduk disampingku seperti mengerti dan tak banyak tanya saat melihat aku sedikit murung +++ Ibu itu menangis Perasaan tadi ia biasa biasa saja waktu aku menolak ia peluk “rio belum bisa menerimanya mak, rio masih canggung, bagi rio cuma emak lah ibu rio !” kataku dengan keras kepala Sekilas aku seperti melihat emak tersenyum senang, tapi cuma sebentar, emak langsung mengubah ekspresi wajahnya “sebentar lagi kamu ujian, setelah lulus kamu harus melanjutkan ke smu, ibumu sudah mempersiapkan semuanya, ia berencana untuk memasukanmu ke smu favorit di palembang Katanya ia akan membawamu pindah ke palembang nak ” “mak rio nggak mau ikut ibu itu, rio cuma mau tinggal sama emak disini, boleh kan mak?” aku berharap emak mengiyakan namun jawaban emak sungguh membuat aku terkejut “sebetulnya emak tak keberatan, tapi rio tau sendiri bagaimana keadaan kita, emak ini orang susah, tak mampu lagi emak untuk menyekolahkan kamu, beban kita sudah semakin berat, emak tak bisa memasukkan kamu ke smu, hanya ibu kandungmu yang bisa mengatasi masalah itu Emak tak mau kamu jadi pengangguran nantinya ” kata emak dengan lembut, namun entah mengapa aku merasa seperti di tolak, emak mengatakan itu berarti emak mengisyaratkan kalau keberadaanku dirumah ini telah menambah beban bagi emak Batinku menjerit, tak kusangka aku akan mendengar juga hal ini dari mulut emak Tubuhku gemetaran, dengan gontai aku berdiri, meninggalkan emak dan ayuk ayukku di dapur Aku masuk kekamarku, kemudian mengunci pintu Suara adzan di masjid tak aku hiraukan lagi Ranjang yang sempit cuma cukup untuk aku sendiri, tempat aku berbaring merenungi semua kejadian yang aku alami, mengenang hari hari aku melewati masa kecil hingga sekarang, bersama emak dan ayuk ayukku Dalam susah dan senang, suka duka, apakah tak lama lagi semua ini harus aku tinggalkan Sementara hatiku begitu berat untuk melakukannya Namun aku juga tak mau menjadi benalu yang hanya menambah beban bagi emak Aku tak ada jalan lain, terpaksa aku pergi dari sini Meninggalkan emak, yuk tina, yuk yanti dan semua yang aku sayangi Mengawali hidup baru entah dimana, aku akan berusaha untuk menerima, mungkin sudah saatnya aku memutuskannya Aku akan mencoba untuk mengenali ibu kandungku, walaupun aku tak mengenalnya, namun aku tahu seorang ibu tak akan tega untuk melukai darah dagingnya sendiri Tak terasa airmataku jatuh Kenapa aku tak punya pilihan, aku hanya bisa menerima nasib Terdengar suara ketukan di pintu kamarku, yuk yanti memanggilku untuk mengajak makan malam, tapi aku pura pura tak mendengar, hingga tak lagi terdengar suara yuk yanti Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh dari kamarku Aku tertidur hingga pagi Saat aku bangun rumah dalam keadaan sepi, kucari emak didapur tapi tak ada Kenapa aku bisa tidur seperti orang pingsan Perutku lapar, untung saja ada makanan diatas meja Hari ini aku tak jualan, entah kenapa emak tak membangunkan aku Tak biasanya emak tak berada dirumah sepagi ini, kemana emak? Hatiku jadi bertanya Apakah mungkin emak yang berjualan sekarang? Membayangkan emak berjualan membuat aku jadi merasa bersalah, emak sudah tua, kasihan kalau harus berkeliling kampung menjajakan kue Biasanya itu tugas aku dan kedua ayuk ayukku Ku letakkan kembali kue yang baru aku gigit sedikit tanpa nafsu, laparku mendadak hilang Jam didinding menunjukan pukul enam lewat sepuluh menit, aku harus mandi dan bersiap siap ke sekolah Setelah mandi dan berpakaian, aku duduk diruang tengah menunggu emak Tak lama kulihat yuk yanti pulang sambil membawa dulang yang telah kosong Aku langsung bertanya pada yuk yanti Ternyata betul dugaanku, emak menjual kue keliling kampung, menggantikan aku Aku tak mengatakan apa apa lagi, sekitar lima menit kemudian yuk tina pulang, kue yang ia bawa masih ada tapi tak banyak, saat melihatku sudah memakai baju sekolah, yuk tina tersenyum “dek, tunggu ayuk ya, kita berangkat sama sama ” kata yuk tina sambil menaruh dulang diatas meja “iya yuk, tapi jangan lama lama, sudah siang, takutnya nanti kita telat ke sekolah ” aku menjawab sambil duduk lagi di kursi tamu Yuk tina langsung kekamar mandi mencuci muka dan gosok gigi Aku duduk menunggu sambil melihat lihat ke jalan, namun emak belum juga pulang Yuk tina menghampiriku setelah ia telah siap “berangkat yuk dek ” ajaknya sambil merapikan rambutnya “emak kok belum pulang juga yuk ?” aku berdiri kemudian mengambil tas diatas meja, memakainya ke punggung “mungkin emak agak siang udahlah nggak usah nungguin emak, pesan emak tadi kita nggak usah nunggu emak ” jawab yuk tina sambil berjalan ke pintu Aku mengikutinya “dek nih uang jajan adek, emak nyuruh ayuk yang ngasih ke adek, takut emak lupa ” yuk tina memberikan selembar uang seratus rupiah padaku Aku mengambil uang itu dengan tangan sedikit gemetar Entah kenapa rasanya aku tak pantas lagi menerima uang dari emak “ayo dek, nanti kita terlambat !” yuk tina mempercepat langkahnya Aku mengikuti yuk tina, kami berpisah di perempatan jalan Sampai disekolah pun hatiku tak bisa tenang Erwan yang duduk disampingku seperti mengerti dan tak banyak tanya saat melihat aku sedikit murung Aku jadi kebingungan, pak rahmat guru yang killer, ia suka ringan tangan terhadap murid, sudah beberapa orang temanku yang pernah merasakan di tampar wajahnya oleh pak rahmat Aku tak mau kalau sampai kena tampar juga olehnya “rio kurang enak badan pak ” erwan yang menjawab “betul rio?” tanya pak rahmat meyakinkan kalau aku memang sakit “iya pak ” jawabku pelan, aku tak bohong karena jujur saja kepalaku rasanya masih pusing “kalau sakit kamu istirahat saja di UKS, percuma saja kamu disini, tak bisa mengikuti pelajaran, malah mengganggu teman yang mau belajar ” ujar pak rahmat penuh perhatian, memang teman teman tahu kalau aku sempat menginap dirumah sakit “biar aku yang ngantar rio ke UKS pak !” erwan menawarkan diri Pak rahmat cuma mengangguk kemudian berdiri menulis di depan papan tulis “ayo rio ” erwan membantuku berdiri, seolah olah aku tak bisa berjalan kalau tak ia bantu Sebenarnya aku risih juga, tapi karena didepan kelas, aku tak mungkin menolaknya Kami berdua keluar dari kelas, berjalan menuju ke ruang UKS “makasih erwan Tadi aku udah gemetaran ” aku berkata sejujurnya “tak apa apa rio Aku mengerti kamu lagi ada masalah, paling tidak kamu ceritalah, aku kan sahabatmu, tak perlu kamu merasa sungkan atau malu ” “maaf ya wan Bukan maksudku bertingkah Tapi aku memang lagi ada masalah Aku butuh ketenangan ” aku meminta pengertian dari erwan “masalah kemarin itu ya ?” “iya ” “mamamu mau membawa kamu bersamanya?” “iya ” “kamu mau ?” “entahlah” “kok entah?” “aku bingung ” “kenapa bingung ?” “aku tak bisa memilih ” “kamu bisa memilih ” “emak menyuruhku ikut ibu kandungku ” “terus ?” “aku ragu ” “jadi kamu akan pergi ?” “kemungkinan ” “kamu pindah dari bangka?” “bisa jadi ” “kenapa kamu nggak minta sama emak kamu agar diizinkan tinggal bersamanya?” “emak tak sanggup lagi untuk menghidupiku ” erwan terdiam mendengar jawabanku barusan, langkahnya langsung terhenti Aku memandang erwan dengan heran “kenapa wan?” “jadi kamu akan betul betul pergi?” erwan mengulangi lagi pertanyaanya tadi Aku terdiam sejenak sebelum menjawab Aku tahu erwan adalah sahabatku yang terbaik yang aku punya Aku pasti akan sangat kehilangan erwan nanti “rio Kita ke kantin aja yuk Kita bicara disana ” “sekarang sedang jam pelajaran wan Tadi kita izin mau ke UKS, nanti kamu kena hukum sama pak rahmat !” tolakku dengan halus “tak masalah Aku tak ingin melihat kamu kalut seperti ini rio Tentang pak rahmat nanti aku bisa hadapi ” erwan membantah dengan keras kepala “terserah kamu kalau gitu ” aku mengikuti erwan berjalan menuju ke kantin belakang sekolah Sampai di kantin, erwan mengajakku duduk di kursi bagian dalam kantin, jadi tak terlihat kalau dari luar “kamu mau makan apa rio?” tanya erwan sambil menarik kursi Aku baru teringat
+++ Aku merenung, kata kata erwan itu ada benarnya Akhirnya aku mengalah dan memesan mie goreng pada ibu kantin “kok kalian nggak belajar Bolos ya?” tanya bu kantin sok tau “rio sakit bu, tadi udah diizinkan sama guru ke UKS, tapi karena ia belum makan, aku ajak kesini dulu ” jelas erwan sabar Aku menyender dikursi Melihat suasana sekolah yang sepi Pohon akasia bergoyang ditiup angin, menjatuhkan bunga berwarna kuning tua ke tanah Cuaca hari ini sedikit panas, keringat mengalir terus dari dahiku Ibu kantin berbalik untuk mengambil pesanan kami Sementara menunggu, erwan kembali bertanya padaku “aku berharap kita bisa kembali bersama di smu nanti rio Tapi sepertinya itu cuma angan angan saja ” cetus erwan dengan pandangan menerawang “aku juga berharap begitu Tapi keadaan tak memungkinkan wan Emak tak mampu membiayai aku Walaupun aku terus memaksa untuk tetap disini, yang ada aku tak sekolah ” hampir aku menangis saat mengatakan itu “kalau soal itu, aku bisa ngomong sama mama Kamu kan bisa masuk program anak asuh Atau, kamu kan pintar Siapa tau kamu bisa dapat beasiswa ” erwan mencoba memberi jalan keluar, tapi aku ragu Aku tak mau selalu merepotkan orang, selama ini aku selalu diajarkan emak untuk selalu berusaha Jangan menggantungkan hidup dari kebaikan orang lain “aku tahu niat kamu baik wan Tapi tak segampang itu Beasiswa itu tak pasti Iya kalau aku dapat, Kalau nggak gimana?” aku balik bertanya Erwan langsung terdiam “nah kamu sendiri juga bingung kan Aku tak mau terlalu tinggi bermimpi Aku takut terjatuh lagi Mungkin ini sudah garis hidupku Aku harus kembali pada ibu kandungku ” aku menghentikan bicara karena ibu kantin menghampiri kami sambil membawa dua piring berisi mie goreng dengan telur “makasih bu ” kataku pada bu kantin saat ia meletakkan piring diatas mejaku “bu, es jeruk dua gelas ” ujar erwan sambil menarik piringnya lebih dekat “jadi kamu sudah bulat benar benar ingin meninggalkan bangka ?” tanya erwan dengan sedih “aku bisa apa wan Aku tak mau menambah beban bagi emak Kalau dituruti, sedih hati ini wan Meninggalkan orang orang yang aku cintai ” aku mengaduk aduk mie goreng dengan tidak berselera “dimakan rio ” “iya wan ” aku menjawab sambil menyuap sesendok mie goreng, lalu mengunyahnya dengan malas Aku tak enak hati sama erwan kalau tak memakan mie yang telah ia pesan “kalau kamu jadi pergi Jangan pernah lupa padaku ya rio ” suara erwan terdengar agak parau Wajahnya agak menunduk seolah olah sedang mengamati isi piringnya “mana mungkin aku bisa melupakan kamu sobat Selama ini kamu telah baik padaku Bagiku kamu saudaraku wan Sahabat terbaik yang pernah aku punya ” aku mencoba menghibur erwan, sekaligus menghibur diriku sendiri yang tak yakin apakah nantinya aku mampu menghadapi semua ini Apakah aku mampu berjauhan dengan emak Sementara selama ini tak pernah satu haripun emak pergi dari rumah Aku paling tak bisa ditinggal emak Aku juga tak yakin nanti bisa bertemu teman sebaik erwan ditempat lain Sahabat sejati tak mudah di cari Aku belum bisa membalas kebaikan erwan padaku, walaupun aku begitu berniat Selama ini aku tak pernah punya rejeki lebih untuk mentraktir ataupun membelikan sesuatu untuk erwan Aku menghabiskan mie gorengku Lalu minum es jeruk lewat sedotan Kenyang rasanya perutku “nah gitu dong Baru namanya anak pintar ” erwan menggodaku saat melihat piring di depanku telah kosong Aku tersenyum lebar melihat wajah erwan yang lucu, aku tahu ia berusaha menghiburku Erwan menghabiskan minuman dalam gelasnya “sekarang kita ke UKS Aja Nanti ketahuan sama pak rahmat ” erwan berdiri kemudian menghampiri bu kantin untuk membayar makanan kami tadi “iya wan, ntar dikira sama pak rahmat, kita berdua sekongkol berpura pura sakit biar bisa menghindari pelajarannya ” aku mengingatkan erwan Jangan sampai ia mendapat masalah gara gara aku Aku membuka pintu UKS, penjaganya kebetulan temanku juga anak kelas 3c Namanya dewi, begitu melihat aku dan erwan datang Ia langsung berdiri menghampiri kami dan bertanya “kenapa rio, kamu sakit lagi ya?” aku mengangguk, dewi menyuruhku masuk kedalam “aku cuma sedikit nggak enak badan aja kok wi Cuma mau baring sebentar ” cepat cepat aku menjelaskan, begitu melihat dewi membuka lemari untuk mengambil peralatan P3K “ini ada obat sakit kepala, kamu minum aja dulu agar lebih mendingan, setelah itu kamu tiduran aja Sebentar aku ambilin segelas air putih ” ujar dewi penuh perhatian Anak satu ini memang pantas sekali menjadi perawat Aku menelan sebutir obat sakit kepala yang diberi oleh dewi dengan bantuan segelas air Sebenarnya aku paling malas minum obat, tapi sepertinya beberapa hari ini aku harus selalu berhadapan dengan yang namanya obat Cuma gara gara tadi aku tak bisa menahan suara didalam kelas, aku harus terdampar di UKS “makasih ya dewi ” aku mengulurkan gelas kosong padanya Dewi tersenyum dan mengangguk “sama sama rio Sekarang istirahatlah Aku mau duduk di depan dulu Tirainya perlu aku tutup nggak?” “tutup aja wi Agak silau sih ” aku melihat ke jendela dari kaca yang sinar matahari bisa menerobos melaluinya Dewi menarik tirai hingga tempat tidur tak bisa terlihat dari pintu Erwan berdiri disampingku, meraba keningku seolah olah aku memang betul betul kena penyakit yang parah “sedikit panas Kamu tidur aja, aku mau kembali ke kelas Nanti aku kesini lagi ” ujar erwan sambil tersenyum lebar Aku ikut tersenyum sambil mengedipkan mata Setelah erwan pergi aku memejamkan mata, disaat sendiri seperti ini, pikiran yang tadi sempat sirna kembali datang Aku akan meninggalkan erwan, dia adalah teman yang sangat baik, aku tak mampu membayangkan berjauhan darinya nanti Erwan sudah banyak membantuku, ia begitu perhatian Sahabat sejati yang pernah aku miliki Mana mungkin aku bisa melupakan erwan Ia akan selalu ada dihatiku Walaupun nanti kami tak bertemu lagi Aku akan selalu mengenang erwan Aku tertidur sebentar dan terbangun karena sebuah tangan hangat sedang meraba leherku Begitu aku membuka mata, ada rian dan erwan sedang berdiri sambil memandangku Aku jadi salah tingkah “eh sejak kapan kalian berdiri disini Maaf ya aku ketiduran ” aku bangun lalu duduk diatas ranjang “belum lama kok, kami datang kamu langsung bangun, gimana udah mendingan?” tanya rian sambil duduk diatas ranjang Rupanya tadi yang meraba leherku itu rian “makasih rian, nanti aku pinjam catatan kalian ya Aku tak mau ketinggalan, soalnya kita udah mau ujian Kalau NEM ku kecil, bisa bisa aku nggak lulus ” “santai aja rio Kamu kan pintar, mana mungkin bisa ketinggalan ” hibur erwan Aku tertawa mendengarnya “biasa aja kok Aku kan nggak terlalu pintar pintar amat ” “tapi kalau dibandingkan denganku, kamu jauh lebih pintar Justru aku yang takut nggak lulus nanti Soalnya kalau ujian kamu nggak mungkin bantu aku kan ” seloroh erwan ikut tertawa “gimana nanti kita belajar sama sama Soalnya aku juga ingin lulus ” timpal rian tak mau kalah “loh Kamu kan biasa ngumpul sama rombongan vendi, kalian kan biasanya belajar sama sama ” aku menggoda rian sambil melirik pada erwan, sembunyi sembunyi mengedipkan mata Karena satu kelas juga sudah tahu, kalau dulu, vendi pernah nggak naik kelas, seharusnya sekarang ia sudah duduk di kelas satu smu Anak itu selalu mengandalkan harta orangtuanya untuk menutupi kelemahannya dalam belajar “gila apa Mau belajar gimana sama mereka Tiap hari yang selalu di bahas mobil tamiya, kalau nggak, membahas cewek, motor, mobil, film Bisa bisa isi ujianku nantinya Dash yankuro, saint seiya Mario bross dan mobil mobil keluaran jepang Ingat gak waktu ditanya sama bu irma siapa nama pemain tenis perempuan di indonesia, masak ia jawab yayuk suseno !” ujar rian sedikit sebal Aku dan erwan tertawa terbahak bahak mengingat kejadian lucu itu Waktu itu seisi kelas tertawa mendengar jawaban vendi, termasuk bu irma juga “eh Kok ribut ribut di UKS sih Ayo keluar Mengganggu aja !” serempak kami bertiga menoleh ke belakang, rupanya dewi sudah berdiri di belakang kami “sudah agak baikan rio?” tanya dewi sambil berjalan menghampiriku “sudah wi, makasih banyak ya Maaf tadi udah bikin ribut ” jawabku sedikit tak enak hati “oh nggak apa apa Aku kira tadi rian sama erwan mengganggu kamu yang lagi istirahat ” rian turun dari ranjang saat melihat tatapan mata dewi yang agak berkerut saat melihat ia duduk diatas ranjang “kenapa, Kamu sakit juga?” sindir dewi agak mengejek Rian cengengesan tak jelas sambil buru buru berdiri disamping erwan “wi aku udah sehat, makasih ya untuk tumpangan tidurnya Sekarang aku mau kembali ke kelas ” aku turun dari ranjang dan berdiri “ya nggak apa apa Aku juga mau ke kelas sebentar lagi Habis ini giliran rosita yang jaga disini ” ujar dewi sambil membereskan tempat tidur UKS “perlu dibantu nggak ?” goda rian sambil memasang senyum mautnya pada dewi “kalau nggak keberatan sih Aku minta tolong keluar dari sini, soalnya aku mau nyapu !” balas dewi tak acuh Aku dan erwan tertawa melihat wajah rian yang langsung berubah dari senyum menggoda menjadi ternganga “dasar cewek sok !” gumam rian kesal, untung saja tak terdengar oleh dewi, kalau nggak Bisa bisa sapu yang ia pegang mendarat dipunggung rian Aku mengajak erwan dan rian keluar dari UKS, kemudian kami bertiga mencari tempat yang teduh dan tenang untuk mengobrol Rian menunjuk ke pohon akasia didepan lab kimia, kami langsung berjalan dan mengambil tempat dibawah pohon itu Aku duduk diatas bangku yang terbuat dari sebilah papan tebal Sambil memandangi murid murid dari kelas satu hingga kelas tiga yang sedang menggunakan waktu istirahatnya Ada yang bergerombol didepan kelas, ada yang berjalan hilir mudik sambil makan es, ada juga yang sedang latihan berbaris “rio Kata erwan kamu mau pindah ya?” tanya rian tanpa aku sangka sangka Aku menoleh pada rian dan mengangguk “kemungkinan Aku juga belum tau ” jawabku pelan “padahal kita baru mau akrab ya rio ” “kita kan bisa tetap menjadi teman Tenang aja, walaupun jauh nantinya, aku tak akan pernah lupa sama kalian berdua ” aku berpura pura tenang, padahal dalam hatiku bergemuruh tak menentu Aku sangat sedih membayangkan akan meninggalkan mereka berdua “aku harap juga begitu Aku jadi menyesal kenapa baru kenal kamu sekarang Dulu aku pernah kasar sama kamu Aku minta maaf rio ” kata kata rian membuat aku jadi makin sedih, aku juga menyayangkan kenapa baru mengenal rian, padahal setelah aku akrab dengannya ternyata rian sangat baik, kalaupun dulu ia pernah kasar, aku tak marah, aku sudah memaafkannya “tak masalah rian Sudahlah kenapa sih jadi pada sedih sedih begini Aku kan bukan mau mati ” selorohku sedikit garing Rian dan erwan diam “loh kok malah melamun sih ” aku mengibaskan kedua tangan didepan wajah mereka “apa apaan sih rio Aku nggak melamun tau !” sungut erwan sebal Rian cengengesan tak jelas “rio, kapan kamu pindah?” rian bertanya sambil mengambil bunga akasia yang terjatuh tepat dibawah tempatnya duduk “kemungkinan setelah pengumuman kelulusan, soalnya ibuku pasti tau kalau nggak memungkinkan kalau aku pindah sekarang Jadi beliau hanya bisa membawaku setelah aku lulus ” aku menjawab seadanya “berarti masih satu bulan lebih kita bisa bersama sama ” timpal erwan yang sedari tadi sibuk menggaruk kakinya yang terkena gigit semut yang penuh dipohon akasia ini “iya Pokoknya tenang aja Aku pasti bilang kok kalau udah mau pergi nanti !” “kamu pasti lebih senang nanti, soalnya ibu kandungmu itu kaya sekali ” lagi lagi rian membahas tentang kekayaan ibu kandungku “rian aku udah bilang, tak perduli mau sekaya apapun ibuku, aku tak perduli, coba kamu yang jadi aku Selama ini menganggap ibu yang ada dirumahmu itu adalah ibu kandungmu, ternyata bukan Sedangkan kamu sudah terlanjur mencintainya dan menganggap kalau dialah ibu yang melahirkanmu Kamu tak merasakan betapa sakitnya harus pergi dan meninggalkan orang yang kamu sayangi Apa arti kekayaan kalau kita harus kehilangan orang yang kita sayangi ” “maaf kalau aku membuatmu tersinggung, tapi aku hanya ingin kamu tak merasa apa yang kamu jalani terlalu berat, pasti ada sisi baiknya juga Mungkin saat ini belum kelihatan ” rian masih tetap mempertahankan pendapatnya Aku tahu kata katanya itu ada benarnya juga, cuma aku yang tak bisa menerima hingga saat ini, aku belum merasakan sesuatu yang membuat hatiku bergetar saat bertemu dengan ibu kandungku Sampai saat ini aku masih merasa ini seperti satu mimpi buruk Rian berdiri lalu meloncat menggapai daun akasia, aku hanya duduk memperhatikan apa yang ia lakukan Sementara erwan cuma diam tak mengatakan apa apa, mungkin ia memang sudah tak tahu harus mengatakan apa lagi Hingga bell masuk berbunyi, kami tak membicarakan apa apa lagi ******** pulang sekolah, aku langsung kerumah, tak kemana mana lagi, yuk tina sedang makan, ia mengajak aku makan sama sama Emak sedang di beranda menyerut daun kelapa untuk diambil lidinya Saat aku sapa emak hanya tersenyum tak seperti biasa kalau melihat aku pulang sekolah, ia langsung menyuruhku makan sekaligus menemani aku makan siang, tapi kali ini emak cuma memberitahuku kalau ia telah memasak lauk kesukaanku Sebetulnya aku ingin sekali bermanja dengan emak, tapi aku malu, aku takut kalau emak nanti menolak Rasanya tersiksa sekali dengan keadaan ini Hingga berhari hari setelah ini, tak ada perubahan, malah aku semakin merasa jauh dengan emak, hanya yuk tina yang semakin akrab denganku Ibu kandungku sering datang kerumah, membawakan aku makanan yang enak enak, serta pakaian yang bagus bagus Perlahan lahan aku sudah mulai bisa akrab dengan ibu kandungku Aku mulai memanggilnya mama Karena memang ia yang memintanya Walaupun semula aku merasa agak janggal, tapi lama kelamaan aku terbiasa Kadang kadang ia mengajak aku berkeliling ke tempat tempat rekreasi yang selama ini hanya bisa aku kunjungi dalam mimpi +++ Beberapa kali mama mengantarkan aku ke sekolah, beberapa teman yang dulunya selalu memandang rendah aku menjadi kaget, mereka tak menyangka kalau sebenarnya aku ini tak jauh beda dengan mereka, tapi aku tak mau terlalu mempersoalkan itu Biarlah orang menilaiku dengan pendapat mereka masing masing, karena tak mungkin untuk membuat semua orang bisa menyenangi kita Cuma yang pasti sekarang tak ada lagi yang memandangku dengan tatapan menghina lagi Cuma itu yang bisa aku ambil sisi postifnya Mamaku kembali ke palembang karena ia ada urusan bisnis yang sudah terlalu lama ia tinggalkan Namun mama berjanji akan kembali untuk menjemputku setelah aku selesai ujian Dirumah, Aku tak dikasih emak untuk berjualan lagi Entah mengapa setiap melihat emak berkeliling kampung setiap pagi, hatiku terasa teriris iris, aku tak tega melihat emak yang sudah capek membuat kue, harus berjualan lagi pagi hari Seberapa keras aku memaksa emak untuk tak berjualan, namun emak selalu menjawab kalau ia sudah terbiasa membuat kue Dan ia tak mau hidup dari rasa kasihan orang lain Mamaku bukan tak mau membantu, tapi emak selalu bisa menolaknya walau dengan berbagai alasan, hingga aku dan mama menyerah Tak terasa saat ujian telah tiba, aku, rian dan erwan menghadapi ujian akhir dengan belajar bersama Kadang dirumah rian, kadang juga dirumah erwan Setelah satu minggu ujian, kami tinggal menunggu pengumuman hasil ujian dengan jantung berdebar debar Aku tahu, dengan diterimanya hasil ujianku nanti, itu artinya aku akan segera meninggalkan emak Meninggalkan rumah ini beserta kenangan kenangan indah yang pernah aku lalui Erwan dan rian sering main kerumahku, karena kami tidak perlu ke sekolah lagi Satu hari menjelang pengumuman kelulusan akan tiba Jantungku semakin berdebar debar, aku takut sekali kalau nilai yang aku peroleh tak sesuai dengan harapanku selama ini Aku tak mau membuat emak kecewa, walaupun saat ini aku tak seakrab dulu dengan emak, tapi aku masih menganggap emakku adalah emak yang dulu, yang selalu menyayangiku Yang perduli andai aku sakit, dan ikut risau kalau aku risau Saat pengumuman kelulusan tiba Aku bertiga dengan rian dan erwan ke sekolah bersama, untuk mengambil hasil ujian Begitu hasil di umumkan, ternyata aku memperoleh nilai yang cukup bagus, malah NEM ku urutan kedua terbesar di sekolah Aku benar benar gembira Tak sabar aku pulang kerumah untuk mengabarkan pada emak Saat melihat nilai nilaiku, emak tersenyum, namun airmatanya mengalir Sesaat aku seperti menemukan kembali emak yang aku kenal dulu Aku mau memeluk emak, namun baru saja aku mau memeluknya, emak langsung meletakkan ijazahku, pura pura tak tahu kalau aku mau memeluknya Ingin rasanya aku teriak karena kesal Mengapa emak harus begini, apakah tak ada lagi rasa sayang untukku Kenapa secepat itu semua berubah, padahal aku tak ingin ada yang berubah +++ Pesta perpisahan kelulusan sekolah, kelas kami merayakannya dengan berdarmawisata ke pantai, ada tiga mobil bus besar yang cukup untuk menampung dari kelas 3a hingga 3d Aku memilih bangku disamping erwan dan rian, beberapa teman teman yang lain ada yang membawa gitar Sepanjang perjalanan kami bernyanyi Bahagia sekali perasaanku saat ini, namun ada juga perasaan sedih karena akan berpisah dengan semua teman temanku Perpisahan yang benar benar perpisahan bagiku Mungkin teman temanku yang lain masih akan saling bertemu lagi di smu, rasanya aku iri dengan mereka “rio Aku bawa tustel, nanti kita foto foto untuk kenang kenangan ya !” ujar erwan diantara suara berisik teman teman yang bersenda gurau “iya wan Aku mau berfoto diatas batu karang, pasti bagus banget, dengan latar air laut serta langit ” jawabku dengan antusias “kita berfoto bertiga Soalnya aku juga kan sahabat kalian berdua !” rian nimbrung nggak mau kalah “tentu saja rian Kita bertiga tak akan pernah terpisahkan, akan selalu menjadi sahabat selamanya Bahkan nanti sampai tua renta ” timpal erwan bersemangat “tapi aku kan minggu depan mau berangkat ke palembang ” aku mengingatkan mereka berdua Aku sedih mendengar kata kata erwan tadi “aku tahu rio Tapi kita tetap sahabat, bertiga kita selalu bersatu, walaupun kamu jauh nantinya Tapi akan tetap ada dihati dan ingatan kami berdua ” ujar rian sambil tersenyum, bagaikan dialiri air yang sejuk hatiku mendengarnya “eh kita udah sampai !” teriak erwan yang menjulurkan kepalanya keluar jendela Memang benar kata erwan, kami sudah sampai di pantai matras, mobil bus yang membawa kami berbelok, meninggalkan jalan yang beraspal, menuju ke jalan berpasir putih, suara hempasan ombak terdengar merdu ditelingaku Pohon pohon kelapa yang menjulang tinggi berbaris ditepi pantai, diselingi dengan pohon cemara pantai yang rimbun Aku berdiri dari bangku duduk, menunggu barisan teman teman yang turun dari mobil, saling dorong seolah tak sabar lagi bermain dengan air pantai Erwan dan rio menarik tanganku agar bergegas turun Sambil tertawa kami meloncat turun dari mobil dan langsung berlari menghampiri air pantai “erwan Aku dapat kulit kerang Lihat nih bagus sekali !” rian berseru sambil mengacungkan tangannya keatas menunjukkan kulit kerang yang ia pegang “sini Coba aku lihat !” erwan berlari kecil menghampiri rian dengan penasaran “ini masih banyak Wow siput, Bagus sekali, kerucut dan panjang Siput apa sih ini?” rian merunduk memungut siput berukuran sebesar jempol kaki Aku menghampiri rian ingin tahu, aku jarang main ke pantai, jadi kurang tau dengan jenis jenis kerang dan siput laut “mana coba aku lihat ?” aku mengulurkan tangan, meminta siput itu pada rian Rian menaruh siput di telapak tanganku Siput itu rupanya masih hidup, tapi kok mirip udang, malah lengkap dengan capitnya “rian Siput apa ini Kok nggak kayak yang ada di buku Biologi, nggak lendir, malah mirip udang Padahal cangkangnya betul betul cangkang siput !” aku tak bisa menyembunyikan kekagumanku, melihat hewan laut yang merangkak diatas tanganku “kata mama, itu sejenis kepiting, namanya umang umang Ia tak punya rumah sendiri, makanya ia mengambil rumah bekas siput mati ” erwan menjelaskan padaku sambil mengamati siput itu “oh jadi ini yang namanya umang umang ya? Pantas saja emak pernah bilang pada yuk tina kalau ia mirip umang umang, waktu yuk tina sering menginap dirumah susi temannya ” rian dan erwan tertawa terbahak bahak mendengar penjelasanku +++ “ada ada saja kamu ini Eh kamu ada bawa kantong plastik nggak? Mendingan kita mencari kerang dan siput yang unik unik !” ajak rian sambil mengambil kembali umang umang dari tanganku “ada, tapi aku taruh didalam tas, tunggu sebentar ya aku ke mobil dulu ngambil tasku ” aku berlari menuju ke mobil, mengambil tas Setelah itu aku kembali menghampiri mereka berdua Kami berjalan di bibir pantai sambil memunguti kulit kerang dan siput, aku menemukan bintang laut yang langsung aku masukkan kedalam kantong plastik Tak terasa hari sudah semakin siang, guru guru yang ikut serta dalam darmawisata memanggil kami, menyuruh semua murid murid berkumpul untuk makan Kami diberikan masing masing sebungkus nasi dan air minum Setelah makan, bu irma mengeluarkan tempat es berukuran besar yang berisi rujak buah Teman temanku saling berebutan mengambil rujak, sampai sampai teriakan bu irma tak ada satupun yang mendengarkan Semua teman temanku diliputi kegembiraan, termasuk aku, rian dan erwan Sungguh kenangan yang tak mungkin bisa aku lupakan seumur hidupku Baru sekali ini aku merasa benar benar gembira dan bisa tertawa lepas Seakan akan aku tak ingin ini cepat berakhir, berkumpul dalam suasana suka cita bersama semua teman teman sekolah, yang semula di sekolah tak akrab, tapi hari ini seakan akan kami sahabat Berbagai macam permainan dibuat oleh guru guru untuk menambah meriah pesta perpisahan ini Saat mentari sudah agak teduh, guru guru mengizinkan kami untuk mandi air pantai Karena ombak tak terlalu besar Aku menanggalkan baju dan celana panjangku, hanya dengan memakai celana hawai, demikian juga teman teman yang lain Aku beradu lari dengan teman teman siapa yang lebih cepat menyentuh air pantai Bermain main dengan air dan ombak, berkejar kejaran dalam air, aku berteriak saat erwan kena bagian untuk menangkap kami, ia mengejarku, aku berlari, namun air pantai yang sebatas pinggang, membuat aku harus bersusah payah menghindari dari kejaran erwan Aku menjerit antara panik dan senang, rian tertawa terbahak bahak sambil mengolok olok erwan Erwan nampaknya makin kesal karena belum berhasil menangkap siapapun Tanpa disangka sangka ia menyelam, menghilang dari permukaan air pantai Aku menoleh ke segala penjuru, berjaga jaga jangan sampai ia menangkapku, namun karena air laut yang tercampur dengan pasir didasarnya, membuat air terlihat agak keruh, membatasi jarak pandang, hingga sulit sekali untuk menebak dimana posisi erwan sekarang Aku mundur menuju ke tengah laut, demikian juga teman teman yang lain Tiba tiba kakiku ditarik dari bawah air Aku menjerit kaget, secepat kilat kepala erwan muncul dari permukaan air pantai tepat didepanku sambil berteriak teriak kegirangan Aku kalah Giliran aku yang harus menangkap teman teman yang lain, untung saja tak butuh waktu terlalu lama, aku sudah berhasil menangkap deni, anak 3c yang juga ikut dalam permainan Kami mandi dan bermain main dengan air pantai hingga puas Mata kami semua menjadi merah, dan kulitku juga jadi berkerut karena terlalu lama bermain main dengan air Guru guru berdiri dipinggir bibir pantai memperhatikan kami, mereka ikut tertawa melihat tingkah kami Hingga menjelang sore, guru guru memanggil kami, memberi isyarat agar kami naik ke darat Setelah membilas tubuh dengan air tawar, di sungai yang terletak tak jauh dari pantai, kami kembali mengenakan baju dan berkumpul Sudah jam setengah lima sore kami bersiap siap untuk pulang, namun sebelumnya kami mengakhiri dengan berdoa bersama sama +++ Saat pak hidayat memberikan pidato singkatnya tentang perpisahan, banyak teman temanku yang terharu, terutama yang perempuan Banyak diantara mereka yang menangis Bahkan guru guru yang perempuan juga ikut menangis Aku tak menangis, cuma ikut terlarut dalam keharuan Apalagi saat kami semua berbaris untuk bersalaman dengan guru, barulah air mataku jatuh Berpisah dengan guru guru yang selama tiga tahun telah mendidik dan mengajari ilmu yang sangat bermanfaat untuk hari kami ke depan nantinya Membuat aku tak kuasa menahan kesedihan Suasana menjadi mengharu biru Ada perjumpaan pasti ada perpisahan Setelah mengabsen dan mendata kami satu persatu, kami disuruh naik ke dalam mobil, itu untuk menjaga agar tak ada satupun teman kami yang ketinggalan Dalam perjalanan pulang, kami semua kembali bernyanyi nyanyi dengan riang, seolah olah ingin betul betul mmenikmati setiap detik detik perpisahan ini Aku tak ikut bernyanyi Hanya memandang keluar jendela dengan air mata yang mengalir tanpa bisa aku tahan Mobil mengantarkan kami kembali ke sekolah yang sudah ramai dengan orangtua murid murid yang mau menjemput anak anaknya pulang Mama rian dan mama rio juga nampak di kerumunan orangtua yang mau menjemput anak anaknya Aku mengitari pandangan mencari ayukku Siapa tahu ayuk tina atau ayuk yanti datang membawa sepeda menjemputku Namun jantungku nyaris copot waktu aku melihat emak sedang duduk di bangku depan kelasku Emak sendirian tak ada teman bicara, aku betul betul tak menyangka sama sekali kalau emak yang akan menjemputku Emak pasti berjalan kaki kesini Aku turun dari bus dan menghampiri emak Saat melihatku emak langsung berdiri, ia tersenyum seperti dulu dulu, senyum gelisah seorang ibu yang mengkhawatir kan anaknya yang sedang bepergian Entah apa yang menggerakanku, langsung saja aku memeluk emak Ia memakai bajunya yang paling bagus, baju yang bagus menurut ukuran kami Emak balas memeluk aku dengan erat, aku tak perduli dengan puluhan pasang mata yang melihat aku dan emak dengan heran “bagaimana tadi wisatanya nak Kamu senang kan?” tanya emak padaku dengan lembut “iya mak, rio gembira, tapi juga sedih karena akan berpisah dengan teman teman “sukurlah, emak senang kamu gembira Sekarang kita pulang ya ” ajak emak sambil mengelus rambutku dengan penuh kasih Aku menganggukan kepala Aku dan emak berjalan keluar dari gerbang sekolah menuju ke rumah Tepat didepan sekolah, kami bertemu dengan rian dan orangtuanya yang sedang masuk ke mobil Rian menawarkan mengantar kami pulang, namun aku menolak, aku ingin berjalan dengan emak, berjalan berdua saja Aku ingin menghabiskan waktu bersama emak Seperti saat dulu, setiap bulan ramadhan, aku selalu berjalan pagi dengan emak, saat menjelang lebaran, subuh subuh setelah sahur, aku, emak dan kedua ayukku, berjalan kaki pagi pagi buta, ke pasar pagi, membeli bahan bahan kue, aku biasanya selalu menenteng kantong plastik berisi bahan bahan kue Mungkin ini adalah jalan kaki terakhir aku bersama emak Tak akan ada lagi ramadhan dan lebaran bersama emak, tak ada lagi kebiasaan berbelanja perlengkapan lebaran bersama emak Walaupun cuma dengan berjalan kaki, namun rasa bahagia yang aku rasakan melebihi apapun juga yang ada didunia ini Emak berjalan sambil memegang tanganku Berdua kami menyusuri sisi jalan pulang Aku mengajak emak ngobrol seperti biasanya Menceritakan pengalaman waktu dipantai tadi dengan semangat Emak mendengarkan dan sesekali menimpali, kadang kami tertawa Hingga tak terasa kami telah sampai dirumah Hari sudah gelap, hampir jam tujuh malam Lampu rumah sudah dinyalakan Emak mengajak aku masuk, saat melihat yuk tina, emak menyuruh yuk tina membuatkan teh hangat untukku Malam itu aku bersama emak dan kedua ayukku berkumpul bersama dan bercerita Aku benar benar merasa bahagia Aku berdoa dalam hati pada Allah, agar masa masa seperti ini selalu aku rasakan Aku berharap bisa terus bersama emak Aku ingin tinggal dengan emak hingga nanti aku dewasa Namun sepertinya itu semua cumalah impian yang terlalu mewah +++angkan akan secepat ini, aku memang sudah menabung agar bisa membeli sepatu dan baju, tapi jumlahnya masih terlalu jauh untuk cukup membelinya saat sekarang
Erwan memang sahabat yang baik, tak kukira ternyata mamanya juga baik, tak seperti orang kaya yang ada di film film selalu jahat
Aku masukan kembali tas, baju, celana dan ikat pinggang ke dalam plastik, kemudian aku jadikan satu dengan bungkusan kotak sepatu
Berkali kali aku mengucapkan terimakasih pada erwan dan mamanya
“tante cuma berharap, kamu lebih tekun lagi belajar, dan tak bosan bosan membantu erwan, karena tante percaya dengan kamu Semenjak akrab denganmu, erwan jadi bagus nilai nya di pelajaran “
Ujar mama erwan lembut sambil memegang bahuku
Aku menganggukan kepala perlahan, aku tak tahu harus ngomong apalagi
“silahkan kalau mau ke kamar lagi, tante juga mau mandi dulu Sering sering lah main kesini temani erwan, dirumah ia kesepian, kalian berdua bisa belajar bersama sama disini pokoknya tak usah sungkan sungkan Tante senang kalau erwan mendapatkan teman yang bisa mengarahkannya menjadi lebih baik “
Mama erwan menutup pembicaraan lalu berdiri dan berjalan menuju ke kamarnya
Erwan mengajak aku kembali ke kamarnya, sekarang sudah jam setengah lima sore, aku tak bisa terlalu lama pulang, soalnya belum mandi
Didalam kamar erwan, aku bertanya kenapa sampai mama erwan memberikan padaku alat alat itu, erwan menjelaskan kalau mamanya memang sering ikut program orang tua asuh, jadi sudah terbiasa membagi bagikan pada orang orang kurang mampu perlengkapan sekolah Tapi biasanya yang ia bantu adalah anak anak yang masih di sekolah dasar
Erwan yang meminta pada mamanya untuk memberikan padaku baju sekolah ini Kembali aku mengucapkan terimakasih pada erwan
Sampai jam lima aku bersama erwan mengobrol dikamarnya, kemudian aku pamit pulang, erwan menyuruh aku menunggu sebentar, ia keluar kamar dan kembali lagi tak lama kemudian sambil membawa bungkusan berisi sosis yang tadi ia suruh pembantunya membungkusnya untuk aku bawa pulang Lalu ia mengantarku keluar kamarnya, tak lupa aku pamitan juga pada mama erwan menyalaminya dan mencium tangannya
Mama erwan menyuruh sopirnya mengantarku pulang, sebenarnya aku sudah menolak dan memilih untuk pulang berjalan kaki, tapi erwan dan mamanya tetap memaksa Akhirnya aku pulang dengan diantarkan oleh sopirnya keluarga erwan
Sampai dirumah aku turun, kemudian mengucapkan terimakasih pada sopir erwan, sopirnya mengangguk sambil tersenyum kemudian pulang kembali kerumah erwan
Aku masuk kerumah sambil mengucap salam
Emak yang sedang duduk menjahit rok yuk yanti, menjawab salamku
“apa itu nak ?”
tanya emak saat melihat bungkusan yang aku bawa
“ini mak, aku dikasih
peralatan sekolah sama mama erwan “
jawabku sambil meletakkan bungkusan diatas meja
Emak menatapku agak heran kemudian ia membuka bungkusan itu
Mengeluarkan kotak sepatu dan baju baju yang aku bawa
“wah banyak sekali nak Subhanallah, beruntungnya kamu Kok mereka sampai bisa memberikan kamu semua ini gimana ceritanya ?”
tanya emak sedikit penasaran Kemudian aku menceritakan semua kepada emak Emak mendengarkan dengan penuh perhatian
“kamu bilang terimakasih nggak sama mereka nak?”
“tentu saja mak Nggak mungkinlah rio nggak berterimakasih “
“baik sekali ya mereka, semoga kebaikannya diberi pahala yang setimpal oleh allah “
gumam emak sambil memegang sepatu baruku itu
“oh ya mak, rio juga bawa sosis goreng untuk emak, emak loh mak, tadi erwan kasih untuk aku bawa pulang “
aku memberikan bungkusan yang lebih kecil kepada emak
“kamu udah mandi belum, mandi dulu sana Bawa perlengkapan sekolah mu ini ke kamarmu, nanti setelah itu kita makan sama sama !”
ujar emak sambil mengambil bungkusan yang aku berikan
“iya mak Rio memang belum mandi, rio mandi dulu ya mak “
kataku sambil memasukan peralatan sekolahku ke dalam kantong plastik lalu membawanya kekamar
Setelah itu aku mengambil handuk, kemudian aku mandi
Selesai mandi aku sholat magrib, setelah itu makan malam bersama emak, yuk yanti dan yuk tina
Kami makan dengan lauk telur dadar, sayur asem serta sosis goreng
“sering sering aja kamu main kerumah temanmu itu dek Biar kita sering makan sosis “
kata yuk yanti sambil bercanda
“hus Nggak boleh begitu Kita tak boleh memanfaatkan kebaikan orang lain “
emak menasehati kami
“tapi rio kan nggak minta, mereka yang ngasihnya Lagipula aku tahu kalau mereka itu orang kaya Kakaknya erwan kan sekolah di smu yang sama denganku, cuma dia udah kelas tiga “
kata yuk tina sambil menggigit sosisnya dengan lahap
“emak tahu, tapi kita juga tak baik kalau bertujuan mengemis, rio kan berteman akrab dengan erwan, ia tak pernah meminta, tapi sebagai teman yang baik, erwan mengerti akan keadaan rio, dia membantunya, itu lah yang dinamakan sahabat sejati Rio juga harus bisa membalas kebaikan erwan Kalau erwan ada kesulitan dalam pelajaran mesti rio bantu juga “
jelas emak panjang lebar
“iya mak, itu pasti kok Walaupun nggak dikasih semua ini, rio tetap akan membantu erwan kok mak “
jawabku sambil menuang sayur asem ke dalam piringku
“besok kamu pake seragam baru pasti lebih ganteng ya dek “
ujar yuk yanti Aku tersenyum mendengar kata kata kakak sulungku itu
selesai makan, yuk yanti membereskan meja dibantu oleh yuk tina Aku kembali ke kamar, mengambil bungkusan berisi seragam sekolahku yang baru yang aku taruh diatas tempat tidur
Aku buka plastik pembungkus baju, sebuah kemeja putih berbahan halus, dengan hati hati aku lepas kancingnya satu persatu, kemudian aku pakai Begitu pas ditubuhku, kemudian aku buka plastik pembungkus celana biru tua dari bahan dril yang bagus dan tebal Ku lepaskan celana hawaiku kemudian aku memakai celana sekolah baruku Bagus sekali, seperti celana yang dipesan di tukang jahit Pintar sekali erwan memilihnya Seragam sekolah ini membuat aku jadi terlihat tak lusuh lagi, rasanya tak sabar menunggu pagi datang Ke sekolah dengan seragam yang baru Kurang puas, aku pakai sepatu dan kaus kaki serta ikat pinggang pelengkapnya Aku pandangi penampilanku didepan cermin Terlihat bagai anak gedongan, ternyata baju bisa sangat membuat seseorang itu terlihat begitu beda Aku benar benar pangling seolah tak percaya bayangan yang ada didepanku itu aku
Aku berputar putar didepan cermin, mematut diri
“ceileee yang seragamnya baru Udah nggak sabar lagi makenya nih !!”
terdengar suara yuk yanti di belakangku, aku menoleh dengan malu, seolah maling tertangkap basah, mukaku jadi memerah, entah sejak kapan emak, yuk yanti dan yuk tina melihatku bergaya didepan cermin seperti ini Kenapa aku bisa lupa menutup pintu
Mereka menghampiriku, emak mengusap rambutku dengan sayang
“gagah sekali kamu nak Baju itu pantas sekali kamu pakai “
kata emak dengan terharu
“apa ayuk bilang, adek pasti ganteng pakai baju barunya Beneran dek, kalau pakai seragam itu, adek kelihatan seperti anak orang berada “
puji yuk yanti sambil tersenyum lebar
“coba aku juga bisa pake baju kayak kamu rio Beruntung sekali kamu Bisa dikasih seragam selengkap itu “
tambah yuk tina sambil menatapku dari atas hingga ke bawah
Aku jadi makin tersipu
“eh sudah isya Emak mau sholat dulu Kalian juga jangan lupa sholat, jangan menunda nunda waktu sholat, nggak baik “
ujar emak saat mendengar azan berkumandang di masjid
Yuk yanti dan yuk tina keluar dari kamarku bersama emak, aku mengganti kembali seragam ku dengan baju rumahan
Saat keluar kamar, aku menabrak yuk yanti yang baru saja dan wudhu sedang berjalan tepat di depan pintu kamarku Ia terkejut
“eh adek Jalan itu hati hati dong dek “
nasehatnya sedikit kesal karena aku tabrak tadi Aku buru buru minta maaf
“maaf yuk nggak sengaja soalnya tadi aku nggak tau kalau ada ayuk “
“ya sudah lain kali hati hati “
Gerutu yuk yanti sambil kembali ke belakang
Aku mengikutinya, ternyata yuk yanti kembali ke kamar mandi dan mengambil wudhu lagi, aku jadi bingung, aku kan adiknya, kenapa yuk yanti ngambil wudhu lagi Dalam keluarga itu, saudara laki laki tak membatalkan wudhu, demikian juga saudara perempuan tak membatalkan wudhu saudara laki lakinya Itu dinamakan muhrim
Aku cuma diam saja berdiri disamping pintu kamar mandi menunggu yuk tina selesai
Yuk tina keluar dari kamar mandi, aku tak bertanya kenapa dia mengambil wudhu lagi Apakah yuk tina tidak tahu tentang hukum muhrim itu
Aku masuk ke kamar mandi mengambil wudhu dengan hati yang masih bertanya tanya
Selesai sholat, aku ke dapur bergabung dengan emak, dan kedua kakak perempuanku Aku membantu mereka membungkus ketan dengan daun pisang Emak menaruh abon ikan ke dalam ketan, sedang yuk tina dan yuk yanti membungkusnya Aku membantu menusukan lidi ke ujung ujungnya agar daun pisangnya nggak terbuka
“kamu nggak ada PR rio Kalau ada mendingan kamu kerjakan dulu “
emak bertanya sambil menyusun ketan yang sudah selesai di bungkus ke dalam kukusan
“nggak mak Nggak ada Habis ini aja aku belajar “
“dek, kaus kaki adek kan ada dua Untuk ayuk ya satu “
kata yuk tina sambil tersenyum manis padaku
Dasar ayuk ku satu ini, kalau ada maunya aja pasti senyum senyum gitu Tapi nggak apa lah Aku kasih kaus kakiku satu untuk yuk tina, soalnya kalau nggak aku kasih, pasti emak yang akan kena imbasnya, yuk tina pasti akan meminta beli sama emak
“boleh yuk Tapi yang agak panjang aja ya “
“makasih ya Adek ku ini memang adek paling baik diseluruh dunia “
yuk tina memeluk aku erat erat karena kesenangan
“eh ayuk Udah dong yuk Norak ah “
aku gelagapan karena jengah, jarang jarang yuk tina memeluk aku seperti ini, kami berdua memang lebih sering berantem, yuk tina yang keras kepala sering marah marah kalau perhatian emak kepadaku agak lebih Aku senang bisa membuat yuk tina gembira
“kamu ini tin, Selalu aja nggak mau ngalah sama adek “
tegur emak menggeleng gelengkan kepala melihat yuk tina
“ih emak cerewet amat sih, rio aja nggak kenapa napa aku pinta kaus kakinya, lagian sesama saudara itu kan harus saling membantu Tul nggak dek ?”
canda yuk tina sambil mengedip mata padaku
“iya Mak gak apa apa mak Lagian rio kan masih punya kaus kaki baru mak, kalau mau ganti kan masih ada yang lama “
“kalau memang begitu ya terserah kamu nak, yang penting kalian akur itu yang bikin emak bahagia “
tambah emak sambil tersenyum pada kami Aku berdiri karena telah selesai
Yuk yanti membawa wadah kue ke atas meja
Baru saja aku mau ke kamar, tiba tiba pintu depan ada yang mengetuk, terdengar suara seorang perempuan memberi salam Emak membuka pintu, seorang perempuan sebaya emak berdiri didepan pintu tersenyum lebar, tiba tiba wajah emak langsung berubah pucat pasi
+++
“mega !”
desis emak seolah olah sedang melihat hantu “
“apa kabar yuk leni Maaf ganggu malam malam !”
sapa ibu itu dengan tenang, entah kenapa aku seperti kurang suka melihatnya Dari dandanannya yang agak menor bagai baru pulang main lenong
“ma m masuk ke dalam dik Sama s siapa kesini ?”
“sendirian yuk Suami aku lagi sibuk “
jawab ibu itu sambil melangkah masuk kedalam rumah, emak minggir sedikit memberi ruang pada ibu itu untuk masuk
“silahkan duduk dik Mega maaf rumah ini berantakan Belum sempat beres beres “
masih dengan suara yang terbata bata emak mempersilahkan ibu itu duduk
“maaf ya datang tanpa memberi kabar Soalnya aku benar benar tidak bisa menahan lagi “
ujar ibu itu sambil duduk dikursi tamu Matanya mengitari isi ruangan tamu rumah kami yang standard Aku mengintip dari balik tirai kamarku dengan penasaran, kenapa emak sepertinya kurang suka melihat ibu itu
“maaf aku tinggal ke dalam sebentar ya dik “
kata emak, ibu itu menganggukan kepalanya, tapi ekspresi wajahnya seperti orang yang sudah tak sabar untuk mengutarakan sesuatu
Emak berjalan ke dapur, sekilas emak memandangku yang sedang mengintip, lalu emak menemui yuk tina Entah apa yang mereka bicarakan, tapi setelah itu yuk tina masuk ke kamarku
“dek Temani ayuk sebentar, kita kerumah teman ayuk, mau pinjam buku pelajaran untuk bikin PR Ayuk takut sendirian malam malam gini “
ajak yuk tina, aku menatap yuk tina dengan heran, aneh sekali, kenapa tiba tiba yuk tina minta di temani kerumah temannya, padahal biasanya ia paling malas kalau harus berjalan bersama sama denganku
“ayuk aja pergi sendiri Aku lagi malas keluar nih ,”
aku menolak, karena aku mau tau apa maksud ibu yang asing itu datang kemari hingga membuat emak jadi ketakutan begitu
“nggak usah banyak alasan Ayo temani ayuk !”
paksa yuk tina sambil menyeret tanganku keluar dari kamar Terpaksa aku mengikutinya walaupun agak sebal Aku keluar dari kamar sambil memandangi ibu itu, saat melihatku ia berdiri dan agak tercengang Yuk tina mempercepat langkahnya sambil terus menyeret tanganku membuat aku nyaris menabrak meja pendek disamping pintu menuju ke dapur
“yuk Katanya mau ketempat teman Kok lewat dapur sih “
protesku kesal, yuk tina bertingkah aneh seperti ini
Di dapur aku melihat emak sedang berbisik dengan yuk yanti yang sedang mencelup teh kedalam cangkir Mereka berdua langsung diam waktu melihatku Ini membuat aku jadi semakin curiga Pasti ada apa apanya
Yuk tina menarik tanganku lewat pintu dapur, kemudian keluar rumah Setelah di jalan baru ia melepaskan pegangannya
“kenapa sih yuk Kayak orang gila Siapa ibu itu yuk ?”
aku bertanya sambil mengikuti yuk tina yang berjalan seperti orang mau mengambil gaji
“teman lama emak dek Ayuk juga nggak tau Tadi emak yang bilang Ayo buruan ntar teman ayuk keburu tidur “
jawab yuk tina Kami berjalan melewati jalan gelap yang banyak ditumbuhi pepohonan, tak jauh dari situ ada pekuburan
Karena sudah sering lewat disini aku dan yuk tina sudah terbiasa Walaupun gelap kami sudah hapal dengan jalan Rumah teman yuk tina sudah terlihat, pintunya masih terbuka Aku dan yuk tina berjalan mendekat kemudian yuk tina mengetuk pintu sambil mengucap salam
Rini teman yuk tina sedang duduk diatas lantai, sepertinya sedang membuat pekerjaan rumah, buku buku berserakan dilantai, rini menoleh melihat kami, kemudian ia berdiri menyuruh kami masuk
Aku dan yuk tina masuk ke dalam rumah rini
“ada apa tin, tumben malam malam kesini ?”
tanya rini kembali duduk di lantai Yuk tina berjongkok disamping rini
“pinjam buku akutansi dong, aku lupa soal soal yang harus dikumpulkan besok, catatanku tertinggal di mejaku “
kata yuk tina Rini meletakkan penanya diatas buku tulis
“loh Bukannya udah kamu masukkan ke dalam tas, aku lihat sendiri “
jawab rini dengan heran
“kamu itu salah lihat Yang aku masukkan itu buku lain Ayo lah rin, pinjam dong bukunya Mampus aku kalo sampai lupa ngumpulnya besok “
kilah yuk tina ngotot
“tunggu sebentar aku ambilin dulu bukunya di kamar Kamu itu ceroboh banget tin Buku sampe ketinggalan di sekolah “
gerutu rini sambil berdiri lalu berjalan masuk ke kamarnya Yuk tina menoleh melihatku, aku cemberut Yuk tina langsung melengos pura pura membalik balik buku pelajaran punya rini Aku duduk di kursi tamu, tak lama rini keluar dari kamarnya sambil memegang sebuah buku yang berukuran agak besar dan tebal
“ini tin, jangan sampai lupa ya dibawa ke sekolah besok “
rini memberikan buku itu pada yuk tina
Aku berdiri menunggu yuk tina, aku tak sabar ingin pulang, soalnya aku mau tau siapa sebenarnya ibu yang datang kerumah kami itu
“tugas kita itu di halaman berapa rin, aku lupa “
yuk tina bertanya dengan santai sambil membalik balik buku akuntansi itu
“halaman 37 bab 12, menghitung hari buku Ada soal yang diakhir bab itu, semuanya ada 15 soal “
jawab rini sambil terus menulis
Entah kenapa aku merasa yuk tina sengaja mengulur ulur waktu agar bisa lebih lama disini
Aku duduk lagi dengan sebal Memandangi mereka yang asik membahas soal soal Hingga jam setengah sepuluh baru yuk tina pamit untuk pulang
“makasih ya rin, aku tadi sempat kebingungan dirumah Untung kamu ada buku ini Aku pinjam dulu ya Makasih ya rin, kami pulang dulu “
kata yuk tina sambil berdiri Rini mengantar kami hingga ke pintu
+++
“adek tunggu dong !”
jerit yuk tina saat kami melewati pekuburan yang gelap dan banyak pohon besar Cahaya bulan sabit yang redup membuat suasana terasa sunyi
“buruan jalannnya Jangan kayak pengantin !”
gerutuku sedikit kesal, aku ingin cepat cepat sampai dirumah, aku masih penasaran kenapa sepertinya emak bertingkah agak aneh tadi
Yuk tina mempercepat jalannya menyusulku Dingin sekali udara malam ini, sepertinya akan turun hujan, karena aku lihat langit ditutupi awan, mana angin bertiup agak kencang Keheningan malam ini cuma terisi suara nyanyian kodok serta gemerisik langkah kakiku dan yuk tina
Setelah beberapa menit akhirnya kami sampai dirumah, emak dan yuk yanti sedang duduk didepan teras Sepertinya mereka sedang menunggu kami
“emak kok diluar sih Kan banyak angin mak Nanti masuk angin “
ujarku sambil menghampiri emak mengajaknya masuk ke dalam rumah
“emak baru aja mau menyusul kamu dan tina, kok lama sekali sih “
“itu yuk tina tuh Sibuk ngobrol sama temannya Gak tau temannya lagi sibuk belajar “
aduku dengan sebal pada emak Yuk tina melotot melihatku, aku pura pura tak melihatnya Biarin aja ia mau melotot sampai keluar kedua biji matanya
Kami masuk ke dalam rumah, yuk yanti mengunci pintu setelah kami semua berada di dalam aku duduk dikursi ruang tamu, kursi yang sudah ada sebelum yuk yanti lahir Busanya sudah memadat dan kainnya pun sudah kusam
“siapa ibu ibu tadi itu mak ?” aku bertanya cepat cepat karena kulihat emak mau masuk ke dalam kamarnya Emak yang sedang berjalan langsung berhenti kemudian menoleh padaku
“bukan siapa siapa rio, cuma teman lama emak waktu masih sekolah dulu Kenapa memangnya nak ?
Jawab emak agak heran, namun aku bisa melihat kalau emak agak gugup dan suaranya terdengar sedikit bergetar
“nggak apa apa mak Cuma nanya aja Soalnya rio lihat emak kayak nggak suka sama ibu itu “
aku mengatakan apa yang aku pikirkan Emak tersenyum dengan sabar, lalu menghampiriku dan duduk disampingku
“rio Emak tak pernah membenci atau tak menyukai orang lain tanpa sebab Mungkin itu cuma perasaanmu saja nak Perempuan itu memang benar benar teman lama emak yang sudah lama tidak bertemu, datang dengan wajar sebagai teman yang kangen sudah lama tak bertemu “
emak menjelaskan dengan sabar, sebenarnya aku belum puas dengan jawaban emak, tapi aku tak mau membuat emak jadi sedih, aku tahu ada yang emak sembunyikan Tapi aku tak boleh memaksa, biarlah nanti waktu yang akan menjelaskan apa yang jadi pertanyaan dalam hatiku
“sudah larut nak Tidur sana Besok sekolah Kamu mau pakai baju baru kan “
aku melihat ke jam dinding, sudah hampir jam sebelas Aku mengangguk angguk dan berdiri, kemudian ke kamar mandi, cuci muka dan gosok gigi Setelah itu aku kekamar dan tidur
Sambil berbaring aku merenungkan kembali kejadian tadi, perempuan itu datang dengan memasang wajah angkuh, aku tak suka melihatnya, tapi aku seperti merasa telah mengenalnya Entah kenapa aku seakan akan tak bisa melupakan wajah perempuan itu Apakah emak punya hutang yang belum bisa dibayar, hutang lama pada perempuan itu Kalau memang benar begitu, kasihan emak, pasti begitu kebingungan sekarang, aku tahu emak tak punya uang banyak apalagi tabungan Aku juga tak tau harus membantu bagaimana
========================
Pulang jualan, setelah memberi makan kucingku dengan nasi putih yang diaduk rata campur ikan goreng, aku cuci tangan, lalu mengganti baju sekolah Rasanya semangat sekali hari ini, baju baru, sepatu dan tas baru Dengan percaya diri aku keluar dari kamar, emak tersenyum melihatku
“gagah sekali kamu nak ?”
ujar emak dengan senang Hatiku jadi berbunga bunga
“ah emak bisa aja Rio berangkat dulu ya mak Assalamualaikum ” aku mencium tangan emak, kemudian keluar rumah, baru saja aku menginjakan kaki ditanah, mobil yang biasa membawa erwan berhenti tepat didepan pekarangan rumahku Emak menoleh sedikit heran melihatku
“itu mobil erwan teman sekelasku mak !”
aku menjelaskan pada emak Emak mengangguk angguk
Pintu mobil terbuka, Erwan turun dan menghampiriku Ia tersenyum padaku dan emak
“assalamualaikum pagi bu Pagi rio “
ia menyapa aku dan emak
“waalaikumsalam pagi juga nak “
emak menjawab salam erwan
“tumben mampir kesini Ada apa wan?”
tanyaku sedikit heran
“nggak, aku tadi baru mau berangkat, tiba tiba ingat kamu, jadi aku minta pak amat lewat sini Sekalian sama aku aja ya ke sekolah “
tawar erwan padaku
“wah Kirain kamu udah disekolah makasih ya udah mau jemput aku “
“santai aja, lagian rumah kita kan tak terlalu jauh, ayo masuk ke mobil “
kata erwan membuka pintu mobil, kemudian masuk kedalam, aku mengikutinya masuk lalu duduk disampingnya Erwan membuka kaca mobil
“bu kami berangkat dulu ya assalamualaikum “
erwan pamit pada emak, dari dalam mobil sedikit berteriak
Emak memandangi kami dari tengah pintu rumah sambil tersenyum lebar Aku melambaikan tangan pada emak
“rio pergi mak “
“waalaikum salam Hati hati dijalan ” nasehat emak sambil mengangguk kemudian masuk ke dalam rumah
“wow keren sekali kamu rio Sumpah kamu ganteng banget “
puji erwan membuat muka ku mekar karena malu, aku jadi salah tingkah
“ini semua kan berkat kamu, telah memberikan seragam baru yang bagus ini Makasih banyak ya sobat “
jawabku sambil tak lupa mengucapkan terimakasih lagi
“aku senang banget melihat kamu memakai seragam itu Beneran rio kamu jadi makin cakep”
kata erwan dengan antusias
muka ku jadi mekar mendengar pujian erwan yang terlalu berlebihan itu sepanjang jalan menuju sekolah, kami berdua bercanda erwan mengeluarkan beberapa bungkus wafer dan memberikan padaku, bersama sama kami makan wafer Hingga tak terasa mobil yang membawa kami telah berhenti di depan gerbang sekolah aku dan erwan turun, tak lupa aku berterimakasih pada supir erwan Setelah supir erwan pergi, kemudian aku dan erwan bersama sama memasuki gerbang dan berjalan menuju kelas Aku bersyukur pagi ini Karena pakai mobil, aku bisa lebih banyak waktu sebelum bell bunyi Saat melihat Didalam kelas, beberapa murid yang bertugas piket membersihkan kelas sedang menyapu Beberapa kursi masih berdiri diatas meja Teman cowok yang piket membantu menurunkan kursi kursi itu sebelum bell bunyi Aku dan erwan duduk didepan kelas Menunggu hingga kelas selesai dibersihkan
Saat aku menoleh ke koridor, rian sedang berjalan dengan gayanya yang santai, tubuhnya yang jangkung dan tegap membuat langkahnya yang tenang itu jadi mempesona Berpuluh puluh pasang mata dari teman teman perempuanku menatap rian dengan kekaguman yang tak disembunyikan Jujur aku akui kharisma rian memang begitu kuat Atmosfir kehadirannya langsung terasa disekeliling kami Namun rian bagai tak menyadari itu Dengan cuek ia menghempaskan pantatnya duduk disamping erwan Dadaku langsung berdetak kencang Ingin rasanya aku menggeser duduk lebih dekat ke rian, namun aku tahan Mengingat kejadian kemarin ia membentakku membuat aku jadi agak antipati, walaupun aku kagum dan menyukai ia secara fisik, namun aku tidak suka dengan perlakuannya padaku Walaupun aku orang yang sederhana namun aku punya harga diri Emak saja tak pernah membentak aku seperti itu
“pagi rio Erwan “
sapa rian menoleh pada aku dan erwan
“pagi rian Tumben baru datang Biasanya kan jam setengah tujuh kamu udah disini “
jawab erwan
Aku cuma diam dan mengangguk tanpa senyum ke rian Sekilas aku tahu ia sedang memperhatikan ekspresi wajahku yang datar, tapi aku pura pura sibuk melihat ke depan dimana beberapa orang murid sedang membuang sampah didalam tempat sampah
“iya, tadi aku bangun agak siang, gara gara ada sepupuku datang, semalam ia mengajak aku ngobrol hingga larut, jadinya aku tak bisa tidur cepat, ya gini deh Untung saja aku nggak telat masuk “
jelas rian panjang lebar Aku cuma diam pura pura sibuk sendiri, padahal dalam hatiku menyimak apa yang ia katakan Tapi aku tak mau menimpali, aku masih bete dengan rian
“eh rio, kok dari tadi diam saja ?”
tanya rian tiba tiba membuat aku kaget Apakah dia tahu kalau dari tadi aku mengacuhkan dia Cepat cepat aku menoleh sambil tersenyum ala kadarnya saja
“ah nggak kok “
jawabku singkat, kemudian aku menepuk paha erwan
“wan, masuk kelas yuk Bentar lagi bell bunyi “
ajakku sambil melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan erwan Aku berdiri, erwan melihat jam tangannya lalu menoleh padaku
“iya Sekarang udah jam tujuh, yuk ke kedalam, Ayo rian masuk ke kelas “
erwan berdiri sambil melirik rian lalu mengambil tas sekolahnya yang berbentuk ransel, berwarna hitam Rian ikut berdiri lalu mengikuti kami masuk ke dalam
Ruangan kelas sekarang sudah bersih, lantai sudah tak berdebu lagi dan kursi sudah tersusun rapi Aku berjalan ke arah bangku kami Kemudian aku menarik bangku dan duduk Bertepatan aku duduk bell berbunyi Dalam sekejab saja kelas yang tadi sepi langsung dipenuhi oleh riuh rendah suara teman temanku yang berebutan masuk ke dalam Aku duduk sambil memandangi punggung rian Ia sedang membuka tas nya dan mengeluarkan buku serta alat tulis Entah apa yang menggerakannya tiba tiba ia menoleh ke belakang, tepat melihatku Mata kami saling berpapasan Aku terkejut karena tertangkap basah sedang melihatnya Cepat cepat aku menoleh ke jendela, pura pura tak sengaja sedang melihatnya Aku malu sekali, aku tahu pasti mukaku memerah saat ini Walaupun aku sedang melihat lurus ke jendela, namun aku bisa menangkap bayangan rian, ia masih melihat aku Aku pura pura tak menyadari itu Setelah aku yakin ia tak melihat aku lagi, baru aku mengalihkan pandangan dari jendela dan membuka tas baruku
“suka nggak dengan tas itu rio “
bisik erwan pelan di telingaku, aku tak menjawab cuma mengangguk dan tersenyum lebar Aku yakin ia pasti tau kalau aku bukan cuma senang tapi aku betul betul senang dengan tas ini, terlihat sekali tas ini mahal, dari mereknya saja aku tahu Kalau beli sendiri, mungkin aku harus lama sekali menabung untuk membeli tas sebagus ini
Keluarga erwan memang benar benar baik, di tengah tengah kemewahan yang meliputi mereka, masih sempat untuk berbagi dengan orang yang kurang mampu Seandainya semua orang kaya seperti itu, pastilah akan tercipta keharmonisan di dunia ini Semua akan saling menghormati Sayangnya cuma segelintir orang yang seperti itu Lebih banyak orang yang menumpuk harta kekayaan untuk dirinya sendiri Terkadang malah harta itu cuma untuk disimpan tanpa di pergunakan Aku tak mengerti jalan pikiran orang yang seperti itu
Mereka mencari uang bahkan dengan cara yang tak halal, korupsi dan mengambil sesuatu yang bukan haknya Hanya untuk menambah rekening yang belum tentu bisa ia pergunakan secara maksimal Apakah memang orang seperti itu adalah orang yang takut miskin, atau orang itu cuma senang kalau melihat saldo di rekeningnya selalu bertambah Lalu apa fungsi uang bagi mereka Aku benar benar tak habis fikir
++++
bell istirahat berbunyi, setelah bu sukma keluar dari kelas, teman teman sekelasku berebutan keluar kelas, seolah olah dalam kelas ada bom yang siap untuk meledak
“wan ke kantin yuk “
aku mengajak erwan yang sedang memasukkan bukunya ke dalam tas Erwan memasukan tas ke dalam laci kemudian berdiri
“ayo Perutku sudah lapar, kepengen makan tekwan bu eni “
jawab erwan sambil berjalan keluar kelas Aku dan erwan menuju ke kantin sambil ngobrol Kantin bu eni terletak di belakang kelas satu Setiap jam istirahat, kantin selalu ramai dikunjungi oleh murid murid dari seluruh kelas Selain kantin yang ada di luar pekarangan sekolah, dan kantin yang terletak di ujung ruang laboratorium milik ayah angga Kantin bu eni lumayan ramai dikunjungi, tekwan yang dijual disitu terkenal enak, aku suka sekali
Aku duduk di bangku kayu depan meja yang berisi bermacam macam makanan
Erwan memesan dua mangkuk tekwan untuknya dan untukku
Baru saja aku mau makan, tiba tiba rombongan vendi bersama sekitar enam orang temannya termasuk rian datang Mereka duduk didekat sudut bangku yang ada dibawah pohon akasia Aku pura pura tak melihat dan sibuk makan Kuah tekwan yang panas membuat bibirku terasa melepuh Mungkin karena aku terburu buru hingga tak ingat lagi untuk meniup agar sedikit dingin Erwan tertawa melihatku tersentak kaget karena kepanasan
“makanya kalo makan tuh jangan kayak orang kelaparan sobat “
tukas erwan geli Aku tersipu sambil menarik selembar tissue
“iya nih Soalnya tadi pagi aku lupa sarapan makanya lapar banget “
jawabku sambil menyeka ujung bibirku dengan tissue hingga kering
“mbak minta es jeruk dua ya !”
teriak erwan pada seorang pembantu bu eni
Gadis itu mengangguk kemudian mengantarkan dua cangkir plastik es jeruk kunci manis ditambah batu es
“bro Sore ini ke rumahku lagi ya Main sega lagi kayak kemarin “
ajak erwan sambil minum es nya
“wah kalo sore ini mungkin aku nggak bisa wan Kamu aja deh yang ke rumahku “
aku menolak sambil balik menawar erwan
“boleh sih Asal kamu nggak keberatan “
jawab erwan sambil meletakan cangkir ke atas meja
“ya nggak mungkin keberatan dong wan Malah aku seneng kamu sudi main ke gubuk kami yang sederhana “
“hus nggak boleh ngomong gitu rio Aku tak suka kamu merendah seperti itu !”
erwan mengingatkanku
Aku cuma tersenyum, menghirup kuah tekwan yang hangat dengan berselera
“iya deh Aku bukan merendah, tapi itulah keadaan yang sesungguhnya wan tapi aku tetap merasa bersyukur kok”
balasku santai tanpa beban Erwan cuma tersenyum lalu melanjutkan makan tekwannya
Setelah tekwan dan minuman kami habis, aku berdiri hendak membayar
“biar aku yang bayar bro “
erwan berdiri sambil merogoh kantong celananya mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan rupiah
“kali ini aku yang bayar !”
aku bersikeras
“nggak apa apa rio, biar aku aja yang bayarin “
erwan tak mau kalah
“biar aja Pokoknya aku mau bayar !”
aku tetap dengan pendirianku Bukan apa, aku tak enak hati karena selama ini selalu erwan yang mentraktir aku makan di kantin, bagaimanapun juga aku mau sekali sekali ikut mentraktir erwan Ingin membalas kebaikannya selama ini Erwan menatapku sedikit ragu, aku memasang wajah batu Akhirnya erwan hanya bisa mengangkat bahu Ia tahu aku keras hati, kalau sudah membuat keputsan susah untuk dirubah
“terserah kamu Makasih ya Sering sering aja traktir aku kayak gini hehehe “
kata erwan sambil memasukkan kembali uangnya ke dalam kantong celananya
Aku cuma tersenyum mendengar kata katanya Erwan memang lucu, aku tau kalau kata katanya tadi hanya sekedar canda
“tunggu sebentar ya Aku bayarin dulu makanan kita “
kataku sambil menghampiri bu eni, lalu aku membayar sejumlah yang kami pesan tadi
Aku senang sekali bisa mentraktir erwan kali ini, aku tak enak hati kalau terus terusan ia bayarin, aku tak mau kalau nanti ada teman yang usil mengatakan aku penggerogot perekonomian erwan
Baru saja aku mengulurkan selembar uang limaratus rupiah pada bu eni, tiba tiba dari sampingku terulur tangan memegang selembar uang limaribuan, tanpa menoleh pun aku tahu siapa pemilik tangan semulus itu
“bayar makanan kami tadi bu, sekalian dengan makanan rio dan erwan !”
ucapnya dengan tegas pada bu eni
Aku menoleh menatap rian dengan sedikit heran Rian cuma tersenyum membalas tatapanku
“tadi kalian pesan apa aja ?”
tanya bu erni sambil menerima uang dari rian
“tujuh mangkuk tekwan dan tujuh gelas es teh manis bu “
jawab rian santai, aku tak berkata apa apa Entah kenapa sejak kejadian itu, aku canggung setiap berada dekat rian, untuk berkata sekedar terima kasih saja susahnya minta ampun
“jadi di tambah dengan erwan dan rio, semua ada sembilan mangkuk, dan dua gelas es jeruk di tambah tujuh gelas es teh Semuanya dua ribu dua ratus lima puluh rupiah Ini kembaliannya dua ribu tujuh ratus lima puluh rupiah Di hitung lagi ya siapa tau lebih “
ujar bu eni sambil bercanda
Rian mengambil kembalian uangnya dari bu erni lalu mengantongi uangnya
“yuk rio Aku duluan ya “
kata rian sambil berlalu dari hadapanku
Aku membuka mulut hendak mengucapkan terima kasih Namun langkah rian terlalu cepat, ia tak mendengar kata kataku
Aku menghampiri erwan dengan hati yang masih bertanya tanya
Kenapa sih rian begitu penuh dengan misteri, kadang ia baik, kadang menyebalkan
“sudah dibayar rio?”
tanya erwan berbasa basi
“udah wan Dibayarin sama rian “
jawabku apa adanya
erwan cuma melongo menatapku
++++
SATU RAHASIA
“kok bisa si rian yang bayarin, emangnya ada angin apa ?”
tanya erwan heran kemudian menoleh ke rombongan rian dengan teman temannya yang sedang berjalan menuju ke kelas
“entah lah Aku juga kaget, tadi waktu aku mau bayar, tiba tiba ia sudah bayarin Bahkan aku tak sempat berterimakasih Ia langsung ngeloyor gitu aja “
jawabku apa adanya
“mungkin ia lagi ultah kali “
erwan bercanda
“ke kelas yuk Bentar lagi udah bell “
ajakku saat melihat suasana di kantin yang sudah tak seramai tadi
“eh habis ini pelajaran bahasa inggris ya PR halaman 42 udah kamu kerjakan?”
erwan mengingatkanku
“udah Dari kemarin dulu juga udah selesai “
“kalo gitu aku pinjam ya, ada beberapa yang belum aku isi “
“boleh Tapi gak jamin juga betul semua “
aku berjalan menyusuri teras belakang laboratorium bersama erwan, menuju ke kelasku yang ada disamping kiri laboratorium
Sampai di kelas, aku langsung masuk dan duduk di bangku, mengeluarkan buku PR bahasa inggris lalu ku berikan pada erwan
“tuh di salin aja dulu, buruan ntar bell sebentar lagi bunyi “
“thanks ya rio Kamu memang betul betul sahabat yang baik dan bisa diandalkan “
puji erwan dengan gembira lalu mengambil buku dari tanganku
Dalam sekejab saja ia langsung menyalin semua jawaban yang ada di buku ku Tak sampai lima menit selesai ia menyalinnya
“ini rio, makasih ya “
erwan mengembalikan bukuku, aku hanya mengangguk dan senyum Kami berdua ngobrol hingga bell tanda pelajaran dimulai berbunyi
==================
pulang sekolah erwan mengajak aku ikut dengan mobilnya, namun aku menolak, bukan apa apa, aku cuma tak mau terlalu memanfaatkan kebaikan erwan, lagian jalan kaki bagiku lebih menyehatkan, sekalian olahraga
Sebenarnya erwan memaksa, namun aku tetap pada pendirianku kalau aku mau pulang jalan kaki saja
Erwan berlalu bersama sopirnya, tak lupa ia berjanji akan datang ke rumahku sore ini, sesuai dengan janjinya tadi
Aku berjalan keluar dari gerbang sekolah, murid murid berhamburan pulang bagaikan air bah yang tumpah ruah
Ada yang mengendarai sepeda, semua buru buru pulang seolah olah tahanan yang dibebaskan dari penjara lebih awal
Aku berjalan diantara kerumunan teman teman yang hingar bingar, ku lewati jalan setapak yang memintas lebih dekat ke rumahku
“rio tunggu !!”
suara rian berteriak setengah berlari mengejarku
Aku menghentikan langkah, berbalik ke belakang dan melihat rian dengan tertegun Sepatu baru ini membuat kakiku lecet, jadi aku jalan sedikit pincang karena perih
“rio Kamu masih marah ya sama aku ?”
terengah engah rian mengimbangi jalanku, walaupun kaget dengan pertanyaannya barusan, tapi aku tak mau terlalu menampakannya di depan rian, gengsi
“ngapain juga marah Biasa biasa aja kok Lagian aku gak maksa kamu mau berteman denganku apa nggak “
aku jadi bingung sendiri mendengar jawaban yang terlontar dari mulutku, aku tak mau terlalu kasar, namun seperti keluar begitu saja Sering jadi bulan bulanan dan ejekan telah membuat aku menjadi sedikit peka Apalagi dibentak oleh orang yang selama ini aku senangi, yang aku sangat berharap sekali bisa jadi teman akrabnya Tentu saja membuat aku menjadi kecewa
Rian berjalan disampingku masih dengan nafas yang tersengal sengal
“waktu itu aku lagi ada masalah Makanya aku agak uring uringan Aku tak bermaksud untuk kasar sama kamu “
rian menjelaskan sambil terus berjalan tertunduk di sampingku
Mendengar penjelasannya itu hatiku langsung dingin Menguap sudah segala kemarahan di hatiku Tersenyum aku pandangi rian, ia menatapku agak cemas
“makasih ya udah traktir aku tadi “
aku melangkah pelan sambil mengimbangi langkah rian
“nggak usah dipikirkan Kebetulan aja aku lagi bawa uang lebih “
“tumben kamu nggak pulang sama vendi, biasanya kalian selalu sama sama “
“vendi tadi di jemput sama papanya eh ngomong ngomong rumah kamu di mana?”
tanya rian ingin tahu, saat kami berdua sudah sampai di persimpangan belokan ke arah rumah rian
“lurus ke depan agak masuk gang yang di sebelah rumah besar berpagar putih cokelat di ujung jalan ini Memangnya kenapa?”
aku sedikit heran dengan pertanyaan rian, untuk apa ia ingin tahu aku tinggal di mana
“nggak kenapa napa sih, cuma mau tau aja Emang nggak boleh?”
“boleh sih Cuma “
aku agak ragu, rumahku kan jelek, sedangkan rian itu anak orang berada, aku takut nanti ia tak sudi masuk ke dalam rumahku, rian kan selalu rapi dan bersih, selalu menjaga penampilan Aku sangsi ia mau masuk ke dalam rumahku Sementara aku lihat rumahnya yang besar itu selalu bersih dan teratur, sedangkan rumahku berantakan karena emak bikin jualan
“boleh nggak sekali sekali aku mampir ke rumahmu?”
tegas rian sambil menghentikan langkahnya Aku terdiam menimbang nimbang, aku bingung juga Tak seperti erwan yang sudah tahu keadaanku dan bisa menerima, aku kan banyak tugas di rumah, harus ke warung warung mengambil kue yang kami titipkan, terus aku harus mengambil daun pisang untuk pembungkus kue ketan dan nagasari Pastilah rian bakal kaget, aku tahu, anak tipe seperti rian mana pernah kerja di rumah seperti aku Kulitnya juga mulus kayak kulit cewek, walaupun nggak terlihat seperti cewek, namun itu menunjukkan kalau rian tak pernah mengerjakan yang berat berat, akhirnya setelah berpikir dan menimbang aku memperbolehkan ia main ke rumahku
“boleh aja Tapi jangan heran ya nanti melihat keadaan di rumahku “
rian tersenyum lebar
Kami berpisah di persimpangan, aku berjalan sambil menoleh ke rian
+++
“udah pulang nak ?”
tanya emak yang sedang menyerut daun pisang di depan halaman rumah saat melihat aku datang
Aku menghampiri emak dan mengangguk
“sini aku bantu mak Biar rio yang motong daun pisangnya “
aku menawarkan diri, namun emak buru buru mencegah ku, karena ia takut mengotori seragam baruku
“sudah lah Mendingan kamu itu ganti baju dulu, habis itu makan Kamu pasti lapar kan, udah seharian belajar Buruan gih ! emak udah masakin lempah kuning buat kamu
Ujar emak sementara tangannya dengan gesit memotong motong daun pisang dan membuang tulang daun nya yang keras
Aku tak bisa memaksa, karena kata kata emak benar, bajuku ini baru, lagian ini pemberian dari satu satunya sahabatku di sekolah Jadi aku harus bisa menjaganya
“rio masuk dulu ya mak “
emak tersenyum sambil menggulung daun pisang dan membersihkan sisa sisa sampahnya
Aku masuk ke dalam rumah lalu langsung ke kamar, setelah ganti baju dengan baju rumah, aku ke dapur mau makan siang dulu
Yuk tina sedang makan juga rupanya
“lauk apa yuk ?”
tanyaku sambil duduk di kursi makan
“lihat aja sendiri “
jawab yuk tina tanpa melihatku, yuk tina menyuapkan sesendok nasi ke mulutnya Sementara tangan kirinya sibuk membalik lembaran majalah diatas meja Matanya terfokus pada majalah itu
Aku berdiri lagi, kemudian ke dapur mengambil piring dari rak
Aku pandangi yuk tina dari balik pintu dapur, sebenarnya aku ingin sekali bisa akrab dengan yuk tina, namun entah mengapa ia seolah olah sengaja menciptakan batas diantara kami, padahal aku sudah mencoba merobohkan batas itu Aku sendiri tak pernah bisa mengerti dengan keadaan ini, kenapa ayuk ku sendiri bersikap seperti ini padaku Mengapa yuk tina seperti tak punya rasa sayang padaku
Apakah karena emak lebih memanjakanku hingga membuat yuk tina jadi membenciku
Aku menarik nafas dalam dalam, kemudian kembali menghampiri yuk tina untuk mengambil nasi karena perutku sudah lapar
Ku buka tutup saji dan mengisi nasi ke dalam piring lalu mengambil lauk seadanya Yuk tina masih sibuk makan sambil membalik balik majalah Aku menarik kursi yang ada di depannya Lalu aku makan
Emak masuk ke dapur sambil membawa gulungan daun pisang
“sambal terasi nya ada di atas tungku dapur rio “
ujar emak sambil menaruh daun pisang ke dalam bakul
Lalu emak ke dapur, tak lama kemudian ia kembali dengan membawa sepiring kecil sambal terasi dan memberikannya kepadaku
“makasih ya mak Pantas aja tadi aku lihat ada rebus pepaya mentah, dan pucuk singkong, tapi kok nggak ada sambalnya di atas meja “
kataku sambil mencolek potongan pepaya rebus ke sambal terasi
“iya emak tadi lupa mindahin ke meja Makan yang banyak ya nak “
emak duduk di sampingku Memandangi ku yang sedang makan lalapan dengan lahap Emak senang sekali kalau aku makan banyak
“giliran rio emak mau ngambil sambalnya Aku udah hampir selesai makan, emak nggak ada bilang kalo ada sambal terasi !”
celetuk yuk tina dengan ketus sambil membanting sendok diatas piringnya yang nyaris kosong
Emak terdiam tak menjawab, aku melihat emak dengan kasihan, yuk tina selalu tak pernah bisa menjaga emosinya
“tina, kamu itu perempuan Seharusnya kamu tidak perlu bertanya sama emak Segala yang ada di dapur sudah sepatutnya kamu tau “
nasehat emak dengan lirih Yuk tina mendengus
“bilang aja mak Kalo emak itu pilih kasih !”
kata kata yuk tina makin tajam menghujam Ku lihat emak hanya bisa menggeleng gelengkan kepala
Yuk tina memang keterlaluan Aku tak pernah meminta pada emak untuk di perhatikan melebihi anaknya yang lain Dan emak juga tak terlalu memanjakan aku Semua masih wajar wajar saja Tapi kenapa yuk tina selalu membesar besarkan semua itu
+++
yuk tina berdiri membawa piringnya yang sudah kosong ke belakang Aku dan emak diam seribu bahasa, percuma saja meladeni yuk tina, bisa bisa tak akan selesai selesai ia marah Kalau yuk tina sudah seperti ini, lebih baik diam aja dijamin lebih aman
“tambah lagi makannya nak “
ujar emak saat melihat piringku sudah kosong
“udah kenyang mak “
jawabku meletakan sendok, si mirah kucing ku menggosok gosok kakiku dengan tubuhnya Sepertinya ia lapar, aku ambil sedikit nasi dan ikan goreng, lalu aku buang tulangnya, ku campur rata untuk memberi makan si mirah Secepat kilat ia menyikat makanannya Kucingku ini semakin gemuk saja, bulunya pun semakin lebat dan berkilat Itu karena aku rajin memandikannya aku sangat sayang dengan kucingku ini Setiap hari ia tidur bersamaku di kamarku Si mirah juga tak pernah buang kotoran sembarangan lagi
Rutin minimal seminggu 3 kali pasti aku mandikan Sekarang pipinya juga jadi tembem, kumisnya yang putih dan panjang membuat tampangnya semakin menggemaskan
Setiap aku pulang pasti kucing ku tahu, ia akan segera berlari pulang, dan setia menunggu dibawah meja setiap kali aku makan Setelah memberi si mirah makan, aku berdiri membawa piring kotor ke sumur
Selesai cuci tangan, aku mengambil sepeda untuk melakukan tugas rutin mengambil kue basah di toko toko
Untung saja kue semua habis, aku pulang dengan perasaan senang, setiap kali kue emak habis terjual, aku sangat bersyukur Buru buru ku kayuh sepeda pulang Kemudian memberikan uang dari warung untuk emak
“mak semua kue habis “
ujarku dengan nafas yang masih tersengal sengal
“alhamdulillah nak Coba kalau setiap hari gini “
emak tersenyum sumringah
“iya ya mak Tapi beberapa hari ini memang jualan lagi bagus mak Jarang nggak habis “
“kamu nggak main rio?”
tanya emak sambil meletakkan tempat kue ke tempat pencucian piring
“nggak mak, kata erwan dia mau kesini “
“temanmu yang anak orang kaya itu?”
tanya emak agak heran
“iya mak Emangnya kenapa?”
aku jadi agak heran juga dengan reaksi emak
“nggak rio, cuma emak takut kalo kamu itu main dengan orang yang terlalu tinggi diatas kita, nanti kamu jadi terbawa bawa gaya hidup mereka “
terdengar nada kecemasan dalam suara emak
“jangan takut mak, erwan tak seperti itu, walaupun dari kalangan berada namun mereka tak seperti orang kebanyakan Emak lihat sendiri, aku di kasih seragam dan perlengkapan sekolah “
jelasku untuk menutupi kecemasan emak
“emak harap juga begitu “
entah kenapa aku merasa emak terlalu kuatir berlebihan
“emak mau ngukus ketan dulu ya “
“iya mak, rio mau nunggu erwan di depan “
kataku sambil meninggalkan emak di dapur
Yuk yanti sedang duduk di lantai memotong daun pisang sebagai pembungkus lemper
Yuk yanti mendongak melihatku sambil tangannya terus menggunting daun
“mau kemana dek?”
tanya yuk yanti
“nggak kemana mana yuk Cuma ke depan aja nunggu temen “
“oh gitu Eh dek, tadi ayuk ada beli keripik kentang, ambil diatas lemari kamar ayuk “
“untuk rio ya yuk?”
tanyaku agak heran Tumben yuk yanti membelikan aku makanan Tidak biasanya Ayuk ku yang satu ini memang sangat baik, ia tak seperti yuk tina Yuk yanti juga rajin, kalau tak sekolah biasanya yuk yanti yang masak menggantikan emak Yuk yanti tak lama lagi akan lulus sekolah, banyak sekali cowok cowok yang mau sama yuk yanti, karena memang wajah yuk yanti cukup cantik, punya rambut hitam dan tebal lurus sepinggang Membuat yuk yanti terlihat pantas kalau membintangi iklan produk shampo Kulit yuk yanti juga putih, tak seperti yuk tina yang kuning langsat Walaupun keliling jualan setiap pagi, tak membuat yuk yanti jadi lusuh Ia pembersih
Aku ke kamar yuk yanti mengambil bungkusan berisi keripik kentang yang ia taruh di atas lemari kamarnya
Ada dua bungkus ku lihat, aku ambil sebungkus kemudian aku keluar dari kamarnya Menghampiri yuk yanti
“makasih ya yuk “
ujarku penuh terimakasih
Yuk yanti tersenyum, tiba tiba ia memelukku dengan erat Aku jadi bingung Kenapa yuk yanti bersikap seperti ini Yuk yanti aneh Aku merasa begitu canggung Ada apa sih ini yuk yanti terus memelukku Tangannya membelai rambutku dengan sayang Aku diam dengan pikiran yang berkecamuk
“dek Sayang nggak sama ayuk?”
tanya yuk yanti dengan suara ganjil Aku makin heran saat mendengar pertanyaannya itu Namun aku jawab juga
“ya sayang lah yuk Yuk yanti kan ayukku Rio sayang banget sama yuk yanti “
“andai nanti rio jauh Dan kita terpisah Apakah nanti akan tetap ingat dengan ayuk?”
tanya yuk yanti terbata bata
Aku tersentak, kemudian ku lepaskan pelukan yuk yanti Ku pandangi wajah yuk yanti Matanya berkaca kaca Seolah olah ada sesuatu yang sangat mengganggu pikirannya saat ini
“kenapa ayuk bertanya aneh kayak gini yuk Nggak mungkin lah kita berpisah Emangnya ayuk mau kemana yuk?”
beruntun pertanyaan keluar dari mulutku
Yuk yanti seolah baru tersadar akan sesuatu, cepat cepat ia tertawa, namun aku tahu itu tawa yang di paksa
“ah nggak dek Itu cuma seumpamanya aja Ayuk cuma sekedar bertanya aja kok “
jawab yuk yanti agak mencurigakan
Ku pandangi mata yuk yanti dalam dalam, ia menunduk menghindari tatapanku
“yuk, ada apa sih Ayuk coba sembunyikan sesuatu dariku ya?”
yuk yanti jadi semakin gelisah, namun ia berusaha untuk mengatasinya walaupun gagal total
“nggak dek Nggak ada yang ayuk sembunyikan kok dek Kenapa adek jadi nanya gitu?”
yuk tina tersenyum dan mengacak acak rambutku
“katanya mau ke depan nungguin temanmu dek “
aku meninggalkan yuk yanti, namun pikiranku masih berkecamuk Kenapa sih akhir akhir ini yuk yanti dan emak agak aneh Terlebih emak, perhatiannya padaku semakin membuat aku curiga Seolah olah aku ini mengidap penyakit parah yang di vonis dokter kalau umurku tak bakalan lama Aku duduk di kursi kayu depan rumah Menunggu erwan datang Katanya sekitar jam tiga ia mau kesini
Sekitar sepuluh menit aku duduk sambil melihat orang yang lewat depan rumah Sesosok tubuh yang sudah sangat aku kenal sedang mengayuh sepeda BMX warna hitam memasuki pekarangan rumahku
Cepat cepat aku berdiri menghampirinya Ada rasa hangat yang menyelinap dalam hatiku saat melihat senyum lebarnya tersungging padaku Barisan gigi rapi dan putih berbingkai bibir merah dan mungil bagaikan wajah model pasta gigi di majalah remaja
“hai rio Ganggu nggak?”
tanyanya sambil turun dari sepeda dan menyenderkan sepedanya di bawah pohon cermai
“nggak kok Aku juga lagi nungguin erwan katanya mau kesini “
jawabku setengah mati menahan agar tak menjerit kesenangan
“jadi erwan juga mau kesini ya?”
“iya rian Tadi ia bilang waktu di kelas Ngomong ngomong kamu kok bisa menemukan rumahku “
tanyaku sedikit heran
“kan tadi siang aku udah nanya sama kamu Lagipula aku tadi tanya sama ibu penjaga toko di depan itu Ia bilang rumah kamu disini “
rian menjelaskan padaku
“kalau gitu duduk dulu ya, aku mau ambil minum dulu tunggu sebentar ya “
“udah nggak usah repot repot rio Aku cuma mau ngobrol aja kok “
“nggak apa apa lagi Cuma bikin teh kok Aku masuk dulu ya “
aku tetap memaksa bikin minuman Akhirnya rian cuma bisa mengangguk menyetujui
“iya deh Tapi jangan lama lama ya “
“oke bos “
jawabku sambil tertawa Rian pun ikut tertawa Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan senang, sambil bernyanyi nyanyi kecil aku ke dapur Mengambil poci teh Lalu aku membuat teh manis satu poci
“udah datang erwan nya nak?”
tanya emak yang baru masuk dari belakang Aku menoleh dan tersenyum pada emak
“belum mak, itu teman sekolah rio juga yang datang “
aku menjelaskan ke emak
“yang mana? Udah pernah kesini sebelumnya ?”
tanya emak ingin tahu
“belum mak, dia murid baru Rumahnya tak terlalu jauh dari rumah kita mak “
“ya sudah Bawa minuman ke temanmu kasihan ia udah menunggu Jangan lupa Kue di atas meja itu juga kasih ke teman kamu ”
kata emak sambil mengambil baskom kecil terbuat dari plastik di atas rak piring
“makasih ya mak “
aku mengambil sepiring kue buatan emak kemudian ku bawa ke depan Kemudian menemui rian di teras, saat aku ke depan, rian sedang ngobrol sama erwan Entah sejak kapan anak itu datang, tampaknya erwan tak diantar oleh sopirnya, sebab kalau sopirnya yang antar, aku pasti mendengar suara mobilnya Betul saja, di bawah pohon sudah ada dua sepeda BMX bertengger Benar benar sama dari tipe serta warnanya
“hai wan Udah lama datang?”
aku bertanya lalu meletakkan kue dan teh diatas meja kayu
Serempak erwan dan rian menoleh, erwan tertawa
“barusan aja sobat, aku pake sepeda, kebetulan sepedaku dan rian sama Kami tadi membahas itu “
“iya Gak nyangka Padahal aku baru beli seminggu yang lalu, kata erwan ia juga belinya seminggu yang lalu “
timpal rian ikut tertawa
Aku hanya tersenyum, pasti senang sekali rasanya memiliki sepeda sebagus itu Aku harus menabung dulu supaya bisa membeli sepeda semahal itu Kalau satu hari lima puluh rupiah, harus berapa lama aku menabung agar bisa membelinya? Aku jadi nyengir sendiri
“loh kok Kenapa senyum senyum gitu ?”
tanya erwan agak heran
“nggak Cuma lucu aja kok bisa kebetulan kayak gitu “
aku duduk di kursi kayu bersama rian
Harum sekali parfum yang di pakai rian, aku suka dengan baunya
“diminum dulu teh nya “
tawarku pada mereka berdua
“makasih rio Wah kue nya kelihatan enak sekali Aku makan ya ,” kata erwan sambil mencomot sepotong kue dari piring
“makan aja Di habisin juga nggak masalah Masih banyak kok di dalam “
kataku dengan sungguh sungguh
Rian ikut mengambil kue itu dan memakannya
“wah Emang betul betul emak rio Kue buatan emak kamu ya ?”
tukas rian tanpa ada kesan basa basi
“iya Emak yang buat, kan setiap hari emakku bikin kue untuk di jual “
“apa nggak rugi tuh kalo kamu kasih ke kami?”
ujar erwan terus sibuk mengunyah kuenya
“ya nggak lah Masa sih rugi cuma sepiring itu aja Lagian kalian juga nggak setiap hari ke sini kok “
aku menuang teh ke dalam gelas kemudian memberikan pada erwan dan rian
“buruan di minum, ntar dingin enggak enak “
“enak ya berteman sama rio, bisa bisa aku gemuk di buatnya “
kata kata rian itu membuat kuping ku terasa mekar, senang sekali mendapat pujian dari dia Entah mimpi apa aku tadi malam, bisa bisanya si rian main ke rumahku, seakan akan aku sedang bermimpi Padahal kemarin kemarin aku sempat kesal dan hilang simpati pada anak satu ini, namun hari ini semua berubah seratus delapan puluh derajat
Rian begitu manis, ternyata anaknya menyenangkan juga Aku serasa mendapat berkah, dua orang teman sekelas ku, murid paling populer, kaya, dan ganteng ganteng, berkumpul di rumahku yang sederhana ini Menjadi temanku mengingat keadaan keluargaku dengan mereka yang bagai bumi dengan langit, aku tentu saja sangat bersyukur bisa berteman dengan mereka
Yuk tina datang entah habis dari mana, ia melihat rian kemudian erwan
Kedua temanku tersenyum pada yuk tina
“sore yuk “
erwan menegur yuk tina
“sore Temannya rio ya Kok nggak masuk ke dalam?”
kata yuk tina tersenyum
++++
“kalo gitu ayuk masuk ke dalam dulu ya “
ujar yuk tina kemudian masuk kedalam rumah
Erwan dan rian menjawab nyaris serempak
Setelah yuk tina sudah di dalam rumah, kami kembali asik mengobrol,
“rio Mendingan kita jalan jalan yuk “
ajak erwan sambil meminum habis teh hangatnya yang tadi aku bikin
“jalan kemana?”
aku menoleh pada erwan
“ya terserah kemana aja yang penting jalan “
“ya rio, sekalian aku ingin tahu tempat tempat yang biasa anak anak nongkrong “
tambah rian mendukung usul dari erwan
Aku mengangkat bahu, kalau mereka berdua udah kompak seperti itu, aku cuma bisa menyetujui saja
“baiklah kalau gitu Aku mau beresin gelas ini dulu ya Tunggu sebentar “
aku berdiri lalu membereskan piring bekas kue dan gelas teh yang sudah kosong
Erwan dan rio membantuku, kemudian aku menaruh gelas gelas kotor itu ke dapur
Aku pamit sama emak yang sedang memilih beras untuk dimasak
“mak rio mau jalan dulu ya Bareng teman “
emak menoleh sambil tangannya memilih bulir bulir padi yang masih tersisa
“kemana rio, kan udah sore “
tanya emak heran
“iya mak, erwan sama rian yang ngajak Rio sih cuma ikut aja Belum tau juga sih mau kemana, paling juga cari angin sambil cuci mata mak “
aku menjawab
“tapi pulangnya sebelum magrib ya nak Hati hati di jalan Banyak motor yang ugal ugalan Jangan sampai nanti kalian bertiga keserempet motor “
nasehat emak
“iya mak Makasih ya mak “
aku kegirangan
Setelah mendapat izin dari emak, bergegas aku menemui rian dan erwan
Keduanya sudah siap dengan sepeda masing masing
“rio aku aja yang boncengin ya “
tawar erwan sambil membebaskan standar sepedanya
“sama aku aja rio “
rian ikut ikutan menawari aku
Aku jadi bingung Sebenarnya aku pengen banget bisa berdekatan dengan rian, tapi aku kan sahabat erwan, aku tak enak sama erwan kalau aku memilih boncengan dengan rian yang baru sehari ini berteman denganku
Sepuluh menit kemudian aku sudah berada di jalan, di bonceng oleh erwan Ia mengayuh sepeda dengan santai menyusuri jalan kecil yang sepi, sepanjang jalan kami tertawa dan bercanda Kadang erwan mengayuh sepeda kencang kencang membuat jantungku terasa mau jatuh
Rian tak mau kalah, ia mempercepat kayuhannya hingga erwan dan aku dapat ia susul Tentu saja karena ia tak membonceng siapa siapa
Sampai di jembatan daerah pintu air, erwan berhenti Kemudian turun Aku ikut turun Setelah mendapat tempat yang agak teduh, kami duduk sambil memandangi sungai Ada beberapa orang yang sedang mandi Diantaranya ada yang memancing
Rian mengambil botol air minum yang ada di sepedanya Kemudian meminum isinya Setelah itu ia berikan padaku
Aku ambil kemudian meminumnya juga beberapa teguk Ternyata isinya bukan air putih tapi sirup jeruk
“makasih ya “
aku mengembalikan botol itu ke rian
“bagus juga ya sungainya Ada buayanya nggak?”
tanya rian ingin tahu
“katanya sih ada Setiap tahun ada satu korban yang dimakan oleh buaya “
aku menjawab pertanyaan rian
“apa Setiap tahun sungai ini memakan korban, Tapi kenapa masih banyak yang mandi disini Apa mereka tak takut kalau sewaktu waktu buaya itu datang dan memakan mereka?”
rian bergidik ngeri mendengar ceritaku itu
“nggak tau juga sih Soalnya kan udah kebiasaan orang orang disini suka mandi di sungai ini Lagipula buayanya itu datang tak setiap hari kok Aku juga belum pernah melihat buaya itu seumur hidup “
tambahku sambil mengambil batu seukuran kepalan tangan lalu melemparkan ke sungai
“kata mamaku sih bukan cuma buaya Tapi ada hantu yang suka menarik orang yang sedang mandi hingga tenggelam Katanya ada beberapa orang yang hilang dan ditemukan dalam keadaan yang sudah tak bernyawa disungai ini Setelah hilang biasanya baru beberapa hari kemudian ketemu di rawa rawa Itupun harus memanggil paranormal dulu baru bisa ditemukan “
tambah erwan makin membuat rian ternganga
“gila Ngeri banget ya Kenapa paranormalnya nggak sekalian mengusir hantu itu dari sungai ini ?”
cecar rian makin penasaran
“entah lah Aku juga cuma mendengar cerita ini dari orang orang Tapi memang betul kok Walaupun sungai ini ramai, tapi tetap saja setiap tahun rutin meminta korban Kalau yang aku dengar sih katanya buaya yang ada disungai ini adalah buaya siluman Atau siluman buaya putih “
jelasku makin seru, karena melihat ekspresi rian yang kelihatan tertarik dengan cerita kami
“makanya meminta korban, siluman kan suka nyulik manusia Mamaku melarang aku mandi disungai ini Katanya ia tak mau kalau aku jadi korban buaya itu “
“dulu waktu aku masih kecil, pernah akrab dengan temanku Dan sering mandi di sungai ini, tapi temanku itu meninggal saat kami kelas 5, waktu sore hari ia mandi di sekitar sini, ibunya tak tau kalau ia mandi, saat di temukan Mayatnya terapung di sebelah sana “
aku menunjuk ke suatu arah
Serempak erwan dan rian berpaling melihat tempat yang aku tunjuk tadi
Memang tempatnya agak agak seram
Banyak pohon rumbia yang tumbuh Airnya juga tertutup tanaman air yang terapung Sehingga seluas mata memandang yang terlihat hijau bagaikan hamparan karpet tebal
Erwan dan rian bergidik ngeri
“aku rasa buaya buaya itu sembunyi di balik tanaman air itu “
ujar erwan
“bisa jadi, soalnya kan tempat seperti itu, sangat bagus sebagai tempat sembunyi Siapa sih yang bisa melihat apa yang berenang di balik tanaman itu “
timpal rian sambil berkacak pinggang, matanya menatap lurus ke sungai
“kapan kapan kita mandi disini ya Mau nggak ?”
aku mengajak erwan dan rian
++++
“takut ah Ada buayanya “
jawab rian
“iya rio, bahaya Emangnya kamu berani?”
tanya erwan
“ya nggak masalah Kan kita mandi hari minggu aja Rame kok yang mandi disini “
jawabku santai
Rian dan erwan diam seperti sedang menimbang nimbang
“bagaimana?”
aku kembali bertanya
“hari minggu ini ya ?”
rian balik bertanya
“iya hari minggu ini Biasanya kan rame yang mandi disini “
“baiklah Nanti aku jemput kamu dirumahmu ya Kira kira jam berapa?”
erwan menyetujui Namun kulihat rian masih ragu ragu
“gimana rian Kamu mau ikut nggak?”
aku meyakinkan rian
“gimana ya Aku sih pengen Cuma Mendengar cerita kamu tadi bikin aku jadi takut “
“nggak apa apa kok rian Kamu ikut aja Nggak mandi juga gak masalah kok Yang penting kita bertiga pergi sama sama Gimana?”
desakku penuh harap Aku benar benar ingin berjalan bersama lagi dengan rian, andai ia nggak mau ikut, rasanya aku jadi kurang semangat
“baiklah Jam berapa nanti minggu?”
akhirnya rian mau juga
“sekitar jam sepuluh aja Sekalian nanti bawa bekal dari rumah Kita jalan jalan ke hutan, kebetulan sekarang lagi musim manggis, pulang mandi kita metik manggis “
aku memberi usul
Rian dan erwan terlihat begitu antusias
“wah boleh tuh Pasti asik banget, soalnya aku nggak pernah masuk hutan Wah jadi nggak sabar lagi nih nunggu minggu “
seloroh rian senang
“sudah mulai gelap nih Hampir magrib, pulang yuk “
ajakku saat melihat ke langit, aku teringat pesan emak
“ayo Gak kerasa ya udah magrib “
rian berdiri
“antar aku pulang dulu ya “
ujarku pada mereka
“ya pasti lah diantar Masa sih ditinggalin disini “
erwan tertawa kemudian berdiri Akupun ikut berdiri Bertiga kami berjalan menuju ke sepeda yang tadi kami parkir
“biar aku aja yang ngantar rio pulang, rumah kami kan searah “
usul rian Hatiku melonjak gembira mendengarnya Cepat cepat aku menyetujui kata katanya itu
“iya wan Biar aku dengan rian aja Udah sore banget nih Kalau kamu ngantarin aku dulu, bisa bisa kamu magrib di jalan “
kataku pada erwan Ia terdiam sebentar kemudian mengangguk
“Nggak masalah kok rio Aku kan bisa ngebut “
erwan bersikeras tetap ingin ikut mengantarku pulang
“bahaya loh wan kalo magrib magrib ngebut biar aku aja lah yang antar rio Nggak apa apa kok “
rian memperingatkan erwan
akhirnya erwan cuma bisa mengangkat bahu menyetujui kata kata rian
Aku naik ke boncengan sepeda rian Senang sekali rasanya dibonceng oleh rian Aku tak tahu kenapa aku bisa senang begini Sepanjang jalan kami bernyanyi keras keras Di tikungan aku dan rian berpisah dengan erwan
“sampai ketemu besok di sekolah ya sobat “
teriak erwan sambil membelokan setang sepedanya ke kiri
“iya wan Sampai ketemu besok “
jawabku dan rian nyaris bersamaan
Rian mengayuh sepedanya lebih cepat, sebenarnya aku ingin sekali lebih lama dibonceng rian, tapi jarak sungai dan rumahku tak terlalu jauh Sekitar sepuluh menit aku sudah sampai dirumah Aku turun dari sepeda rian
“rio aku langsung pulang ya “
rian pamit padaku
“ya Nggak mampir dulu ya?”
“kapan kapan aja lah Besok kan masih bisa Aku takut mamaku ntar kuatir, soalnya sekarang udah mau magrib “
rian memberikan alasan
“iya deh Sampai ketemu besok di sekolah ya “
rian mengangguk dan mengayuh sepedanya kembali ke jalan
“makasih ya rian “
setengah berteriak aku melambai pada rian Ia mengangguk dan tertawa
“sama sama sobat Aku pulang dulu ”
“hati hati ya “
idih aku kok segitunya Udah kayak melepas pacar aja
“Iya rio Tenang aja Bye “
jawab rian Kok jadi lama gini sih acara pisahnya Udah kayak rian mau kemana aja !
Setelah rian pulang, aku masuk ke dalam rumah Emak, yuk yanti dan yuk tina sedang duduk diruang tamu, tak biasanya mereka berkumpul diruang tamu jam jam segini Saat melihatku wajah mereka tiba tiba jadi tegang Serempak mereka diam sambil memandangku Aku melangkah menghampiri mereka dengan bertanya tanya, wajah emak merah seperti orang yang habis menangis Demikian juga dengan yuk yanti Apa sih yang barusan terjadi disini Kenapa mereka bertiga bersikap aneh begini
“darimana aja dek?”
yuk tina memecah keheningan diantara kami
“dari sungai sama teman Ada apa yuk Kenapa kalian melihatku seperti ini?”
tanyaku tanpa dapat menutupi keherananku
“nggak apa apa dik mandi gih buruan Ntar keburu malam “
ujar yuk yanti sambil berdiri
“iya dek Mandi sana Habis itu kita makan sama sama “
timpal yuk tina sambil tersenyum padaku Aku jadi bingung, tak biasanya yuk tina bersikap sebaik ini padaku
Aku pandangi emak, namun emak terlihat seperti melamun Pandangannya terarah ke atas meja
“mak kenapa?”
aku menghampiri emak
“tidak kenapa napa nak buruan mandi sana !”
emak tak melihat ke aku sedikitpun Seolah olah menghindari tatapanku Aku masuk kamar dan mengambil handuk lalu ke kamar mandi Selama mandi aku memikirkan sikap emak dan ayuk ayukku tadi Kenapa sih dengan mereka Sepertinya ada sesuatu yang mereka sembunyikan dariku, entah apa itu Kenapa emak dan yuk yanti menangis Walaupun mereka tak menangis didepanku, tapi aku yakin kalau mereka habis menangis Aku betul betul bingung dengan semua ini Semakin lama semakin aneh saja Aku juga heran, biasanya emak selalu menyapaku kalau aku datang Tapi tadi emak tak mengatakan apa apa Emak cuma terdiam murung, seperti berusaha untuk tak melihatku Baru sekali ini aku merasa betul betul asing dengan emak Buru buru aku menyelesaikan mandi kemudian wudhu dengan fikiran yang masih berkecamuk
++++
selesai sholat, aku makan malam bersama dengan emak dan yuk yanti dan yuk tina selama makan tak ada satupun yang bersuara, tak seperti biasanya yuk tina selalu heboh bercerita hari ini yuk tina pun ikut ikutan diam
aku mengunyah dengan hambar aku pandangi emak, namun emak seperti sibuk mengunyah tak sekalipun menoleh kepadaku
demikian juga dengan yuk yanti sempat kupandangi yuk tina tersennyum sekilas padaku aku balas tersenyum pada yuk tina aku kehilangan selera makan tanpa tahu apa sebabnya aku berdiri dari meja makan lalu kekamar
sambil berbaring, aku berpikir kembali akan sikap aneh keluargaku apakah emak punya masalah yang sangat besar?
++++
TOK TOK TOK
Pintu kamarku diketuk dari luar, buru buru aku beranjak dari tempat tidur Yuk tina berdiri didepan pintu kamarku begitu aku membuka pintu
“dek Lagi ngapain?”
tanya yuk tina dengan suara yang tak seperti biasanya, terdengar agak lesu
“nggak ngapa ngapain yuk, ada apa?”
aku agak heran, tak biasanya yuk tina selembut ini padaku
“boleh ayuk masuk dek “
yuk tina tersenyum sumbang
“ada apa yuk Masuk aja?”
aku jadi makin heran dengan sikap yuk tina
Aku membuka pintu lebar lebar, yuk tina masuk ke dalam kamarku kemudian duduk di kursi belajarku
“dek Ayuk tau selama ini ayuk sering kasar sama adek Mungkin adek juga nggak begitu suka dengan ayuk “
ujar yuk tina pelan
“nggak kok yuk Aku nggak pernah membenci ayuk, aku sayang sama ayuk !”
entah kenapa jantungku jadi berdebar debar Yuk tina menghampiriku, kemudian ia meraih tanganku
“ayuk memang selalu jahat sama adek Maafkan ayuk ya dek “
“yuk kenapa sih, ayuk ini aneh banget Aku bingung yuk “
“nanti adek akan tau sendiri Dek, emak menunggu di ruang tamu, emak mau ngomong sama adek “
ujar yuk tina penuh misteri, aku berdiri dengan jantung berdebar keras
“kenapa yuk Kok kayaknya ada sesuatu yang tak aku ketahui, ada masalah apa yuk?”
“kita menemui emak dulu ya dek Nanti adek akan tau sendiri yuk dek “
yuk tina menarik tanganku Aku mengikuti yuk tina keluar kamar untuk menemui emak Hatiku bertanya tanya gerangan apa yang ingin dibicarakan emak, belum pernah emak serius seperti ini
Kulihat emak sedang duduk dengan gelisah, tangan emak memegang tasbih dengan gemetaran
Aku hampiri emak dan duduk dikursi depan emak
Yuk yanti juga sudah duduk dekat emak Yuk tina duduk di kursi sampingku
++++
suasana mendadak jadi hening, yuk yanti memainkan ujung taplak meja dengan jari jarinya Emak nampak gelisah berkali kali menggeser posisi duduknya seolah olah sedang duduk diatas batu kerikil, aku diam menunggu dengan tak sabar ikut ikutan merubah posisi duduk sementara yuk tina yang entah digerakan oleh apa sibuk sendiri mengurut bahuku seolah olah aku lagi pegal Aku tak tahan lagi menunggu apa yang mau disampaikan emak padaku
“mak, ada apa sih ?”
aku menatap emak lurus tanpa mengedipkan mata Emak masih saja tertunduk seolah olah apa yang ingin ia katakan itu terlalu berat
“dek, sabar ya Mungkin apa yang akan adek dengar ini membuat adek kaget “
tutur yuk yanti dengan suara bergetar
Aku menoleh pada yuk yanti, namun yuk yanti malah semakin aneh, ia tiba tiba menangis sesungukan Jantungku makin berdebar debar tak karuan Demikian juga dengan yuk tina, entah ada angin apa ia juga ikut ikutan menangis
Apa yang mereka tangiskan, kenapa mereka membuat aku bingung seperti ini, apa sih sesuatu yang aku tak tahu yang membuat mereka menjadi bertingkah seganjil ini
“mak tolong mak, bilang apa yang terjadi, kenapa mak Rio bingung kalo kalian begini Bilang saja mak Apapun itu rio siap mendengarnya “
ujarku tak sabar lagi
Emak mendongak dan memandangku, wajah emak kusut sekali, wajah teduh yang selama ini begitu mengasihku Wajah yang mencintaiku sebagaiman seorang ibu yang sangat menyayangi anaknya Wajah yang mulai keriput dan penuh guratan penderitaan akibat kerja keras Namun wajah itu mampu memberi keteduhan dalam hatiku dan anak anaknya yang lain Mata emak terlihat layu, bagaikan menanggung suatu penderitaan
“rio Anakku Mungkin setelah mendengar cerita emak ini, rio akan sedikit terkejut “
emak berkata dengan tersendat sendat “
aku diam menyimak kata kata emak
“semua dimulai pada belasan tahun yang lalu dimana saat itu emak baru punya dua orang anak perempuan yang masih kecil kecil Pada saat itu almarhum ayahmu masih ada, kehidupan kita saat itu masih lumayan “
emak memulai ceritanya itu Yuk yanti dan yuk tina ikut diam mendengar, hingga hanya suara emak yang terdengar diruang tamu kecil ini Aku menarik nafas pelan, tak mau menyela cerita emak Aku penasaran emak akan menyampaikan apa
++++
“emak sudah lama sekali mengimpikan untuk punya anak lelaki, hingga pada suatu hari teman emak datang dalam keadaan hamil, ia menjalani hubungan dengan seorang lelaki yang tak disetujui oleh keluarganya karena alasan perbedaan agama Teman emak takut untuk pulang ke rumah, ia takut menghadapi keluarganya Karena dari awal mereka sudah tak menyetujui hubungan itu Saat teman emak ingin meminta pertanggung jawaban pada lelaki yang ia cintai, ibu lelaki itu menyiram teman emak dengan air panas dan mengusirnya
Teman emak benar benar sudah putus asa, hingga ia memutuskan untuk bunuh diri Namun saat ia mau meminum racun serangga, tiba tiba pacarnya datang dan mencegah agar teman emak tak sampai melakukan tindakan bodoh itu Diam diam mereka menikah Namun lambat laun keluarga suaminya itu tahu, mereka mencari anak lelakinya yang hilang itu, setelah bertemu, mereka pun menerima teman emak sebagai bagian keluarga mereka Tapi hal itu cuma berlangsung sementara, berbagai macam cara mereka lakukan agar bisa memisahkan anak mereka dengan teman emak Di depan anaknya mereka sangat baik pada teman emak, tapi begitu di belakang anaknya, mereka selalu mengintimidasi teman emak Lama kelamaan teman emak benar benar tak sanggup lagi dan akhirnya memutuskan untuk lari dari rumah itu Waktu itu malam hari emak menemukan dia sedang berjalan sendirian dalam keadaan hamil tua, ia tak menyangka kalau akan bertemu dengan emak Ia menceritakan semua masalahnya Emak sudah mencoba untuk menasihatinya agar kembali pada suaminya, namun ia bersikeras tak mau, akhirnya emak cuma bisa membiarkan saja ia dengan keputusannya itu, emak pun menyuruh ia tinggal di rumah kita Emak kasihan padanya Sebulan setelah ia tinggal dirumah kita, anaknya lahir, ayahmu yang menanggung semua biaya melahirkannya Saat melihat bayinya yang begitu tampan dan montok, emak langsung jatuh hati Emak langsung merasa sayang dengan bayi itu Emak membantunya merawat bayi mungil yang tak berdosa itu Rasanya bayi itu memang benar benar anak kandung emak, yang sudah lama emak inginkan “
emak diam menyusut air matanya dengan baju daster yang emak pakai
Aku menahan air mata yang terasa sudah mengambang di pelupuk mataku Rasanya aku sudah bisa menebak akan kemana arah cerita emak itu Kecurigaanku beberapa hari yang lalu bukan tanpa alasan Ingin rasanya aku berteriak sekeras kerasnya Aku tak sanggup mendengarnya, aku benar benar tak mampu lagi untuk mendengar cerita emak selanjutnya Sementara itu yuk tina dan yuk yanti cuma menunduk menatap lantai Mereka tak berani menatapku Aku betul betul merasa begitu asing sekarang Apa saja boleh mereka ceritakan Hal apapun, seburuk apapun aku masih sanggup untuk mendengarnya Namun cerita ini betul betul telah membuat hatiku hancur Emak ku Yang selama ini begini aku kasihi, yang aku cintai melebihi apapun yang ada didunia ini Ternyata bukanlah emak kandungku Hatiku benar benar telah remuk sekarang Aku betul betul tak menyangka sama sekali Lemas seluruh tubuhku, tulang tulangku seolah olah hilang, aku tertunduk dan airmataku mengalir tanpa dapat di bendung lagi Aku rela cacat, aku rela buta, aku rela bila esok aku harus mati, asalkan aku mati sebagai anak kandung emak Ini benar benar telak memukulku Tak terkira tetesan airmataku jatuh ke lantai tepat dibawah kakiku hingga menimbulkan bercak bercak air di lantai semen kasar rumahku Aku dengar yuk yanti mulai terisak begitupun yuk tina Tangisan mereka malah menambah aku merasa makin sakit, jiwaku menjadi lemah dan tak berdaya Hilang sudah kekuatanku selama ini Kebanggaanku menjadi anak emak ternyata harus terengut begitu saja Ya allah kenapa engkau membuat lelucon yang menyakitkan seperti ini Mengapa harus aku yang mengalami hal ini, mengapa kamu timpakan padaku cobaan yang tak mampu aku tanggung
Tubuhku bergetar keras, ku gigit bibirku agar tak terlepas teriakan dari mulutku
“maafkan emak rio Kamu bukan anak kandung emak Kamu lah bayi itu Teman emak itu adalah ibu kandungmu yang sesungguhnya Namanya mega Ibu yang kamu lihat beberapa hari yang lalu, yang malam itu datang ke rumah kita “
jelas emak melanjutkan ceritanya itu Namun aku sudah tak konsentrasi lagi Aku sudah tak perduli lagi Mau siapapun ibu kandungku itu tak penting, aku tak mau tahu Aku hanya ingin emak yang jadi ibuku Aku benar benar kecewa pada tuhan Kenapa ia tak menciptakan aku terlahir dari rahim emak Aku tak mau siapa siapa selain emak Cuma emak yang aku mau sebagai ibuku
Mau semiskin dan sesusah apapun kehidupan yang aku jalani ini, aku tak perduli Aku ikhlas tak mempunyai apa apa Aku rela tak punya apa apa, aku rela misalkan yuk tina tetap membenciku seperti biasanya Tak sebaik ini ketika ia tahu kalau aku bukan adik kandungnya asalkan emak ku tetap menjadi emak kandungku seumur hidupku Namun kenyataan ini tak mungkin lagi dapat di ubah, tuhan telah menggariskan kalau aku bukan lah anak emak Aku hanyalah anak perempuan lain, anak haram diluar nikah, anak yang sebetulnya tak diinginkan kehadirannya dibumi ini Anak hasil dari hubungan terlarang Yang membuat orang susah Menambah beban dalam kehidupan keluarga ini
“pada suatu hari, mega menghilang dari rumah kita, ia pergi pagi pagi sekali dengan hanya meninggalkan selembar surat yang isinya ia meminta emak merawat kamu, ia pergi mencari pekerjaan dan ingin menata kembali kehidupannya Ia berjanji akan kembali lagi untuk menjemput kamu Ia minta maaf karena telah membebani emak selama ini,
berhari hari almarhum ayahmu dan emak mencari mega, namun nihil, tak membawa hasil, seorang teman ayahmu mengatakan kalau pernah melihatnya naik keatas kapal menuju palembang “
tambah emak dengan murung Aku mendongak menatap emak, wajah emak yang terlihat sedih penuh dengan linangan air mata Kalau dalam situasi biasa kalau melihat emak menangis aku pasti langsung memeluk emak, namun entah kenapa kali ini terasa begitu berat, aku merasa seakan tak punya lagi hak untuk memeluk emak Ku pandangi yuk yanti dan yuk tina, aku merasa iri sekali dengan mereka, kenapa bukan salah satu diantara mereka berdua saja yang bukan anak kandung emak, atau tak satupun yang bukan anak kandung emak diantara kami bertiga, aku ingin seperti kemarin kemarin, aku ingin selalu bernafas dan hidup dengan fikiran dan kesadaran sebagai anak kandung emak seperti biasanya Aku benar benar kecewa dengan keadaan ini Betul betul tak adil bagiku
“sebetulnya dalam lubuk hati emak yang paling dalam emak senang mega pergi meninggalkan kamu untuk emak, doa emak setiap hari hanyalah agar mega tak pernah kembali lagi untuk mengambilmu emak tak mau kamu tahu kalau sebenarnya kamu bukan anak kandung emak, perasaan sayang dan cinta emak padamu bukan sekedar main main rio, bagi emak kamu adalah anak kandung emak, sama seperti yanti dan tina, emak menganggap kamu anak yang lahir dari rahim emak juga Hingga setahun yang lalu tepatnya emak bertemu kembali dengan mega, ia mencari emak kemana mana, karena kita sudah pindah rumah, semenjak ayahmu meninggal waktu kamu masih berumur dua tahun, keuangan kita semakin krisis hingga emak terpaksa pindah dan menjual rumah kita yang dulu Emak pindah ke pangkalpinang, dirumah kita sekarang ini Segala kesusahan tak pernah menyurutkan segala langkah emak, semua masih mampu emak lewati selama masih ada anak anak emak Dan kamu adalah semangat emak, emak ingin melihat kamu tumbuh dewasa dan menjadi orang yang berhasil, emak minta maaf rio, tak bisa membuat kamu senang, tak bisa memanjakanmu dengan mainan serta kemewahan seperti teman teman kamu Kadang emak sedih kalau melihat kamu harus berkeliling kampung menjual kue untuk membantu emak “
isak emak sambil bercerita Aku hanya diam dan menangis, tak mampu untuk berbicara apa apa lagi rasanya Rasa kaget dan kecewa yang melanda dalam hatiku membuat jiwaku terasa kosong
Yuk tina meraih tanganku dan meremas jari jariku sambil ikut menangis bersamaku
“mega meminta kembali kamu nak Namun emak meminta agar diberi waktu untuk merawatmu lagi Mega setuju, ia kasih emak waktu setahun Hingga tak terasa waktu berlalu dan emak menyadari kalau mega akan kembali untuk menagih janjinya Dua bulan yang lalu ia kembali, waktu itu kamu sedang bersekolah, mega mendesak emak untuk segera bercerita padamu, namun berat rasanya bagi emak untuk bercerita sebenarnya Emak menunda nunda sambil berdoa agar mega merubah pikirannya Namun doa emak tak dijawab oleh tuhan Mega sering datang untuk menagih janji emak Dan sempat mengancam akan membawa masalah ini ke pengadilan andaikan emak tak menyerahkan kamu padanya , ditengah kebingungan ini emak meminta pendapat yanti ayukmu Karena cuma dialah yang tahu kalau kamu adalah anak angkat emak, waktu kamu lahir, yuk yanti sudah berumur empat tahun lebih, sedang tina baru berumur dua tahun jadi tak mengerti apa apa Yanti tahu kalau dibawa ke pengadilan, emak tak akan pernah memang, karena sekarang mega sudah menikah lagi dengan seorang pengusaha, mega juga punya bisnis sendiri dan cukup sukses hingga mereka hidup berkecukupan Namun mega tak punya anak dari suaminya itu, saat suaminya tahu kalau mega punya anak kandung, ia menyuruh mega untuk mengambil kembali anak yang dulu pernah ia tinggalkan Makanya mega datang kembali malam itu, emak tak mau kamu dan tina mendengar pembicaraan kami, emak menyuruh tina pergi dengan alasan emak punya hutang dan tak mau sampai kamu dan tina melihat emak dimarahi orang itu Makanya tina cepat cepat menyuruh kamu pergi menemaninya Namun pada saat kamu sedang berjalan dengan teman kamu kemarin, tiba tiba mega datang lagi Bersama suaminya dan seorang pengacara Mereka menghina emak Dan saat itulah tina tahu tentang persoalan ini Mereka mengatakan kalau emak egois, menyeret kamu dalam kesusahan, seharusnya kamu bisa mendapat kehidupan yang lebih baik, pendidikan yang lebih baik Emak sadar Mereka memang benar Akhirnya emak putuskan akan menyerahkan kamu kembali pada mereka, karena bagaimanapun mereka lebih berhak atas kamu Karena kamu anak kandung mega Dialah ibumu sesungguhnya “
emak menutup ceritanya sambil menangkupkan kedua tangannya ke wajah, dan menangis terisak dengan tubuh berguncang Yuk yanti langsung berdiri memeluk emak Demikian juga dengan yuk tina Aku diam tak bergeming, aku merasa aku tak lagi punya hak untuk memeluk emak Aku adalah orang asing di tengah tengah mereka Aku tak pantas untuk memeluk emak, aku bukan anak emak Aku hanya hidup dari belas kasihan emak selama ini padaku Dengan dada yang semakin sesak dan airmata yang membanjiri mukaku, aku menghambur berlari keluar dari rumah, terakhir ku dengar suara jeritan emak dan ayuk ayukku memanggilku namun tak kuindahkan sama sekali Aku terus berlari tanpa tahu harus kemana Aku berlari sekencang kencangnya melewati jalan setapak dan pekuburan yang gelap Takut tak lagi aku rasakan, yang terpikir olehku hanyalah ingin berlari sejauh mungkin
+++++
“jadi kamu betul betul akan pergi rio?”
tanya erwan dengan sedih, saat kami bertiga, aku, erwan dan rio, duduk di bawah pohon akasia pada saat jam istirahat Setelah tadi aku menceritakan kalau aku akan pindah dari pangkalpinang, ikut mama kandungku Sementara itu rian cuma diam sambil menyobek daun akasia yang ada di tangannya Entah apa yang ia pikirkan
“rio pamit mak Doakan rio berhasil ya “
aku memeluk emak erat erat dengan keharuan yang menyesak didadaku Yuk tina dan yuk yanti berdiri disamping emak sambil terpaku memandangku Sambil tersenyum aku hampiri yuk yanti Aku cium tangannya dan berpamitan Yuk yanti cuma mengangguk Air mata mengalir dari sudut matanya Kemudian yuk yanti memelukku, kuat sekali pelukannya seolah yuk yanti tak rela aku pergi Hampir satu menit sebelum akhirnya yuk yanti melepaskannya Kemudian ku hampiri yuk tina Ia tersenyum Senyuman yang aneh Badannya tiba tiba berguncang, saat aku mencium tangannya, meledak tangisan yuk tina Lututku jadi gemetaran
“perkenalkan ini teman baru kalian, namanya rio khrisna julian “
ujar pak ridwan memperkenalkan aku pada seisi kelas, aku mengitari pandanganku ke seisi kelas sambil tersenyum tipis
Aku seolah olah merasakan deja vu dengan kejadian ini, saat dulu ketika di sekolahku yang lama, waktu rian baru masuk menjadi murid baru
“jangan om Rio tak bisa !!”
aku mencoba mendorong tubuh adik bungsu papa yang hanya mengenakan secarik celana dalam tipis Namun tenaganya begitu kuat Bagaimanapun aku meronta hanya membuat tenagaku makin hilang
“aku betul betul tergila gila sama kamu rio !”
ia berbisik di telingaku, sambil menjilat bagian bawah telingaku dengan buas membuka seragam smu yang masih menempel dibadanku
aku pandangi dari balik jendela mobil jalan di pangkalpinang yang telah delapan tahun tak aku lihat, begitu banyak perubahan, beberapa gedung baru yang dulu belum ada sekarang berdiri dengan megahnya Aku sudah tak sabar lagi ingin bertemu dengan emak, yuk tina dan yuk yanti, entah bagaimana kabar mereka sekarang Aku ingin memberi kejutan pada mereka Berkotak kotak oleh oleh aku siapkan untuk mereka Kain sutera untuk emak, baju dan bermacam macam lagi yang mahal mahal, aku akan merenovasi rumah emak, seperti cita citaku dulu Tak sabar lagi aku membayangkan akan melihat ekspresi wajah emak ketika melihatku datang
“masih jauh rio rumahmu?”
tanya pemuda tampan bertubuh atletis yang duduk di sampingku, sudah setahun ini menjadi kekasihku
“rio Benarkah ini rio Astaga rioo !!”
teriak erwan dengan terkejut saat melihatku berdiri di depannya Erwan langsung memelukku dengan kuat, aku balas memeluknya untuk melepaskan rasa rindu yang bertahun tahun ini telah mengisi hari hariku
“iya wan ini aku rio Apa kabar bro ?”
aku berbisik di telinga erwan, banyak sekali perubahan erwan semenjak lama aku tak melihatnya Semakin tampan saja erwan sekarang, tubuhnya jangkung, berbentuk dan padat, aku yakin erwan rajin fitness
“siapa pacar kamu sekarang rio Kamu begitu tampan, mustahil tak ada pacar “
kata erwan sambil menatap mataku
ku peluk tubuh kekar yang berbaring tanpa mengenakan apa apa di sampingku, kulit putih mulus yang semalam bercinta tak lelah lelah denganku, di kamarku yang mewah, yang dulu tak pernah terpikir akan aku miliki, semua peralatan canggih memenuhi kamarku yang ditata oleh seorang desain interior cukup terkenal
Tubuh yang telanjang dan kekar disampingku bergerak terbangun, membuka matanya tersenyum menatapku
“kok belum tidur sayang “
ujar rian sambil mencium keningku dengan lembut
“aku mencintaimu rian, tolong jangan siksa aku seperti ini
Kasihanilah aku “
aku beringsut di lantai merendahkan diri di kaki rian, namun tak sedikitpun rasa kasihan terpancar dari sinar matanya Rian menendangku hingga aku tersungkur diantara serpihan dan pecahan pecahan porselen yang berhamburan diatas lantai granit ruang tamuku Tubuh rian yang menjulang tinggi berdiri terkangkang sambil berkacak pinggang menatapku penuh kemarahan Aku tak berani menatapnya Kalau sudah mengamuk seperti ini, rian bagaikan hewan buas yang siap untuk mencabik cabik mangsamya
+++
PERENUNGAN
aku terus berlari tanpa menghiraukan apapun lagi, perasaan sakit membuat tubuhku terasa kebas, gelapnya malam dan rasa dingin yang menusuk tak menyurutkan aku untuk berbalik ke rumah, hanya suara rumput dan ranting berderak terinjak oleh kakiku, serta suara nyanyian jangkrik dan kodok sebagai pertanda kalau malam ini akan turun hujan
Aku tak bisa menerima ternyata aku bukanlah anak emak, tuhan begitu jahat, mempermainkan aku seperti ini Segala perasaan bahagia dalam hatiku tinggalah puing puing, tak mampu aku mencerna semua ini, aku ikhlas apapun yang akan di timpakan padaku, segetir dan sesakit apapun itu Tapi ini lebih menyakitkan dari segala apapun yang pernah aku lewati
Aku tahu pasti emak dan ayuk ayukku sangat cemas sekarang, aku tak perduli, aku marah sekarang, aku marah kenapa mereka tak dari dulu berterus terang agar aku tak merasa sesakit ini Aku yakin pasti sekarang mereka sangat sibuk mencariku Aku sengaja sembunyi di tengah hutan dan pekuburan Karena aku tahu kalau mereka tak mungkin akan mencariku disini, aku meringkuk dibawah pohon besar menjulang dan rimbun tanpa rasa takut sedikitpun Angin bertiup membawa uap air hingga membuat tubuhku menggigil kedinginan Air mataku tak berhenti mengalir, mengutuk kemalangan nasib yang selalu menimpaku tanpa belas kasih sedikitpun Mengasihani diri sendiri
Tak ada lagi yang bisa aku banggakan lagi sekarang, satu satunya harta yang aku miliki selama ini hanya keluargaku Sekarang semua pun harus direngut dariku Sungguh hidup ini tak adil, tak memihak padaku Segala hinaan dan cercaan yang aku dapatkan sejak aku masih kecil, karena kemiskinan yang melilit masih bisa aku abaikan dengan tersenyum getir, tak mendapatkan banyak teman serta mainan bisa aku terima dengan lapang dada, setiap hari berkeliling kampung membawa kue untuk dijual, walau harus menebalkan muka setiap bertemu dengan teman teman sekolah yang memandangku dengan tatapan iba, atau menghina, ataupun pandangan salut, semua itu tak penting bagiku asalkan aku bisa melihat emakku tersenyum, asalkan bisa membantu meringankan beban emak apapun akan aku jalani
Kenapa perempuan yang mengaku ngaku sebagai ibu kandungku itu harus datang, setelah ia meninggalkan aku bertahun tahun, setelah ia membuangku, seenaknya sekarang ia ingin mengambilku kembali, apakah ia pikir aku ini patung yang tak punya hati, seenaknya ia bisa memindah mindahkan aku dimanapun ia suka, apakah ia pikir aku akan begitu saja menuruti keinginannya untuk tinggal bersamanya Aku sangat membenci perempuan itu, dari awal aku melihatnya aku sudah tidak menyukainya
Aku tak akan mau mengikutinya, aku tak akan mau Bagiku tak ada emak yang lain, sampai matipun aku hanya punya satu emak Yang telah membesarkan aku selama ini, yang aku sayangi Walaupun aku tak mempunyai satu titik pun darah emak yang mengalir dalam tubuhku, walau kenyataan ini tak dapat diubah meski aku menukarnya dengan nyawa sekalipun
Memikirkan hal ini membuat aku menangis terisak isak, sungguh serasi sekali aku saat ini dengan keadaan tempat aku bersembunyi Pekuburan yang sunyi, menguarkan aroma suram, sesuram hatiku
Pekuburan yang begitu sunyi dan tenang, tak membuat aku merasa takut lagi, ada yang lebih membuat aku takut saat ini ketimbang hantu Aku takut menghadapi kehidupan yang menantiku ke depan nanti, aku takut aku tak mampu mempertahankan hidup, aku takut goncangan jiwa membuat aku melakukan hal hal yang buruk Aku lebih takut jika aku akhirnya berbuat nekat karena aku sudah tak sanggup lagi menjalani hidup
Lelah pikiran serta perasaanku membuat sekujur tubuhku terasa lemas Kekuatan seolah olah sudah menguap dan hilang dari diriku
Yang terpikir saat ini hanyalah pergi sejauh jauhnya dari dunia, meninggalkan semua kesakitan yang selalu setia menemaniku Meninggalkan nasib buruk yang seolah olah telah lekat dan menjadi bagian dalam hidupku
Tiba tiba aku jadi kangen dengan ayah Sosok yang cuma sebentar aku kenal, yang telah pergi sebelum aku sempat mengenalnya lebih dalam
Ayah yang mungkin andai saat ini masih hidup pasti akan menyayangiku, sebagaimana seorang bapak yang menyayangi putranya
Aku memang tak mengenal ayah
Wajah ayah hanya aku ingat sekilas, wajahnya hanya aku kenal dari foto foto kenangan yang disimpan emak dengan rapi, seolah olah itu adalah harta yang tak ternilai harganya
Andai beliau masih ada, tak mungkin keluarga kami akan hidup dalam belitan kemiskinan seperti sekarang
Mungkin ia akan mempertahankan aku, tak akan mengizinkan siapapun yang mencoba coba untuk mengambil aku dari keluarganya
Entah mengapa aku merasa begitu rindu akan sosok ayah Walaupun sekarang aku tahu kalau ayah yang aku kenal selama ini Meskipun cuma dalam hati serta memori indah di celah terdalam hatiku, bukanlah ayah kandung seperti yang selama ini aku pikirkan
Aku hapal posisi kuburan ayah
Setiap lebaran biasanya emak dan ayuk ayukku mengajak aku nyekar di kuburan ayah
Aku merangkak perlahan menggeser posisiku yang tadi meringkuk bertopang lutut kemudian aku berdiri, daun kering menempel pada celana pendek yang kupakai
aku tak perdulikan, rasa gatal terkena perdu dan semak tak ku indahkan lagi Pelan pelan aku berdiri dan berjalan menuju ke kubur ayahku
Kuburan yang tak disemen, hanya sebuah nisan usang dari kayu bertuliskan nama ayah
Rumput liar tumbuh menyemaki seluruh permukaan kuburnya Batang kamboja setinggi puncak kepalaku sedang berbunga Melati menguarkan aroma harum menusuk hidung
++++
kembang rose yang berbunga jarang yang dulu aku ingat waktu aku masih kelas tiga sekolah dasar, aku tanam bersama yuk yanti Sekarang sudah tumbuh dengan liar, nyaris menyamarkan kubur ayah Kuburan yang tak terawat serta terbengkalai
Emak dan ayuk ayukku terlalu sibuk berusaha agar dapur tetap berasap, bukan sengaja mengabaikan kuburan ayah
Aku berlutut dan menangis lagi dikubur ayah, ku tumpahkan semua rasa sesak dalam hati, aku ceritakan segala gundah seolah olah ayah bisa mendengar segala keluhanku Kubiarkan air mata tumpah menetes diatas tanah berumput yang basah karena embun Entah berapa lama aku membiarkan posisiku duduk tengkurap dengan pipi menempel pada gundukan tanah kuburan ayah Entah berapa banyak airmata yang tumpah seiring curahan perasaanku pada ayah hingga aku akhirnya tak sadar lagi telah tertidur
Suara sayup sayup memanggilku dari kejauhan membuat aku terbangun, dengan kepala yang terasa sakit, aku menegakkan badan Terdengar suara langkah kaki orang ramai yang semakin dekat sambil berteriak memanggilku, sorotan lampu senter simpang siur menimpa pepohonan, lalang dan rumput, aku cepat cepat beringsut sembunyi dibalik semak semak, agar mereka tak bisa menemukanku
“RIO !!!”
“RIO “
“RIOOO !!!”
bersahut sahutan suara teriakan memanggilku, memecah keheningan di malam yang gelap, titik air hujan mulai jatuh rintik rintik, mengenai wajah dan tubuhku, bajuku sudah mulai basah, gemetaran antara takut dan dingin
Sementara itu orang orang yang mencariku sudah semakin dekat dengan tanah pekuburan
Aku mendengar suara emak dan ayuk yanti, sempat hatiku luluh saat mendengar teriakan emak yang terdengar parau, namun ego serta kemarahan membuat aku mengurungkan niat untuk keluar dari tempat aku sembunyi
“rio Kemana kamu nak ?”
betapa memilukan suara emakku
“dek Pulang lah dek Kasian emak Dek Dimana adek Hujan sekarang dek ?”
teriak yuk yanti Aku tahu pasti sekarang ia lagi menangis dari suaranya yang kudengar
Semakin mereka dekat, aku makin merapatkan tubuhku tak berani bergerak, seolah olah maling yang takut dikejar massa
Tak lama setelah langkah mereka menjauh dan suara mereka tak lagi terdengar, baru aku berani keluar dari persembunyianku
Terus terang hari ini aku tak mau mendengar apa apa lagi, aku belum siap pulang ke rumah, penjelasan emak hanya akan membuat aku makin hancur, ini saja aku sudah kehilangan semangat hidup
Bukan aku tak kasihan dengan emak, walaupun aku tahu aku bukan anak kandung emak, bagiku emak lah ibuku tak akan tergantikan dengan siapapun
Itulah yang membuat aku begitu kecewa, aku benar benar sayang dengan emak, aku begitu menghormati beliau, tak dapat aku katakan betapa besar rasa sayangku, namun ternyata emak bukanlah emak kandungku sendiri, aku hanyalah seorang anak yang tak diinginkan oleh ibu kandungku sendiri, anak yang dibuang Aku merasa begitu kecil sekarang Dari kecil aku tak memiliki banyak teman, anak anak seumuranku, jarang ada yang mau bergaul denganku Karena aku orang susah yang setiap hari berjualan keliling kampung
Aku cuma punya keluargaku, yang selama ini sebagai harta yang aku miliki, namun sekarang aku tak memiliki apa apa lagi Bagaimana aku tidak shock seperti ini
Tetes air hujan semakin membesar, dan lebat, bajuku basah kuyup menambah lengkap penderitaanku
Bibirku menggeletar kedinginan Baru sekali ini aku mengalami penderitaan seperti ini, dengan tubuh gemetaran aku berjalan meninggalkan tanah pekuburan, mencari tempat berteduh
Tanah becek tergenang air yang berkecipak tersiram air hujan bak panah memedihkan mata
Untung saja aku bisa menemukan sebuah pondok tempat orang biasa ronda, walaupun minim tapi cukup untuk tempat sekedar berteduh menhindari air hujan
Aku jadi kangen dengan kehangatan kamarku, tempat tidur walaupun kasur tipis namun nyaman, emak pasti kuatir sekali memikirkan aku, bisa kubayangkan emak gelisah sama seperti yang ku rasakan saat ini Beliau pasti tak bisa tidur, memikirkan aku tak pulang ke rumah Sudah cukup kesusahan emak tanpa perlu aku tambah tambah lagi, aku jadi menyesal telah pergi dari rumah Aku membuat emak jadi sedih, aku tak boleh begini, kasihan emak Bukan salah emak semua ini, tentu saja emak tak menghendaki aku tahu, bahkan selama ini emak menyayangiku lebih dari kedua ayukku Aku sering berantem dengan yuk tina karena masalah itu juga Yuk tina sering marah justru karena ia merasa emak timpang Yang bikin aku jadi heran sekarang, kenapa emak begitu menyayangiku sedangkan beliau tahu kalau aku bukan anak kandungnya
Tentu sulit bagi emak menjaga rahasia ini
Memikirkan ini membuat aku menangis lagi Aku telah menyusahkan emak yang menyayangiku Emak sudah banyak berkorban untukku, apakah ini balasanku pada beliau yang telah membesarkan aku dengan tiap tetesan serta cucuran keringat hingga lelah tak pernah ia rasakan, aku tak boleh memikirkan diri sendiri Aku harus pulang sekarang juga Emak pasti menungguku sekarang Bergegas aku berdiri dan berlari menembus hujan deras, pulang ke rumah
Sampai didepan rumah, ruang tamu masih terang, lampu belum dimatikan, aku mendengar suara emak dan ayuk ayukku disela sela bunyi hujan yang bergemerisik Kuketuk pintu perlahan lahan, seakan akan emak sedang menunggu di pintu, langsung saja terbuka
“riooo !!! ” jerit emak saat melihatku berdiri mematung di depan pintu, dalam waktu sekian detik
Emak dan ayuk ayukku langsung menghambur memelukku, tangisan mereka langsung pecah, kami bertangis tangisan bersama
“masuk rio Anakku Mengapa kamu jadi basah kuyup seperti ini sayang “
isak emak sambil menarikku masuk ke dalam rumah
“tina Cepat ambil handuk untuk adikmu !”
perintah emak pada yuk tina
“iya mak “
buru buru yuk tina ke dapur mengambil handuk untukku
“yanti, ambil baju bersih rio di lemari kamarnya “
emak menoleh pada yuk yanti, segera yuk yanti mengangguk dan bergegas mengambil baju untukku
Emak menuntunku duduk dikursi ruang tamu
Sambil membelai pipi dan rambutku dengan lembut, emak memelukku, aku menangis dibahu emak, aku tak berkata apa apa, demikian juga emak
Segala perasaan sedih dan putus asa perlahan lahan menguap seiring kehangatan pelukan emak
PERTENGKARAN EMAK DAN MAMA
“keringkan dulu badanmu nak, kasian kamu nak kehujanan subuh subuh begini kemana sih tina, kok ngambil handuk aja lama “
emak mendesah prihatin melihat aku yang gemetaran dan menggigil
“makasih mak Maafkan rio ya mak Rio udah bikin emak susah “
aku memenangkan emak, aku berusaha meredakan menggigil yang menggigit, namun sulit
“sudahlah nak, jangan dipikirkan lagi, yang penting sekarang kamu tak apa apa -emak kuatir banget mikirin kamu “
“rio nggak bermaksud menyusahkan emak, rio sayang sama emak, tapi rio tak mau pergi dari rumah ini Rio mau tinggal sama emak Tolong mak Jangan suruh rio pergi dari sini, rio sayang sama emak, rio tak akan menyusahkan emak, rio janji mak Biarlah rio makan sekali sehari, tolong mak Jangan berikan rio sama ibu itu Rio akan bantu emak jualan kue Biarlah rio tak usah sekolah, rio tahu kalau itu hanya menambah beban emak Rio ikhlas tak emak kasih jajan, yang penting emak izinkan rio tinggal sama emak “
aku terisak isak dibahu emak
Emak tak menjawab apa apa, hanya air mata yang melinangi wajahnya, emak menatapku dengan sendu, terbayang penderitaan yang sama dengan yang aku rasakan
“mak kenapa diam jawab mak, rio tak mau kehilangan emak “
aku meratap mengharapkan emak menjawab walau hanya sepatah kata “iya” atau “tidak”
namun emak hanya diam saja sambil terus mengusap usap punggungku
Sementara itu yuk yanti kembali sambil membawa baju gantiku
“nih mak bajunya “
yuk yanti mengulurkan baju kaus dan celana pendekku yang terlipat rapi di tangannya
“tina mana yanti? Kok ngambil handuk gini lamanya, kasihan adikmu udah menggigil kedinginan dari tadi, tiap kali disuruh selalu lama !!”
kata emak sedikit kesal
“loh Dari tadi ia belum balik juga, emangnya dimana ia ngambilnya, di jakarta ya?
Yuk yanti keheranan
“coba kamu aja yang ambil !!”
perintah emak, aku menegakan badan sambil menggeletar kedinginan
Yuk yanti langsung menyusul yuk tina kedapur
Tiba tiba aku merasa sesuatu yang hangat sedang menjilati kakiku, aku merunduk ke bawah, rupanya si merah yang menjilatinya, aku angkat si merah ke pangkuanku, kuelus elus bulunya yang tebal dan lembut, seolah olah mengerti dengan kesedihan dalam hatiku, si merah tak meronta, dengan jinak ia menyelusupkan kepalanya di sela sela tanganku, menjilati tanganku yang berkerut karena dingin
Tak lama kemudian yuk yanti dan yuk tina keluar dari dapur menghampiri aku dan emak sambil membawa handuk biruku
“nih dek, keringin badannya Ntar keburu sakit !”
perintah yuk yanti sambil memberikan handukku
Segera aku ambil, karena memang aku sudah tak tahan lagi kedinginan, ku buka bajuku yang basah lalu ku lap dengan handuk seluruh tubuhku hingga kering
Setelah berganti dengan baju dan celana kering, rasanya lebih nyaman, tak lagi menggigil, sementara itu yuk tina, yanti dan emak cuma mengamati aku seolah olah aku orang asing dirumah ini
“sekarang tidurlah dulu nak Istirahat dulu, sudah jam empat subuh !”
emak berangkat dari duduknya, tersenyum padaku dengan senyum lemah, seolah dipaksakan
“mak Boleh rio tidur sama emak nggak?”
tanyaku ragu ragu
Emak menatapku seolah olah barusan yang kukatakan tadi itu kata kata terlarang
“kenapa mak Rio nggak boleh tidur bareng emak malam ini mak?”
aku mengulangi pertanyaanku pada emak untuk meyakinkannya lagi
Seolah baru tersadar, emak tersentak, kemudian buru buru tersenyum padaku
“tumben rio mau tidur bareng emak “
“boleh ya mak?”
tanyaku agak ragu karena melihat ekspresi wajah emak yang bimbang
“boleh nak, kamu tidurlah dulu nanti emak nyusul
Mendengar kata kata emak, aku senang sekali
“aku juga tidur sama emak ya “
tiba tiba yuk tina membuka suara
“aku juga ya mak !”
yuk yanti ikut ikutan
Emak memandangi kami semua, kemudian tersenyum dan menganggukan kepala
“baiklah, kita tidur bersama sama hari ini “
ujar emak, lalu bertiga aku dan kedua ayukku ke kamar emak
Saat berbaring aku merasa ada yang lain dalam hatiku, suatu perasaan yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata kata, aku merasa seolah olah ini adalah kali terakhir aku bisa menikmati saat saat seperti ini
Yuk yanti dan yuk tina sudah tertidur, emak masuk dan langsung berbaring di sampingku, aku pura pura tidur, ku rasakan keningku dicium oleh emak Setetes cairan hangat jatuh diatas keningku Emak menangis Tapi tangisan tanpa suara
Entah karena memang aku sudah terlalu mengantuk, atau aku terlalu lelah, tak lama kemudian aku tertidur
+++
aku terbangun kesiangan, saat aku melirik jam dinding, ternyata sudah pukul sebelas siang, tubuhku menggigil tak karuan, kepalaku berdenyut denyut, kerongkonganku kering, pokoknya benar benar tak nyaman Saat mau beranjak dari tempat tidur, tubuhku terasa begitu lemah, seolah olah kekuatanku menguap entah kemana, kupanggil emak, namun suaraku seperti tertahan dikerongkongan, hanya seperti bisikan parau yang keluar
“mak Emak !”
aku terus memanggil emak, mau pingsan rasanya saking haus yang ku rasakan, mau berdiri tak bisa, pandanganku makin kabur
Untung saja emak mendengar, bergegas ia masuk ke kamar dan menghampiriku
“ada apa nak ?”
tanya emak dengan kuatir saat melihatku
Emak mendekatiku, kemudian meraba keningku, mata emak terbelalak
“mak Haus “
ujarku dengan susah payah
“astaga rio Tubuhmu panas sekali Kamu demam nak “
emak terlihat begitu panik, buru buru ia menyelimutiku hingga sebatas leher
Kemudian emak keluar kamar, kembali lagi dengan membawa segelas besar air putih
“minum dulu nak “
emak membantuku duduk, kemudian menempelkan bibir gelas ke mulutku, segera aku minum, namun air yang mengalir lewat tenggorokanku, seolah olah bagaikan duri yang menyakitkan Langsung ku dorong kembali gelas itu, emak menatapku penuh tanda tanya Aku cuma menggelengkan kepala dengan berat, seperti mengerti, emak langsung meletakkan gelas di atas sandaran dipan tempatku tidur Lalu membaringkan aku lagi
“tunggu sebentar nak, emak mau beli obat dulu ke toko Kamu jangan banyak bergerak dulu “
kata emak dengan cemas Aku cuma mengangguk pelan
Emak meninggalkanku sendirian, sekitar sepuluh menit, emak kembali masuk sambil membawa mangkuk plastik berisi air dan saputangan handuk Kembali emak membantuku duduk, memberikan sebutir obat padaku, aku menelan obat itu dengan bantuan emak serta segelas air Kemudian aku baring lagi
Emak mengompres keningku Aku memejamkan mata, rasanya otakku bagaikan tertusuk jarum, menarik nafaspun susah, bagaikan ada yang menekan dadaku serta menutup hidungku
Lama sekali emak terus mengompresku, hingga aku tertidur lagi
Aku terbangun karena mendengar suara ribut ribut yang berasal dari luar kamar, mungkin diruang tamu, suara yang sangat asing bagiku, selain suara emak dan ayuk ayukku
++
Seperti ada beberapa orang yang sedang memarahi emak, dengan susah payah aku berangkat dari dipan emak, aku berjalan walau terasa pusing dan pandanganku kabur, walau sulit, akhirnya aku bisa berjalan hingga pintu kamar
Dari balik tabir, ku melihat emak sedang menangis, sementara kedua ayukku memeluk emak, ibu yang waktu malam itu datang, ada disitu Bersama dua orang lelaki dewasa
“ayuk tak bisa menjaga anakku, kenapa sampai ia sakit seperti itu Kenapa dibiarkan saja ia berhujan hujanan di tengah malam !”
teriak ibu itu dengan nada tinggi
“kami juga sudah berusaha mencegahnya, tapi rio berlari sangat kencang, tina dan yanti sudah mengejarnya, namun mereka berdua tak bisa menyusulnya Tolong jangan salahkan kami seperti itu mega !”
emak membela diri, sementara itu yuk tina tanpa rasa takut sedikitpun langsung berdiri dan berkacak pinggang, dengan emosi, yuk tina balik memarahi ibu itu Ibu yang aku tahu adalah ibu kandungku
“bu Tolong sopan sedikit ya ! Ibu mana tahu dengan keadaan kami, ibu hanya tahu bersenang senang Sementara kami disini sedang ada masalah, gara gara kedatangan ibu Setelah ibu meninggalkan rio begitu saja tanpa kabar, sekarang seenaknya saja ibu mau mengambilnya Apa ibu tak punya hati ?”
tantang yuk tina berapi api dengan penuh emosi
Yuk tina memang agak temperamental, ia tak kenal takut, walaupun ia tahu orang itu lebih dewasa dan kuat, selama ia merasa benar, maka yuk tina tak akan gentar sedikitpun
Melihat perlawanan dari yuk tina, wajah ibu itu langsung berubah merah padam
“hei ! Jaga mulutmu ya Pernah diajari nggak sama emakmu itu ? Kamu itu perempuan, apa kamu pikir bagus kelakuanmu itu?”
balas ibu itu tak kalah sengit
Kedua pria yang bersamanya cuma duduk melihat tanpa bersuara sedikitpun
Kepalaku makin pusing, aku kasihan melihat emak yang cuma bisa diam, aku ingin membela emak, tapi aku tak bisa, karena entah mengapa aku merasa pandanganku makin kabur, dan tubuhku seolah melayang layang
“emak selalu mengajari kami yang baik baik Tapi kami juga tak akan tinggal diam kalau ada yang menghina kami Jangan ibu pikir mentang mentang ibu banyak duit, ibu pikir bisa seenaknya saja memperlakukan kami Justru ibu itu yang tak sopan, datang ke rumah orang marah marah Kayak orang tak berpendidikan !”
maki yuk tina makin meradang
“tina cukup !!, jangan tak sopan sama orang tua “
sela emak diantara isakannya
“nah Betul kan Kamu memang anak tak tahu adat Emak kamu sendiri juga bilang kamu tak sopan Dasar anak kurang ajar “
balas ibu itu dengan melecehkan
Yuk tina menatap emak dengan pandangan terluka, seolah olah kata kata emak tadi telah membuat ia sakit hati Emak sepertinya sadar akan hal itu, buru buru emak membela yuk tina
“mega Kamu yang harusnya sadar diri, jangan mentang mentang kamu merasa berada diatas angin, kamu jadi bisa memperlakukan kami seenaknya Ingat dulu, siapa yang datang ke kami, siapa yang meminta tolong dalam keadaan susah dulu, saat kamu tak punya apa apa Saat mertua kamu tak menerima kamu, kamu mengemis meminta belas kasihan pada kami, ingat mega !!! Ternyata kami sudah menolong macan terluka, yang akhirnya menggigit kami Kamu kira kamu sudah baik, kamu itu benar, kamu memang tak tahu terima kasih Jangan kamu pikir mentang mentang kamu sudah punya banyak uang, sudah sukses, kamu bisa begitu saja memperlakukan kami dengan hina !”
semprot emak dengan emosi, membuat ibu itu terkejut, mungkin ia tak mengira kalau emak juga bisa berkata kasar
“eh Yuk Berapa sih kerugian ayuk dulu Bilang saja berapa Aku bayar sekarang Aku juga terpaksa minta tolong sama kalian itu Kalian pikir aku suka ya kalian tolong, kan dulu kamu juga yang memaksa aku tinggal dengan kalian Sebelum pergi aku sudah bilang kalau aku akan kembali lagi untuk menjemput anakku Kenapa sekarang kalian malah marah marah Seharusnya kalian senang, kalian itu sudah susah Aku cuma mau membantu meringankan kesusahan kalian Aku cuma mau mengambil rio kembali Dia itu anak kandungku, coba kalau ayuk yang berada pada posisiku sekarang Apa yang ayuk rasakan Berpisah bertahun tahun dari anak kandungnya sendiri Merasa bersalah karena telah meninggalkan anak sendiri, setiap hari cuma memikirkan apa nasibnya, apakah ia baik baik saja Sudah cukup makan belum Apa ayuk begitu egoisnya Menyeret rio dalam kesusahan Padahal ayuk tahu kalau aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik pada rio Memberikan pendidikan yang lebih baik untuknya Apa ayuk tega melihat rio berjualan setiap hari Memakai pakaian jelek Tak mendapatkan uang jajan cukup, tak mempunyai apa apa Ayuk jangan kuatir Setiap sen yang ayuk keluarkan untuk rio akan aku ganti semua Bahkan dua kali lipat dari itupun akan aku berikan Aku tak mau bertengkar seperti ini, aku meminta rio baik baik, tapi kenapa kalian malah bersikap seperti ini ?”
tantang ibu itu tak mau kalah
Aku muak sekali mendengarnya Kata kata ibu itu membuat aku merasa semakin tak menyukainya , malah aku menjadi bertambah benci kepadanya
“ibu itu sadar apa pingsan sih Ngomong itu dipikir dulu bu Jangan mencari cari kesalahan orang lain dong !”
timpal yuk yanti yang sedari tadi cuma diam
+++
aku tahu yuk yanti pasti sangat kesal sekali, biasanya yuk yanti tak pernah seperti itu, yuk yanti sangat menghormati orang yang lebih tua Mungkin yuk yanti sudah tak bisa lagi menahan rasa kesalnya saat mendengar kata kata ibu itu, yang tak bermutu sama sekali
“eh Ini lagi mau ikut ikutan Memang kalian itu tak sopan semua Aku tak mau rio berada disini, bisa bisa nanti ia tumbuh menjadi anak yang tak sopan juga seperti kalian “
balas ibu itu makin meradang karena merasa di keroyok
“kalau kamu tak memulainya mega, tak mungkin anak anakku tak sopan padamu, aku sangat mengenal anak anakku, biasanya mereka menaruh hormat pada orang yang lebih tua, tapi kelakuanmu sendiri tak bisa dikatakan sopan, padahal kamu itu sudah tua !”
emak membela yuk yanti, sambil memberi penekanan pada kata katanya itu
Kenapa sih hari ini bisa seperti ini, biasanya emak tak pernah seperti itu, aku sangat mengenal emak, beliau begitu baik, tak pernah aku melihat emak bertengkar dengan siapapun sebelumnya, emak sangat menjaga hubungannya dengan siapapun, bahkan tetangga tetangga disini mengenal emak begitu baik, emak tak pernah bergosip, daripada emak membuang buang waktu untuk mengurusi orang lain, emak lebih memilih membereskan rumah, ketimbang emak sibuk menceritakan kejelekan orang lain, emak lebih memilih sibuk membuat kue untuk dijual, emak juga tak pernah berlama lama belanja di toko, kalau cuma untuk bergosip dengan ibu ibu disini Orang orang sudah tahu dengan karakter emak, justru mereka menaruh hormat pada emak Mereka segan, walaupun kami tak punya banyak uang, tetangga disini sangat menghargai emak
“yuk Saya malas bertengkar, saya cuma mau meminta anakku kembali dengan baik baik Saya rasa ayuk sudah cukup puas bisa merawatnya selama ini, sekarang giliran saya yang ingin merawatnya Saya ingin anak saya menjadi orang yang berhasil, apa ayuk bisa menjamin bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, sementara keadaan ayuk seperti ini, untuk makan saja ayuk mesti kerja mati matian membanting tulang, ku mohon ayuk pikirkan lagi, jangan egois, ini semata mata demi masa depan rio Kalau ayuk berpikir, pasti ayuk tahu kalau kata kataku ini benar Aku ingin kita baik baik Percuma bertengkar yuk Tak akan menyelesaikan masalah Aku toh bisa aja menempuh jalur hukum, dan aku bisa jamin kalau ayuk tak akan menang, jadi daripada urusan semakin merembet kemana mana, aku minta ayuk ikhlaskan saja aku mengambil kembali anakku Apa ayuk tega dalam keadaan sakit begini, untuk membawanya ke dokter pun ayuk tak punya uang Masa depan seperti apa yang akan ayuk janjikan pada rio Kalau memang ayuk menyayanginya, ayuk pasti tahu apa yang terbaik untuk rio “
tandas ibu itu sambil mengambil tas tangan yang ia letakkan diatas meja, kemudian ia memberi isyarat pada kedua orang pria yang mengikutinya agar berdiri
+++
Ibu itu membuka tas nya lalu mengeluarkan setumpuk uang pecahan sepuluh ribu rupiah dan memberikan pada emak
“bawa rio ke rumah sakit, secepatnya Tolong jangan tolak uang ini Carikan perawatan yang terbaik, aku mau anakku segera sembuh “
ujar ibu itu sambil meletakkan setumpuk uang ke atas meja
Tanpa berkata apa apa lagi, ibu itu berjalan diiringi kedua pria yang bersamanya, keluar dari rumahku, emak bengong demikian juga kedua ayukku, mereka seolah olah kehilangan kata kata untuk menjawab Setelah deruman mobil terdengar meninggalkan rumah, baru emak seperti tersadar dan menangis, yuk tina langsung menghibur emak
“dasar orang sombong, dia pikir dengan uangnya ia bisa melakukan apa saja “
kata yuk tina dengan kesal
“sudahlah tin, kita bisa ngomong apa lagi Ibu rio benar, kita ini orang susah, harus tau diri, ini bukan menyangkut tentang kita, tapi anaknya rio Adikmu Emak juga tak mau kalau sampai terjadi apa apa sama adikmu, kita cuma bisa pasrah sekarang, apapun yang terjadi Mungkin memang sudah saatnya kita melepaskan rio dengan ikhlas walaupun itu sangat menyakitkan !”
emak berkata sambil melamun Seolah olah emak sedang terkena stress
“coba kita punya uang banyak ya mak, kita bisa membayar pengacara, jadi kita tak dihina seperti ini, kita bisa mempertahankan rio “
ujar yuk yanti murung
Mendengar semua itu, tanpa terasa airmataku mengalir, aku kasihan sama emak, aku telah membuat emak kesulitan Aku hanya menambah beban saja bagi emak Aku anak yang tak berguna, tak bisa membantu emak Semua masalah berawal dariku Kalau saja tak ada aku dirumah ini, pasti emak tak akan mendapat hinaaan seperti ini
Emak mengambil uang yang ada diatas meja, lalu memberikan pada yuk yanti
“kamu pegang uang ini yanti, untuk membawa rio ke dokter Emak terpaksa menerimanya, karena memang emang tak punya uang untuk membawa adikmu berobat Emak ingin sekali bisa membayar sendiri biaya adikmu, tapi kalian juga tahu bagaimana keadaan kita Maafkan emak ya tina, yanti Emak tak bisa membuat kalian bahagia “
ucap emak murung nyaris berbisik, pada yuk tina dan yuk yanti
“mak jangan ngomong begitu Yanti bahagia kok mak Walaupun tak berlimpah uang, tapi aku senang menjadi anaknya emak Kebahagiaan kan tak bisa digantikan dengan uang mak “
yuk yanti menghibur emak, sambil mengurut bahu emak dengan lembut
“iya mak Tina juga begitu, tina minta maaf selama ini sering bikin emak susah Tina bahagia bersama emak, tina janji akan lebih mendengarkan kata kata emak Yang penting kita bisa berkumpul bersama sama mak “
timpal yuk tina dengan wajah berlinang air mata
Emak tersenyum walau saat ini beliau sedih, emak merangkul kedua ayukku Bertiga mereka berpelukan dengan penuh kasih sayang Aku mundur perlahan, dadaku terasa sesak, kembali perasaan asing menyergap Dingin menjalar keseluruh tubuhku Hingga membuat ku menggigil
Aku merasa asing ditengah tengah keluarga ini
Lututku lemas, tak bisa menopang lagi tubuhku hingga ambruk terjatuh menggelosor ke lantai, aku memanggil emak, namun suaraku tak keluar Sementara kepalaku makin sakit, terasa ditusuk tusuk jarum, aku mengerang kesakitan Hingga akhirnya aku tak sadar apa apa lagi
Sempat aku mendengar yuk yanti menjerit sambil mengoyang goyang tubuhku Setelah itu tubuhku menjadi ringan seolah melayang dalam kegelapan yang pekat
+++
aku membuka mata perlahan, terasa silau, hingga aku harus memicing untuk menghindari perih
Tanganku sedang di genggam oleh emak, yuk tina berdiri disisi tempat tidur sambil tersenyum padaku
“udah agak mendingan dek ?”
tanya yuk tina memastikan keadaanku
Aku menggelengkan kepala, memaksakan senyum pada yuk tina dan emak
“sakit nak ?
Tanya emak sambil memegang tanganku yang terkena infus
“nggak mak Cuma tubuhku agak kedinginan “
jawabku dengan susah payah, aku tak mau membuat emak semakin kuatir memikirkan keadaanku
“mak Aku tak mau ikut ibu itu “
ucapku dengan lirih Namun emak langsung menyentuh bibirku dengan ujung jari telunjuknya
“sst Jangan berpikir yang berat berat dulu nak Yang penting kamu harus sembuh dulu, hal itu bisa kita bahas nanti “
jawab emak pelan, emak menatapku dengan murung, seolah olah beliau merasakan kegundahan yang saat ini melilit hatiku
“rio tak apa apa mak Rio takut, kalau emak emang sayang sama rio, jangan biarkan ibu itu membawa rio “
aku bersikeras mempertahankan keinginanku pada emak
“iya nak, emak pun mau rio tetap bersama emak, kita menjalani hari hari seperti biasa, selalu bersama sama, makan tak makan selama kita tak terpisah, itulah yang membuat emak bahagia “
“iya dek Betul kata emak, kita pasti akan tetap bersama sama, adek tidak usah kuatir, ayuk akan berusaha keras mempertahankan adek, ayuk juga tak rela kalo adek sampai pergi dari rumah, kita selama ini selalu bersama dan akan tetap begitu “
tambah yuk tina sambil mendekat padaku dan membungkuk hingga posisi kepalanya lebih dekat denganku
“ayuk janji ya Yuk, maafkan selama ini rio sering berantem sama ayuk Rio sebenarnya sangat sayang sama ayuk Bagi rio, yuk tina dan yuk yanti adalah kakak paling hebat, yuk tina cantik Rio bangga punya ayuk kayak yuk tina “
“ayuk juga bangga punya adek kayak rio, adek baik sama ayuk, justru selama ini, ayuk lah yang sering marah marah tanpa alasan sama adek, ayuk udah sering nyakitin perasaan adek “
balas yuk tina sambil memegang tanganku yang tak terinfus Aku tersenyum sama yuk tina
TOK -TOK TOK suara pintu di ketuk dari luar, serempak kami menoleh kepintu, sesosok kepala menyembul dari balik pintu melongok ke dalam kamar rupanya si erwan
“masuk nak erwan “
kata emak sambil membuka pintu lebar lebar, mempersilahkan erwan masuk
Rupanya erwan tak sendirian, ada mamanya juga ikut bersamanya masuk ke dalam, ia membawa bungkusan di tangannya
Mama erwan menyalami emak, lalu ia menyuruh erwan meletakkan bungkusan itu ke atas meja di samping ranjangku
“gimana sobat, udah mendingan Tadi aku bingung kamu nggak masuk, mana nggak ada kabar, pulang sekolah aku ke rumahmu, nggak ada siapa siapa, tetanggamu yang bilang kalau kamu dibawa kerumah sakit “
jelas erwan lalu duduk disisi ranjang
“makasih ya wan Kamu memang baik “
“tuh aku bawa roti, cokelat dan buah Dimakan ya sobat, biar cepat sembuh ”
“iya sobat Terimakasih banyak Kamu datang aja aku udah seneng banget, tapi dibawa buah buahan juga aku nggak nolak, seneng banget “
aku bercanda biar erwan tak terlalu kuatir
“gimana sih kok bisa sakit kayak gini Padahal baru aja kemarin kita sama sama ke kantin, kamu sehat sehat aja Muka kamu juga pucat banget, kayak lagi ada masalah besar aja “
selidik erwan memandang wajahku dengan tajam
“nggak kok wan, kemarin aku berhujan hujanan Jadi aku kena demam “
“loh Seingatku, kemaring nggak hujan, cuma tadi subuh memang hujan Emangnya kamu hujan hujanan subuh subuh Ngapain bro ?”
selidik erwan agak keheranan
Aku terdiam, tak mungkin saat ini aku bercerita pada erwan, karena masalah ini saja sudah membuat kondisiku turun drastis hingga sampai opname dirumah sakit
“nanti aku ceritakan, tapi jangan sekarang ya wan Aku belum siap “
aku berbisik lirih pada erwan, jangan sampai emak dan yuk tina mendengar
“jangan di paksa kalau kamu belum siap Andai kamu nggak mau cerita juga nggak apa apa kok “
balas erwan penuh perhatian
“makasih ya wan “
ucapanku terpotong karena mama erwan menghampiriku Emak berjalan disampingnya
“rio Kok bisa sampai sakit gini sayang “
mama erwan berdiri disamping erwan di tepi ranjang, aku memaksakan tersenyum, walaupun agak berat karena kepalaku sakit
“nggak tau tante Tiba tiba bangun kesiangan langsung badanku menggigil,”
aku menjawab pertanyaan mama erwan
“lain kali lebih teliti kalau jajan, soalnya jaman sekarang banyak makanan yang berbahaya, mengandung zat pewarna yang tak seharusnya ditambahkan dalam makanan, belum lagi musim seperti ini, terkadang panas terkadang hujan tak menentu, itu juga membuat kekebalan tubuh menurun “
nasehat mama erwan keibuan
“iya tante makasih ya tante, rio perhatikan kata kata tante “
aku tersenyum walau susah payah Mama erwan mengangguk puas mendengar jawabanku
Setelah sekitar limabelas menit, mama erwan mengajak erwan pulang, mereka berpamitan Erwan masih sempat menghiburku
“besok aku kesini lagi ngajak rian ya “
mendengar nama rian, aku jadi teringat kami baru saja mulai akrab, dan mungkin kami akan jarang bertemu lagi nantinya Ada perasaan sedih, nasibku sekarang ditentukan oleh ibu itu Kalau ia berkeras membawaku kembali, aku cuma bisa pasrah, karena aku masih usia baru beranjak remaja, belum bisa menentukan nasibku sendiri, sedangkan emak tak punya daya untuk mempertahankan aku
+++
“iya wan Jangan lupa ya Aku tunggu loh “
jawabku lugas
“Sampai ketemu besok sobat “
“iya wan Sampai besok ya “
erwan dan namanya keluar dari ruanganku
Aku melihat mama erwan sempat menyelipkan amplop sama emak, walaupun emak berusaha menolak, tapi mama erwan tetap memaksa, malah langsung menaruh amplop itu di kantong emak Dengan perasaan tak enak hati, emak mengucapkan terimakasih pada mereka
Aku terharu sekali karena keluarga erwan baik sekali sama aku, aku beruntung punya teman seperti erwan, yang selalu ringan tangan membantu orang orang, hanya tuhan lah yang bisa membalas kebaikan mereka
Sedikit dari sekian banyak orang kaya yang masih mau perduli dengan orang susah, mau berbagi
Setelah pintu di tutup, emak kembali menghampiriku
“lapar nak?”
tanya emak dengan perhatian
“nggak mak Lidah rio rasanya agak pahit, nggak pengen makan “
“walau cuma sedikit makan lah nak Emak kupasin apel ya “
tawar emak sambil membuka bungkusan yang tadi dibawa erwan
“terserah emak, tapi temani rio makannya ya mak “
“iya, nanti emak temani”
emak mengambil sebuah apel, lalu mengupasnya pakai pisau lipat, memotongnya dan menaruh ke dalam piring
“yuk tina Kok diam aja Tuh ambil aja buah apa yang ayuk suka, mau makan roti atau cokelat itu juga ada yuk “
aku menawari yuk tina yang wajahnya terlihat sekali sudah begitu capek
Yuk tina cuma tersenyum sambil berdiri menghampiriku
“makasih dek, adek ini sakit kok masih sempat sempatnya mikirin orang lain Nanti kalo ayuk lagi pengen, bisa ngambil sendiri ”
jawab yuk tina sambil mengusap usap rambutku Aku senang sekali yuk tina seperti ini, karena biasanya mana mau ia melakukan hal seperti ini, yang ada juga dia mengatakan kalau aku penyakitan
Tapi kenapa saat saat seperti ini terjadi justru ketika aku sedang mengalami kejadian ini, mungkin semua ada hikmahnya juga, kalau yuk tina tak tahu aku bukan anak kandung emak, mungkin ia tetap tak perduli denganku, walaupun aku menyayanginya
Emak sudah selesai mengupas apel dan buah pir, yuk tina mengambil piring dari tangan emak, lalu menyuapiku
Aku membuka mulut dengan enggan, tapi aku juga tak mau menyia nyiakan kesempatan ini, seumur hidupku baru kali ini yuk tina mau menyuapiku makan
Yuk tina menungguku mengunyah dengan sabar, setelah ia lihat aku berhenti mengunyah, yuk tina menyodorkan lagi sepotong buah Demikian terus sampai aku merasa mual, aku menggelengkan kepala waktu yuk tina mau memberikan lagi potongan buah padaku
“udah yuk Ayuk aja yang ngabisin, aku udah kenyang, perutku mual “
“ya udah jangan dipaksa kalau memang udah nggak pengen “
jawab yuk tina penuh perhatian
Aku bergeser agak duduk, jadi aku tak pegal lagi, karena sudah dari tadi berbaring
Yuk tina duduk dikursi dekat samping televisi, makan buah bersama emak
Sampai suster datang menyuntikku, dan memberikan obat yang membuat mataku mengantuk
Aku tertidur dan terbangun subuh subuh, emak tidur di lantai bersama yuk yanti, beralaskan tikar pandan Aku duduk di ranjang memperhatikan emak
Yuk tina mungkin pulang waktu aku lagi tidur tadi malam
Aku sudah merasa lebih segar, kepalaku tak terasa berat dan tubuhku pun tak menggigil lagi
Aku mau pulang saja hari ini, semakin lama aku dirumah sakit, akan semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan, padahal emak bisa memakai uang yang diberikan oleh ibu itu untuk hal lain yang lebih penting
Suster masuk, menyeka tubuhku dengan handuk hangat basah, aku berdiri sementara suster menggantikan seprei tempat tidurku dengan yang baru
Emak dan yuk yanti terbangun dan membereskan tikar serta bantal tempat tadi mereka tidur
Emak masuk kamar mandi mencuci muka Setelah emak keluar, yuk yanti masuk
Aku hampiri emak, melihatku terlihat sehat, emak agak heran
“kok udah berjalan nak Hati hati nanti keserimpet tiang infus “
ujar emak sambil mengambil tiang infus yang aku pegang di tanganku
“mak, rio mau pulang aja “
kataku langsung ke intinya
“mau pulang? Memangnya kamu udah tak apa apa lagi ?”
tanya emak keheranan
“rio udah sehat mak, justru lama lama disini bikin rio tambah sakit “
“ya udah kalau memang mau kamu gitu, nanti kita tanya sama dokter aja, kamu udah boleh belum pulang hari ini “
jawab emak
Aku mengangguk setuju dengan kata kata emak
Setelah suster keluar, aku sarapan pagi dengan nasi putih, dan lauk yang semua rasanya hambar
Sekitar jam sepuluh, dokter yang menanganiku datang, setelah ia memeriksaku, emak mengutarakan maksudku untuk pulang hari ini
Dokter mengizinkan aku pulang, menurut dokter, aku sudah lebih baik Dan boleh pulang
Emak berkemas kemas dibantu oleh yuk yanti, suster melepaskan infus di pergelangan tanganku
Erwan datang bersama rian dan sopirnya, waktu yuk yanti menyelesaikan urusan administrasiku dirumah sakit
Mereka mengantarku pulang
Rian duduk disampingku dalam mobil dibangku belakang
Rasanya aku jadi sembuh sampai tak tersisa sedikitpun sakit kepalaku
Rian menghiburku dengan cerita cerita lucu membuat aku tertawa terpingkal pingkal hingga terlupa semua masalah yang membebani pikiranku dari kemarin
Sampai dirumah aku turun dengan dipapah oleh rian dan erwan Sebetulnya aku bisa berjalan sendiri, tapi aku tak mau melewatkan kesempatan dirangkul oleh rian
Aku langsung dibawa ke kamar, rian dan erwan ikut ke kamar, membantuku berbaring, setelah itu mereka ikut duduk diatas ranjang kamarku yang cuma pas untuk satu orang saja tidur diatasnya
Kami berbincang bincang dan bercanda Yuk tina membuatkan teh hangat dan kue untuk rian dan erwan
+++
Aku belum boleh Hingga sore hari jam tiga, ketika erwan dan rian mau pamit, tiba tiba ibu yang kemarin itu datang kembali, turun dari mobilnya yang mewah, memakai baju yang sangat bagus dari bahan sutera warna salem, sepatunya begitu tinggi, rambutnya pun disasak menunjukkan kalau ia baru pulang dari salon
Saat melihatku berdiri di halaman bersama rian dan rio, ibu itu menghampiriku dan langsung memelukku seolah olah kami sudah begitu akrab Aku mencoba melepaskan diri namun tak bisa, pelukannya terlalu ketat
“rio anakku, sudah sehat kamu nak Mama sampai nggak bisa tidur memikirkanmu semalaman nak Syukurlah Mama sayang sekali sama kamu “
aku tak tahu harus menjawab apa, merasa risih dan rikuh, bisa ku lihat erwan dan rian ternganga melihatku dipeluk perempuan ini Yang dari penampilannya saja sudah begitu beda dengan ibu ibu yang ada disini Lebih mirip dengan style ibu pejabat dalam sinetron dan film Aku mematung bengong tak bisa mengatakan apa apa Rasanya begitu ganjil Sementara itu rian sedang sibuk mengagumi mobil berwarna hitam metalik yang dipakai ibu kandungku
SAAT PERPISAHAN
“rio, betulkah itu Ibu ibu cantik itu mama kandungmu?”
erwan menatapku menuntut penjelasan Aku jadi bingung harus mengatakan apa, terlalu dini mereka harus sudah tau semuanya, sedangkan aku saja masih belum bisa meredakan keterkejutan yang kurasakan
“iya rio Tadi aku dengar sendiri Rio Kamu Anak ibu itu, gila rio ! Ibu itu punya mobil semewah itu Dia pasti luar biasa kaya !”
teriak rian setengah histeris, seolah olah tak percaya dengan ini semua, aku tak perduli seberapa kaya ibu kandungku, ia bukan ibu yang baik untukku, meninggalkan aku selama ini, demi mengejar kekayaan Bukan seperti itu ibu yang aku inginkan!
Aku cuma ingin bersama emak, karena emak dengan segala keterbatasan yang ia miliki, namun mampu membuat aku bahagia, bisa menjadi sosok ibu panutan Salah besar kalau rian pikir aku silau harta
“maaf rian, aku tak perduli berapa harga mobil dan sebanyak apa kekayaan ibu itu Memang betul ia yang melahirkan aku, tapi emak lah satu satunya ibu bagiku “
aku menjawab sedikit ketus sambil menendang kerikil merah yang tergeletak diatas tanah dibawah kakiku
Rian dan erwan saling berpandangan dengan heran, sepertinya mereka berdua agak kaget mendengar kata kataku barusan
Erwan mendekatiku dengan hati hati bertanya
“rio, sepertinya kamu tak bisa menerimanya Aku mengerti kalau kamu nggak mau membahas ini, aku hanya ingin kamu baik baik saja sobat “
“makasih wan, terus terang aku malas membahasnya, mendingan kita jalan jalan aja, malas aku ketemu ibu itu !”
“jalan kemana rio, ini sudah sore “
tanya rian agak heran
“terserahlah, aku cuma tak nyaman kalau ada ibu itu “
“ya sudahlah, kita jalan sekarang !”
erwan memandangku dengan penuh pengertian
Rian mengambil sepedanya dibawah pohon, aku mengikuti erwan yang mengambil sepedanya juga
Tak sampai lima menit kami bertiga sudah berada dijalan, tanpa tau mau kemana
Erwan mengayuh sepedanya menyusuri jalan kecil belum diaspal, melewati pinggiran sungai tempat kami bertiga duduk beberapa hari yang lalu, aku lebih banyak diam, seperti mengerti, erwan dan rian pun ikut ikutan diam
Hari sudah semakin sore, cahaya matahari sudah mulai meredup karena matahari sudah mulai turun
Menurut perkiraanku, ibu kandungku sudah pulang sekarang, jadi aku mengajak rian dan erwan pulang, sebenarnya aku tak enak juga sama mereka Mau bagaimana lagi, saat ini aku sangat butuh teman untuk melupakan sejenak masalahku
Sampai dirumah tepat seperti perkiraanku, tak ada lagi mobil ibuku
Aku turun dari boncengan erwan, menawari kedua temanku ini untuk mampir dulu, namun mereka menolak karena sudah hampir maghrib
Mereka langsung pulang
Setelah mereka berdua pergi, aku masuk kedalam rumah
Yuk tina sedang mencuci piring didapur, emak sedang mandi, sementara yuk yanti kulihat sedang mengangkat baju dari jemuran
“adek darimana aja, tadi emak nyari nyari “
tanya yuk tina saat melihatku
“rio malas yuk ketemu ibu itu, risih rio ia peluk peluk “
aku duduk disamping yuk tina
“mungkin adek belum terbiasa aja Nanti juga pasti adek bisa menyayanginya “
yuk tina menepuk bahuku, tersenyum dengan aneh
“ayuk kok ngomong gitu, emangnya rio mau tinggal sama ibu itu, nggak lah yuk Rio kan tetap tinggal sama emak dan ayuk disini
Protesku sedikit heran juga, kenapa yuk tina bicara seolah olah begitu yakin kalau aku mau tinggal dengan ibu kandungku
Pintu kamar mandi terbuka, emak keluar dengan handuk terlilit dikepala
Begitu melihatku, emak langsung bertanya
“rio ini darimana saja, dicari cari sama yuk yanti tadi Kok keluar nggak bilang bilang sama emak ?”
“malas mak ketemu sama ibu itu “
jawabku singkat sambil mengambil potongan daun pisang yang tergeletak diatas meja, kemudian aku menyobek daun itu seakan akan daun itu bersalah kepadaku
Emak menggelengkan kepala melihat kelakuanku, kemudian emak menghampiriku, menarik kursi lalu duduk disampingku
“rio nggak boleh begitu, dia itu ibu kandungmu, yang sudah melahirkanmu, tadi dia sedih sekali waktu kamu mendorongnya Ia bilang ia kangen sekali sama kamu nak, emak jadi tak tega waktu ia tadi menangis “
aku mendongak menatap emak
Ibu itu menangis Perasaan tadi ia biasa biasa saja waktu aku menolak ia peluk
“rio belum bisa menerimanya mak, rio masih canggung, bagi rio cuma emak lah ibu rio !”
kataku dengan keras kepala
Sekilas aku seperti melihat emak tersenyum senang, tapi cuma sebentar, emak langsung mengubah ekspresi wajahnya
“sebentar lagi kamu ujian, setelah lulus kamu harus melanjutkan ke smu, ibumu sudah mempersiapkan semuanya, ia berencana untuk memasukanmu ke smu favorit di palembang Katanya ia akan membawamu pindah ke palembang nak “
“mak rio nggak mau ikut ibu itu, rio cuma mau tinggal sama emak disini, boleh kan mak?”
aku berharap emak mengiyakan namun jawaban emak sungguh membuat aku terkejut
“sebetulnya emak tak keberatan, tapi rio tau sendiri bagaimana keadaan kita, emak ini orang susah, tak mampu lagi emak untuk menyekolahkan kamu, beban kita sudah semakin berat, emak tak bisa memasukkan kamu ke smu, hanya ibu kandungmu yang bisa mengatasi masalah itu Emak tak mau kamu jadi pengangguran nantinya “
kata emak dengan lembut, namun entah mengapa aku merasa seperti di tolak, emak mengatakan itu berarti emak mengisyaratkan kalau keberadaanku dirumah ini telah menambah beban bagi emak
Batinku menjerit, tak kusangka aku akan mendengar juga hal ini dari mulut emak
Tubuhku gemetaran, dengan gontai aku berdiri, meninggalkan emak dan ayuk ayukku di dapur
Aku masuk kekamarku, kemudian mengunci pintu
Suara adzan di masjid tak aku hiraukan lagi
Ranjang yang sempit cuma cukup untuk aku sendiri, tempat aku berbaring merenungi semua kejadian yang aku alami, mengenang hari hari aku melewati masa kecil hingga sekarang, bersama emak dan ayuk ayukku
Dalam susah dan senang, suka duka, apakah tak lama lagi semua ini harus aku tinggalkan
Sementara hatiku begitu berat untuk melakukannya
Namun aku juga tak mau menjadi benalu yang hanya menambah beban bagi emak
Aku tak ada jalan lain, terpaksa aku pergi dari sini
Meninggalkan emak, yuk tina, yuk yanti dan semua yang aku sayangi Mengawali hidup baru entah dimana, aku akan berusaha untuk menerima, mungkin sudah saatnya aku memutuskannya
Aku akan mencoba untuk mengenali ibu kandungku, walaupun aku tak mengenalnya, namun aku tahu seorang ibu tak akan tega untuk melukai darah dagingnya sendiri
Tak terasa airmataku jatuh
Kenapa aku tak punya pilihan, aku hanya bisa menerima nasib
Terdengar suara ketukan di pintu kamarku, yuk yanti memanggilku untuk mengajak makan malam, tapi aku pura pura tak mendengar, hingga tak lagi terdengar suara yuk yanti Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh dari kamarku
Aku tertidur hingga pagi
Saat aku bangun rumah dalam keadaan sepi, kucari emak didapur tapi tak ada
Kenapa aku bisa tidur seperti orang pingsan
Perutku lapar, untung saja ada makanan diatas meja
Hari ini aku tak jualan, entah kenapa emak tak membangunkan aku
Tak biasanya emak tak berada dirumah sepagi ini, kemana emak? Hatiku jadi bertanya
Apakah mungkin emak yang berjualan sekarang?
Membayangkan emak berjualan membuat aku jadi merasa bersalah, emak sudah tua, kasihan kalau harus berkeliling kampung menjajakan kue
Biasanya itu tugas aku dan kedua ayuk ayukku
Ku letakkan kembali kue yang baru aku gigit sedikit tanpa nafsu, laparku mendadak hilang
Jam didinding menunjukan pukul enam lewat sepuluh menit, aku harus mandi dan bersiap siap ke sekolah
Setelah mandi dan berpakaian, aku duduk diruang tengah menunggu emak
Tak lama kulihat yuk yanti pulang sambil membawa dulang yang telah kosong
Aku langsung bertanya pada yuk yanti
Ternyata betul dugaanku, emak menjual kue keliling kampung, menggantikan aku
Aku tak mengatakan apa apa lagi, sekitar lima menit kemudian yuk tina pulang, kue yang ia bawa masih ada tapi tak banyak, saat melihatku sudah memakai baju sekolah, yuk tina tersenyum
“dek, tunggu ayuk ya, kita berangkat sama sama “
kata yuk tina sambil menaruh dulang diatas meja
“iya yuk, tapi jangan lama lama, sudah siang, takutnya nanti kita telat ke sekolah “
aku menjawab sambil duduk lagi di kursi tamu
Yuk tina langsung kekamar mandi mencuci muka dan gosok gigi
Aku duduk menunggu sambil melihat lihat ke jalan, namun emak belum juga pulang
Yuk tina menghampiriku setelah ia telah siap
“berangkat yuk dek “
ajaknya sambil merapikan rambutnya
“emak kok belum pulang juga yuk ?”
aku berdiri kemudian mengambil tas diatas meja, memakainya ke punggung
“mungkin emak agak siang udahlah nggak usah nungguin emak, pesan emak tadi kita nggak usah nunggu emak “
jawab yuk tina sambil berjalan ke pintu
Aku mengikutinya
“dek nih uang jajan adek, emak nyuruh ayuk yang ngasih ke adek, takut emak lupa “
yuk tina memberikan selembar uang seratus rupiah padaku
Aku mengambil uang itu dengan tangan sedikit gemetar Entah kenapa rasanya aku tak pantas lagi menerima uang dari emak
“ayo dek, nanti kita terlambat !”
yuk tina mempercepat langkahnya Aku mengikuti yuk tina, kami berpisah di perempatan jalan
Sampai disekolah pun hatiku tak bisa tenang
Erwan yang duduk disampingku seperti mengerti dan tak banyak tanya saat melihat aku sedikit murung
+++
Ibu itu menangis Perasaan tadi ia biasa biasa saja waktu aku menolak ia peluk
“rio belum bisa menerimanya mak, rio masih canggung, bagi rio cuma emak lah ibu rio !”
kataku dengan keras kepala
Sekilas aku seperti melihat emak tersenyum senang, tapi cuma sebentar, emak langsung mengubah ekspresi wajahnya
“sebentar lagi kamu ujian, setelah lulus kamu harus melanjutkan ke smu, ibumu sudah mempersiapkan semuanya, ia berencana untuk memasukanmu ke smu favorit di palembang Katanya ia akan membawamu pindah ke palembang nak “
“mak rio nggak mau ikut ibu itu, rio cuma mau tinggal sama emak disini, boleh kan mak?”
aku berharap emak mengiyakan namun jawaban emak sungguh membuat aku terkejut
“sebetulnya emak tak keberatan, tapi rio tau sendiri bagaimana keadaan kita, emak ini orang susah, tak mampu lagi emak untuk menyekolahkan kamu, beban kita sudah semakin berat, emak tak bisa memasukkan kamu ke smu, hanya ibu kandungmu yang bisa mengatasi masalah itu Emak tak mau kamu jadi pengangguran nantinya “
kata emak dengan lembut, namun entah mengapa aku merasa seperti di tolak, emak mengatakan itu berarti emak mengisyaratkan kalau keberadaanku dirumah ini telah menambah beban bagi emak
Batinku menjerit, tak kusangka aku akan mendengar juga hal ini dari mulut emak
Tubuhku gemetaran, dengan gontai aku berdiri, meninggalkan emak dan ayuk ayukku di dapur
Aku masuk kekamarku, kemudian mengunci pintu
Suara adzan di masjid tak aku hiraukan lagi
Ranjang yang sempit cuma cukup untuk aku sendiri, tempat aku berbaring merenungi semua kejadian yang aku alami, mengenang hari hari aku melewati masa kecil hingga sekarang, bersama emak dan ayuk ayukku
Dalam susah dan senang, suka duka, apakah tak lama lagi semua ini harus aku tinggalkan
Sementara hatiku begitu berat untuk melakukannya
Namun aku juga tak mau menjadi benalu yang hanya menambah beban bagi emak
Aku tak ada jalan lain, terpaksa aku pergi dari sini
Meninggalkan emak, yuk tina, yuk yanti dan semua yang aku sayangi Mengawali hidup baru entah dimana, aku akan berusaha untuk menerima, mungkin sudah saatnya aku memutuskannya
Aku akan mencoba untuk mengenali ibu kandungku, walaupun aku tak mengenalnya, namun aku tahu seorang ibu tak akan tega untuk melukai darah dagingnya sendiri
Tak terasa airmataku jatuh
Kenapa aku tak punya pilihan, aku hanya bisa menerima nasib
Terdengar suara ketukan di pintu kamarku, yuk yanti memanggilku untuk mengajak makan malam, tapi aku pura pura tak mendengar, hingga tak lagi terdengar suara yuk yanti Aku bisa mendengar langkah kakinya menjauh dari kamarku
Aku tertidur hingga pagi
Saat aku bangun rumah dalam keadaan sepi, kucari emak didapur tapi tak ada
Kenapa aku bisa tidur seperti orang pingsan
Perutku lapar, untung saja ada makanan diatas meja
Hari ini aku tak jualan, entah kenapa emak tak membangunkan aku
Tak biasanya emak tak berada dirumah sepagi ini, kemana emak? Hatiku jadi bertanya
Apakah mungkin emak yang berjualan sekarang?
Membayangkan emak berjualan membuat aku jadi merasa bersalah, emak sudah tua, kasihan kalau harus berkeliling kampung menjajakan kue
Biasanya itu tugas aku dan kedua ayuk ayukku
Ku letakkan kembali kue yang baru aku gigit sedikit tanpa nafsu, laparku mendadak hilang
Jam didinding menunjukan pukul enam lewat sepuluh menit, aku harus mandi dan bersiap siap ke sekolah
Setelah mandi dan berpakaian, aku duduk diruang tengah menunggu emak
Tak lama kulihat yuk yanti pulang sambil membawa dulang yang telah kosong
Aku langsung bertanya pada yuk yanti
Ternyata betul dugaanku, emak menjual kue keliling kampung, menggantikan aku
Aku tak mengatakan apa apa lagi, sekitar lima menit kemudian yuk tina pulang, kue yang ia bawa masih ada tapi tak banyak, saat melihatku sudah memakai baju sekolah, yuk tina tersenyum
“dek, tunggu ayuk ya, kita berangkat sama sama “
kata yuk tina sambil menaruh dulang diatas meja
“iya yuk, tapi jangan lama lama, sudah siang, takutnya nanti kita telat ke sekolah “
aku menjawab sambil duduk lagi di kursi tamu
Yuk tina langsung kekamar mandi mencuci muka dan gosok gigi
Aku duduk menunggu sambil melihat lihat ke jalan, namun emak belum juga pulang
Yuk tina menghampiriku setelah ia telah siap
“berangkat yuk dek “
ajaknya sambil merapikan rambutnya
“emak kok belum pulang juga yuk ?”
aku berdiri kemudian mengambil tas diatas meja, memakainya ke punggung
“mungkin emak agak siang udahlah nggak usah nungguin emak, pesan emak tadi kita nggak usah nunggu emak “
jawab yuk tina sambil berjalan ke pintu
Aku mengikutinya
“dek nih uang jajan adek, emak nyuruh ayuk yang ngasih ke adek, takut emak lupa “
yuk tina memberikan selembar uang seratus rupiah padaku
Aku mengambil uang itu dengan tangan sedikit gemetar Entah kenapa rasanya aku tak pantas lagi menerima uang dari emak
“ayo dek, nanti kita terlambat !”
yuk tina mempercepat langkahnya Aku mengikuti yuk tina, kami berpisah di perempatan jalan
Sampai disekolah pun hatiku tak bisa tenang
Erwan yang duduk disampingku seperti mengerti dan tak banyak tanya saat melihat aku sedikit murung
Aku jadi kebingungan, pak rahmat guru yang killer, ia suka ringan tangan terhadap murid, sudah beberapa orang temanku yang pernah merasakan di tampar wajahnya oleh pak rahmat
Aku tak mau kalau sampai kena tampar juga olehnya
“rio kurang enak badan pak “
erwan yang menjawab
“betul rio?”
tanya pak rahmat meyakinkan kalau aku memang sakit
“iya pak ”
jawabku pelan, aku tak bohong karena jujur saja kepalaku rasanya masih pusing
“kalau sakit kamu istirahat saja di UKS, percuma saja kamu disini, tak bisa mengikuti pelajaran, malah mengganggu teman yang mau belajar “
ujar pak rahmat penuh perhatian, memang teman teman tahu kalau aku sempat menginap dirumah sakit
“biar aku yang ngantar rio ke UKS pak !”
erwan menawarkan diri
Pak rahmat cuma mengangguk kemudian berdiri menulis di depan papan tulis
“ayo rio “
erwan membantuku berdiri, seolah olah aku tak bisa berjalan kalau tak ia bantu
Sebenarnya aku risih juga, tapi karena didepan kelas, aku tak mungkin menolaknya
Kami berdua keluar dari kelas, berjalan menuju ke ruang UKS
“makasih erwan Tadi aku udah gemetaran “
aku berkata sejujurnya
“tak apa apa rio Aku mengerti kamu lagi ada masalah, paling tidak kamu ceritalah, aku kan sahabatmu, tak perlu kamu merasa sungkan atau malu ”
“maaf ya wan Bukan maksudku bertingkah Tapi aku memang lagi ada masalah Aku butuh ketenangan “
aku meminta pengertian dari erwan
“masalah kemarin itu ya ?”
“iya “
“mamamu mau membawa kamu bersamanya?”
“iya “
“kamu mau ?”
“entahlah”
“kok entah?”
“aku bingung “
“kenapa bingung ?”
“aku tak bisa memilih “
“kamu bisa memilih “
“emak menyuruhku ikut ibu kandungku “
“terus ?”
“aku ragu “
“jadi kamu akan pergi ?”
“kemungkinan “
“kamu pindah dari bangka?”
“bisa jadi “
“kenapa kamu nggak minta sama emak kamu agar diizinkan tinggal bersamanya?”
“emak tak sanggup lagi untuk menghidupiku “
erwan terdiam mendengar jawabanku barusan, langkahnya langsung terhenti
Aku memandang erwan dengan heran
“kenapa wan?”
“jadi kamu akan betul betul pergi?”
erwan mengulangi lagi pertanyaanya tadi
Aku terdiam sejenak sebelum menjawab Aku tahu erwan adalah sahabatku yang terbaik yang aku punya Aku pasti akan sangat kehilangan erwan nanti
“rio Kita ke kantin aja yuk Kita bicara disana “
“sekarang sedang jam pelajaran wan Tadi kita izin mau ke UKS, nanti kamu kena hukum sama pak rahmat !”
tolakku dengan halus
“tak masalah Aku tak ingin melihat kamu kalut seperti ini rio Tentang pak rahmat nanti aku bisa hadapi “
erwan membantah dengan keras kepala
“terserah kamu kalau gitu “
aku mengikuti erwan berjalan menuju ke kantin belakang sekolah
Sampai di kantin, erwan mengajakku duduk di kursi bagian dalam kantin, jadi tak terlihat kalau dari luar
“kamu mau makan apa rio?”
tanya erwan sambil menarik kursi
Aku baru teringat kalau dari semalam perutku belum diisi apa apa Masalah yang aku hadapi ini membuat selera makanku jadi hilang
“kamu pesan aja untuk kamu sendiri Aku lagi gak pengen makan “
“muka kamu pucat, pasti kamu tak sarapan tadi pagi Nanti kamu sakit lagi rio Kan yang repot emak kamu juga “
nasehat erwan dengan sabar
Aku merenung, kata kata erwan itu ada benarnya Akhirnya aku mengalah dan memesan mie goreng pada ibu kantin
“kok kalian nggak belajar Bolos ya?”
tanya bu kantin sok tau
“rio sakit bu, tadi udah diizinkan sama guru ke UKS, tapi karena ia belum makan, aku ajak kesini dulu “
jelas erwan sabar Aku menyender dikursi Melihat suasana sekolah yang sepi
Pohon akasia bergoyang ditiup angin, menjatuhkan bunga berwarna kuning tua ke tanah
Cuaca hari ini sedikit panas, keringat mengalir terus dari dahiku
Ibu kantin berbalik untuk mengambil pesanan kami Sementara menunggu, erwan kembali bertanya padaku
“aku berharap kita bisa kembali bersama di smu nanti rio Tapi sepertinya itu cuma angan angan saja “
cetus erwan dengan pandangan menerawang
“aku juga berharap begitu Tapi keadaan tak memungkinkan wan Emak tak mampu membiayai aku Walaupun aku terus memaksa untuk tetap disini, yang ada aku tak sekolah “
hampir aku menangis saat mengatakan itu
“kalau soal itu, aku bisa ngomong sama mama Kamu kan bisa masuk program anak asuh Atau, kamu kan pintar Siapa tau kamu bisa dapat beasiswa “
erwan mencoba memberi jalan keluar, tapi aku ragu Aku tak mau selalu merepotkan orang, selama ini aku selalu diajarkan emak untuk selalu berusaha Jangan menggantungkan hidup dari kebaikan orang lain
“aku tahu niat kamu baik wan
Tapi tak segampang itu Beasiswa itu tak pasti Iya kalau aku dapat, Kalau nggak gimana?”
aku balik bertanya Erwan langsung terdiam
“nah kamu sendiri juga bingung kan Aku tak mau terlalu tinggi bermimpi Aku takut terjatuh lagi Mungkin ini sudah garis hidupku Aku harus kembali pada ibu kandungku “
aku menghentikan bicara karena ibu kantin menghampiri kami sambil membawa dua piring berisi mie goreng dengan telur
“makasih bu “
kataku pada bu kantin saat ia meletakkan piring diatas mejaku
“bu, es jeruk dua gelas “
ujar erwan sambil menarik piringnya lebih dekat
“jadi kamu sudah bulat benar benar ingin meninggalkan bangka ?”
tanya erwan dengan sedih
“aku bisa apa wan Aku tak mau menambah beban bagi emak Kalau dituruti, sedih hati ini wan Meninggalkan orang orang yang aku cintai “
aku mengaduk aduk mie goreng dengan tidak berselera
“dimakan rio “
“iya wan “
aku menjawab sambil menyuap sesendok mie goreng, lalu mengunyahnya dengan malas Aku tak enak hati sama erwan kalau tak memakan mie yang telah ia pesan
“kalau kamu jadi pergi Jangan pernah lupa padaku ya rio “
suara erwan terdengar agak parau Wajahnya agak menunduk seolah olah sedang mengamati isi piringnya
“mana mungkin aku bisa melupakan kamu sobat Selama ini kamu telah baik padaku Bagiku kamu saudaraku wan Sahabat terbaik yang pernah aku punya “
aku mencoba menghibur erwan, sekaligus menghibur diriku sendiri yang tak yakin apakah nantinya aku mampu menghadapi semua ini
Apakah aku mampu berjauhan dengan emak
Sementara selama ini tak pernah satu haripun emak pergi dari rumah
Aku paling tak bisa ditinggal emak
Aku juga tak yakin nanti bisa bertemu teman sebaik erwan ditempat lain
Sahabat sejati tak mudah di cari
Aku belum bisa membalas kebaikan erwan padaku, walaupun aku begitu berniat
Selama ini aku tak pernah punya rejeki lebih untuk mentraktir ataupun membelikan sesuatu untuk erwan
Aku menghabiskan mie gorengku Lalu minum es jeruk lewat sedotan Kenyang rasanya perutku
“nah gitu dong Baru namanya anak pintar “
erwan menggodaku saat melihat piring di depanku telah kosong
Aku tersenyum lebar melihat wajah erwan yang lucu, aku tahu ia berusaha menghiburku
Erwan menghabiskan minuman dalam gelasnya
“sekarang kita ke UKS Aja Nanti ketahuan sama pak rahmat “
erwan berdiri kemudian menghampiri bu kantin untuk membayar makanan kami tadi
“iya wan, ntar dikira sama pak rahmat, kita berdua sekongkol berpura pura sakit biar bisa menghindari pelajarannya “
aku mengingatkan erwan Jangan sampai ia mendapat masalah gara gara aku
Aku membuka pintu UKS, penjaganya kebetulan temanku juga anak kelas 3c Namanya dewi, begitu melihat aku dan erwan datang Ia langsung berdiri menghampiri kami dan bertanya
“kenapa rio, kamu sakit lagi ya?”
aku mengangguk, dewi menyuruhku masuk kedalam
“aku cuma sedikit nggak enak badan aja kok wi Cuma mau baring sebentar “
cepat cepat aku menjelaskan, begitu melihat dewi membuka lemari untuk mengambil peralatan P3K
“ini ada obat sakit kepala, kamu minum aja dulu agar lebih mendingan, setelah itu kamu tiduran aja Sebentar aku ambilin segelas air putih “
ujar dewi penuh perhatian Anak satu ini memang pantas sekali menjadi perawat
Aku menelan sebutir obat sakit kepala yang diberi oleh dewi dengan bantuan segelas air
Sebenarnya aku paling malas minum obat, tapi sepertinya beberapa hari ini aku harus selalu berhadapan dengan yang namanya obat
Cuma gara gara tadi aku tak bisa menahan suara didalam kelas, aku harus terdampar di UKS
“makasih ya dewi “
aku mengulurkan gelas kosong padanya
Dewi tersenyum dan mengangguk
“sama sama rio Sekarang istirahatlah Aku mau duduk di depan dulu Tirainya perlu aku tutup nggak?”
“tutup aja wi Agak silau sih “
aku melihat ke jendela dari kaca yang sinar matahari bisa menerobos melaluinya
Dewi menarik tirai hingga tempat tidur tak bisa terlihat dari pintu
Erwan berdiri disampingku, meraba keningku seolah olah aku memang betul betul kena penyakit yang parah
“sedikit panas Kamu tidur aja, aku mau kembali ke kelas Nanti aku kesini lagi “
ujar erwan sambil tersenyum lebar Aku ikut tersenyum sambil mengedipkan mata
Setelah erwan pergi aku memejamkan mata, disaat sendiri seperti ini, pikiran yang tadi sempat sirna kembali datang
Aku akan meninggalkan erwan, dia adalah teman yang sangat baik, aku tak mampu membayangkan berjauhan darinya nanti
Erwan sudah banyak membantuku, ia begitu perhatian Sahabat sejati yang pernah aku miliki Mana mungkin aku bisa melupakan erwan Ia akan selalu ada dihatiku Walaupun nanti kami tak bertemu lagi Aku akan selalu mengenang erwan
Aku tertidur sebentar dan terbangun karena sebuah tangan hangat sedang meraba leherku
Begitu aku membuka mata, ada rian dan erwan sedang berdiri sambil memandangku
Aku jadi salah tingkah
“eh sejak kapan kalian berdiri disini Maaf ya aku ketiduran “
aku bangun lalu duduk diatas ranjang
“belum lama kok, kami datang kamu langsung bangun, gimana udah mendingan?”
tanya rian sambil duduk diatas ranjang
Rupanya tadi yang meraba leherku itu rian
“makasih rian, nanti aku pinjam catatan kalian ya Aku tak mau ketinggalan, soalnya kita udah mau ujian Kalau NEM ku kecil, bisa bisa aku nggak lulus “
“santai aja rio Kamu kan pintar, mana mungkin bisa ketinggalan “
hibur erwan
Aku tertawa mendengarnya
“biasa aja kok Aku kan nggak terlalu pintar pintar amat “
“tapi kalau dibandingkan denganku, kamu jauh lebih pintar Justru aku yang takut nggak lulus nanti Soalnya kalau ujian kamu nggak mungkin bantu aku kan “
seloroh erwan ikut tertawa
“gimana nanti kita belajar sama sama Soalnya aku juga ingin lulus “
timpal rian tak mau kalah
“loh Kamu kan biasa ngumpul sama rombongan vendi, kalian kan biasanya belajar sama sama “
aku menggoda rian sambil melirik pada erwan, sembunyi sembunyi mengedipkan mata
Karena satu kelas juga sudah tahu, kalau dulu, vendi pernah nggak naik kelas, seharusnya sekarang ia sudah duduk di kelas satu smu Anak itu selalu mengandalkan harta orangtuanya untuk menutupi kelemahannya dalam belajar
“gila apa Mau belajar gimana sama mereka Tiap hari yang selalu di bahas mobil tamiya, kalau nggak, membahas cewek, motor, mobil, film Bisa bisa isi ujianku nantinya Dash yankuro, saint seiya Mario bross dan mobil mobil keluaran jepang Ingat gak waktu ditanya sama bu irma siapa nama pemain tenis perempuan di indonesia, masak ia jawab yayuk suseno !”
ujar rian sedikit sebal
Aku dan erwan tertawa terbahak bahak mengingat kejadian lucu itu
Waktu itu seisi kelas tertawa mendengar jawaban vendi, termasuk bu irma juga
“eh Kok ribut ribut di UKS sih Ayo keluar Mengganggu aja !”
serempak kami bertiga menoleh ke belakang, rupanya dewi sudah berdiri di belakang kami
“sudah agak baikan rio?”
tanya dewi sambil berjalan menghampiriku
“sudah wi, makasih banyak ya Maaf tadi udah bikin ribut “
jawabku sedikit tak enak hati
“oh nggak apa apa Aku kira tadi rian sama erwan mengganggu kamu yang lagi istirahat “
rian turun dari ranjang saat melihat tatapan mata dewi yang agak berkerut saat melihat ia duduk diatas ranjang
“kenapa, Kamu sakit juga?”
sindir dewi agak mengejek
Rian cengengesan tak jelas sambil buru buru berdiri disamping erwan
“wi aku udah sehat, makasih ya untuk tumpangan tidurnya Sekarang aku mau kembali ke kelas “
aku turun dari ranjang dan berdiri
“ya nggak apa apa Aku juga mau ke kelas sebentar lagi Habis ini giliran rosita yang jaga disini “
ujar dewi sambil membereskan tempat tidur UKS
“perlu dibantu nggak ?”
goda rian sambil memasang senyum mautnya pada dewi
“kalau nggak keberatan sih Aku minta tolong keluar dari sini, soalnya aku mau nyapu !”
balas dewi tak acuh
Aku dan erwan tertawa melihat wajah rian yang langsung berubah dari senyum menggoda menjadi ternganga
“dasar cewek sok !”
gumam rian kesal, untung saja tak terdengar oleh dewi, kalau nggak Bisa bisa sapu yang ia pegang mendarat dipunggung rian
Aku mengajak erwan dan rian keluar dari UKS, kemudian kami bertiga mencari tempat yang teduh dan tenang untuk mengobrol
Rian menunjuk ke pohon akasia didepan lab kimia, kami langsung berjalan dan mengambil tempat dibawah pohon itu
Aku duduk diatas bangku yang terbuat dari sebilah papan tebal Sambil memandangi murid murid dari kelas satu hingga kelas tiga yang sedang menggunakan waktu istirahatnya Ada yang bergerombol didepan kelas, ada yang berjalan hilir mudik sambil makan es, ada juga yang sedang latihan berbaris
“rio Kata erwan kamu mau pindah ya?”
tanya rian tanpa aku sangka sangka
Aku menoleh pada rian dan mengangguk
“kemungkinan Aku juga belum tau “
jawabku pelan
“padahal kita baru mau akrab ya rio “
“kita kan bisa tetap menjadi teman Tenang aja, walaupun jauh nantinya, aku tak akan pernah lupa sama kalian berdua “
aku berpura pura tenang, padahal dalam hatiku bergemuruh tak menentu Aku sangat sedih membayangkan akan meninggalkan mereka berdua
“aku harap juga begitu Aku jadi menyesal kenapa baru kenal kamu sekarang Dulu aku pernah kasar sama kamu Aku minta maaf rio “
kata kata rian membuat aku jadi makin sedih, aku juga menyayangkan kenapa baru mengenal rian, padahal setelah aku akrab dengannya ternyata rian sangat baik, kalaupun dulu ia pernah kasar, aku tak marah, aku sudah memaafkannya
“tak masalah rian Sudahlah kenapa sih jadi pada sedih sedih begini Aku kan bukan mau mati “
selorohku sedikit garing
Rian dan erwan diam
“loh kok malah melamun sih “
aku mengibaskan kedua tangan didepan wajah mereka
“apa apaan sih rio Aku nggak melamun tau !”
sungut erwan sebal Rian cengengesan tak jelas
“rio, kapan kamu pindah?”
rian bertanya sambil mengambil bunga akasia yang terjatuh tepat dibawah tempatnya duduk
“kemungkinan setelah pengumuman kelulusan, soalnya ibuku pasti tau kalau nggak memungkinkan kalau aku pindah sekarang Jadi beliau hanya bisa membawaku setelah aku lulus “
aku menjawab seadanya
“berarti masih satu bulan lebih kita bisa bersama sama “
timpal erwan yang sedari tadi sibuk menggaruk kakinya yang terkena gigit semut yang penuh dipohon akasia ini
“iya Pokoknya tenang aja Aku pasti bilang kok kalau udah mau pergi nanti !”
“kamu pasti lebih senang nanti, soalnya ibu kandungmu itu kaya sekali “
lagi lagi rian membahas tentang kekayaan ibu kandungku
“rian aku udah bilang, tak perduli mau sekaya apapun ibuku, aku tak perduli, coba kamu yang jadi aku Selama ini menganggap ibu yang ada dirumahmu itu adalah ibu kandungmu, ternyata bukan Sedangkan kamu sudah terlanjur mencintainya dan menganggap kalau dialah ibu yang melahirkanmu Kamu tak merasakan betapa sakitnya harus pergi dan meninggalkan orang yang kamu sayangi Apa arti kekayaan kalau kita harus kehilangan orang yang kita sayangi “
“maaf kalau aku membuatmu tersinggung, tapi aku hanya ingin kamu tak merasa apa yang kamu jalani terlalu berat, pasti ada sisi baiknya juga Mungkin saat ini belum kelihatan “
rian masih tetap mempertahankan pendapatnya
Aku tahu kata katanya itu ada benarnya juga, cuma aku yang tak bisa menerima hingga saat ini, aku belum merasakan sesuatu yang membuat hatiku bergetar saat bertemu dengan ibu kandungku
Sampai saat ini aku masih merasa ini seperti satu mimpi buruk
Rian berdiri lalu meloncat menggapai daun akasia, aku hanya duduk memperhatikan apa yang ia lakukan
Sementara erwan cuma diam tak mengatakan apa apa, mungkin ia memang sudah tak tahu harus mengatakan apa lagi
Hingga bell masuk berbunyi, kami tak membicarakan apa apa lagi
********
pulang sekolah, aku langsung kerumah, tak kemana mana lagi, yuk tina sedang makan, ia mengajak aku makan sama sama
Emak sedang di beranda menyerut daun kelapa untuk diambil lidinya
Saat aku sapa emak hanya tersenyum tak seperti biasa kalau melihat aku pulang sekolah, ia langsung menyuruhku makan sekaligus menemani aku makan siang, tapi kali ini emak cuma memberitahuku kalau ia telah memasak lauk kesukaanku
Sebetulnya aku ingin sekali bermanja dengan emak, tapi aku malu, aku takut kalau emak nanti menolak
Rasanya tersiksa sekali dengan keadaan ini
Hingga berhari hari setelah ini, tak ada perubahan, malah aku semakin merasa jauh dengan emak, hanya yuk tina yang semakin akrab denganku
Ibu kandungku sering datang kerumah, membawakan aku makanan yang enak enak, serta pakaian yang bagus bagus
Perlahan lahan aku sudah mulai bisa akrab dengan ibu kandungku
Aku mulai memanggilnya mama Karena memang ia yang memintanya
Walaupun semula aku merasa agak janggal, tapi lama kelamaan aku terbiasa
Kadang kadang ia mengajak aku berkeliling ke tempat tempat rekreasi yang selama ini hanya bisa aku kunjungi dalam mimpi
+++
Beberapa kali mama mengantarkan aku ke sekolah, beberapa teman yang dulunya selalu memandang rendah aku menjadi kaget, mereka tak menyangka kalau sebenarnya aku ini tak jauh beda dengan mereka, tapi aku tak mau terlalu mempersoalkan itu
Biarlah orang menilaiku dengan pendapat mereka masing masing, karena tak mungkin untuk membuat semua orang bisa menyenangi kita Cuma yang pasti sekarang tak ada lagi yang memandangku dengan tatapan menghina lagi Cuma itu yang bisa aku ambil sisi postifnya
Mamaku kembali ke palembang karena ia ada urusan bisnis yang sudah terlalu lama ia tinggalkan
Namun mama berjanji akan kembali untuk menjemputku setelah aku selesai ujian
Dirumah, Aku tak dikasih emak untuk berjualan lagi
Entah mengapa setiap melihat emak berkeliling kampung setiap pagi, hatiku terasa teriris iris, aku tak tega melihat emak yang sudah capek membuat kue, harus berjualan lagi pagi hari
Seberapa keras aku memaksa emak untuk tak berjualan, namun emak selalu menjawab kalau ia sudah terbiasa membuat kue Dan ia tak mau hidup dari rasa kasihan orang lain
Mamaku bukan tak mau membantu, tapi emak selalu bisa menolaknya walau dengan berbagai alasan, hingga aku dan mama menyerah
Tak terasa saat ujian telah tiba, aku, rian dan erwan menghadapi ujian akhir dengan belajar bersama
Kadang dirumah rian, kadang juga dirumah erwan
Setelah satu minggu ujian, kami tinggal menunggu pengumuman hasil ujian dengan jantung berdebar debar
Aku tahu, dengan diterimanya hasil ujianku nanti, itu artinya aku akan segera meninggalkan emak
Meninggalkan rumah ini beserta kenangan kenangan indah yang pernah aku lalui
Erwan dan rian sering main kerumahku, karena kami tidak perlu ke sekolah lagi
Satu hari menjelang pengumuman kelulusan akan tiba
Jantungku semakin berdebar debar, aku takut sekali kalau nilai yang aku peroleh tak sesuai dengan harapanku selama ini
Aku tak mau membuat emak kecewa, walaupun saat ini aku tak seakrab dulu dengan emak, tapi aku masih menganggap emakku adalah emak yang dulu, yang selalu menyayangiku
Yang perduli andai aku sakit, dan ikut risau kalau aku risau
Saat pengumuman kelulusan tiba
Aku bertiga dengan rian dan erwan ke sekolah bersama, untuk mengambil hasil ujian
Begitu hasil di umumkan, ternyata aku memperoleh nilai yang cukup bagus, malah NEM ku urutan kedua terbesar di sekolah
Aku benar benar gembira Tak sabar aku pulang kerumah untuk mengabarkan pada emak
Saat melihat nilai nilaiku, emak tersenyum, namun airmatanya mengalir
Sesaat aku seperti menemukan kembali emak yang aku kenal dulu
Aku mau memeluk emak, namun baru saja aku mau memeluknya, emak langsung meletakkan ijazahku, pura pura tak tahu kalau aku mau memeluknya
Ingin rasanya aku teriak karena kesal
Mengapa emak harus begini, apakah tak ada lagi rasa sayang untukku
Kenapa secepat itu semua berubah, padahal aku tak ingin ada yang berubah
+++
Pesta perpisahan kelulusan sekolah, kelas kami merayakannya dengan berdarmawisata ke pantai, ada tiga mobil bus besar yang cukup untuk menampung dari kelas 3a hingga 3d
Aku memilih bangku disamping erwan dan rian, beberapa teman teman yang lain ada yang membawa gitar
Sepanjang perjalanan kami bernyanyi
Bahagia sekali perasaanku saat ini, namun ada juga perasaan sedih karena akan berpisah dengan semua teman temanku
Perpisahan yang benar benar perpisahan bagiku
Mungkin teman temanku yang lain masih akan saling bertemu lagi di smu, rasanya aku iri dengan mereka
“rio Aku bawa tustel, nanti kita foto foto untuk kenang kenangan ya !”
ujar erwan diantara suara berisik teman teman yang bersenda gurau
“iya wan Aku mau berfoto diatas batu karang, pasti bagus banget, dengan latar air laut serta langit “
jawabku dengan antusias
“kita berfoto bertiga Soalnya aku juga kan sahabat kalian berdua !”
rian nimbrung nggak mau kalah
“tentu saja rian Kita bertiga tak akan pernah terpisahkan, akan selalu menjadi sahabat selamanya Bahkan nanti sampai tua renta “
timpal erwan bersemangat
“tapi aku kan minggu depan mau berangkat ke palembang “
aku mengingatkan mereka berdua Aku sedih mendengar kata kata erwan tadi
“aku tahu rio Tapi kita tetap sahabat, bertiga kita selalu bersatu, walaupun kamu jauh nantinya Tapi akan tetap ada dihati dan ingatan kami berdua “
ujar rian sambil tersenyum, bagaikan dialiri air yang sejuk hatiku mendengarnya
“eh kita udah sampai !”
teriak erwan yang menjulurkan kepalanya keluar jendela
Memang benar kata erwan, kami sudah sampai di pantai matras, mobil bus yang membawa kami berbelok, meninggalkan jalan yang beraspal, menuju ke jalan berpasir putih, suara hempasan ombak terdengar merdu ditelingaku
Pohon pohon kelapa yang menjulang tinggi berbaris ditepi pantai, diselingi dengan pohon cemara pantai yang rimbun
Aku berdiri dari bangku duduk, menunggu barisan teman teman yang turun dari mobil, saling dorong seolah tak sabar lagi bermain dengan air pantai
Erwan dan rio menarik tanganku agar bergegas turun Sambil tertawa kami meloncat turun dari mobil dan langsung berlari menghampiri air pantai
“erwan Aku dapat kulit kerang Lihat nih bagus sekali !”
rian berseru sambil mengacungkan tangannya keatas menunjukkan kulit kerang yang ia pegang
“sini Coba aku lihat !”
erwan berlari kecil menghampiri rian dengan penasaran
“ini masih banyak Wow siput, Bagus sekali, kerucut dan panjang Siput apa sih ini?”
rian merunduk memungut siput berukuran sebesar jempol kaki
Aku menghampiri rian ingin tahu, aku jarang main ke pantai, jadi kurang tau dengan jenis jenis kerang dan siput laut
“mana coba aku lihat ?”
aku mengulurkan tangan, meminta siput itu pada rian
Rian menaruh siput di telapak tanganku
Siput itu rupanya masih hidup, tapi kok mirip udang, malah lengkap dengan capitnya
“rian Siput apa ini Kok nggak kayak yang ada di buku Biologi, nggak lendir, malah mirip udang Padahal cangkangnya betul betul cangkang siput !”
aku tak bisa menyembunyikan kekagumanku, melihat hewan laut yang merangkak diatas tanganku
“kata mama, itu sejenis kepiting, namanya umang umang Ia tak punya rumah sendiri, makanya ia mengambil rumah bekas siput mati ”
erwan menjelaskan padaku sambil mengamati siput itu
“oh jadi ini yang namanya umang umang ya? Pantas saja emak pernah bilang pada yuk tina kalau ia mirip umang umang, waktu yuk tina sering menginap dirumah susi temannya “
rian dan erwan tertawa terbahak bahak mendengar penjelasanku
+++
“ada ada saja kamu ini Eh kamu ada bawa kantong plastik nggak? Mendingan kita mencari kerang dan siput yang unik unik !”
ajak rian sambil mengambil kembali umang umang dari tanganku
“ada, tapi aku taruh didalam tas, tunggu sebentar ya aku ke mobil dulu ngambil tasku “
aku berlari menuju ke mobil, mengambil tas
Setelah itu aku kembali menghampiri mereka berdua
Kami berjalan di bibir pantai sambil memunguti kulit kerang dan siput, aku menemukan bintang laut yang langsung aku masukkan kedalam kantong plastik
Tak terasa hari sudah semakin siang, guru guru yang ikut serta dalam darmawisata memanggil kami, menyuruh semua murid murid berkumpul untuk makan
Kami diberikan masing masing sebungkus nasi dan air minum
Setelah makan, bu irma mengeluarkan tempat es berukuran besar yang berisi rujak buah
Teman temanku saling berebutan mengambil rujak, sampai sampai teriakan bu irma tak ada satupun yang mendengarkan
Semua teman temanku diliputi kegembiraan, termasuk aku, rian dan erwan
Sungguh kenangan yang tak mungkin bisa aku lupakan seumur hidupku
Baru sekali ini aku merasa benar benar gembira dan bisa tertawa lepas
Seakan akan aku tak ingin ini cepat berakhir, berkumpul dalam suasana suka cita bersama semua teman teman sekolah, yang semula di sekolah tak akrab, tapi hari ini seakan akan kami sahabat
Berbagai macam permainan dibuat oleh guru guru untuk menambah meriah pesta perpisahan ini
Saat mentari sudah agak teduh, guru guru mengizinkan kami untuk mandi air pantai Karena ombak tak terlalu besar
Aku menanggalkan baju dan celana panjangku, hanya dengan memakai celana hawai, demikian juga teman teman yang lain
Aku beradu lari dengan teman teman siapa yang lebih cepat menyentuh air pantai
Bermain main dengan air dan ombak, berkejar kejaran dalam air, aku berteriak saat erwan kena bagian untuk menangkap kami, ia mengejarku, aku berlari, namun air pantai yang sebatas pinggang, membuat aku harus bersusah payah menghindari dari kejaran erwan
Aku menjerit antara panik dan senang, rian tertawa terbahak bahak sambil mengolok olok erwan
Erwan nampaknya makin kesal karena belum berhasil menangkap siapapun
Tanpa disangka sangka ia menyelam, menghilang dari permukaan air pantai
Aku menoleh ke segala penjuru, berjaga jaga jangan sampai ia menangkapku, namun karena air laut yang tercampur dengan pasir didasarnya, membuat air terlihat agak keruh, membatasi jarak pandang, hingga sulit sekali untuk menebak dimana posisi erwan sekarang
Aku mundur menuju ke tengah laut, demikian juga teman teman yang lain
Tiba tiba kakiku ditarik dari bawah air
Aku menjerit kaget, secepat kilat kepala erwan muncul dari permukaan air pantai tepat didepanku sambil berteriak teriak kegirangan
Aku kalah Giliran aku yang harus menangkap teman teman yang lain, untung saja tak butuh waktu terlalu lama, aku sudah berhasil menangkap deni, anak 3c yang juga ikut dalam permainan
Kami mandi dan bermain main dengan air pantai hingga puas
Mata kami semua menjadi merah, dan kulitku juga jadi berkerut karena terlalu lama bermain main dengan air
Guru guru berdiri dipinggir bibir pantai memperhatikan kami, mereka ikut tertawa melihat tingkah kami
Hingga menjelang sore, guru guru memanggil kami, memberi isyarat agar kami naik ke darat
Setelah membilas tubuh dengan air tawar, di sungai yang terletak tak jauh dari pantai, kami kembali mengenakan baju dan berkumpul Sudah jam setengah lima sore kami bersiap siap untuk pulang, namun sebelumnya kami mengakhiri dengan berdoa bersama sama

+++
Saat pak hidayat memberikan pidato singkatnya tentang perpisahan, banyak teman temanku yang terharu, terutama yang perempuan
Banyak diantara mereka yang menangis
Bahkan guru guru yang perempuan juga ikut menangis
Aku tak menangis, cuma ikut terlarut dalam keharuan
Apalagi saat kami semua berbaris untuk bersalaman dengan guru, barulah air mataku jatuh
Berpisah dengan guru guru yang selama tiga tahun telah mendidik dan mengajari ilmu yang sangat bermanfaat untuk hari kami ke depan nantinya
Membuat aku tak kuasa menahan kesedihan
Suasana menjadi mengharu biru Ada perjumpaan pasti ada perpisahan
Setelah mengabsen dan mendata kami satu persatu, kami disuruh naik ke dalam mobil, itu untuk menjaga agar tak ada satupun teman kami yang ketinggalan
Dalam perjalanan pulang, kami semua kembali bernyanyi nyanyi dengan riang, seolah olah ingin betul betul mmenikmati setiap detik detik perpisahan ini
Aku tak ikut bernyanyi
Hanya memandang keluar jendela dengan air mata yang mengalir tanpa bisa aku tahan
Mobil mengantarkan kami kembali ke sekolah yang sudah ramai dengan orangtua murid murid yang mau menjemput anak anaknya pulang
Mama rian dan mama rio juga nampak di kerumunan orangtua yang mau menjemput anak anaknya
Aku mengitari pandangan mencari ayukku
Siapa tahu ayuk tina atau ayuk yanti datang membawa sepeda menjemputku
Namun jantungku nyaris copot waktu aku melihat emak sedang duduk di bangku depan kelasku
Emak sendirian tak ada teman bicara, aku betul betul tak menyangka sama sekali kalau emak yang akan menjemputku
Emak pasti berjalan kaki kesini
Aku turun dari bus dan menghampiri emak
Saat melihatku emak langsung berdiri, ia tersenyum seperti dulu dulu, senyum gelisah seorang ibu yang mengkhawatir kan anaknya yang sedang bepergian
Entah apa yang menggerakanku, langsung saja aku memeluk emak
Ia memakai bajunya yang paling bagus, baju yang bagus menurut ukuran kami
Emak balas memeluk aku dengan erat, aku tak perduli dengan puluhan pasang mata yang melihat aku dan emak dengan heran
“bagaimana tadi wisatanya nak Kamu senang kan?”
tanya emak padaku dengan lembut
“iya mak, rio gembira, tapi juga sedih karena akan berpisah dengan teman teman
“sukurlah, emak senang kamu gembira Sekarang kita pulang ya “
ajak emak sambil mengelus rambutku dengan penuh kasih
Aku menganggukan kepala
Aku dan emak berjalan keluar dari gerbang sekolah menuju ke rumah
Tepat didepan sekolah, kami bertemu dengan rian dan orangtuanya yang sedang masuk ke mobil
Rian menawarkan mengantar kami pulang, namun aku menolak, aku ingin berjalan dengan emak, berjalan berdua saja
Aku ingin menghabiskan waktu bersama emak
Seperti saat dulu, setiap bulan ramadhan, aku selalu berjalan pagi dengan emak, saat menjelang lebaran, subuh subuh setelah sahur, aku, emak dan kedua ayukku, berjalan kaki pagi pagi buta, ke pasar pagi, membeli bahan bahan kue, aku biasanya selalu menenteng kantong plastik berisi bahan bahan kue
Mungkin ini adalah jalan kaki terakhir aku bersama emak
Tak akan ada lagi ramadhan dan lebaran bersama emak, tak ada lagi kebiasaan berbelanja perlengkapan lebaran bersama emak
Walaupun cuma dengan berjalan kaki, namun rasa bahagia yang aku rasakan melebihi apapun juga yang ada didunia ini
Emak berjalan sambil memegang tanganku
Berdua kami menyusuri sisi jalan pulang
Aku mengajak emak ngobrol seperti biasanya
Menceritakan pengalaman waktu dipantai tadi dengan semangat
Emak mendengarkan dan sesekali menimpali, kadang kami tertawa
Hingga tak terasa kami telah sampai dirumah
Hari sudah gelap, hampir jam tujuh malam
Lampu rumah sudah dinyalakan
Emak mengajak aku masuk, saat melihat yuk tina, emak menyuruh yuk tina membuatkan teh hangat untukku
Malam itu aku bersama emak dan kedua ayukku berkumpul bersama dan bercerita
Aku benar benar merasa bahagia
Aku berdoa dalam hati pada Allah, agar masa masa seperti ini selalu aku rasakan
Aku berharap bisa terus bersama emak
Aku ingin tinggal dengan emak hingga nanti aku dewasa
Namun sepertinya itu semua cumalah impian yang terlalu mewah
SELAMAT TINGGAL EMAK

“rio bangun nak, sudah subuh… Kita sholat dulu…”
suara emak dengan lembut membangunkan aku.
Dengan malas aku menggeliat dan menarik selimut.
“rio.. Bangun dulu nak… Ntar kesiangan.. Sholat dulu.. Habis sholat baru tidur lagi…”
emak menggoyangkan bahuku pelan, aku membuka mata dan berbalik melihat emak, berat rasanya mataku, mana suasana yang dingin membuat aku merasa malas untuk beranjak dari atas tempat tidur.
“jam berapa sekarang mak?”
tanyaku sambil menyepak selimut dan duduk.
“sudah jam setengah lima nak, ayo bangun dulu.. Wudhu, emak ke dapur dulu.. Jangan tidur lagi ya..!”
emak meninggalkanku keluar kamar.
Aku turun dari tempat tidur, melipat selimut dan merapikan seprei serta bantal lalu menyusul emak ke dapur.
Yuk tina dan yuk yanti juga sudah bangun, mereka mengenakan mukena, aku tersenyum sama mereka.
“mana emak yuk?”
tanyaku pada mereka.
“lagi dikamar mandi dek, wudhu.. Kita sholat sama sama pagi ini, besok adek sudah berangkat.. Emak ingin kita berdoa bersama agar adek bahagia ditempat yang baru nanti..”
jelas yuk yanti sambil berdiri.
Aku berjalan ke arah mereka dengan berhati hati agar jangan sampai menyenggol mereka, karena itu akan membatalkan wudhu mereka, yuk tina tersenyum penuh pengertian padaku.
Aku menoleh melihat ke sudut lantai, tas berisi baju dan alat alatku sudah tersusun disana, sebuah kotak berukuran sedang berisikan sambal teri, terasi, kerupuk belum digoreng, serta abon ikan laut kesukaanku sudah dibungkus emak untuk mengobati rasa kangen dengan makanan bangka.
Dua hari yang lalu mama datang dan mengatakan mau menjemputku, karena harus mendaftarkan aku pada smu yang baru dipalembang.
Rasanya tak ada semangat sama sekali, walaupun aku ingin sekali main ke palembang, tapi bukan untuk selamanya seperti sekarang.
Dari kecil dulu aku selalu berangan angan untuk pergi ke palembang dan jakarta.
Kini impianku itu jadi kenyataan dan harus aku tebus dengan kehilangan emak serta kedua ayukku.
.
Emak keluar dari kamar mandi, aku berdiri dan masuk ke kamar mandi untuk wudhu.
Dingin sekali air di bak semen kamar mandi ini, rasanya seperti memegang air es yang membuat sekujur tubuhku menggigil.
Cepat cepat aku basuh bagian bahan tubuhku sesuai dengan rukun wudhu. Setelah itu aku berdoa dan keluar dari kamar mandi.
Emak telah menggelar tikar dan sajadah diruang tamu kami yang kecil.
Emak, yuk yanti dan yuk tina berdiri berbaris menungguku.
Setelah memakai sarung, aku raih kopiah yang tergantung di dinding dekat pintu kamarku dan kupakai.
Aku mengambil posisi di depan. Lalu membaca iqomat..
Aku mengimami sholat dengan khusuk.
Hingga salam aku berbalik ke belakang mencium tangan emak beserta kedua ayukku.
Berempat kami berdoa untuk kebahagiaan keluargaku, emak dan ayuk. Dan juga doa untukku.
Suara emak terdengar bergetar dan terisak pelan seolah orang yang sedang menahan tangis.
Setelah selesai berdoa.
Aku berdiri dan membuka kopiah, emak dan ayukku membuka mukena.
Aku membantu yuk tina menggulung tikar dan sajadah.
Emak tak bikin kue kemarin, jadi kami tidak jualan hari ini.
.
“kalau masih ngantuk tidur lagi lah rio..”
kata emak sambil menaruh mukenanya.
“nggak mak, rio nggak ngantuk lagi..”
aku mengikuti emak yang berjalan ke dapur.
Yuk yanti memotong sayur kangkung, sedang yuk tina memotong tempe.
Aku sedikit heran melihat kesibukan mereka.
Tak biasanya mereka masak sepagi ini kecuali bulan puasa.
“kok masaknya pagi yuk…”
tanyaku ingin tahu.
“iya dek.. Kan adek mau berangkat, jadi harus makan dulu..”
jawab yuk yanti sementara tangannya tetap memotong kangkung dengan lincah.
“aku kan siang perginya..”
.
“iya dek.. Tapi emak yang nyuruh..”
.
“oh… Gitu ya…?”
aku mengangguk angguk seperti orang idiot. Sedangkan yuk yanti tersenyum melihat tingkahku.
“aku mau jalan pagi dulu yuk kalo gitu.. Cari udara segar..”
kataku sambil keluar dari pintu dapur.
“iya dek…”
sementara aku keluar, emak masuk dari pintu dapur sambil memegang penggorengan.
“mau kemana rio?”
tanya emak.
“jalan pagi mak..”
“ya sudah… Hati hati ya, jangan terlalu jauh nanti tersesat..!”
“ah emak bisa aja..”
aku tertawa mendengar kata kata emak.
Aku berjalan melewati jalan bertanah merah.
Embun yang menempel pada rumput membuat kakiku basah.
Langit masih berwarna kelabu gelap, sinar bulan masih terang.
Aku sangat menyukai suasana subuh seperti ini.
Rasanya begitu menenangkan.
Suara burung berkicau sahut menyahut bagaikan buluh perindu terdengar merdu.
Satu dua orang berjalan sambil membawa jualan, sayur dan kue.
Aku menyapanya dengan ramah.
Aku berjalan hingga melewati depan rumah rian, lampu rumahnya sudah nyala, terlihat bayangan ibunya rian dari balik tirai transparan di jendela rumahnya.
Aku memperlambat jalan sambil terus melihat rumah rian.
Tiba tiba pintu samping rumahnya terbuka, rian keluar sambil memegang tempat sampah yang penuh.
Rian berjalan menuju bak sampah besar yang berada di ujung jalan.
Ia terkejut waktu melihatku.
“rio…. Eh mau kemana pagi pagi gini..?”
rian berseru padaku sambil mempercepat jalannya menghampiriku.
“jalan pagi.. Dingin banget pagi ini ya…”
aku menjawab dengan canggung karena merasa sedikit malu, aku tak mau rian tahu kalau aku sengaja lewat sini untuk mengintainya. Sekaligus melihat rumahnya untuk terakhir kali
“aku mau ikut, tunggu aku sebentar, aku mau buang sampah dulu…!”
seru rian dengan penuh semangat.
Aku sedikit terkejut tapi senang karena akan berjalan bersama rian pagi ini secara tak terduga.
++++

setelah membuang sampah, rian masuk kerumah menaruh tempat sampah kosong, tak lama kemudian rian kembali keluar menghampiriku.
“enaknya jalan kemana rio..?”
“ke lapangan merdeka aja.. Pagi begini biasanya kan rame..”
aku memberi usul.
“boleh..”
kata rian sambil berjalan.
Kami berdua melewati jalan yang redup dengan penerangan lampu jalan.
Entah kenapa aku merasa begitu senang pagi ini, bagaikan bermimpi rasanya bisa berjalan berdua dengan rian subuh subuh begini.
Perasaan apa yang ada dihatiku ini, aku merasa bingung.
“dingin ya rio…”
ujar rian menyadarkan aku dari lamunan sesaat.
“iya… Dingin banget, tapi sebentar lagi juga bakalan panas, soalnya keringat kita jalan kaki pasti keluar..”
kataku sambil mengimbangi langkah rian.
“aku jarang jarang jalan pagi begini, sebenarnya kepengen juga, tapi kalau cuma sendirian rasanya malas..”
tukas rian sambil menoleh melihatku.
…. Astaga… Dalam keadaan baru bangun dan belum mandi begini wajah rian begitu tampan.. Rambutnya yang sedikit acak malah membuat wajahnya semakin segar dipandang, rasanya aku ingin berlama lama menatap wajahnya. Dalam hati aku berdoa semoga waktu menjadi dua kali lebih lama, dan siang datang terlambat hari ini.
“jadi berangkat hari ini?”
rian menghentikan langkah sambil menatapku.
“jadi… Jam sebelas aku berangkat..”
jawabku ikut menghentikan langkah.
Saat ini aku dan rian berada di jalan setapak kecil yang dikiri kanan banyak ditumbuhi pohon, serta ilalang.
“apakah memang harus kamu pergi..?”
“iya.. Tak ada pilihan lain..”
“rio.. Aku belum tidur dari semalam..”
ujar rian lirih.
Aku menatap wajah rian lekat lekat, sedikit terkejut.
“kamu belum tidur dari semalam..?.. Yang benar rian… Memangnya kenapa?”
tanyaku penasaran.
“aku… Aku…. Aku memikirkan kamu…”
rian menjawab dengan terbata bata. Ia menunduk menghindari tatapan mataku.
Sejenak hatiku terasa senang, rian memikirkan aku.
“kamu mikirin aku rian.. Kenapa..?”
tanyaku dengan jantung berdebar debar, benarkah rian memang tak bisa tidur karena memikirkan aku.
“iya rio.. Aku sedih kamu mau pergi dari bangka.. Aku sedih kamu meninggalkan aku…”
jawab rian dengan suara yang terdengar sendu.
Mendengar kata katanya itu badanku langsung gemetar, dengan susah payah aku menjawab.
“aku.. Aku.. Juga sedih rian.. Aku baru kenal denganmu.. Aku senang berteman dengan kamu…”
tiba tiba rian memegang tanganku. Nyaris aku terkejut. Aku diam saja merasakan kehangatan telapak tangan rian pada punggung tanganku. Ada perasaan damai masuk ke hatiku. Aku ingin rian terus memegang tanganku seperti ini.
“rio.. Kalau sudah di palembang, jangan lupa kirim surat ya…”
desis rian sambil tetap memegang tanganku dan menariknya pelan mengajakku berjalan.
Ku langkahkan kaki kembali berjalan, berpegangan tangan dengan rian. Sementara batinku terasa makin tak menentu. Semakin terasa berat rasanya untuk pergi dari sini.
“rian.. Kamu pegang tanganku.. Nanti dilihat orang.. Kita dikira pacaran…”
aku berkata setengah berbisik, padahal hatiku mengatakan pegang terus tanganku.
“terserah orang mau bilang apa.. Aku mau memegang tanganmu.. Besok besok aku tak lagi melihat kamu.. Aku tak mau menyesal..”
rian berkata dengan santai seolah pegangan tangan antara dua remaja pria itu adalah lumrah.
Mendengar jawabnnya itu entah mengapa rasanya aku ingin menangis.
“rian aku janji akan mengabari kamu..”
ucapku pelan sambil terus berjalan dengan perlahan.
Langit mulai berwarna kemerahan, awan mulai terlihat, beberapa ekor ayam berlarian membawa anaknya yang masih kecil kecil.
Angin semilir menggoyangkan helai helai daun dan ilalang, namun tak ada satu orang pun yang terlihat berjalan.
“rio coba kamu lihat awan itu…!”
ujar rian tiba tiba sambil menunjuk ke arah langit.
Spontan aku langsung melihat ke langit diasah mana yang tadi ditunjuk oleh rian.
Namun baru saja aku hendak bertanya pada rian mana awan yang ia maksudkan. Tiba tiba dipipiku terasa ada sesuatu yang hangat menempel. Tanpa melihat pun aku bisa menduga benda apa yang menempel dipipiku ini.
Aku diam mematung, membiarkan perasaan yang unik sekaligus menyenangkan saat bibir rian menyentuh pipiku.
Bisa kurasakan pipiku memanas. Mataku berkedip kedip tanpa dapat ku tahan, seolah ada serangga yang masuk ke dalam. Sepersekian detik rian melepaskan ciumannya itu dari pipiku. Namun aku belum juga bergerak. Seolah tak sadar hingga rian berkata.
“maaf rio, aku sudah lama ingin mencium kamu.. Aku sendiri bingung.. Kamu jangan marah ya.. Aku tak bisa menahan lagi.. Aku… Takut.. Menyesal kalau.. Kamu keburu berangkat.. Dan… Aku belum.. Mencium kamu…”
ucap rian terbata bata, mukanya memerah.
Aku tak dapat menahan senyum melihat ekspresi wajah rian yang begitu polos, namun tampan.. Hatiku melonjak tak terkatakan. Ingin rasanya aku bernyanyi sekeras kerasnya. Aku betul betul senang dan bahagia. Benar benar pagi ini begitu banyak kejutan.
“tak apa apa rian… Aku suka kok…”
jawabku jujur walaupun masih malu.
Rian tersenyum lebar mendengar jawabanku.
“rio.. Kita pacaran ya.. Mau nggak..?”
tanya rian serius, aku terbelalak menatap rian tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.
“maksudmu… Aku nggak ngerti.. Kamu cowok.. Aku cowok.. Mana mungkin.. ?.”
“nggak tau.. Pokoknya aku menganggap kamu pacar aku..,”
rian bersikeras.
“aku kan mau pindah..”
“kita bisa bertemu lagi.. Aku yakin.. Mau nggak jadi pacar aku?”
desak rian serius.
+++

mau rasanya aku menangis saat ini, aku tak tau harus menjawab apa. Cuma anggukan kecil pertanda aku mau menerima permintaan rian.
“makasih rio… Kini hatiku telah tenang… Aku janji akan menunggumu kapanpun, aku yakin kita akan bersama lagi…”
desah rian lega.
Berdua kami berjalan lagi hingga matahari terbit diatas langit timur, mengangatkan kulit kami.
Keringat sudah mengalir dari pori hingga membasahi bajuku.
Rian mengajak berbalik untuk pulang, kami berdua berjalan menyusuri jalan yang tadi kami lewati. Dalam diam tanpa kata. Aku menunduk memandangi jalanan, otakku masih mencerna kejadian barusan.
Lucu sekali rasanya, rian meminta aku menjadi pacarnya. Tapi aku bahagia sekali, bagaikan mendapat hadiah berharga.
Sampai depan rumah rian, ia masuk melalui pintu pagar depan. Setelah pamit kemudian ia masuk kedalam.
Aku pulang sambil bernyanyi nyanyi kecil.
“mandi sana… Habis itu makan dek.!”
ujar yuk tina yang sedang duduk didepan rumah.
“sebentar lagi yuk, masih keringatan nih…”
jawabku sambil duduk didekat yuk tina.
“jalan kemana aja tadi, rame nggak lapangan?”
tanya yuk tina.
“rame banget yuk, tadi aku jalan sama rian, ketemu dia didepan rumahnya..”
“rian yang rumahnya dekat ujung jalan menuju sekolah kamu itu, yang putih jangkung itu ya?”
“iya… Emangnya kenapa yuk..?”
aku sedikit heran karena yuk tina kelihatan tertarik.
“abangnya itu dek.. Gila.. Ganteng banget, kakak kelas ayuk, sayang ia sudah lulus…..”
jelas yuk tina sambil tertawa tawa.
Aku sedikit resah mendengar kata kata yuk tina, aku memang tahu rian punya abang yang sekolah di sma yang sama dengan yuk tina, malah abangnya itu sekelas dengan yuk yanti, tapi aku tak menduga kalau yuk tina naksir dengan abangnya rian, masa sih aku dengan rian dan yuk tina dengan abangnya…
“ayuk suka ya dengan abang rian itu?”
selidikku mau tau.
“suka banget dek, tapi mana mau dia sama ayuk, cewek cewek lain disekolah jauh lebih cantik dan kaya kaya.. Ayuk sih sebatas mengagumi saja, terlalu banyak penggemarnya sih..”
jawab yuk tina jujur.
Terus terang aku jadi sedih mendengarnya.
Kasihan yuk tina, karena keadaan keluarga kami ia jadi minder, bahkan naksir dengan seseorang pun harus menahan.
“sabar yuk, kalau memang jodoh tak lari kemana, kalau memang ia pemuda baik, tak menilai orang dari harta…”
aku menasehati yuk tina.
“iya dek, tenang aja.. Ayukmu ini santai aja kok.. Pokoknya jangan kuatir.. Ayuk sekedar suka, itu aja tak lebih.. Tapi dek, rian juga ganteng banget dek, ayuk yakin kalau udah smu pasti makin ganteng, malah mengalahkan abangnya itu…”
tambah yuk tina dengan semangat. Aku jadi tersenyum sendiri mendengarnya. Yuk tina tak tahu kalau rian sudah jadi pacarku sekarang, huh andai aku bisa cerita tentu senang sekali.
“masa sih yuk, kalau aku sih lihatnya biasa aja kok..”
kataku dengan muna.
“ya wajar lah adek lihatnya biasa aja, adek kan cowok, mana tertarik dengan cowok tampan..!”
ujar yuk tina tanpa curiga.
“tentu saja yuk.. Eh yuk aku mandi dulu ya.. Udah siang nih, ntar keburu datang jemputan..”
aku mengalihkan pembicaraan yang membuat aku merasa kurang nyaman ini. Yuk tina mengangguk. Aku berdiri lalu masuk kedalam rumah, meninggalkan yuk tina sendirian.
Aku masuk kamar mengambil handuk, lalu membuka baju, dengan hanya berlilitkan handuk aku kekamar mandi.
Melewati dapur tercium aroma yang sangat enak sekali, masakan emak dan ayukku yang tersaji diatas meja.
Perutku jadi lapar dibuatnya.
Bergegas aku masuk kamar mandi kemudian mandi sepuasnya hingga bersih.
Setelah mandi dan berganti pakaian, aku keluar kamar, memakai kemeja yang tadi disetrika yuk yanti, celana jeans biru tua pemberian mama, rambutku telah kusisir dengan rapi belah pinggir.
Emak tersenyum melihatku.
“ganteng banget anak emak…”
seloroh emak dengan senang.
“ah emak bisa aja…”
kataku dengan sedikit malu.
“makan dulu nak, sudah setengah sembilan.. Ntar nggak keburu lagi..”
buru emak saat melihat jam dinding.
Aku langsung ke dapur dan duduk di kursi makan, yuk yanti dan yuk tina menyusul ke dapur untuk makan bersama.
Emak menyendokkan nasi ke dalam piringku.
Segera meja makan menjadi sibuk dengan dentingan bunyi sendok beradu dengan piring dan mangkuk. Tak biasanya jam segini kami telah berada di meja makan.
Emak masak lauk lumayan banyak, ada tempe bacem, tumis kangkung, ikan kurisi goreng, sambal terasi, lalapan ketimun, pucuk singkong rebus, dan juga kerupuk.
Aku makan dengan lahap seperti sudah berhari hari tak makan. Kunikmati semua yang tersaji diatas meja, karena ini untuk yang terakhir kalinya aku dapat mencicipi masakan keluargaku.
Entah kenapa aku lihat emak dan ayukku justru seperti tak berselera, padahal hari biasanya, emak paling masak cuma dua jenis lauk tapi mereka makan dengan lahap sekali. Hari ini lauk melimpah tapi mereka cuma makan sedikit.
“emak kok makannya sedikit amat.. Tambah lagi mak.. Ini rio aja udah nambah lagi….”
kataku pada emak sambil mengambil sepotong tempe bacem.
Emak tersenyum dan mengangguk.
“rio aja makan yang banyak, kan mau pergi jauh.. Jangan sampai nanti di pesawat rio mabuk..”
jawab emak sedikit murung. Aku jadi tak tega sama emak, beliau pasti sedih karena aku akan pergi dari rumah ini sebentar lagi.
Seperti baru menyadarinya, tiba tiba nafsu makanku langsung sirna, kerongkonganku seolah tercekat.
Emak pasti menghabiskan banyak uang untuk masak ini semua, untuk membeli makanan yang aku bawa ke palembang nanti, sedang aku tahu emak pasti kesulitan membagi uangnya yang tak seberapa.
+++

“loh.. Kenapa malah berhenti makannya..?”
tanya emak dengan heran.
Aku tak menjawab, cuma memandang emak dengan perasaan yang sulit untuk aku gambarkan.
“adek, kok diam aja.. Dimakan lagi dek.. Udah siang nih.. Tuh nasi dipiring adek masih banyak..”
tambah yuk yanti sambil meletakkan sendok yang ia pegang.
“iya dek.. Ntar keburu mama adek datang.. Malah nggak habis nantinya..”
timpal yuk tina.
“iya yuk..”
jawabku dengan lesu kembali menyendokkan nasi dan mengunyah tanpa minat lagi.
Aku menghabiskan nasi dipiring hingga tandas.
Setelah selesai makan, yuk tina membereskan meja.
Yuk yanti dan emak membantuku mengeluarkan tas dan kotak berisi makanan yang mau aku bawa.
Saat aku sedang memeriksa kembali bawaanku, rian dan erwan datang diantar sopir erwan. Mereka langsung ku suruh masuk.
“udah siap semua ya rio?”
tanya erwan.
“udah wan.. Ini tinggal nunggu jemputan..”
“berangkatnya jam berapa?”
“jam sepuluh lewat lah.. Mungkin sebentar lagi aku udah di jemput..”
“ini ada sedikit pemberian dari mama, untuk kamu..”
kata erwan sambil memberikan kotak seukuran dus mie instan padaku.
“terimakasih banyak. apa ini isinya wan?”
tanyaku dengan terharu.
“makanan khas bangka.. Untuk kamu makan disana nanti…”
“ini aku juga ada bawa sesuatu untuk kamu..”
ujar rian sambil memberikan kantong plastik berwarna hitam.
“ya ampun apa lagi nih.. Makasih ya rian..!”
“itu ada buku komik untuk kamu baca, dan jam tangan sebagai kenang kenangan dariku..”
jawab rian.
Hampir jatuh air mataku karena terharu, betapa perhatian kedua sahabatku ini, tak akan bisa aku melupakan kebaikan mereka. Terutama erwan yang telah tiga tahun menjadi sahabatku dalam suka maupun duka.
Segera aku peluk mereka berdua dengan erat, seolah berat aku melepaskannya.
“terimakasih banyak.. Aku tak tahu bagaimana membalas kebaikan kalian…”
aku berbisik pada mereka berdua sambil terus memeluk mereka.
Setelah aku melepaskan pelukanku.
“eh… Tunggu sebentar..!”
tiba tiba erwan seperti baru ingat sesuatu, ia berlari ke luar dan kembali ke mobil, tak lama kemudian ia masuk lagi sambil membawa bungkusan yang entah apa isinya.
“hehehe hampir saja aku lupa rio.. Ini untuk kamu.. Koleksi mobil mini favoritku.. Tolong kamu simpan sebagai kenang kenangan…”
ujar erwan sambil memberikan bungkusan berisi miniatur mobil kesayangannya.
“tapi wan…?”
aku mencoba menolak karena aku tahu ia begitu sayang dengan koleksinya itu. Namun erwan langsung memotong ucapanku.
“tolong kamu terima, aku kecewa kalau kamu menolaknya.. Itu untuk kamu, aku tahu kamu suka.. Maaf baru sekarang aku kasih.. Itu untuk kenang kenangan.. Nanti aku bisa beli lagi..”
kata erwan dengan mantap tanpa sedikitpun ragu.
Mataku jadi berkaca kaca. Berat sekali rasanya kehilangan mereka berdua.
“eh.. Kalian udah makan?”
tanyaku pada mereka berdua sekalian mengalihkan pembicaraan yang membuat aku setengah mati menahan airmata yang sudah mau keluar.
“kami udah makan tadi, aku makan dirumah rian.. Santai aja rio, yang penting kamu itu jangan sampai pergi tapi belum makan.. Kamu udah makan?”
erwan balik bertanya.
“udah wan.. Barusan bareng emak dan ayuk ayukku..”
“baguslah kalau gitu..”
“eh.. Mending kita duduk diluar aja, sambil nunggu jemputan kamu..”
ajak rian sambil berdiri.
“ayo..”
“ini barang barang bawaan kamu semuanya kan? Biar kami bawa keluar..”
tawar erwan.
Aku cuma mengangguk.
Kemudian kami pergi ke teras, duduk diteras.
Emak dan kedua ayukku mengikuti kami ke teras.
Baru saja aku duduk, tiba tiba aku melihat angga datang sendirian berjalan kaki. Aku bergegas berdiri menghampirinya.
“angga… Sendirian ya?”
tanyaku saat telah berada dekatnya.
“iya rio, hari ini jadi kan kamu berangkat?”
“insya allah ngga..”
“aku bakalan kehilangan sahabat satu satunya yang aku punya..”
ujar angga lirih, suaranya bergetar menahan sedih.
“maaf ya ngga.. Aku juga terpaksa pergi.. Aku yakin kamu akan dapat sahabat baru juga nantinya.. Yang lebih baik lagi..”
“cuma kamu rio yang mau jadi sahabatku, yang mau berteman denganku..”
mendengar kata kata angga, hatiku jadi tersentuh, memang selama ini hanya aku yang biasa berteman dengan angga, dia temanku dari kecil, walaupun agak kemayu, tapi ia sangat baik hati, meskipun aku sering menggodanya namun ia tak pernah mengambil hati.
“jangan sedih dong ngga.. Eh itu ada teman temanku, gabung yuk..”
aku mengajak angga, namun ia terlihat ragu, mungkin ia agak takut, selama ini cuma aku cowok yang agak akrab dengannya. Selebihnya ia lebih banyak berteman dengan cewek.
“nggak ah rio, biar aku disini saja, aku juga nggak lama, cuma mau lihat kamu pergi aja..”
tolak angga lemah.
“nggak apa apa.. Teman temanku baik baik kok.. Biar aku kenalin sama kamu..”
aku bersikeras, namun angga terlihat masih ragu, seolah olah kalau ia dekat dengan rian dan erwan, kedua anak itu akan memukulnya.
“ayo dong ngga.. Nggak apa apa kok…”
“aku takut kalau mereka tahu aku banci, mereka akan menghinaku..”
kata angga masih ragu.
“aku jamin nggak akan.. Mereka nggak kayak gitu, mereka tak memilih dalam berteman, asalkan baik..”
aku masih berusaha membujuk angga yang terlihat sudah sedikit percaya dengan kata kataku.
Akhirnya ia ikut juga waktu aku tarik tangannya berjalan menghampiri rian dan erwan yang masih duduk di teras rumahku dengan pandangan bertanya tanya.
“rian, erwan… Kenalkan ini temanku dari kecil, namanya angga..”
aku memperkenalkan angga pada mereka.
Erwan tersenyum ramah lalu berdiri dan menyalami angga, demikian juga dengan rian.
Aku hampir saja melupakan angga.. Kasihan dia.
sudah lama aku tak kerumah angga, semenjak aku berteman dengan rian, aku jadi sibuk dengan erwan dan rian, bukan maksud aku untuk mengabaikannya, namun aku juga sedang sibuk dengan pikiranku sendiri, persiapan ujian dan hal hal lain yang membuat aku tak sempat menemui angga, aku juga heran ia tahu kalau aku mau berangkat, untung saja ia datang.
Setelah erwan dan rian berkenalan dengan angga, aku pamit sebentar ke dalam rumah, aku mau mengambil anak kucingku yang sekarang sudah mulai gemuk, aku mau memberikan pada angga, karena aku tahu ia suka kucing.
Si mirah sedang berbaring diatas kursi tamu, aku angkat dan kubawa keluar.
“ngga.. Ini kucingku, aku titip untuk kamu jaga ya ngga…”
kataku pada angga.
Seperti tak percaya angga berdiri lalu memegang anak kucing dan mengambil dari tanganku.
“ini untukku rio?”
tanya angga dengan mata terbelalak.
“iya ngga.. Untuk kamu, tolong dirawat yang baik ya..”
“tentu saja aku rawat.. Ya ampun rio.. Makasih ya.. Kamu baik sekali.. Aku janji akan merawat kucing ini dengan sebaik baiknya..”
jawab angga dengan gembira. Seolah olah tak percaya ia menggendong kucing lucu itu dengan penuh sayang.
Aku lega karena telah memberikan kucing itu pada orang yang tepat. Sebetulnya aku sedih juga, karena aku sudah terlanjur sayang. Namun mau gimana lagi, daripada kucing itu terlantar lebih baik angga yang merawatnya. Kedua ayukku tak begitu suka kucing. Takutnya nanti tak dikasih makan anak kucing ini mati.
Kami ngobrol hingga tak terasa sudah hampir jam sepuluh.
Suara mobil terdengar memasuki halaman rumahku.
Emak dan kedua ayukku langsung berdiri melihat mobil itu. Demikian juga dengan erwan, rian dan angga.
Mobil berwarna hitam piano dan berkilau itu berhenti tepat didepan teras rumahku.
Mamaku turun dari dalamnya.
Angga terbelalak melihat mamaku, ia memang belum pernah melihat ibu kandungku sebelumnya.
Sambil tersenyum mamaku menghampiri kami.
Kulihat emak seperti memaksakan membalas senyum mamaku.
“hai rio, bagaimana sayang, sudah siap semuanya?”
tanya mama saat sudah berada dekat kami.
“sudah ma.. Itu barang barang yang mau rio bawa..”
jawabku pada mama tanpa semangat.
“danu…!.. Bawa barang barang ini ke mobil..!”
teriak mamaku pada sopir yang membawa mobil.
Tergopoh gopoh seorang lelaki yang berumur sekitar empat puluh tahunan menghampiri kami lalu mengangkut tas dan kotak kotak milikku ke dalam mobil.
Kemudian mama menghampiri emak dan berkata.
“ayuk, terimakasih selama ini telah merawat rio dengan baik, aku minta maaf telah bersalah selama ini sama ayuk..”
emak hanya tersenyum tipis dan mengangguk.
“tak apa apa mega, ayuk tak pernah mengambil hati omongan kamu tempo hari, rio memang pantas mendapatkan yang lebih baik..”
kata emak seolah tak pernah terjadi apa apa.
“aku tahu ayuk begitu menyayangi rio, dan aku juga tak bermaksud untuk merampas dari ayuk.. Ini demi kebaikan kita bersama…. Aku janji akan merawat dan menyayangi rio seperti yang selama ini telah ayuk lakukan..”
mama melanjutkan kata katanya.
“sudahlah mega.. Kami sudah bisa menerima.. Aku ikhlas.. Yang penting jaga janji kamu..”
jawab emak singkat.
Mama mengangguk dengan pasti. Kemudian mama membuka tas tangannya dan mengeluarkan amplop cokelat kemudian memberikan pada emak. Emak berusaha menolak tapi mama dengan tak sabar meletakkan amplop itu ke tangan emak hingga emak tak bisa lagi menolak.
“maaf yuk.. jangan anggap itu uang ganti biaya rio, tapi itu uang terimakasih dan permintaan maaf dariku.. Tolong ayuk terima karena aku ikhlas memberikannya.. Uang itu mungkin akan berguna nantinya..”
paksa mama tanpa dapat ditawar tawar. Emak mengangguk dengan berat.
“terimakasih mega..”
suara emak terdengar tercekat.
“sekalian aku juga mau pamit.. Rio aku bawa ya yuk…”
pamit mama.
Emak mengangguk pelan, cepat cepat aku hampiri emak. Aku ingin pamit pada emak, pada yuk tina dan yuk yanti.. Aku ingin memeluk emak sepuasnya lama lama.. Karena aku tak tahu entah kapan aku bisa memeluk emak lagi.
+++

saat berjalan tubuhku serasa melayang, hampir tak sanggup aku menatap wajah emak yang jelas sekali terpeta kesedihan dari rautnya.
Ku raih tangan emak dan kucium dengan takzim, tangan yang kasar dan mulai berkerut karena selalu bekerja keras, berjuang hidup demi anak anaknya agar tak kelaparan. Emak yang walaupun begitu bersahaja namun bijaksana. Penuh pengorbanan dan kasih sayang, benar benar sosok ibu yang patut dibanggakan. Dengan segala keterbatasan yang ia miliki namun mampu menjadi perempuan paling istimewa didunia ini. Aku peluk emak dengan erat, emak membelai rambutku dengan penuh kasih..
Kemudian aku lepaskan pelukanku, ku cium lagi tangan emak.
“mak.. Rio pamit.. Doakan rio ya mak.. Rio janji akan kembali lagi kesini.. Emak jaga diri baik baik, jaga kesehatan emak.. Jangan terlalu capek bekerja.. Rio sayang emak..”
ucapku terbata bata, air mataku mengalir tanpa terasa.
“iya nak, hati hati dijalan.. Emak doakan semuanya lancar, jangan lupa sholat… Belajar yang tekun agar semua cita citamu terwujud..semoga kamu betah ditempat baru…”
balas emak dengan suara bergetar terisak, aku menengadah menatap wajah emak, batinku terasa makin pilu, aku tak tega meninggalkan emak, matanya merah karena tangis, rasanya tak ingin aku melepas tangan emak, namun mama memberi isyarat kalau aku tak boleh berlama lama karena kami diburu waktu.
Ku cium sekali lagi tangan emak, kemudian ku lepaskan, ku hampiri yuk yanti yang berdiri disamping emak, ku cium tangan yuk yanti, namun ia langsung memelukku dengan erat, seakan akan ia tak mau aku pergi. hampir semenit ia memelukku sebelum akhirnya ia lepaskan.
“yuk rio pamit.. Jaga emak ya..”
pintaku pada yuk yanti, ia mengangguk dan tersenyum dipaksa. Ku hampiri yuk tina dan kuraih tangannya lalu kucium. Tiba tiba tubuh yuk tina berguncang hebat, meledak tangisannya. Lututku langsung gemetaran.
Yuk tina merengkuh tubuhku dan memelukku, ia menangis terisak isak.
“adek.. Maafkan ayuk dek.. Maaf ayuk yang jahat sama adek.. Jangan pergi dek.. Jangan tinggalkan kami disini dek.. Ayuk janji tak akan pernah marah lagi sama adek.. Ayuk akan menyayangi adek… Ayuk mohon dek…”
isakan yuk tina makin menjadi jadi.. Aku pun tak sanggup lagi menahan tangisan, aku tak perduli ada rian, erwan dan angga disini. Yang aku tahu saat ini hanyalah hatiku hancur dan sedih. Aku meninggalkan orang orang yang aku sayangi. Hampir tak mampu rasanya aku menenangkan yuk tina, karena saat ini hatiku sepuluh kali lebih tak tenang.
“yuk.. Maafkan rio, sudah terlambat yuk.. Rio tak mungkin tinggal.. Rio janji tak akan pernah lupa sama ayuk.. Sekarang rio pamit yuk.. Doakan rio yuk.. Rio sayang yuk tina.
Ucapku sambil menyusut air mata dan melepaskan diri dari pelukan yuk tina. Aku mundur, yuk tina langsung mencium keningku bertubi tubi, membuat aku jadi semakin berat untuk meninggalkan mereka. Yuk yanti menggeleng pada yuk tina. Namun tak digubris oleh yuk tina. Akhirnya yuk tina melepaskanku.
Setelah itu aku pamit pada angga, ia juga memelukku.
“jaga diri baik baik rio.. Jangan lupakan kami ya..”
ujar angga sambil tersenyum. Aku mengangguk, setelah itu ku salami erwan. Ia cuma mengangguk tanpa berkata apa apa.
Ketika aku menyalami rian, ia langsung berbisik di telingaku.
“rio, aku sayang kamu… Aku akan menunggumu.. Ingat kamu itu pacar aku.. Jangan macam macam disana.. Jangan lupakan aku..”
aku tak menjawab, hanya mengangguk.
Mama meraih tanganku lalu menuntunku berjalan menuju mobil, pak danu membuka pintu mobil dan menyuruhku masuk.
Sebelum masuk mobil aku berbalik menoleh ke belakang, melihat emak, yuk yanti, yuk tina, rian, erwan, dan angga yang berdiri berbaris melepas keberangkatanku. Aku melambaikan tangan pada mereka semua. Mereka membalas melambaikan tangan padaku. Mama ikut menoleh dan tersenyum pada mereka sambil ikut melambaikan tangan. Ku lihat emak menutup hidungnya dengan saputangan putih, bahunya terguncang guncang. Demikian pula yuk yanti dan yuk tina.
Aku berpaling dan masuk ke dalam mobil, tiba tiba yuk yanti menghambur menghampiriku sambil berlari.
“adeeeeek…. Tunggu…!”
aku berbalik lagi dengan kaget. Yuk yanti memelukku kuat kuat kemudian mencium pipiku berkali kali..”
airmata yuk yanti menempel di pipiku.
“ayuk.. Sudahlah.. Kasihan emak.. Nanti emak makin sedih..”
aku membujuk yuk yanti, padahal batinku menjerit sekeras kerasnya saat ini.
Ku lepaskan pelukan yuk yanti lalu buru buru naik kedalam mobil, kututup pintunya.
“pak buruan jalan.. Kita dikejar waktu nih.. Jangan sampai ketinggalan pesawat..”
buru mama pada pak danu.
Mobil mulai berjalan pelan, ku buka jendela mobil dan melambaikan tangan pada emak, ayuk dan teman temanku.
Mereka setengah berlari mengikuti kepergianku hingga di pinggir jalan. Aku terus melambai pada mereka.
Hingga pak danu memutar mobil berbelok ke kiri dan mereka hilang dari pandanganku.
Hanya air mata yang jadi saksi betapa sedih yang kurasakan saat ini. Lambaian tangan mereka tak pernah bisa hilang dari pikiranku hingga saat ini.
Selamat tinggal emak..
Batinku berkata dengan airmata berlinang deras mengucur di pipiku.
+++


KELUARGA BARU
.
Aku turun dari pesawat bersama mama, suasana keramaian dan asing langsung menyergap, membuat aku jadi gelisah. mama menuntun ku berjalan keluar dari pintu bandara, seumur hidup baru sekali itulah aku naik pesawat, walau tadi dari pangkalpinang transit ke jakarta dulu, namun tak lama, aku sempat melihat betapa megahnya bandara soekarno hatta, seandainya aku sendirian pasti aku tersesat, jauh beda dengan bandara pangkalpinang, padahal tadi aku sudah begitu takjub melihat bandara pangkalpinang. Tapi setelah melihat bandara jakarta, ternyata bandara pangkalpinang belum seberapa.
Gedung gedung menjulang tinggi bak mau menusuk langit bisa aku lihat dari jendela pesawat. Kepalaku langsung pusing waktu melihatnya. Belum lagi awan awan putih yang biasanya aku lihat dari bawah, hari ini bisa kulihat dari balik jendela. Pengalaman naik pesawat tadi betul betul membuat aku senang.
Sekarang aku sudah di palembang.
Bandaranya tak sebesar di jakarta, namun jauh lebih megah dari pangkalpinang.
Aku berjalan keluar bandara bersama mama.
Ramai sekali orang orang di bandara ini, berjalan hilir mudik, ada yang duduk, dan ada yang baru datang.
“bagaimana rio.. Suka nggak lihat kota palembang..?”
tanya mama sambil tersenyum dan memegang tanganku.
“belum tau ma.. Tapi kepala rio pusing.. Capek banget ma..”
“mama ngerti, ini pertama kali kamu berjalan jauh, jadi tak heran kalau belum serasi… Kita udah di jemput, pasti pak yono sudah di depan.. Ayo cepetan jalannya, biar bisa istirahat cepat dirumah..”
kata mama mempercepat langkahnya menuju pintu keluar bandara.
“nah.. Itu dia mobil jemputan kita..!”
mama berseru sambil menunjuk ke satu arah, aku menoleh melihat kearah yang mama tunjuk tadi.
Sebuah mobil yang aku tak tahu tipe apa, tapi bentuknya sedan, warna merah tua. Begitu bagus dan mengkilap, aku saja pasti bisa berkaca di mobil itu.
Mama melambaikan tangan, seorang lelaki aku perkirakan berumur 35 tahun melihat kearah mama lalu menghampiri kami dengan terburu buru.
“iya nyonya..”
kata pak yono saat dekat kami.
“bawa barang barang ini ke mobil.. Kami capek..”
“iya nyonya..”
cuma itu kata kata yang keluar dari mulutnya.
“ayo rio ke mobil sekarang.. Gerah banget disini..”
mama mengajak aku ke mobil, setelah di mobil ia membuka pintu menyuruh aku masuk.
Langsung saja terasa sejuk, mama duduk disampingku, kemudian menutup pintu mobil.
Mama mengambil sebotol minuman dingin lalu memberikan padaku, langsung aku minum.
Sementara mobil berjalan, mataku melihat lihat ke luar jendela.
Kota yang besar tapi semerawut, gedung empat lantai banyak berjejer di pinggir jalan. Suasana jalan raya pun begitu ramai tak seperti di pangkalpinang, jalan disini lebar lebar. Beberapa mall bisa kulihat sepanjang perjalanan.
“ma.. dirumah mama ada siapa aja ma?”
akhirnya keluar juga pertanyaan yang sudah dari tadi begitu ingin aku tanyakan sama mama, aku kuatir karena sebagai orang baru, tentu butuh penyesuaian.
“cuma ada papa kamu.. Terus paman sebastian adik bungsu papa.. Dan kakak tirimu faisal, tenang saja rio, mereka sudah tahu tentang kamu. Saat ini mereka pasti sudah menunggu dirumah untuk menyambutmu..”
jelas emak sambil membuka tutup botol minuman yang ada di tangannya.
“aku punya kakak tiri ma?”
tanyaku dengan terkejut.
“iya.. Waktu mama menikah dengan papamu, ia sudah punya satu anak dari almarhum isterinya yang dulu.”
“jadi papa suami mama sekarang, bukan papa kandung rio ya ma?”
aku bertanya sedikit bingung.
“bukan.. Dia bukan papa kandungmu, Bapak kandungmu itu mama tak tahu entah kemana.. Malas mama bicara tentang dia.. Lelaki pengecut itu tak punya tanggung jawab… Mama berharap ia sudah mati mengenaskan..”
jelas mama berapi api, suara mama terdengar penuh kebencian. Aku hanya tertunduk mendengarnya.
Harapanku untuk mengetahui bapak kandungku sirnalah sudah.. Aku pikir mama sudah kembali dengan bapak kandungku. Rupanya mama menikahi orang lain.
Sekitar setengah jam, kami sampai, sopir membawa mobil memasuki sebuah rumah mewah berpagar tinggi keemasan. Rumah yang betul betul besar dalam artian sebenarnya. Rumah dua tingkat, bercat ruth, berhalaman luas, ada taman di depannya. Ada garasi juga, dua buah mobil yang bagus Bagus terparkir didalamnya. Aku serasa bermimpi tak menyangka Kalau ini rumah yang akan aku tempati. Tubuhku langsung gemetaran.
“ayo turun sayang..”
mama membuka pintu mobil kemudian turun. Aku mengikutinya.
Kami berjalan menuju teras yang tinggi, ada tangga bertingkat dari keramik yang mengkilap tanpa debu sedikitpun. Mama membuka pintu dan mengajakku masuk.
Dengan canggung aku mengikuti mama.
Mataku terpana melihat ruang tamu yang hanya pernah aku lihat dalam mimpi sebelumnya. Rumah erwan yang begitu mewah pun belum seberapa bila di bandingkan dengan rumah ini. Apalagi peralatan di dalamnya membuat kerongkonganku menjadi kering karena terlalu sering menganga.
“faisal…! papa…!.”
mama berteriak didalam rumah.
Sesosok tubuh jangkung, berkulit putih dan berambut di potong tipis nyaris botak kayak tentara keluar dari sebuah ruangan dari sebelah kiri ruang tamu yang di pasangi gorden warna merah hati dan berrumbai rumbai.
“iya ma.. Wah.. Kapan datang?”
ujar pemuda yang aku perkirakan sekitar usia kelas 2 sma. Seperti baru menyadari kehadiranku ia langsung menoleh dan melihat aku seolah olah belum pernah melihat manusia sebelumnya. Matanya agak disipitkan. Ekspresi wajahnya penuh pertanyaan. Kemudian ia menoleh lagi pada mama.
“itu ya ma rio anak mama..?”
mama mengangguk dan tersenyum lebar, lalu mendorong aku pelan agar mendekati kakakku.
“iya sayang, ini adikmu.. Kenalan dulu sana..!”
+++

aku mendekat sedikit ragu, kak faisal tak bereaksi hingga aku mengulurkan tangan padanya.
“rio….”
ujarku singkat memperkenalkan diri.
Sepersekian detik barulah ia mengangkat tangannya menyambut uluran tanganku.
“faisal…”
jawabnya tak kalah singkat, kemudian cepat cepat ia melepaskan tangannya dari jabatanku seolah olah ia baru saja memegang binatang melata.
Mama sepertinya tak menyadari hal itu tapi aku langsung merasa kehadiranku dirumah ini sudah ada penolakan dari penghuninya.
“papamu mana fai, kok nggak kelihatan, memangnya ia tak tahu mama udah pulang?”
mama memecah keheningan antara kami.
“tadi lagi dibelakang ma, ngasih makan ikan gurami di kolam, sebentar aku panggil dulu..”
jawab faisal kemudian berbalik masuk ke ruang tengah.
“duduk rio, kamu pasti capek… Sebentar mama suruh bik tin bikin limun..”
kata mama lalu meletakkan tas tangannya ke atas meja pajang. Kemudian mama memanggil sebuah nama yang kuyakini pastilah pengurus rumah tangga disini dari intonasi mama memanggilnya.
Sebentar kemudian seorang perempuan seumuran emak datang tergopoh gopoh menghampiri kami.
“iyo nyonya.. Ado apo..”
tanya bik tin dengan hormat.
“bik, bikinke limun samo batu es, cepet dikit…!”
perintah mama bak seorang ratu yang sedang memerintah dayang.
Masih sempat bik tin melirikku sebelum ia kembali kedapur.
“mama harap kamu betah disini, kamarmu sudah mama siapkan sejak lama, disamping kamar kak faisal.. Mama juga berharap kalian berdua bisa akur nantinya, soalnya mama agak kuatir kakakmu itu agak manja dan keras kepala.”
jelas mama sambil duduk disampingku.
Mendengar kata kata mama bertambah rasa kuatirku, dipangkalpinang juga aku kesulitan untuk bergaul apalagi ditempat yang masih asing bagiku ini.
“iya ma”
jawabku pendek karena aku ragu.
.
“eh mama udah datang, maaf papa nggak tau…”
terdengar suara dari belakang kami, aku langsung menoleh melihat ke arah datangnya suara tadi.
Mama menarik tanganku agar berdiri.
Kemudia ia menghampiri seorang lelaki yang bertubuh sedikit gemuk dan rambutnya mengingatkan aku dengan darto helm.
Wajahnya nampak begitu berwibawa.
“papa ini rio..”
mama langsung memperkenalkan aku.
“wah ini ya anak papa, ganteng banget…”
ia langsung merengkuh dan memelukku seolah olah aku memang anak kandungnya.
Dari balik punggungnya aku melihat mama tersenyum dengan puas.
“mulai sekarang panggil om ini papa ya nak.. Jangan sungkan sungkan disini, ini rumahmu juga…”
kata suami mama dengan ramah.
“iya om… Eh.. Papa…”
jawabku canggung, malu sekali rasanya karena aku belum pernah dipeluk oleh seorang lelaki dewasa, mulai sekarang aku sudah punya papa, sesuatu yang tak terbayangkan selama ini akan aku miliki lagi.
Sepertinya papa juga begitu baik, terlihat dari sikapnya. Kurasa aku bisa dengan mudah menyukai papa baruku ini.
Papa melepaskan aku kemudian menghampiri mama.
Aku kembali duduk diatas kursi sofa jati berukir yang mirip sekali dengan kursi pelaminan untuk raja raja.
“kok rio nggak dibuatkan minum ma?”
tanya papa.
“sudah kok pa, bik tin lagi bikinin di dapur.
“rio sudah lihat kamarnya ma?”
“belum pa, sebentar lagi mama tunjukin ke rio, sebastian mana pa?”
“lagi kerja, sebentar lagi juga pulang…”
jawab papa. Mama hanya mengangguk.
Bik tin keluar dari dapur membawa sebaki limun dengan es batu. Kemudian menuangnya ke dalam gelas beling panjang.
“diminum rio… Kamu pasti haus..”
mama mengulurkan sebuah gelas yang sudah penuh terisi limun.
Aku mengangguk dan mengambil gelas yang mama berikan lalu ku minum hingga tinggal setengah.
Papa memperhatikan aku sambil tersenyum, membuat aku jadi salah tingkah.
“nampaknya anak papa kehausan ya.. Keterlaluan memang mamamu ini, masa anaknya nggak di beliin minuman..”
goda papa sambil tertawa.
Aku jadi ikut tersenyum lebar, aku langsung menyukai papa tiriku ini.
“sudah kok pa, tapi hari ini memang panas, jadi bawaannya haus melulu..”
timpal mama sambil tertawa.
“rio jangan diam aja… Sudah..! Disini nggak usah malu malu kucing.. Santai aja sayang, orang suka melamun bisa kena stress loh..”
canda papa sambil tangannya mencolek pinggangku, membuat aku kegelian.
Mau tak mau aku ikut tertawa juga.
“sana lihat kamarmu, ajak mamamu itu..”
ujar papa sambil berdiri.
Aku kembali mengangguk.
“mama piara burung betet ya?”
tanya papa tiba tiba.
Mama mengerenyit menatap papa dengan heran.
“nggak kok pa.. Emangnya kenapa.?”
tanya mama heran.
“itu, burung betet kan suka mengangguk angguk..!”
papa kembali menggodaku.
Mama tertawa setelah tahu maksud papa. Mukaku memerah karena malu.
“iya pa…”
akhirnya dengan susah payah aku berhasil juga mengeluarkan suara.
“nah.. Gitu dong, anak cowok itu nggak boleh malu malu kucing, harus tegas dan punya wibawa, tak boleh kayak cewek… Papa ingin kamu apa adanya, tak perlu memasang topeng, tunjukan sikapmu.. Itu baru anak papa..”
tukas papa lugas.
Kemudian ia merangkul bahuku.
“ayo ikut papa, kita lihat kamarmu..”
“iya pa.. Terimakasih..”
jawabku mulai terbiasa, kemudian aku mengikuti papa berjalan menuju ke ruangan tengah, bermacam macam dekor guci keramik, patung porselen dan lukisan memenuhi dinding, tapi tetap ditata dengan arsitektur yang modern.
Sampai didepan pintu kamar, papa menyibak gorden lalu mengajak aku masuk.
Nyaris aku berteriak melihat kamar ini namun cepat cepat aku membekap mulutku.
Besar sekali kamar ini, nyaris sebesar rumahku di bangka, ada tempat tidur dengan kasur per yang empuk di alasi bed cover, televisi, komputer, midi compo, karpet tebal gambar mobil berwarna biru, lemari besar dan Meja belajar yang sudah disusun dengan buku buku tulis, lemari yang berisi bermacam macam komik dan majalah.
Rasanya aku sedang bermimpi. Mendapatkan fasilitas yang begini mewah tak pernah aku bayangkan seumur hidup, dan ini benar benar jadi milikku.
Dengan ragu aku masuk dan menyentuh kasurku yang aku tahu pasti tak murah.
Tiba tiba aku jadi ingat emak dirumah, emak tidur diatas kasur kapuk yang sudah kempes, andai saat ini emak bersamaku, sama sama tidur dikasur ini, tentu aku lebih bahagia, tapi emak jauh, dan aku meninggalkan emak dalam kesusahan. Memikirkan ini Hilang sudah kegembiraan yang aku rasakan, menguap bagai air mendidih. Aku kangen sama emak, baru saja aku tiba dipalembang tapi aku sudah begitu rindu sama emak. Bagaimana hari hari besok yang akan aku lalui tanpa ada emak.
Membayangkan aku tidur dan terbangun tak ada emak membuat aku ingin menangis. Mataku jadi berkaca kaca.
“kenapa sayang, kamu tak suka dengan dekorasi kamar ini…? Bilang aja nak.. Mama bisa ganti dengan yang lain..!”
suara mama membuyarkan lamunanku tentang emak.
+++

“bagus kok ma… Aku suka.. Nggak perlu diganti…”
aku menjawab dengan terbata bata.
“kenapa kamu seperti melamun tadi, apa yang kamu pikirkan?”
tanya mama dengan nada menyelidik.
“nggak ma.. Cuma ingat sama emak…”
jawabku apa adanya. Sekilas wajah mama agak berubah, senyumnya langsung lenyap.
“rio… Mama tak suka kamu selalu memikirkan ibu angkatmu itu… Aku ini mama kandungmu.. Hargai mama rio…!”
tekan mama padaku.
“tapi ma.. Bagaimanapun juga ia yang telah membesarkan rio.. Rio menyayangi emak.. Bagi rio ia ibu kandung rio…!”
jawabku kesal tanpa menghiraukan keterkejutan mama saat mendengar hal yang baru saja aku katakan.
Bagai kehilangan kata kata mama hanya bengong, sementara papa seperti mengerti dengan situasi yang mulai tak enak segera menengahi kami.
“sudahlah ma, rio tak akan bisa semudah itu melupakan ibu angkatnya itu, mama tak bisa memaksa dia, butuh proses untuk itu…”
“bukan begitu maksud mama pa, gimana rio bisa melupakannya kalau yang ada di pikirannya hanya emak.. Emak.. Emak.. Terus..!”
ujar mama kesal dengan nada tinggi.
Aku hampir saja membalas kata kata mama yang bagiku sangat tak enak didengar namun papa memberi isyarat padaku agar tak bicara, akhirnya aku hanya diam saja walau hatiku gondok.
“ma, rio pasti capek, biarkan dulu ia istirahat… Mama juga pasti capek kan, habis dari perjalanan jauh.. Kita keluar dulu biarkan rio istirahat..”
papa membujuk mama dengan lembut. Mama tak menjawab namun tatapannya masih menghujam padaku, aku tahu mama pasti kesal. Tapi aku tak perduli, akhirnya mama mengangguk pada papa dan mengikuti papa keluar.
Sepeninggal mereka, aku tutup pintu kamar kemudian aku menghempaskan tubuhku diatas tempat tidur. Kepalaku pusing, aku merasa seolah olah ditempat yang asing, segala kemewahan yang mengelilingiku rasanya seperti tak nyata. Andai yuk tina melihat ini semua ia pasti akan sangat senang sekali, aku memang ingin memiliki barang barang bagus, punya rumah mewah dan segalanya… Tapi aku ingin menikmati semua bersama keluargaku, bersama emak, yuk tina dan yuk yanti.
Apalah artinya semua kemewahan ini yang harus aku tukar dengan kehilangan saat saat bersama emak.
Aku pejamkan mata namun sulit sekali untuk tidur, rasanya gerah, seprei yang halus alas tempat tidur ini terasa panas, ada ac dikamar tapi aku tak tahu bagaimana cara menyalakannya.
Akhirnya aku bangun kembali dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Namun aku tak bisa melihat pemandangan diluar karena tertutup oleh pagar tembok yang tinggi.
Daripada nggak ada kerjaan lebih baik mengutak atik peralatan yang ada dalam kamar ini. Saat melihat sega aku jadi ingat erwan. Dia mengajari aku main sega. Ku nyalakan televisi, kemudian aku hubungkan kabel dari sega ke televisi. Tertampil menu standby sega. Kupilih kaset yang bagus kemudian aku atur setting permainannya. Jangan heran aku bisa karena ini juga erwan yang mengajari.
Baru saja aku mau memulai permainan, terdengar suara ketukan di pintu kamarku.
Setengah mengeluh aku berdiri. Pasti mama nih, mau apa lagi sih mama, apa tak bisa membiarkan aku untuk istirahat sebentar saja. Dengan malas ku buka pintu kamar. Namun bukan mama yang berdiri di depan pintu, tapi seorang lelaki yang usianya kutaksir diatas 30 tahun. Mengenakan seragam polisi lengkap, tubuhnya tegap dan tinggi. Rahangnya tegas dan persegi, rambutnya dipotong cepak, hidungnya mancung dan ada bekas cukuran di area atas bibir serta dagunya yang meninggalkan bekas berwarna seperti kehijauan. Jambangnya lebat dan agak ikal namun dipotong rapi. Orangnya tampan sekali namun alisnya yang tebal dan matanya yang tajam menimbulkan kesan yang membuat aku menjadi agak takut.
“rio ya..?”
tanya lelaki itu dengan suaranya yang berat dan tegas.
“i…iya.. Eh.. Ada apa..?”
aku terbata bata.
“perkenalkan namaku sebastian adik papamu… Selamat datang rio..”
ia mengulurkan tangan kanannya padaku, agak ragu aku sambut tangannya, terasa agak kasar dan hangat.
“boleh om masuk?”
tanya om sebastian dengan ramah. Saat tersenyum seperti ini, kesan angker yang kulihat tadi langsung lenyap begitu saja. Senyumnya sangat manis ada lesung pipinya.
“silahkan…”
aku membuka pintu kamar lebih lebar, mempersilahkan om sebastian masuk.
“wah.. Kamu lagi main games ya…?”
“iya om, baru mau mulai nih..”
jawabku yang sudah mulai merasa nyaman dengan om sebastian, ternyata orangnya ramah juga, aku tak menyangka ternyata adik bungsu papa yang tinggal dirumah ini ternyata seorang polisi.
“om juga mau ikutan.. Tolong ambil joystik satu lagi..”
“nggak ah om, rio kan belum mahir mainnya ya pasti kalah kalau diadu dengan om..”
aku menolak dengan enggan, bukan karena aku tak mau main sama sama, tapi aku malu karena om pasti bakalan tahu kalau aku kurang bisa main games.
“tak apa apa rio.. Om bisa ajari kamu..”
paksa om sebastian. Akhirnya aku mengalah, berdua bersama om sebastian aku bermain games, karena aku sering kalah om sebastian tertawa dan sering meledekku. Aku membalas ledekan om sebastian, terkadang ia merangkulku kalau ia senang karena berkali kali mengalahkanku. Aku merasa langsung akrab dan dekat dengan om sebastian. Kami berdua bermain games sampai jam lima, setelah aku mematikan televisi dan sega, om bastian pamit ke kamarnya untuk ganti seragamnya dengan pakaian rumah.
Sepeninggal om bastian, aku langsung mandi, dikamar ini langsung lengkap ada kamar mandi. Aku senang sekali mendapat teman baru hari ini yaitu om bastian, membuat aku jadi sedikit betah disini.

selesai mandi, aku membuka tas travel yang aku bawa, mengambil baju ganti, aku pakai baju kaus yang dulu emak beli waktu lebaran, aku memakai celana pendek yang biasa aku pakai sehari hari waktu dirumah bangka.
Setelah selesai menyisir rambut aku keluar dari kamar dengan canggung. Aku masih belum terbiasa, jadi masih agak malu malu.
Untung saja om sebastian sedang duduk diruang tengah, saat melihatku ia langsung berdiri.
“wah.. Udah mandi ya.. Ganteng banget rio.. Sayang udah mau maghrib, kalau masih sore pasti udah om ajak jalan jalan..”
om sebastian nyerocos bagai peluru dari mitraliur.
“jalan jalan om.. Mau mau.. Kapan om.. Ajak rio jalan jalan dong..!”
dengan manja aku mendesak om sebastian, eh kenapa pula aku ini kok bisa segitunya.. Padahal aku kan baru kenal sama om sebastian.
“eits..sabar dong.. Hahaha.. Nanti pasti diajak jalan.. Tapi jangan sekarang, ntar dimarahi sama mama kamu..”
“jadi kapan dong om.. Kalau dirumah terus kan bete juga..”
kilahku masih tetap songong.
“iya deh om janji ngajakin kamu jalan kalau om lagi nggak tugas,… Eh ngomong ngomong rio udah ketemu belum sama kakakmu.. Faisal…”
om sebastian menaikan alisnya.
“udah tadi om..”
“kok nggak ngajak dia jalan… Faisal kan banyak teman, biasanya tiap sore pasti jalan bareng teman temannya itu..”
“tadi habis manggil papa trus hilang…”
“gimana reaksinya saat berkenalan dengan kamu tadi..?”
om sebastian ingin tahu.
“biasa aja om.. Cuma salaman trus dia langsung manggil papa, habis itu gak tau kemana..”
tuturku apa adanya.
“faisal agak bandel dan manja, segala keinginannya selalu dituruti jadi gitu.. Suka kelayapan nggak jelas.. Baru kelas dua smu tapi sering pulang pagi…”
aku terperangah mendengar cerita om sebastian, tak kusangka sampai sejauh itu kenakalan kak faisal.
“sudah adzan.. Om mau sholat dulu..”
om sebastian menutup percakapan kami. Aku mengangguk dan kembali ke kamar.
Aku wudhu dan sholat, selesai sholat aku berdoa. Lama sekali aku berdoa, mendoakan emak dan ayuk ayukku dibangka. Semoga mereka sehat sehat saja. Tak terasa aku menangis dalam doa, rasa kangen pada emak dan bangka membuat aku tak kuasa menahan tangis.
Selesai doa aku menggulung sajadah dan menyimpannya dalam lemari.
Baru aku mau keluar kamar, mama sudah di tengah pintu.
“eh mama…”
aku sedikit kaget.
“makan malam sayang…”
mama tersenyum padaku, tak ada lagi sisa kesal tergambar diwajahnya. Mungkin mama sudah berhasil meredakan emosinya tadi.
“iya ma..”
aku mengangguk.
Aku tak tahu dibagian mana rumah ini posisi dapur, soalnya aku belum mengitari seisi rumah. Mengikuti mama aku tiba di dapur.
Ruangan yang cukup besar, ada kulkas setinggi lemari baju, meja makan panjang dengan delapan kursi jati yang empuk, diatasnya sudah tersedia berlimpah makanan, bahkan ada buah juga. Hampir menetes liurku melihatnya. Papa, om sebastian dan kak faisal sudah duduk dikursi masing masing.
Mama menarik sebuah kursi dan menyuruhku duduk.
Dengan canggung aku duduk.
Papa dan om sebastian tersenyum padaku sementara kak faisal seolah olah tak melihatku. Mama menarik kursi dan duduk disampingku.
Didepanku sudah ada piring, piring yang besar dari porselen.
Dirumahku dulu tak ada piring seperti ini. Aku biasa makan dengan mangkuk plastik berbentuk kapal kesayanganku. Aku jadi ingat biasanya jam segini dirumah aku emak dan ayuk ayukku biasa makan bersama.
Aku cuma berdoa semoga mereka makan lauk yang enak hari ini.
Bik tin mondar mandir membawa lauk ke atas meja. Aroma masakan yang lezat membuat aku makin lapar. Mama menyendokkan nasi sedikit di piringku. Kemudian menaruh lauk yang sangat banyak. Ada sayuran, daging, sambal ati, dan macam macam yang aku tak tahu bagaimana mereka menghabiskan makanan sebanyak ini andai setiap hari mereka makan seperti ini. Aku mencicipi sedikit dan langsung suka karena rasanya betul betul lezat. Mama tersenyum puas melihatku makan dengan lahap.
Sambil makan mama, papa, om sebastian dan faisal mengobrol begitu heboh. Padahal kalau dengan emak, kami jarang ngobrol sambil makan. Kata emak takut tersedak atau tertelan tulang ikan.
Papa banyak menanyaiku tentang bangka dan keluargaku. Aku menceritakan apa adanya. Om sebastian mengangguk angguk. Sementara mama hanya diam mendengarkan tanpa memberi komentar. Aku ceritakan betapa aku sangat menyayangi emak, kebaikan kebaikannya dan kehidupanku yang walaupun bersahaja namun membahagiakan.
Selesai makan aku mau menaruh piring kotor bekasku ke tempat cuci piring namun langsung mama larang, katanya untuk urusan kebersihan rumah sudah ada yang menangani. Sempat kulihat kak faisal nyaris tertawa.
Om sebastian mengajak aku menonton televisi di kamarnya. Aku mengikuti om sebastian, kamar om sebastian sedikit lebih kecil dari kamarku, namun isinya lebih lengkap lagi, ia memutar video kaset film barat yang aku sama sekali tak begitu mengerti jalan ceritanya, soalnya nggak ada teksnya.
“betah disini rio…?”
om sebastian tiba tiba bertanya.
Aku terdiam sejenak sebelum menjawab.
“tak tahulah om.. Soalnya baru sehari..”
“kata mamamu minggu depan kamu mau ia daftarkan ke sma favorit disini..”
“aku terserah mama om.. Mana yang baik menurut dia… Aku juga tak begitu mengerti keadaan disini..”
“om yakin kamu pasti betah.. Soalnya disini kan lebih ramai ketimbang di pangkalpinang, dulu om pernah kesana. Sepinya minta ampun, baru jam delapan malam aja suasana udah kayak di kuburan… Mana penerangan jalan kurang..”
om sebastian menerawang seolah mengingat.
“memang sih om, tapi aku lebih betah disana..”

“jadi kamu tidak betah disini?”
“bukan begitu om, aku hanya butuh penyesuaian saja.. Terus terang semua masih terlalu cepat bagiku, dalam waktu singkat semua berubah..”
aku menunduk, tak konsen lagi menonton.
Om sebastian menepuk pundakku dan tersenyum penuh pengertian.
“om yakin kamu nanti bakalan betah disini, om akan bikin kamu tak merasa terlalu kesepian atau terasing, lagipula sebelum kamu tiba, kami sering membahas tentang kamu, mamamu betul betul menyayangimu rio, ia benar benar menyesal telah menelantarkanmu dulu..”
aku tak mengatakan apa apa, memang aku tahu mama yang telah melahirkanku, namun perasaan kedekatan itu belum ada dalam hatiku.
“besok om kerja hingga sore, tapi faisal lagi liburan, kamu ajak ia jalan jalan, jadi nggak terlalu bosan..”
“nggak apa apa om, lagipula dikamarku kan banyak hiburan, aku bisa nonton tipi, atau maen games..”
om sebastian tersenyum kemudian mengambil remote dan mengganti chanel televisi, setelah itu om sebastian berdiri.
“malam ini om piket, sebentar lagi harus pergi, kamu boleh nonton disini kalau mau, atau tidur disini juga tak apa apa… Tapi om pulang mungkin agak subuh..”
aku menoleh pada om sebastian.
Ia sedang membuka bajunya, tak memakai kaus dalam, tubuh om sebastian yang kekar begitu atletis, kulitnya yang kuning langsat terlihat begitu padat melapisi tubuhnya. Aku kagum melihatnya, om sebastian begitu jantan, pasti banyak perempuan yang naksir padanya, om sebastian tersenyum padaku, kemudian berjalan menuju ke pintu tempat ia menggantung pakaian dinasnya dengan hanya memakai celana pendek dan bertelanjang dada.
“wah keren banget badan om..!”
aku nyeletuk begitu saja.
Om sebastian tertawa kecil malah dengan ekspresi lucu ia memperagakan gaya binaragawan di depanku, menonjolkan otot ototnya yang terbentuk padat.
“coba kamu pegang lengan om…”
ia memberi isyarat agar aku mendekatinya.
Dengan penasaran aku berdiri menghampiri om sebastian lalu memegang lengannya yang berotot, wah begitu keras.. Tak seperti lenganku yang kurus lembek tak berotot.
“keras banget om..”
“itu berkat latihan dan kerja keras.. Kalau rio mau punya bentuk tubuh yang bagus, harus disiplin.. Rajin olahraga dan angkat beban..”
“mau banget om.. Ajari aku dong..”
tiba tiba om sebastian merengkuh pinggangku lalu tanpa terduga ia mengangkatku, seolah olah tubuhku hanya seberat bantal.
“om turunkan ntar aku jatuh…!”
Aku sedikit meronta agar om sebastian menurunkan aku.
Namun ia malah berjalan menuju tempat tidur dan melepaskan aku diatasnya.
Om sebastian tertawa dan meledekku.
“hahaha ringan amat tubuhmu…gimana mau jadi jagoan kalau kerempeng kayak gitu, kamu musti banyak makan.. Supaya badan kamu jangkung dan berisi”
tersipu malu aku cuma bisa nyengir.
“ya wajarlah om.. Aku nggak pernah olahraga yang berat..lagipula om kan udah dewasa.
“makanya mulai sekarang makan yang banyak, kamu mau jadi polisi seperti om nggak?
Om sebastian memakai baju seragamnya kemudian mengancingkannya satu persatu, pakaian dinas itu pas menempel di tubuhnya menambah kesan gagah om sebastian.
“mau om.. Aku mau jadi polisi kayak om..”
ujarku cepat cepat dengan antusias. Entah kenapa aku tak malu malu dengan om sebastian walaupun baru mengenalnya, apakah karena ia begitu baik.
“sabar, yang penting kamu sekolah dulu dan belajar yang rajin, kalau pintar kamu bisa jadi apapun yang kamu mau…”
aku mengangguk mendengar kata kata om sebastian.
Setelah selesai memakai seragam lengkap om sebastian meraih kunci motor dinasnya.
“om pergi dulu ya.. Kamu mau disini..?
“nggak om aku mau ke kamarku saja..!”
“kalau gitu om matikan aja tipinya..” kata om sebastian sambil mematikan televisi dan berjalan keluar kamar.
Cepat cepat aku mengikutinya keluar, aku mengantar om sebastian hingga ke teras.
Ada kak faisal sedang duduk diteras, ia langsung menoleh begitu melihat aku.
Aku senyum pada kak faisal, ia membalas tersenyum tipis.
“mau kemana rio?”
tanya kak faisal.
“nggak kemana mana kak,..”
“kirain mau ikut om sebastian.”
“nggak kok kak..”
aku menghampiri kak faisal, mungkin ini kesempatan aku untuk lebih mengakrabkan diri padanya.
Sementara om sebastian sudah naik keatas motornya dan menyalakan mesinnya. Ia tersenyum sambil melambai padaku, setelah itu ia langsung pergi.
Sepeninggal om sebastian aku langsung mengajak kak faisal bicara.
“nggak jalan keluar kak?”
“emang kenapa?”
kak faisal balik bertanya. “
“kirain lagi nunggu teman..”
kak faisal tak menjawab. Baru saja aku mau bertanya lagi, terdengar suara sepeda motor memasuki pekarangan rumah.
Kak faisal langsung berdiri, rupanya ia sedang menunggu temannya. Tanpa bicara apapun lagi, kak faisal menghampiri temannya itu lalu pergi meninggalkan aku tanpa mengatakan apa apa lagi.


aku kembali kedalam, baru jam setengah delapan malam sekarang, bingung mau ngapain, belum ada yang aku kenal disini kecuali penghuni rumah ini. Aku berpapasan dengan mama tepat di pintu ruang tengah, memegang tumpukan baju, yang aku kenali itu adalah bajuku yang ku bawa dari bangka.
“kenapa dengan bajuku ma?”
mama tak menjawab cuma bibirnya dimancungkan menunjuk bajuku lalu terus berjalan menuju pintu ruang tamu. Aku mengikuti mama dengan hati bertanya tanya, mau dibawa kemana bajuku itu.
Saat melihat mama menuju ke tong sampah depan pagar rumahku, aku jadi curiga jangan jangan mama…. Mau membuang baju baju itu.
Aku langsung berlari mengejar mama.
“mama….!”
teriakku keras keras, mama yang sedang membuka tutup tong sampah langsung menoleh dengan kaget.
“ada apa rio..? Teriak teriak kayak orang gila gitu?”
sungut mama kesal.
“mau diapain baju bajuku itu ma?”
“dibuang… Ini tak layak dibilang baju, kayak gombal jelek gini…”
dengan tenang mama memasukkan semua bajuku yang ada ditangannya ke dalam tong sampah tanpa perikemanusiaan sama sekali.
“tapi itu baju baju aku… Jangan dibuang..!”
aku membentak mama tanpa dapat aku tahan lagi.
“hei aku ini mamamu…! Jangan kurang ajar.. Baju itu sudah layak dibuang…. Lap dapur saja lebih bagus dari baju baju itu…”
mama tak kalah sewot.
“tapi itu semua dibeli emak dengan susah payah… Kami harus bekerja keras membelinya…!”
aku jadi makin marah.
“besok mama ganti dengan yang lebih bagus..! Mau berapa kodi mama beli… Bikin malu mama saja pake baju gituan, kamu tau siapa yang mau pake baju seperti itu.. Hah…? Cuma gembel sama pemulung…. Mama tak mau anak mama kelihatan kayak gembel..!”
mama makin meradang, kata katanya membuat hatiku sakit sekali, baju pemberian emak, yang ia beli dengan menyisihkan uang sehari hari yaang tak banyak itu di hina oleh mama. Aku yang tahu bagaimana kerasnya perjuangan emak untuk menyenangkan aku dalam keadaan yang sulit, walaupun hanya dua kali setahun ia beli baju, tapi itulah yang selama ini aku pakai, ingin rasanya aku menangis melihat baju itu sekarang teronggok dalam tong sampah dirumah ini.
“mama tak boleh semena mena membuang barang barangku, mama tak punya hak….!”
“mama punya hak karena mama ibu kamu..!”
“kamu bukan ibu aku…! Emak lah ibu aku..!”
“jaga mulut kamu rio…!”
“ibu yang memulainya…!”
balasku berang.
“panggil aku mama..! Aku ini ibu kandung kamu, yang susah payah melahirkan kamu.. Jangan kurang ajar…ini yang kamu dapatkan dari emak kamu itu..?”
mama mulai histeris.
“iya… Ibu yang melahirkan aku… Tapi yang membesarkanku selama ini hanya emak..!”
entah kenapa yang ada dalam hatiku sekarang hanya ingin melihat mama sakit hati. Persetan aku tak perduli, ia yang memulai. Ia telah menghina emak.
“kamu… Kamu… Kamu…!”
mama tak menyelesaikan kata katanya, langsung berlari sambil menangis masuk ke dalam rumah.
Ku aduk aduk tong sampah mengambil kembali baju baju dan celana yang dibuang mama.
Dengan hati hati aku angkat, sebagian basah terkena sisa makanan basi dan sampah.
Nyaris aku menangis melihatnya.
Aku susun baju baju itu dan kubawa lagi masuk ke dalam.
Dikamar aku masukkan baju itu ke dalam kantong plastik dan kusembunyikan dibawah ranjang.
setelah menyembunyikan baju dibawah tempat tidur, buru buru aku memeriksa tasku mencari siapa tahu ada barang barang lain yang juga sudah dibuang mama, dengan jantung berdebar keras aku mencari foto emak, ayah dan kedua ayukku yang sengaja aku bawa untuk melepas kangen sama mereka.
Untung saja foto foto itu masih ada.
Aku pandangi foto emak, wajahnya yang tersenyum Bagiku sangat cantik sekali, walaupun rambut emak yang sepunggung terurai tak ditata, namun itulah yang menambah kecantikan emak, umur emak sekarang empatpuluh tahun, waktu foto ini diambil, mungkin umurnya baru 35 tahun, soalnya aku ingat itu waktu aku masih sekolah dasar, bersama ayah dan kedua ayukku kami ke studio foto, untuk berfoto bersama. Sayangnya ayah meninggal terlalu cepat, hingga emak harus menggantikan tugas ayah mencari uang. Segala kesulitan membuat emak terlihat lebih tua.
Aku sedih membayangkan emak saat ini, entah apa kabarnya, lagi apa emak.. Aku kangen sekali. Kuciumi foto emak berkali kali. Susah payah aku menahan tangis. Namun mengalir juga airmataku, aku rindu emak.. Rindu sekali.. Entah kapan aku bisa berjumpa lagi dengan emak. Aku begitu dekat dengan emak selama ini, betapa terasa ketika aku harus terpisahkan, saat ini aku hanya berdoa semoga emak baik baik dan sehat, demikian juga kedua ayukku. Kota palembang dihari pertama ini sudah membuat aku tak betah. Saat keluar dari bandara dan melihat suasana jalanan yang begitu ramai, rumah dan ruko yang padat membuat kepalaku pusing, belum lagi kesemrawutannya, membuat aku makin kangen dengan tanah kelahiranku yang lebih alami, masih banyak pepohonan serta tak berisik. Harus berapa lama aku disini. Harus berapa lama aku meninggalkan emak yang sudah tua hanya bersama kedua ayukku. Tak ada lelaki dirumah. Aku takut terjadi apa apa. Kedua ayukku itu cantik cantik dan sudah remaja. Pasti banyak yang tertarik pada mereka nantinya. Aku tak bisa menjaga mereka apabila ada laki laki yang mengganggu mereka. Rasanya aku ingin pulang saja besok. Mana suasana dirumah ini terasa kurang nyaman bagiku.
Meskipun rumahku bersama emak hanya terbuat dari papan, namun emak bisa mengubahnya sehingga menjadi istana bagi kami.
Rumah yang aku tempati sekarang ini terlalu mewah bahkan melebihi anganku sendiri, namun sedikitpun tak membuat aku merasa nyaman.
Aku tak betah, aku ingin pulang, aku hanya ingin emak bersamaku, aku ingin tumbuh dewasa dan melihat emak menjadi tua bersama sama. Aku akan bilang sama mama kalau aku tak betah, aku mau pulang.
Kutaruh foto keluargaku di dalam laci lemari bajuku kemudian aku kunci, kuncinya aku sembunyikan di bawah lemari baju.
Mataku jadi mengantuk, aku ingin tidur dan bermimpi ketemu emak.
Ku tarik selimut tebal yang motifnya sama dengan seprei dan sarung bantal. Tadi om sebastian sudah mengajari aku bagaimana cara menyalakan ac dikamar ini, aku ambil remotenya lalu aku nyalakan ac, terdengar dengungan halus dari ac, seperti suara mobil nyala namun lebih pelan. Hembusan angin dingin langsung menerpa kulitku. Aku berbaring di kasur yang empuk, betul betul empuk seolah olah tubuhku melayang rasanya. Kutarik selimut hingga dadaku kemudian aku pejamkan mata. Mungkin karena terlalu capek, aku langsung tertidur dan tak ingat apa apa lagi.
Hingga pagi aku terbangun tepat pukul setengah lima seperti biasanya. Aku sempat terkejut dan heran, suasana asing yang tak aku kenal, biasanya kamarku sempit namun sekarang jadi luas, aku serasa masih bermimpi, namun segera aku ingat kalau saat ini aku tak lagi dirumahku tapi sudah dirumah yang baru bersama mama.
Aku keluar dari kamar, sepi sekali, lampu semua masih padam hingga terasa gelap. Cuma penerangan lampu kristal diruang tamu yang memberi bias hingga menimbulkan cahaya pelangi di dinding bagaikan spektrum irisan permata. Aku terhenyak duduk di sofa, bingung harus melakukan apa, biasanya jam segini aku menemani emak menghitung kue kue kedalam wadah untuk dijual. Tapi suasana dirumah ini berbeda seratus delapanpuluh derajat dengan dirumahku. Tak ada kesibukan apa apa. Semua penghuninya masih tidur, seolah olah aku sedang berada di kuburan mewah. Aku beranjak ke dapur karena merasa haus. Baru saja aku berdiri, tiba tiba terdengar deru motor memasuki pekarangan rumah. Aku berjalan menuju jendela kemudian menyibak gorden, mengintip siapa yang pagi pagi buta ini datang.
Rupanya om sebastian yang baru pulang dari kerja.
Aku bingung sebagai polisi kenapa sih harus pulang kerja subuh subuh begini.
Om sebastian berjalan menuju teras, terdengar langkah sepatunya menginjak lantai, tak lama kemudian aku mendengar suara anak kunci dimasukkan ke dalam lubangnya, grendel di putar dan pintu terbuka. Om sebastian masuk, ia langsung terlonjak begitu melihat aku.

“ya ampun rio… Bikin kaget saja.. Om kira tadi siapa…!!”
seru om sebastian setelah berhasil mengatasi kekagetannya.
“maaf om… Bukan maksud bikin om kaget..”
Aku nyengir melihat ekspresi lucu om sebastian.
“eh…. Malah ketawa lagi.. Kok subuh subuh gini udah bangun.?”
“udah biasa dirumah aku bangun jam segini om..”
“jam berapa tidur semalam?”

“jam sembilan..”
“om capek nih.. Kita ngobrol dikamar om aja yuk..!”
Ajak om sebastian sambil ia melepaskan sepatunya.
Aku mengangguk, daripada bosan tak ada kegiatan lebih baik aku ikut om sebastian ke kamarnya, lumayan ada teman buat ngobrol.
Om sebastian berjalan sambil menjinjing sepatunya menuju kamar, aku mengikuti dari belakang.
didalam kamar om sebastian memencet sakelar hingga kamar langsung terang.


om sebastian menutup pintu dan menekan kenop pengunci, aku langsung duduk di karpet depan televisi. Om sebastian menyalakan televisi dan receiver parabola, mengulurkan remote padaku agar aku mencari sendiri channel yang aku sukai.
Sementara aku memencet mencet tombol remote, om sebastian membuka baju dinasnya, aku kira ia mau ganti dengan baju tidur piama atau kaos oblong, tapi dugaanku salah, setelah membuka celananya dan tinggal memakai celana tenis, ia malah langsung berbaring.
“gila capek banget hari ini.. Pegal pegal semua rasanya badanku..!”
Om sebastian melemaskan otot ototnya sambil merenggangkan tubuhnya, menyentakkan pinggangnya hingga terdengar bunyi “krek”.
Aku tersenyum melihat tingkah om sebastian, setelah melemaskan ototnya, om sebastian berbaring telentang dengan menopangkan lengan sebagai bantal. Bulu ketiaknya yang lebat menghitam terpampang menghampar di area pangkal lengannya yang berotot proporsional.
Sungguh kalau sudah dewasa aku ingin memiliki tubuh seperti om sebastian, pasti banyak wanita yang tergila gila padanya.
“rio tolong kesini sebentar…!”
Om sebastian menyuruh aku mendekatinya, meski agak heran, tapi aku hampiri juga dia.
“kenapa om…?”
“tolong pijat punggung om ya… Urat urat om rasanya kaku..”
“tapi aku nggak bisa mijat om..”
“nggak masalah.. Yang penting punggung om kamu tekan tekan pake tangan,.. Tolong ya rio.. Om betul betul capek.. Tubuh om rasanya lemas..”
Mendengar om sebastian ngomong begitu aku jadi tak tega, akhirnya dengan ilmu memijat yang minus aku mulai melakukan eksperimen diatas punggung om sebastian yang saat ini sudah telungkup diatas tempat tidur hanya mengenakan celana yang pendek sekali.
“gini ya om… Kerasa nggak.?”
Tanyaku sambil meremas punggung om sebastian perlahan lahan.
“yak…!! Gitu rio bagus… Enak rio.. Ahhh…”
Om sebastian mengerang karena keenakan. Mendengar ia mengerang itu malah membuat aku jadi semangat memijatnya, mungkin karena merasa senang karena aku bisa juga bikin om sebastian suka dengan pijatanku, aku mulai sok tau menekan nekan bagian tulang punggungnya sedikit keras.
“yaaaa… Bagus rio.. Kayak gitulah.. Enak rio… Sssh…”
“enak ya om..?”
“enak banget…rio.. Rupanya kamu punya bakat mijat.. Om suka banget…”
“om bisa aja.. Hehehe..”
Aku tersipu, om sebastian memang paling bisa bikin aku senang, sambil terus memijat punggung om searah dari bawah keatas aku gosok telapak tanganku dengan gerakan berirama diatas punggung yang kenyal dan mulus itu.
Tiba tiba om sebastian berbalik.
“gerah.. Om pake celana dalam aja ya…!”
Om sebastian langsung membuka celana tenis yang masih menempel di tubuhnya, lalu melemparkan ke lantai secara serampangan. Aku diam menunggu om sebastian kembali telungkup, mataku sempat menangkap tonjolan pada celana dalam bagian depannya seperti setengah ereksi, sungguh besar. .. Tapi aku pura pura tak tahu.
“pijat lagi rio.. Tolong kamu ambil handbody di samping cermin di dinding itu..!”
Om sebastian menunjuk ke arah dinding, aku mengangguk kemudian bergegas mengambilnya. Setelah itu aku kembali ke ranjang, om sebastian sudah kembali telungkup diatas kasur, aku agak heran melihat bentuk celana dalamnya yang terlalu mini. Aku bukan aneh melihat tubuh pria dewasa, karena dulu waktu aku di bangka, aku suka mandi disungai, tak sedikit pria dewasa yang mandi hanya memakai celana dalam. Tapi celana dalam mereka bentuknya hampir sama, menutupi pangkal paha pada ujung pantat. Namun yang dipakai om sebastian cuma menutupi sebagian pantat, hingga aku bisa melihat jelas bulu bulu ikal menghitam diantara sela sela anusnya yang tak tertutup sempurna..
“gosok Rio…”
Suara om sebastian membuat aku sadar dan langsung menggosok punggungnya.
“pake handbody rio.. Tuang sedikit ke punggung om… Supaya lebih licin dan enak..”
“iya om..”
Aku membuka tutup botol handbody kemudian menuang ke punggung om sebastian secukupnya. Setelah itu aku gosok hingga rata, memang betul kata kata om tadi, punggungnya menjadi licin dan lembut. Lebih enak aku mengurutnya.
“bagian pantat juga rio.. Di tuang…!”
“tapi om kan pake celana dalam, ntar malah kotor celana dalamnya..”
“turunin dikit rio…”
Om sebastian menoleh padaku. Aku jadi ragu, aku tak enak hati menurunkan celana dalamnya lebih ke bawah, soalnya aku merasa janggal aja, belum pernah melihat pantat orang dewasa polos tanpa celana dalam.
“loh kok malah bengong…”
“eh.. Iya..iya.. Om..”
Dengan tangan sedikit gemetar aku menurunkan celana dalam om sebastian hingga ke paha. Aku tak tahu kenapa kepalaku tiba tiba menjadi pusing tak karuan, melihat tubuh bugil bagian belakang om sebastian membuat jantungku tiba tiba berdegup tak karuan seakan ingin meloncat dari dalam dadaku. Pantat mulus yang di tumbuhi bulu halus berwarna kehitaman itu begitu montok, waktu om sebastian agak menungging agar aku lebih mudah meloloskan celana dalamnya tadi, sempat aku terlihat dengan testisnya yang berwarna kemerahan. Yang membuat aku sedikit heran adalah betapa lebatnya bulu bulu yang tumbuh di area terlarang itu, keriting dan tebal serta hitam pekat, aku baru sekali ini seumur hidup melihatnya.
Tubuhku merinding gemetaran, aku bingung kenapa bisa begini, seharusnya aku biasa biasa saja melihat tubuh telanjang om sebastian, bukankah aku juga lelaki yang nantinya akan tumbuh dewasa. Aku juga pasti nantinya akan tumbuh bulu, akan berkembang, namun saat ini malah aku jadi gemetaran tak karuan. Semoga om sebastian tak tahu.

aku memijat punggung hingga ke bokong om sebastian sambil bercerita, om sebastian banyak bercerita tentang kehidupannya, ia dulu sudah hampir menikah, tapi selalu gagal karena selalu ada masalah, dengan yang pertama karena ia di tinggalkan pacarnya yang tergoda lelaki lain, aku jadi simpati mendengarnya.
“kalau udah capek udahan aja rio..”
om sebastian ujar om sebastian setengah bergumam.
“iya om.. Udah siang juga.. Om tidur aja dulu aku mau keluar..”
om sebastian membalikan tubuhnya, lalu memasang kembali celana dalamnya, aku menoleh ke lain karena tak enak.
Setelah om sebastian memakai baju kaus dan celana pendeknya, aku pamit keluar kamar, om sebastian mengangguk kemudian berbaring kembali.
“jangan lupa pintunya ditutup rio.. Om mau istirahat dulu, nanti kalau kesepian nggak apa apa kesini..”
“iya om… Selamat istirahat ya..”
kataku sambil menutup pintu.
Di ruang tengah, bik tin sedang beres beres, aku hampiri bik tin.
“bik.. Bisa bantu aku nggak?..
Bik tin menoleh dan memandangku dengan tanda tanya.
“apa bang? Abang lapar ya?”
tanya bik tin meletakkan kemoceng yang ia pegang keatas lemari.
“bukan bik.. Aku mau cuci baju, gimana cara pakai mesin cuci.. Aku belum tau..”
bik tin tersenyum mendengar kata kataku.
“ah abang bibik kirain mau ngapain.. Kalau cuci baju itu udah tugas bibik bang.. Mana bajunya yang mau di cuci..”
“di kamar bik, tapi bibik jangan sampai mama tau.. Soalnya baju baju itu dibuang mama kemarin malam..”
“kok dibuang..?”
bik tin keheranan.
“iya bik.. Kata mama baju itu jelek.. Aku pungut lagi dari dalam tong sampah bik..”
“begitu ya.. Nyonya memang orangnya pembersih, dimana abang taruh baju itu..?”
“dikamar bik, dibawah tempat tidur dalam kantong plastik hitam.. Nanti tolong bibik cuci ya bik, soalnya udah kotor terkena sampah.. Tapi ingat bik jangan sampai mama tahu..”
aku memperingatkan bik tin.
“beres bang.. Tenang aja.. Bibik bisa jaga rahasia kok..”
bik tin tersenyum padaku, melihat bik tin membuat aku jadi ingat sama emak. Pasti bik tin bersusah payah jadi pembantu demi mencari uang untuk mencukupi kebutuhan.
“makasih ya bik..”
“iya bang.. Sama sama..”
aku langsung ke dapur, meninggalkan bik tin dengan pekerjaannya, aku mau bikin teh, sudah jam enam pagi sekarang. Perut pun terasa agak lapar, siapa tau ada yang bisa dimakan.
Saat aku sedang menuang air minum dingin dari dispenser, mama masuk ke dapur. Aku pura pura tak melihat mama, aku masih kesal karena kejadian semalam.
“eh anak mama udah bangun rupanya..”
ujar mama sambil menghampiriku. Aku tak menoleh, pura pura sibuk minum.
“sayang masih marah sama mama ya..?”
mama memegang bahuku.
“rio mau pulang ke bangka….!”
mama langsung terdiam, sepertinya ia terkejut sekali.
“kamu mau pulang..?”
“iya…!”
“kenapa sayang.. Nggak betah disini..?”
tanya mama seperti tak percaya.
“iya…”
jawabku datar.
Mama menarik nafas panjang seolah olah kata kataku tadi telah membuat ia kecewa.
“kamu bersungguh sungguh sayang?”
tanya mama kurang yakin.
“iya rio bersungguh sungguh pokoknya rio mau pulang ke bangka, rio tak betah disini.. Rio kangen sama emak…!”
aku masih tetap pada pendirian.
Seperti tak tau harus menjawab apa, mama menatapku melihat kesungguhan dari ucapanku tadi.
Melihat kekerasan dari raut wajahku, mama mengerti kalau aku tak main main. Kemudian mama menarik kursi makan dan duduk sambil memainkan gelas diatas meja. Tatapannya terpaku pada gelas, entah apa yang mama pikirkan.
Aku langsung meninggalkan mama sendirian didapur. Biarlah ia berpikir. Yang penting aku mau pulang ke bangka, apa yang akan terjadi aku sudah tak perduli.
Aku pergi ke teras, memandangi rumput dan tanaman hias yang tumbuh didepan rumah ini.
Aku tak tahu berapa lama aku melamun hingga aku dikejutkan oleh tangan yang menepuk bahuku, ternyata papa, ia sudah memakai baju ke kantor.
“rio kamu mau pulang ke bangka? Kenapa nak.. Tak betah disini….?”
tanya papa sambil duduk disampingku.
Aku jadi tak enak sama papa, ia baik padaku.
“iya pa.. Rio kangen sama emak…”
jawabku jujur.
“papa ngerti kalau rio kangen sama emak… Tapi mamamu jadi sedih, ia berharap sekali kamu mau tinggal disini bersama kami, mungkin kamu masih belum bisa menyesuaikan diri… Papa yakin kalau kamu sudah mendapat teman disini kamu bakalan betah…”
papa mencoba menasehatiku.
“rio tau pa.. Tapi rio betul betul tak betah.. Suasana disini bikin rio nggak nyaman..”
“mamamu memang begitu nak.. Tapi nantinya kamu akan terbiasa… Cobalah lebih mengenal mamamu.. Tak kenal makanya tak sayang bukan… Sebenarnya mamamu itu baik kok.. Cuma kalian kurang komunikasi yang baik saja…”

papa mencoba memberi pengertian padaku,
“bagaimana mau komunikasi, mama selalu menganggap apa yang baik untuk dia juga baik untuk aku.. Rio nggak bisa pa.. Waktu sama emak, ia tak pernah memaksa rio harus begini atau harus begitu…”
aku menumpahkan semua unek unek dalam hatiku.
“papa sih terserah kamu, cuma pikirkan lagi nak.. Bagaimanapun juga lebih baik ikut ibu kandung daripada dengan orang asing.. Ibu kandung tak akan menyakiti darah dagingnya sendiri…”
aku terdiam mendengar kata kata papa.
“temui mama kamu, kasihan dia sedih, sekarang mama lagi dikamar, tadi ia menangis.. Coba kamu temui dia.. Walaupun kamu marah, tolong pertimbangkan lagi.. Mamamu punya penyakit darah tinggi dan jantung.. Papa takut terjadi apa apa dengan mamamu.. Kamu hibur dia.. Sekarang papa mau kerja dulu.., papa harap papa pulang, kamu dan mamamu sudah akur lagi.. Papa tau kamu anak yang baik..” papa mengucek rambutku.


aku masuk ke dalam rumah, bik tin langsung menghampiriku dengan membawa satu gelas susu dan sepotong roti dengan selai nanas.
“bang.. Ini sarapan paginya, mau ditaruh dimana?”
tanya bik tin padaku.
“didapur aja bik…”
aku berjalan menuju dapur, bik tin berbalik kembali ke dapur dan meletakkan nampan berisi roti dan susu diatas meja.
Aku menarik kursi dan duduk.
“makasih banyak ya bik… Kak faisal mana bik, belum bangun ya?”
“faisal biasanya bangun jam sebelas kalau liburan seperti ini, semalam aja bibik bukain pintu untuknya udah jam dua malam..”
jawab bik tin.
“setiap malam gitu ya bik?”
“hampir setiap malam… Udah dibilangin sama bapak dan nyonya tapi nggak mempan.. Bibik juga bingung kenapa den faisal bersikap seperti itu.. Padahal apapun keinginannya selalu dituruti oleh bapak sama nyonya.. Mungkin itulah yang menyebabkan ia jadi manja…”
ujar bik tin panjang lebar.
“kak faisal kelas berapa bik? Sekolah dimana?”
“faisal baru naik kelas tiga sma, sekolah di sma negeri tiga..”
“oh gitu ya bik..”
“iya bang.. Maaf ya bang bibik masih banyak kerjaan… Bibik tinggal dulu ke belakang..”
pamit bik tin.
“oh iya bik.. Nggak apa apa.. Makasih ya bik..”
aku menggigit roti selai nanas, enak juga rasanya.. Mungkin karena aku jarang makan yang beginian, jadinya terasa agak unik di lidah, manis asam dan enak.. Bikin aku ketagihan.
Untung aja masih banyak roti seperti ini diatas meja makan, aku ambil dua potong dan aku olesi dengan selai berwarna merah, soalnya ada macam macam botol berisi selai dengan bermacam gambar buah buahan.. Aku jadi penasaran pingin mencicipi semua rasanya.
Ku ambil sesendok selai merah, kucicip rasanya asam manis, kemudian aku oleskan ke roti.. Satu roti aku olesi bermacam selai, ada nanas, stroberi, kacang tanah, cokelat, sirsak, dan entah apalagi.
Baru saja aku mau menggigit roti ini, tiba tiba terdengar suara dari belakangku.

“susah ya kalo jadi orang udik…”
Tanpa melihat pun aku sudah bisa menduga suara siapa itu. Aku urung memakan roti, kuletakkan lagi diatas piring.
“pasti kamu belum pernah makan yang enak dan bergizi, tuh banyak makanan enak dirumah ini, makan aja semua, hitung hitung balas dendam selama ini nggak pernah nyoba…”
ujar kak faisal dengan nada melecehkan. Sakit hatiku mendengarnya.
Tapi aku diam saja, aku malas meladeni takut nanti jadi berantem.
“disini itu ada aturan, jangan dibawa gaya kampung itu.. Malu maluin aja.. Kayak nggak pernah makan.. Emangnya emak kamu dulu nggak pernah kasih kamu makan enak ya..?”
kak faisal menghampiriku.
“emak kamu miskin banget pasti.. Lihat tuh kamu dekil minta ampun.. Sana mandi.. Aku mau sarapan, jangan bikin selera makanku jadi hilang.. Hus.. Hus… Hus…!”
kak faisal menirukan gaya mengusir ayam yang masuk ke dalam rumah.
Rasanya kemarahanku sudah tak dapat di tahan tahan lagi, emosiku sampai ke ubun ubun.. Hingga tanpa aku sadari roti yang ada ditanganku sudah berpindah ke muka kak faisal. Dengan gemas aku ratakan ke sekujur wajahnya hingga berlepotan selai warna warni.
“riooooo,……! Sialan kamu ya..!”
kak faisal mencoba untuk menangkap tanganku hendak membalas, namun aku yang sudah bisa menduga langsung mengelak dan berlari, nyaris aku menabrak mama yang sedang keluar dari ruang tengah.
“rio.. Apa apaan…!”
seru mama kaget. Saat melihat kak faisal yang wajahnya berlumuran selai makin kaget mama.
“loh faisal… Kenapa dengan wajah kamu..?”
pekik mama setengah histeris melihatnya.
Kak faisal langsung mengadu pada mama perbuatanku tadi, aku sebenarnya agak takut juga kalau mama marah.
“betul rio kamu yang melakukannya..?”
tanya mama dengan nada tegas.
“kak faisal ngatain rio udik.. Katanya rio anak orang miskin… Nggak pernah makan enak.. Rio nggak terima…!”
kataku berapi api.
“benar itu faisal.. Mama nggak pernah mengajari kamu ngomong gitu sama adek kamu…!”
“aku cuma bercanda ma..!”
kak faisal membela diri.
“bohong..! Kakak tadi nggak main main.. Kakak sengaja menghina aku kan..!”
mama mengusap dada melihat kami perang mulut.
“astaga.. Kalian ini bikin pusing aja… Baru aja kenal udah berantem… Kalian berdua itu bersaudara tau…! Tak pantas berantem sesama saudara…”
“enak aja dia bukan adikku..”
kak faisal keras kepala.
“aku juga nggak mau punya kakak jelek bandel kayak kamu..!”
aku tak mau kalah.
“kamu itu yang jelek, dekil.. Kampungan… Tak terurus… Kayak gembel kesasar…!”
balas kak faisal makin menjadi jadi.
“sudaaaaah… Sudaaaaah…. Hentikan… Mama pusing…!!”
teriak mama membuat aku dan kak faisal terdiam, aku tak menyangka kalau suara emak bisa sekeras itu, bik tin terburu buru menghampiri kami, mungkin ia kira ada apa apa.
“kenapa nyonya..”
tanya bik tin panik..
Mama menggeleng sambil mengibaskan tangannya.
“tak apa apa bik… Cuma anak anakku ini lagi berantem..!”
“oh kirain tadi apaan…”
Bik tin terlihat agak lega, namun ia menatapku dengan kuatir, aku mengangguk pada bik tin, untuk mengisyaratkan kalau aku tak apa apa.
“rio minta maaf sama kakak kamu.. Bagaimanapun juga kamu tak boleh melawan sama kakak..!”
nasehat emak mencoba untuk melerai kami berdua.
“nggak..!.. Rio nggak mau..! Dia yang salah.!”
Aku bersikeras..
“kamu yang salah.. Kamu mengotori mukaku dengan selai…!”
Teriak kak faisal serak karena kesal.
“tak perduli siapa yang salah.. Kalian itu kakak adik.. Jangan berantem… Pokoknya kalian harus saling meminta maaf.. Kalau tidak mama tak akan kasih uang jajan selama satu tahun..!”
Ancam mama membuat kak faisal langsung tercengang, tak percaya.


“yaa…. Nggak bisa gitu dong ma.. Itu nggak adil…!”
teriak kal faisal kesal.
“mama tak perduli… Mama tak main main.. Teruslah berantem kayak gini, mama tak masalah, tapi kamu dijamin tak bisa lagi jajan.. Dan motor baru yang kamu mau itu batal mama beli…”
ancam mama makin menjadi jadi.
“tak apa apa ma.. Rio udah biasa nggak jajan.. Lagian rio juga nggak betah disini, rio mau pulang ke bangka… Jadi nggak perlu ketemu sama dia itu…”
Aku membalas kata kata kal faisal tadi.
Mama langsung menoleh padaku, tak menyangka kalau aku akan berkata seperti itu lagi.
“rio… Jadi kamu sungguh sungguh mau pulang ke bangka nak? Kamu mau meninggalkan mama disini?..”
suara mama terdengar sedih.
“iya ma.. Rio tak pantas tinggal di tempat ini… Terlalu mewah untuk anak kampung seperti aku…!”
“rio.. Sayang anak mama tak boleh ngomong begitu, rio darah daging mama.. Rio berhak tinggal dirumah ini… Semua yang ada dirumah ini milik rio juga.. Mama sayang sama kamu, kenapa sih kamu tak mau mengerti mama sedikitpun..?”
mama memohon padaku, sebetulnya terbit perasaan iba dalam hatiku, namun kata kata kal faisal tadi betul betul telah menyinggungku.
“tidak ma.. Kalau mama memang sayang sama rio, izinkan rio pulang kembali ke bangka…”
Mama tak menjawab, tapi matanya memerah, aku berpaling menghindari pandangan mama, karena aku paling tak sanggup kalau melihat orang menangis.
Sementara kal faisal terdiam agak tercengang mendengar aku mau pulang. Ia tak bicara apa apa lagi, bahkan roti yang ada di tangannya jadi terabaikan begitu saja.
“baiklah kalau memang begitu keinginan kamu mama pun tak bisa melarang dan memaksa lagi, kamu sudah tahu sendiri kondisi disini, mama fikir kemarin, kamu akan senang setelah melihat apa yang sudah mama siapkan untuk menyambutmu, tapi percuma saja semuanya sia sia… Toh kamu juga tak tertarik, kamu juga tak memahami segala kerja keras mama agar kamu betah disini..semua tak pernah kamu anggap..!”
Mama berbalik dan tak menoleh lagi pada aku dan faisal.
“dasar anak gembel.. Sekali gembel tetap gembel.. Nggak boleh di kasih hati..!”
Kak faisal mengacungkan tinjunya padaku dari jauh.
Aku diam saja tak ada lagi selera untuk meladeninya.
Aku kembali ke kamar, namun aku kaget begitu dikamar aku lihat ada bik tin yang sedang merapikan baju bajuku serta alat alat yang aku bawa kemarin dari bangka.
“ada apa bik? Kok beres beres…?”
Bik tin menoleh dengan murung memandangku, tapi tangannya tetap melipat serta mengemasi alat alatku dengan cekatan.
“nyonya yang nyuruh bang.. Katanya abang mau pulang ke bangka….”
kata bik tin disela sela kesibukannya.
“oh gitu ya bik..”
“bang kenapa abang nggak betah disini, pasti gara gara faisal ya?”
bik tin ingin tahu. Aku menggeleng dan tersenyum.
“bukan cuma itu bik, tapi aku juga kangen emak.. Aku kangen sekali,..”
“tapi nyonya sedih sekali bang.. Ia sangat bersemangat waktu menjemput abang kemarin, kamar abang semua serba baru, nyonya beli khusus untuk abang.. Katanya ia ingin membuat abang senang.. Ya semuanya jadi mubazir sekarang.. Abang mau pulang ke bangka…”
Suara bik tin lebih terdengar bagai keluhan.

“bik, baju yang aku minta tolong untuk dicuci tadi udah dicuci belum bik?”
“udah bang.. Lagi dijemur, sebentar lagi juga kering, tadi udah bibik masukin ke pengering..”
“jangan lupa masukkan ke tas ya bik, jangan sampai ketinggalan nanti dibuang mama lagi…”
“iya abang.. Pasti bibik nggak bakalan lupa..”
Aku tersenyum penuh terimakasih pada bik tin, walaupun cuma seorang pembantu dirumah ini, tapi aku merasa lebih dekat dengan bik tin ketimbang siapapun yang tinggal disini.
Aku duduk didepan televisi, menunggu bik tin selesai membereskan barang barangku.
Aku jadi ingat om sebastian, tadi ia tidur, mungkin sekarang sudah bangun, soalnya jam sepuluh sekarang, mendingan aku ke kamar om sebastian aja.
Aku keluar kamar meninggalkan bik tin sendirian, suasana rumah nampak sepi, kal faisal tak kelihatan batang hidungnya, demikian juga mama. Perasaan dari kemarin rumah ini begitu sepi, tak sesuai dengan ukurannya yang besar.
Aku jadi heran kenapa mama membuat rumah sebesar ini kalau penghuninya cuma beberapa orang.
Pintu kamar om sebastian masih tertutup, ku buka pintunya dan kuintip, om sebastian masih tertidur dengan pulas, aku tak tega mengganggunya, ku tutup kembali pintunya, aku berjalan ke beranda depan, kemudian duduk diatas bangku taman sambil memandangi air terjun buatan di kolam yang berbatu batu serta diukir dengan bentuk batang kayu kering buatan, ikan ikan gurami, nila dan emas berenang renang didalam airnya yang jernih. Aku suka sekali melihat kolam ini, pastilah dibuat oleh ahlinya. Suara kucuran air terdengar bagaikan alunan musik merdu, membuat hatiku yang sempat panas menjadi lebih tenang.
Tiba tiba kulihat kak faisal keluar dari garasi sambil memegang bola basket, ia berlari lari kecil menuju ke depan rumah sambil mendriblle bola basket, lalu melemparkan bolanya ke dalam keranjang yang berdiri kokoh diatas tiang depan rumah.
Aku diam memperhatikan kak faisal yang sibuk sendiri, sebetulnya aku ingin sekali ikut main, tapi karena sikap kak faisal yang menyebalkan membuat aku masih kesal padanya.
Beberapa kali bola lolos dan gagal memasuki ring basket. Kak faisal tak capek capek mencoba memasukan bola ke ring basket, meskipun berkali kali gagal ia tak menyerah.
Gatal rasanya tanganku ingin merampas bola basket itu dan memasukkannya ke keranjang.
Dulu waktu masih dibangka, aku harus menahan keinginanku untuk main basket dan ikut dalam tim karena keterbatasan dana. Namun saat ini aku pasti bisa, mau berapa mahal seragamnya pasti mama bisa beli dengan gampang, malahan dirumah ini juga ada tiang basket dan lantainya juga di semen untuk latihan. Sebetulnya fasiltas dirumah ini lumayan lengkap, tak buruk buruk amat nasibku disini, tapi kenapa aku jadi tak betah, lalu kalau aku pulang, apakah emak tak kaget nantinya, erwan, dan rian pasti sedang sibuk mengurus surat surat untuk mendaftar ke smu yang baru, sedang kalau aku pulang, apakah aku bisa sekolah, uang pembangunan mahal, belum lagi seragam dan buku buku baru, emak pasti akan kerepotan nanti, apakah aku siap andai aku tak bisa melanjut ke sma, memikirkan ini membuat aku bingung. Aku memain mainkan daun palem yang tumbuh di pinggir kolam sambil merenung. Sebenarnya mama baik padaku, cuma aku saja yang belum merasakan kedekatan hati sama mama, aku tak pernah memberi peluang padanya untuk memperhatikan aku, aku belum bisa sepenuhnya menerima ia sebagai pengganti emak, terlalu sulit bagiku, apakah ini juga dirasakan oleh remaja seusiaku yang baru mengetahui kalau ia anak angkat, apakah mereka sepertiku juga sulit untuk menerima ibu kandungnya, apa yang mereka rasakan saat harus ikut keluarga baru yang terasa asing, punya ibu yang baru walaupun ibu kandung, apakah bisa dengan gampang merasa sayang, padahal yang tertanam dalam hatiku sejak masih dalam gendongan hinga remaja ibu kandungku ialah emak. Atau aku harus memberi kesempatan pada mama untuk menunjukan padaku bahwa ia adalah ibu yang baik.
‘BYUUUUR….!!!..’
Cipratan air kolam membasahi bajuku, membuat aku nyaris berteriak karena kaget, sebuah bola basket terapung bergerak gerak dalam riak air kolam, aku langsung menoleh pada kak faisal, ia terpaku berdiri melihatku, bisa kulihat pipinya menggembung menahan tawa. Sebetulnya aku kesal sekali, tapi aku tak mau marah, siapa tahu ia memang tak sengaja hingga bola itu jatuh kekolam dan membasahi sebagian bajuku.
Sambil menggeleng kepala aku raih bola dalam kolam kemudian aku lemparkan ke kak faisal, langsung dengan sigap ia tangkap.
“makasih gembel…!”
Teriak kak faisal dari jauh.
Aku cuma menggelengkan kepala mendengar kata katanya. Dasar anak manja. Baru aku mau masuk ke dalam, tiba tiba kak faisal memanggil.
“hei mau kemana! Temani aku main basket..!”
Aku urung beranjak, seolah tak percaya dengan yang ku dengar.
“hei tunggu apa lagi, ayo main basket gembel..!…”
Kak faisal langsung melemparkan bola ke arahku, ku tangkap dengan kaget, sesaat aku terdiam sambil menimang bola di tanganku.
Tiba tiba kak faisal menghampiriku lalu mencoba merebut bola dari tanganku, cepat cepat aku menghindar lalu berlari sambil mendriblle bola dengan lincah.
Kak faisal mencoba memblokir gerakanku namun aku tak kalah sigap berlari menuju tiang basket kemudian melemparkan bola ke ring basket, bola langsung lolos masuk dengan mulus, kak faisal tercengang seperti tak percaya, aku tertawa.
“enak aja loh nggak boleh menang..!”
kak faisal tak terima, langsung mengambil bola dan mendriblle. Aku mengambil ancang ancang.

kak faisal berlari menuju ke tiang basket, aku mencoba menghalanginya melempar bola, namun ia sekuat tenaga berusaha menghindar hingga akhirnya ia melemparkan bola ke arah ring, bola melambung masuk ke dalam ring setelah sempat memantul dipapan, kak faisal berteriak kegirangan. Terlupa pertengkaran kami tadi ia langsung berjoget kesenangan. Aku cuma tertawa tawa, kami bermain terus hingga keringatan, bajuku sudah basah, karena sinar matahari semakin terik akhirnya kami berhenti bermain, saat aku berbalik mau masuk ke dalam rumah, ternyata mama sudah berdiri didepan teras melihat kami bermain, aku tak tahu sudah berapa lama ia berdiri disitu, cuma wajah mama tersungging senyum lebar.
“bik tin…!”
Mama berteriak memanggil pembantu rumah, tak lama dipanggil bik tin keluar, menghampiri mama.
“tolong buatkan minuman dingin untuk kedua putraku ini..!”
Perintah mama pada bik tin, setelah mengangguk, bik tin langsung masuk kembali ke dalam rumah, mama menghampiri aku dan kak faisal yang sedang duduk di lantai depan kolam bertelanjang dada berkipas dengan baju.
“wah nggak nyangka rupanya anak anak mama pada pintar pintar main basket…!”
Ujar mama sambil ikut duduk dilantai.
Kak faisal nyengir lebar, sedang aku cuma tertunduk malu.
“om sebastian udah bangun ma?”
Tanya kak faisal sambil menyender di pokok kayu tiruan dari batu.
“sepertinya udah.. Tadi mama lihat ia lagi ngopi didapur…”
“tumben mama dirumah, biasanya jam segini mama pergi..”
“tadi mama habis beres beres… Mempersiapkan barang barang yang mau dibawa ke bangka…”
Aku yang sedang memperhatikan ikan langsung menoleh melihat mama dengan heran, apa maksud mama membereskan barang barang untuk dibawa ke bangka..
Aku mau bertanya, tapi keburu datang bik tin membawa minuman dingin pada kami.
Setelah meletakan minuman kami, bik tin masuk kerumah lagi.
Kak faisal agak bengong menatap mama.
“maksud mama….?”.
“mama mau pindah ke bangka bersama rio.. Kalau ia tak betah disini, terpaksa mama yang ikut ke bangka…”
Jawab mama tenang, seolah olah mama begitu mantap mengatakannya, terus terang aku terkejut bukan kepalang mendengarnya, apalagi kak faisal, sesaat mulutnya ternganga seolah baru saja mendengar berita buruk.
“mama mau ke bangka… Tinggal disana..? Lalu.. Bagaimana dengan aku dan papa?”
Suara kak faisal terdengar panik, sepertinya ia betul betul ketakutan mendengar pernyataan mama tadi, aku tak bersuara sedikitpun, soalnya aku tak menyangka kalau mama membuat keputusan seperti itu.
“faisal sudah dewasa… Pasti bisa jaga diri, soal papamu nanti mama bicarakan baik baik pada beliau, mama tau papamu bijaksana.. Mama tak mau mengulangi kesalahan mama untuk kedua kalinya… Mama berharap kamu mengerti ya nak…!”
Mama mengambil segelas sirup, kemudian meminumnya, setelah itu mama berdiri lalu berjalan masuk ke dalam rumah meninggalkan kak faisal yang bengong.
Buru buru aku berdiri lalu berlari menyusul mama ke dalam rumah.
Betul saja, di ruang tengah sudah tersusun tas travel besar punya mama dan juga punyaku.
Mama tak main main dengan ucapannya tadi.
Aku betul betul bingung sekarang, tadi pagi papa berpesan padaku agar baikan dengan mama, namun yang ada malah mama mau meninggalkan rumah ini untuk ikut denganku pulang ke bangka.
Apa nanti yang papa pikirkan tentang aku.
Pasti ia akan membenciku gara gara ini semua.
Kasihan mama harus meninggalkan apa yang telah ia perjuangkan dengan susah payah hanya karena aku.
Aku harus menemui mama dan bicara dengannya sekarang, sudah saatnya aku berdamai dengan mama.
Aku berjalan ke kamar mama, pintunya ditutup, ku ketuk perlahan.
“siapa itu..?”
Terdengar suara mama menjawab dari dalam kamar.
“rio ma…!”
Masuk saja nak..”
Ku putar grendel pintu lalu ku dorong, kulihat mama sedang duduk didepan meja rias, wajahnya begitu kalut.
“ma…..”
“iya sayang.. Ada apa.?”
“mama betul betul serius mau ke bangka…?”
Tanyaku hati hati.
Mama cuma mengangguk dan tersenyum tipis.
“kenapa ma?”
“mama tak mau berpisah lagi denganmu nak…”
“tapi mama tak bisa begitu.. Kasihan sama papa dan kak faisal ma…”
“mama tak punya pilihan lain sayang…”

aku tertegun mendengar jawaban mama, aku jadi sadar kalau mama memang menyayangi aku.
“ma boleh rio duduk disini?”
Mama mengangguk dan tersenyum, aku langsung duduk disamping mama.
“besok kita sama sama ke bangka.. Mama sudah pesan tiket untuk kesana.”
Semakin aku tak enak hati sama mama, pastilah berat baginya untuk membuat keputusan seperti ini.
“ma rio minta maaf… Rio sadar kalau kata kata rio tadi bikin mama sedih.. Ma andai mama berat, rio tak apa apa ma.. Tak usah ke bangka…”
Mama memandangku agak heran, seperti tak menyangka aku akan bicara seperti itu.
“maksud kamu, biar mama disini, sedangkan kamu pulang ke bangka sendiri…?”.
Tanya mama agak bingung.
“bukan begitu ma.. Maksud rio, tak apa apa rio tinggal disini dulu bersama mama…”
“tapi mama tak mau kalau rio terpaksa tinggal bersama mama, mama tak ingin putera mama selalu sedih setiap hari…”
“rio janji ma, rio akan berusaha agar betah, rio kasihan sama papa dan kak faisal kalau mama sampai pergi dari sini.”
“bukannya rio dan kak faisal tak akur… Itu yang membuat mama juga sedih, masa putera mama saling membenci satu sama lain… Mama ingin kedua putera mama akur seperti anak anak lain..”
Kata kata mama membuat aku malu, aku memang salah, mudah terpancing emosi dengan kata kata kak faisal, mungkin saja ia bicara begitu karena belum mengenalku, ia masih belum bisa menerima, seharusnya aku lebih sabar dan menghormati dia sebagai kakak, tapi aku malah mengajaknya berantem.
“iya ma, rio minta maaf, rio janji tak akan berantem lagi dengan kak faisal, rio akan minta maaf sama kak faisal…”
“kakak yang seharusnya meminta maaf.. Maafkan kak faisal ya dek…”
Terdengar suara dibelakangku, aku dan mama langsung menoleh, ternyata kak faisal sedang berdiri ditengah pintu, ia berjalan menghampiri kami.
“ma jangan pergi ma… Maafkan faisal juga ma.. Faisal minta maaf sudah bikin mama marah…”
Ekspresi kak faisal sungguh lucu, seperti orang yang belum pernah meminta maaf sebelumnya, kata katanya pun terdengar agak janggal. Namun mama tersenyum langsung merengkuh kami berdua, mama memelukku dan kak faisal.
Setelah mama melepaskan pelukannya, aku berdiri, kak faisal langsung menjabat tanganku lagi.
“maaf ya dek…”
Senang sekali rasanya mendengar dia memanggilku adek.. Aku mendapatkan sosok kakak lelaki yang selama ini aku tak punya. Sekaligus teman dirumah ini. Dengan tersenyum lebar aku menyalami kak faisal.
“iya kak.. Aku juga minta maaf udah mengotori wajah kakak tadi…”
Kak faisal tertawa terbahak bahak, aku jadi bingung. Tapi mama juga ikut ketawa.
“hahaha … Mama jadi ingat wajah faisal berlumuran selai.. Hahaha lucu banget.. Mama mati matian menahan tawa tadi itu..”
Kak faisal nyengir, sedikit malu. Aku jadi nggak enak dengan kejadian tadi.
“kak.. Rio janji nggak lemparin kakak dengan selai lagi..”
“kakak juga janji nggak panggil kamu gembel lagi.!”
“nah gitu dong anak mama.. Sekarang mama udah tenang…”
“ma uang jajan faisal nggak di tahan kan?”
Kak faisal menuntut jawaban dari mama, dasar memang nggak mau rugi. Mama tertawa.
“ya nggak lah.. Mama cuma main main kok.. Mana mungkin nggak ngasih anak mama yang manis manis ini jajan…!”
Kak faisal cemberut.
“kok manis sih… Nggak mau aku.! Fai kan cowok ma, masa dibilang manis..!”
Protes kak faisal cemberut.
“iya iya.. Anak mama yang gagah gagah…
Kalau gitu kalian mandi sekarang, kita jalan jalan. Sekalian mama mau cari baju untuk adik kamu.. Habis itu kita ke dealer lihat motor yang kamu sukai itu.”
Kak faisal tercengang sebentar, langsung membuat aku terkejut, ia memelukku kuat kuat sambil jingkrak jingkrak.
“aseeek… Aseek…! Mama memang paling top… Tunggu ya ma fai mandi dulu…!”
kak faisal melepaskan aku kemudian berlari dari kamar sambil tetap jingkrak jingkrakan aku tak dapat menahan senyum melihat kelakuan kak faisal, mama juga begitu.
“eh.. Tunggu apalagi.. Cepetan mandi..!”
Mama mengusirku.
“oke ma… Rio mandi dulu..!”
Aku keluar dari kamar mama sambil tersenyum senang, ternyata berdamai lebih menyenangkan daripada aku menutup diri.
Aku mandi sebersih bersihnya, sabun dikamar mandi ini enak sekali dipakai, sabun cair mirip sekali dengan shampo, kalau dulu aku selalu beli shampo yang bungkus kecil kecil, tapi di kamar mandi ini, botolnya gede sekali. Semua serba lengkap, pasta giginya pun mirip gel, baunya wangi sekali.
Setelah mandi aku merasa tubuhku benar benar harum, tak pernah seharum ini sebelumnya.
Aku bingung mau pakai baju apa.
Soalnya bajuku semua lagi di jemuran.
“dek nih pake baju kakak dulu..!”
Kak faisal masuk kamarku, sambil melemparkan baju dan celana kearahku.
“makasih kak..”
“itu masih baru loh.. Belum pernah di pake…”
“iya kak.. Aku pinjam dulu ya..”
“pake aja.. Lagian bajuku juga banyak… Badan kita nggak terlalu beda, kayaknya bisa pas deh..”.
Aku tak menjawab, karena sedang memakai baju, benar juga baju ini tak terlalu besar untukku, hampir pas, baju kaus ini bahannya tebal sekali, lembut dan modelnya mirip seperti yang kulihat di majalah aneka yang di pinjam yuk tina sama temannya. Ada gambar kodok pake payung di bagian labelnya..
Setelah memakai celana. Aku menyisir rambut. Sementara kak faisal sudah keluar dari kamarku. Katanya ia tunggu di beranda depan.
Setelah buru buru berganti baju, aku keluar, mama belum selesai berdandan, jadi aku menunggu di depan beranda bersama kak faisal, mang tono sudah menyiapkan mobil untuk mengantar kami.

setelah mama selesai berdandan, ia menghampiri kami, mama begitu cantik memakai baju berbahan halus motif abstrak, model blouse panjang hingga ke lutut, mama memegang tas tangan ukuran sedang.
“sudah siap anak mama..?”
tanya mama sambil memasang tali tumit sepatu tingginya.
“sudah ma..ayo buruan, sudah nggak sabar lagi nih..!”
jawab kak faisal tak sabar.
Mang tono menyalakan mobil, kami duduk di bangku bagian belakang, mama duduk disamping mang tono.
Sepanjang jalan, tatapanku tak lepas lepas keluar jendela, melihat bangunan bangunan bertingkat yang berjejer disepanjang jalan raya sudirman. Ruko ruko dan perkantoran. Kak faisal menerangkan padaku tentang bangunan bangunan itu.
Sekitar duapuluh menit kami tiba di sebuah toko super besar yang seumur hidup baru sekali ini aku lihat. Nyaris terbelalak aku dengan kemegahannya. Semua lantai terbuat dari keramik yang mengkilap, namun tak ada satupun orang yang melepas sepatu saat menginjaknya.
Mama menggenggam tanganku untuk mengikutinya masuk kedalam.
Kak faisal berjalan disampingku.
Saat masuk kami sudah disambut oleh baju baju yang bergantungan seolah olah sedang berada di pabrik baju, bermacam macam baju dengan model mutakhir dipajang, tak bisa aku menyembunyikan kekagumanku.
Sudahlah malas aku cerita soal ini, yang penting aku betul betul bosan diajak berkeliling sama mama. Begitu juga kak faisal, berkali kali ia menggaruk kepalanya. Sepertinya ia sudah tak sabar untuk ke dealer motor. Sekitar 3 jam mama memilih baju untukku.
Selesai beli baju, kami langsung ke dealer menemani kak faisal memilih motor yang ia inginkan.
Setelah menentukan motor yang ia mau, mama membayarnya dan kami langsung pulang.
Kak faisal pulang sendirian dengan motor barunya.
__________________
aku duduk dikarpet kamar, memandangi tumpukan bungkusan berisi baju baju dan celana baru yang tadi dibeli mama, kak faisal sedang kerumah temannya untuk menunjukkan motor barunya itu.
Aku ngeri melihat cara mama berbelanja, seolah olah apapun yang ia lihat ingin ia beli, meskipun tadi aku sudah mengatakan cukup tapi mama tetap membeli baju yang aku sendiri tak tahu entah kapan aku sempat memakai semuanya ini.
Seperti mimpi rasanya memiliki baju yang bagus sebanyak ini, mungkin ada belasan jumlahnya. Itupun mama janji minggu depan kalau ia ada waktu mau mengajak aku beli baju lagi. Ku buka satu persatu bungkusan baju ini, bermacam macam model baju dan celana, ada kemeja, baju kaus dengan print gambar, celana jeans panjang, celana katun, celana pendek, celana dalam, baju kaus dalam yang semuanya bermerek dan harganya lumayan membuat aku harus menelan ludah berkali kali.
Tapi mama dengan santainya membayar seolah harga bukan persoalan.
Ku lipat dengan rapi satu persatu, kemudian aku masukkan ke dalam lemari, baju kemeja aku letakkan di gantungan. Setelah selesai membereskan baju baju tadi, aku kumpulkan bungkus plastiknya lalu aku keluar kamar untuk membuang bungkusan tadi.
Mama yang sedang duduk menelpon diruang tengah tersenyum melihatku. Kemudian ia melanjutkan ngobrol sambil tertawa cekikikan. Pastilah mama menelpon temannya untuk bergosip.
SAHABAT BARU.
Sudah seminggu aku dipalembang, perlahan lahan aku bisa mengatasi kerinduan akan kampung halaman, makanan yang aku bawa dari bangka sudah habis, tentu saja dibantu oleh kak faisal dan om sebastian.
Aku sudah mulai merasakan kehangatan suatu keluarga yang utuh.
Mama telah membawaku ke salon langganannya, rambutku dipotong seperti kak faisal, cepak ala tentara. Udara dipalembang yang tak sepanas di bangka membuat kulitku tak lagi begitu dekil, apalagi dirumah ini ada ac, aku merasa kulitku jadi semakin putih.
Mama bikin rencana untuk mengadakan pesta untuk menyambut kembalinya aku.
Perasaan dulu mama deh yang ninggalin aku. Kok jadi kesannya aku yang pergi dan sekarang kembali.
Ah sudahlah.. Tak terlalu penting juga, yang penting sekarang adalah aku harus siap siap untuk masuk sekolah.
Sebetulnya tahun ajaran baru sudah dimulai, tapi aku tak langsung mendaftar, kata mama nanti kalau sudah selesai masa plonco baru aku masuk. Kalau aku sih terserah mama saja yang ngatur, lagian dia juga kok yang bayar.
Seharian ini aku sedikit agak boring..
Nonton tv nggak ada program yang bagus, kebanyakan film anak anak kalau jam segini.
Mau jalan, jalan kemana wong teman aja belum ada, tetangga agak jauh soalnya rumahku ini agak menjorok ke dalam, meskipun ada di pinggir jalan, tapi jarak antara pagar dan rumah udah kayak jarak rumahku di bangka ke rumah angga. Belum lagi tinggi pagarnya yang udah kayak pagar penjara membuat tetangga tetangga disini terasa jauh.
Memandangi ikan bosan, maen games bosan. Kak faisal sekolah, om sebastian kerja, papa kerja, mama kerja. Aku cuma berdua sama bik tin dirumah ini.
Ngajak bik tin main basket mana mungkin….
Akhirnya aku cuma duduk didepan tangga lantai teras yang agak tinggi sambil melihat langit dan awan.
Sebuah mobil sedan berwarna biru tua memasuki pekarangan rumah.
Aku berdiri untuk melihat siapa yang datang.
Mobil berhenti tepat didepan garasi, pintu mobil terbuka dan seorang perempuan lebih muda dari mama turun dan berjalan menuju ke teras.
Saat melihat aku ia agak mengerutkan alisnya seolah heran.
Aku buru buru tersenyum dan bertanya.
“maaf.. Tante cari siapa?”
Tante tante itu tak membalas senyumku sedikitpun malah balik bertanya agak angkuh.
“loh emangnya kamu siapa?”
Mendengar suaranya yang tak ramah membuat aku sedikit kesal juga.
“tante ini aneh..! Ditanya baik baik malah balik nanya… Aku rio anak pemilik rumah ini.. Orangtuaku tak ada dirumah.. Lagi kerja.. Nanti aja kesini lagi.. Kalau ada sesuatu yang penting tinggalkan pesan aja nanti aku sampaikan..!”.
Aku membuang segala sopan santun dihadapan tante angkuh itu.
“eh… Berani beraninya kamu ya.. Minggir..!!”
Ia mendorongku ke samping dan langsung masuk ke dalam rumah.
Aku jadi curiga jangan jangan perempuan ini mau berbuat jahat, soalnya kan di kota kota besar sering terjadi penipuan, penjahat bukan hanya orang orang yang bertampang sangar, tapi bisa juga seorang tante tante cantik seperti ini.
“hei.. Siapa suruh tante masuk.?”
Cepat cepat aku menyusulnya masuk ke dalam.
Namun ia tak mengacuhkan aku sama sekali. Malah ia berteriak memanggil bik tin.
“bibik… Bik… Bik tin…!”
Suaranya yang nyaring itu bisa untuk mengejutkan kucing yang sedang tidur.
Bik tin keluar dari dapur dengan tergopoh gopoh. Seperti agak kaget bik tin langsung menaruh hormat.
“eh bu laras.. Kapan datang..? Kok bibik nggak dengar suara mobilnya?”
Bik tin terlihat begitu segan padanya. Aku jadi bertanya tanya siapa tante itu, sepertinya ia sudah akrab dengan keadaan rumah ini.
“siapa anak ingusan kurang ajar itu bik?”
Tante itu menunjukku dengan sikap melecehkan.
“itu anak nyonya, bu… Baru datang satu minggu yang lalu..!”
“anak mega? Anaknya yang mana?”
Tante itu mendelikkan matanya dengan terkejut seolah olah barusan disambar halilintar saat mendengar penjelasan bik tin.
Aku langsung kuatir, jangan jangan tante itu…….
“anak kandung nyonya.. Dari bangka bu..?”
Bik tin kelihatan seperti cemas sekali.
“anak kandung.. Dari bangka.? Kok aku nggak tahu.. Jadi mega sudah punya anak kandung sebelum menikah dengan bang harlan…?
Jerit tante itu sambil mendekap mulutnya.
Bik tin memberi isyarat padaku agar pergi masuk ke kamar. Aku mengangguk langsung beranjak ke kamar.
Aku masih penasaran siapa sebenarnya tante itu, kenapa bik tin menaruh hormat padanya, ataukah mungkin tante itu saudara papa?.
Kalau memang iya, wajar saja ia terlihat sudah biasa dirumah ini, tapi mama tak pernah cerita padaku tentang keluarga papa, kalau memang ia adik papa sepertinya aku tak menyukainya. Soalnya terlihat sekali kalau orangnya itu sombong, dari caranya memandang aku seperti memandang sebelah mata.
Ah persetan amat dengannya, lagian kan ia tak tinggal disini, mau suka atau tidak padaku itu tak terlalu jadi persoalan, yang penting mama, papa, kak faisal dan om sebastian semuanya baik padaku.
Sudah jam setengah dua sekarang, pasti kak faisal sebentar lagi pulang.
Aku bisa mengajak kak faisal bermain games.

Suara mobil mama terdengar dari luar halaman, rupanya mama sudah pulang, aku harus bertanya sama mama tentang tante itu, buru buru aku keluar kamar menyambut mama di depan teras. Mama tersenyum saat melihatku. Memakai baju kantoran seperti itu membuat mama terlihat sangat muda, ia menghampiriku lalu mencium pipiku.
“udah maem sayang?”.
“udah ma..!”
“kak fai udah pulang?”
“belum… Ma, ada tante tante nyariin mama..!”
“siapa?”
“nggak tau.. Tapi orangnya agak judes.!”
jawabku.
++++++

“tante laras ya?”
wajah mama langsung berubah, seolah kaget.
“iya ma.. Tante laras, memangnya dia siapa ma?”
aku jadi makin penasaran.
“tante laras adik papa kamu, dia tinggal di baturaja, tumben ia kesini nggak kasih kabar dulu, mama masuk dulu ya, mau menemui dia, ayo ikut mama sekalian mama mau mengenalkan kamu sama tante laras, mama jadi nggak enak soalnya belum memberitahunya soal kamu..!”
mama membuka sepatunya lalu masuk ke dalam rumah, aku mengikuti mama, diruang tengah tante laras sedang duduk di kursi panjang menonton tipi.
Saat melihat mama ia langsung berdiri.
“eh kak mega, udah pulang kerja kak?”
tante laras menghampiri mama lalu menyalaminya.
“udah dik, ngomong ngomong kapan datang, kok nggak ngasih kabar duluan, jadi bisa nyuruh bik tin masak dendeng balado kesukaanmu…”
“udahlah kak, nggak usah repot repot, aku kangen sama ponakanku, mana si faisal, kok jam segini belum pulang?”
tanya tante laras sambil melongok ke jendela, seolah mau melihat kak faisal sudah datang atau belum.
“faisal mungkin langsung ke rumah temannya, soalnya kemarin ia baru aku belikan motor, mungkin ia mau puas puasin dulu memakai motor barunya…”
jelas mama.
Tante laras mengangguk dan mengalihkan pandangan dari jendela, Saat melihatku ia seolah baru sadar akan keberadaanku disitu.
“kak, itu siapa?”
tante laras menunjukku. Aku langsung menunduk menghindari tatapan matanya yang tajam.
Mama menoleh kearahku.
“oh iya dik maaf belum sempat memberitahu, itu anakku..”
jawab mama, kemudian ia memanggilku untuk mendekat.
Aku berjalan pelan menghampiri mereka.
“rio, kenalkan ini tante laras adik papa…ayo salami tantemu nak.!”
aku agak ragu menyalami tante laras, aku ulurkan tangan padanya, tante membalas salamku, cuma sebentar langsung ia lepaskan.
“kakak nggak pernah cerita sebelumnya kalau sudah punya anak…”
tante laras menuntut penjelasan dari mama.
“maaf dik, kakak bukan tak mau cerita, tapi bang harlan, ia meminta agar tak cerita dulu pada keluarganya, sebenarnya kakak sudah mau berterus terang, kakak tak mau ada salah paham….”
kata mama tak enak hati.
Melihat reaksi tante laras, aku jadi mengerti mengapa papa meminta untuk tak menceritakan dulu tentang keberadaanku.
“seharusnya masalah seperti ini tak perlu kakak tutup tutupi, lambat laun toh kami juga pasti tahu, kok baru sekarang ia ikut kakak, memangnya selama ini dia dimana?”
selidik tante laras ingin tahu.
Mama menarik nafas dengan berat, seolah olah sulit bagi mama untuk menceritakannya.
Aku jadi bingung, dari tadi aku berdiri disini seperti orang bodoh, mendengar percakapan mereka yang membuat aku jadi rikuh.
Ku beranikan diri bicara sama mama untuk pergi ke kamar. Untung saja mama langsung mengangguk mengiyakan, biarlah mama yang menjelaskan tentang aku. Setelah pamit sama tante laras, aku langsung ke kamar.
Aku lega sekali karena bisa menghindar dari situasi yang tak mengenakkan tadi, aku duduk dikarpet lalu mengambil remote televisi dan menyalakannya. Tayangan di layar menampilkan iklan dari stasiun televisi, aku pindah channel, namun tak ada acara yang bagus, ku matikan lagi televisi, kemudian aku memutar tape, alunan lagu dari nike ardila terdengar dari speaker midi yang berdentum mulus, karena suara nike yang mendayu membuat mataku jadi sayu, ditambah lagi dengan dingin hembusan ac, akhirnya aku tertidur.
Aku terbangun karena kak faisal menutup mukaku dengan bantal, karena sesak akhirnya aku tersadar. Kak faisal tertawa ngakak seolah olah senang karena berhasil membuatku kesal.
Aku menggerutu sambil duduk.
“hei gembel, kalo tidur itu jangan di lantai, tuh ada tempat tidur.. Kebiasaan kampung itu jangan dibawa terus..!”
ujar kak faisal santai, seolah menyebut aku gembel merupakan hal yang biasa baginya.
Ku raih bantal yang tadi ia pakai untuk menutup mukaku, kemudian aku pukulkan ke kak faisal dengan kesal. Kak faisal tertawa sambil mengelak.
“ganggu aja sih… Nggak ada kerjaan lain ya?”
kataku sebal.
“mandi sana.. Kakak mau ngajak kamu ke rumah teman, mau nggak?”
tanya kak faisal.
“ngapain?”
tanyaku penasaran.
“ya main.. Emangnya mau ngapain?”
kak faisal balik tanya.
“ya tumben aja.. Kok ngajak, biasanya kan langsung pergi sendiri…”
“kan kakak baru beli motor… Kemarin kemarin kita belum dekat…”
jelas kak faisal.
“oke deh kalau gitu aku mandi dulu ya..”
“udah buruan.. Kakak juga mau ganti baju dulu…!”
kak faisal berdiri lalu keluar dari kamarku, aku langsung kekamar mandi. Sekitar sepuluh menit aku mandi lalu berpakaian. Setelah itu aku menemui kak faisal yang sudah menungguku di ayunan depan halaman rumah.
Tak kulihat tadi tante laras dan mama, mobilnya juga tidak ada. Aku tanya pada kak faisal, katanya mama mengajak tante laras jalan jalan. Kak faisal juga bilang padaku kalau tante laras orangnya agak cerewet, tapi kak faisal ponakan kesayangan tante laras, kak faisal memamerkan jam tangan baru pemberian tante laras.
Kak faisal mengeluarkan motor dari garasi kemudian ia menyuruh aku naik di boncengan, dengan ngebut kak faisal membawa motor, aku agak ketakutan soalnya aku agak jarang naik motor, walaupun dibangka, jarang sekali aku boncengan dengan motor, tak ada teman sebayaku yang akrab punya motor, tapi kak faisal sepertinya sudah mahir, jalan raya sudirman yang lumayan ramai dan besar bisa ia kuasai, saat menyalip motor lain pun kak faisal begitu lincah.
Sekitar limabelas menit kami sampai disebuah rumah yang lumayan bagus walau tak bisa di bandingkan dengan rumah mama. Kak faisal menyuruhku turun kemudian ia memarkir motornya.
++++

“ayo dek… Kita lewat samping aja.. Kamar teman kakak dibagian belakang rumah…”
kak faisal memberi isyarat agar aku mengikutinya.
Kami berjalan melewati jalan samping rumah teman kak faisal, rumah ini cukup nyaman, ada pohon belimbing di depannya, rumput tebal menutupi semua permukaan tanah, aku mengikuti kak faisal hingga ke belakang rumah ini. Suasana tampak agak sepi, mungkin penghuni rumah ini sedang keluar, soalnya tak ada suara apapun, waktu aku melirik pada jendela kaca, memang begitu sepi.
Sampai di bagian belakang rumah, lebih teduh lagi karena ada pohon jeruk purut yang rindang. Terdengar suara tertawa tawa, kak faisal mengintip pada jendela yang terbuka di belakang rumah ini.
“hei faisal.. Darimana aja udah ditunggu dari tadi.. Ayo masuk..!”
terdengar suara dari dalam kamar itu.
“ayo dek..”
kak faisal menarik tanganku.
Aku masuk mengikuti kak faisal ke dalam rumah. Rupanya kamar temannya ada dibagian paling belakang rumah ini.
“sama siapa sal?”
tanya seorang cowok memakai kacamata, rambut acak acakan, kulit sawo matang seumuran kak faisal.
“ini sama adikku gus!”
jawab kak faisal sambil mengambil posisi duduk dekat dinding, biar ia lebih leluasa untuk menyender.
Ada empat orang dalam kamar ini, sepertinya mereka teman teman sekolah kak faisal.
Cowok yang berbadan tegap rambut disisir belah tengah, wajahnya lumayan tampan agak oriental langsung berdiri menghampiriku lalu mengenalkan diri.
“rizal…!”
aku menjabat tangannya.
“rio..”
jawabku.
cowok berkacamata dan dua teman yang lain ikut berdiri memperkenalkan diri.
“agus..!”
kata yang berkacamata.
“ferry”
ujar cowok kurus, rambut ikal, kulit putih, kuku kelingkingnya agak panjang, aku tahu pasti fungsinya untuk ngupil.
“firdaus..!”
cowok agak pendek dariku, kulit hitam, rambut lurus agak tipis memperkenalkan diri.
“duduk aja rio, nggak usah sungkan sungkan disini, nyante aja.. Kita cuek semua kok..!”
ujar ferry.
“iya.. Kita nggak gigit kok.!”
timpal rizal.
Aku mengangguk sedikit malu, kemudian duduk disamping kak faisal.
“eh sal, kamu kan anak tunggal, katanya nggak ada adek atau kakak, nih siapa emangnya?”
tanya agus penasaran.
“iya gus, aku juga baru tau kalo punya adek, ini anak kandung mama tiriku, baru seminggu lebih di sini..”
jelas kak faisal sambil mengambil kopi di depan ferry.
“oh jadi kalian bukan saudara kandung? Pantas aja muka kalian nggak ada mirip miripnya sama sekali..”
tambah firdaus sambil menyulut rokok malboro merah.
“iya lah.. Gantengan aku kan kemana mana..!”
canda kak faisal.
“ganteng dari hongkong.. Muke jelek kayak bekantan gitu dibilang ganteng..!”
cibir agus sambil memonyongkan bibirnya yang agak tebal.
“eh gus, jaga tuh bibir ntar jatuh.. Kena pasir kan kotor!”
kata rizal gemas.
Agus langsung cemberut melihat rizal.
“ortu loh ke sekayu kan.. Jadi nginap disana?”
tanya kak faisal.
Agus cuma mengangguk. Rupanya ini rumahnya agus.
“Jadi kan pestanya?”
tanya kak faisal lagi.
“nggak apa apa nih ada adek kamu?”
yakin rizal.
“ya nggak apa apalah..”
balas kak faisal.
Aku diam saja mendengarkan percakapan mereka. Entah pesta apa yang mereka maksudkan aku juga kurang mengerti, soalnya tak ada tanda tanda mau pesta disini.
“ayo arisan.. Arisan.. Setor uang cepat..!”
firdaus menadahkan tangannya seolah olah mau menagih hutang pada teman temannya.
Aku makin bingung, kok jadi pada arisan, baru aku tahu kalau pergaulan remaja disini yang cowok suka arisan.
Kak faisal mengeluarkan dompetnya lalu menaruh selembar uang sepuluh ribu diatas karpet. Diikuti oleh agus selembar uang limaribu, rizal limaribu, ferry dan firdaus masing masing juga limaribu.
Aku jadi bingung soalnya aku nggak bawa uang. Tapi kak faisal langsung ngomong.
“itu aku sepuluh ribu, sekalian dengan rio..”
semua temannya mengangguk. Aku menarik nafas lega.
“nah sekarang sudah terkumpul tigapuluh ribu, lumayan…”
kata agus sambil mengumpulkan lembaran lembaran uang kertas diatas karpet.
Aku menunggu dengan penasaran, bagaimana arisan yang mereka maksudkan.
“siapa yang temani aku?”
tanya agus.
“suruh ferry aja..!”
jawab rizal sambil mengambil gitar diatas kasur yang diletakkan di lantai. Kamar agus lumayan luas, enam meter kali 5 meter, cukup leluasa untuk menampung teman teman ngumpul.
Ada tape compo dan lima wadah kaca berukuran sebesar gelas bir berisi ikan cupang warna warni dalam kamar ini.
Selebihnya hanya kasur per dan lemari baju. Kamar ini agak pengap dan bau asap rokok. Baju baju dan celana bergantungan di dinding.
Ciri khas kamar remaja cowok yang tak teratur.
Agus dan ferry berdiri, ferry mengambil kunci motor diatas karpet.
“kalian tunggu ya..”
pesan agus sambil keluar kamar.
“oke.. Jangan lama lama.. Udah nggak tahan lagi nih..”
teriak rizal sambil memetik gitar akustik warna hitam piano.
Aku makin bingung, memangnya mau ngapain sih..kok kata kata rizal itu mencurigakan banget.
“kak kita mau ngapain?”
aku berbisik ditelinga kak faisal.
“pokoknya ikut aja dek.. Kita mau hepi.. Ntar adek juga tau sendiri..”
kak faisal balas berbisik.
Sementara itu rizal dengan suaranya yang pas pasan dan cempreng berteriak menyanyikan lagu umar bakrie nya iwan fals sambil memetik gitar.
Oke.. Jujur, untuk permainan gitarnya aku akui memang bagus, tapi mendengar suaranya, bikin aku jadi kepengen berak. Namun rizal dengan percaya diri bak penyanyi kawakan terus memperdengarkan suaranya yang lebih pantas dipakai untuk jual minyak tanah. Aku yakin pasti sukses.
Firdaus ikut ikutan bernyanyi sementara kak faisal mengetuk ngetuk gelas pake sendok seirama petikan gitar.
+++

hampir setengah jam baru agus dan ferry kembali, sambil melemparkan kunci motor ke lantai, ferry masuk ke kamar. Sementara agus menyusul di belakangnya sambil memegang bungkusan lumayan besar, saat ditaruh diatas karpet, terdengar bunyi dentingan kaca. Kak faisal langsung beranjak membuka bungkusan plastik itu, rupanya ada tiga botol minuman yang aku tak tahu minuman rasa apa.
Di depannya tertulis mcdonald whiskey. Warnanya mirip dengan air teh, dua botol lagi ukuran sedikit lebih kecil bertuliskan topi miring, vodka.. Warnanya bening seperti air mineral.
Kak faisal menimang botol yang berisi air berwarna teh itu dengan semangat.
“ambilin gelas dong gus.. Masa minum langsung dari botol gini.!”
celetuk rizal sambil meletakkan gitar ke gantungan di dinding.
“iya sabar, gue juga tau saudara tua!”
jawab agus kesal, namun tak urung juga ia langsung berdiri dan keluar dari kamar.
“mana barangnya?”
tanya kak faisal pada ferry.
“tunggu sebentar..”
jawab ferry sambil merogoh kantong celana jeans panjang yang ia pakai, mengeluarkan tiga kertas koran terlipat seukuran kemasan pisau silet.
“wah keren… Dapat tiga amplop..!”
seru firdaus kesenangan.
Aku memperhatikan bungkusan kecil itu dengan ingin tahu, apa sih gerangan isi dalamnya.
“eh zal, pintu belakang udah di kunci belum?”
tanya firdaus.
“udah tenang aja, tadi aku udah kunci….”
ferry yang menjawab. Ia mengeluarkan lagi bungkusan kecil, yang aku kenal adalah kertas untuk pembungkus tembakau, soalnya ayah angga suka merokok pake kertas itu.
“untung loe nggak lupa beli papernya, soalnya stok aku udah habis..”
ujar rizal sambil membuka satu bungkusan koran itu, aku menjorokkan kepalaku agak kedepan ingin tahu apa isinya.
Oowh.. Ternyata cuma daun rumput kering sama rantingnya. Nggak sama dengan tembakau yang sering dibikin rokok gulung oleh ayah angga.
Kak faisal mengambil dua lembar kertas, menempelkan kertas itu dengan cara menjilatinya lalu menyatukannya agar lebih lebar. Aku diam memperhatikannya.
Agus masuk ke dalam kamar dengan membawa enam buah gelas beling.
Rizal menyobek kotak rokok lalu mengambil potongan kecil dan menggulungnya. Ia berikan pada kak faisal.
Firdaus membuka tutup botol kemudian menuang isinya ke dalam gelas masing masing setengah gelas. Sementara itu ferry mengambil sebatang rokok lalu mengupasnya dan menaruh tembakau dari rokok itu ke atas selembar kertas folio, lalu ia mencampurnya dengan daun kering dari tiga bungkusan koran tadi, kemudian mencampurnya hingga rata.
Aku terus memperhatikan mereka dengan penasaran, masa sih ini arisan yang mereka maksudkan itu, kak faisal mengambil sejumput tembakau campur daun kering kemudian menaruhnya hati hati di lembaran paper rokok yang ia tempel, dengan hati hati kak faisal menggulungnya. Setelah menjadi rokok, ia memelintir ujungnya hingga mirip sumbu. Pas enam puntung rokok berhasil ia buat dengan lihai. Aku kagum sekali sama kak faisal, ternyata ia bisa juga bikin rokok dengan rapi.
“kunci pintu kamar zal!”
perintah agus pada rizal. Tanpa mengatakan apa apa rizal berdiri lalu mengunci pintu kamar.
“beres…”
katanya sambil mengacungkan jempol.
Kak faisal menyuruh kami duduk membentuk lingkaran. Aku menggeser agak ke depan lebih rapat duduk di samping kak faisal. Ferry membagi gelas masing masing kami dapat satu. Saat mengambil gelas dari ferry, aku mencium aroma minuman yang sangat aneh, agak memuakkan. Aku membatin, minuman macam apa baunya nggak enak kayak gini, tapi aku tak berani mengatakannya langsung, aku takut menyinggung kak faisal dan teman temannya.
“ayo kita toast…”
ajak agus sambil mengangkat gelasnya.
Semua mengambil gelas masing masing, kak faisal menyenggol bahuku sambil memberi isyarat agar aku mengangkat gelas juga.
Buru buru aku mengangkat gelas dan kami langsung bersulang ala film film opera sabun yang sering emak tonton di tipi.
“untuk adikku rio.. Dan masuknya ia di geng kita..!”
kata kak faisal bersemangat.
Aku tersipu mendengarnya.
“minum dek…!”
kak faisal mengingatkanku.
Aku mengangguk.
Semua teman kak faisal meminum isi gelasnya hingga tandas, termasuk kak faisal. Dengan percaya diri aku meneguk minuman di gelas yang ku pegang walaupun baunya agak sangar namun aku pura pura suka.
Mataku langsung terbelalak kaget begitu minuman itu masuk ke mulutku, minuman apa ini….!!!!!
Aku langsung batuk batuk hebat, minuman dalam mulutku tersembur kemana mana. Mataku terasa juling dibuatnya, pahit bukan buatan, mana panas menyengat membuat hidungku jadi perih, sebagian yang sudah tertelan membuat tenggorokanku terasa seperti terbakar, aku taruh gelas dengan terburu buru, lalu aku lari membuka pintu dan cepat cepat keluar kamar, aku langsung muntah muntah dihalaman belakang rumah agus.
Kak faisal menyusulku kemudian memijat pundakku agar aku lebih mudah mengeluarkan isi dalam perutku.
“udah dek?.. Kok gitu aja muntah.. Bikin malu aja..dasar cemen!”
gerutu kak faisal sambil menuntunku kembali masuk ke dalam.
Sementara itu, agus, rizal, firdaus dan ferry cekikikan tak karuan.
Aku betul betul malu sekali.
“ayo duduk lagi..”
firdaus bergeser memberi tempat untukku.
“minuman apa itu?”
tanyaku sedikit trauma.
“itu bukan minuman biasa teman..rasanya memang nggak enak, tapi kalau kamu minum itu, nanti kamu bisa melayang layang terbang..”
jelas ferry sambil menuang kembali minuman ke gelasku.
“udah.. Aku nggak mau.!”
aku berusaha menolak.
“gak boleh gitu dek, hormati teman teman.. Mereka semua mau senang senang..ayo diminum, jangan kayak banci!”
ujar kak faisal tak sabar.
“ayo rio minum.. Masa gitu aja nggak mau..!”
rizal memanas manasiku.
“iya nih.. Nggak asik kalau gini caranya..”
tambah ferry.
“yo.. Minum dong, teman teman udah pada habis semua, cuma adek aja yang belum minum..”
desak kak faisal.
Aku diam memandangi gelas berisi minuman sial itu dengan muak, namun karena desakan dari kak faisal dan teman teman, bikin aku jadi tak enak hati, kak faisal telah mengajak aku kesini, mengajak aku bergabung dan kenal dengan teman temannya. Masa aku harus membuat ia kecewa. Semua teman teman kak faisal biasa biasa aja setelah meminumnya tapi aku malah bersikap seolah olah kalau aku minum itu aku bisa mati.
Akhirnya walau masih bimbang, aku angkat juga gelas berisi minuman setengahnya.
Sambil menahan nafas aku meminumnya cepat cepat agar tak terlalu lama aku terasakan pahit dan getir dari minuman itu. Susah payah aku menelannya, aku paksakan menghabiskan isi seluruh gelas ini.
Kak faisal dan teman teman lain bersorak memberikan aku semangat. Akhirnya habis juga isi dalam gelasku.
Perutku kembali mual terasa diaduk aduk, uap minuman yang keluar dari hidungku membuat rasa ingin muntah kembali menyerang. Secepat kilat aku menutup mulut rapat rapat agar tak muntah lagi.
“wah hebat.. Itu baru namanya rio..nggak sia sia punya adek seperti kamu…benar benar hebat.!”
puji kak faisal membesarkan hatiku.
“gile.. Betul banget kamu sal, salut gue sama adik kamu ini…”
firdaus tak mau kalah.
Aku diam saja, masih mengatur nafas agar bisa menetralisir pengaruh dari minuman ini. Dadaku terasa begitu panas, hingga keringat langsung mengalir di sekujur tubuhku.
“gerah ya teman? Buka aja bajunya..”
rizal memberi usul padaku.
“iya dek buka aja bajunya, jadi nggak basah, tuh keringat adek ngalir terus..”
timpal kak faisal.
Sementara itu ferry membuka kembali tutup botol minuman yang lain yang warnanya bening.
Kak faisal mengambil sebatang rokok yang tadi ia gulung sendiri. Kemudian ia membakar ujungnya, bau asapnya agak beda aku dapat menciumnya.
Dengan gaya santai kak faisal menghisap pokoknya itu dan sangat meresapinya.
Ia memain mainkan asapnya keluar dari mulutnya lalu ia tarik lewat hidungnya. Aku melihat ia menghisap rokok itu dengan tertarik.
“kenapa dek, mau coba?”
tanya kak faisal.
“aku nggak merokok kak..”
jawabku apa adanya.
“kalau disini cuma banci yang nggak merokok dek..”
“tapi aku tak biasa kak..”
aku membela diri.
“mulai sekarang harus dibiasakan.. Itu sangat penting untuk pergaulan..”
nasehat kak faisal dengan gaya yang sangat mirip sekali cara bu sukma menasehati kami di smp dulu waktu aku masih di bangka.
Ferry masih sibuk menuang minuman ke gelas kami. Setelah itu ia mengambil sebatang rokok yang sama dengan kak faisal.
“sal, adik kamu kan belum pernah merokok, apa nggak bahaya dikasih itu?”
tanya agus sambil menyalakan rokok ferry.
“nggak masalah kok, aku bisa ajari dia.. Ya nggak usah banyak banyak lah.. Coba coba dulu..”
jawab kak faisal sambil menghembuskan asap rokoknya ke hidungku.
Segar nafas kak faisal bercampur dengan aroma rokok aneh tercium olehku.
Kak faisal menyalakan rokok malboro lalu memberikan padaku.
Dengan ragu ragu aku terima.
“hisap rio..!”
perintah rizal.
Aku mengangguk dan dengan janggal memegang rokok itu.
Sedikit gemetaran aku tempelkan bagian filter rokok di mulutku.
“pelan pelan saja dek..”
ajar kak faisal.
Aku hisap asap itu, kembali aku terbatuk batuk hebat, perih menyerang hidung dan kerongkonganku.
“pelan pelan saja dek.. Jangan di telan asapnya.. Tahan dimulut..”
ujar kak faisal sambil berjongkok di depanku.
“iya kak..”
jawabku setelah berhasil mengatasi batuk akibat asap.
“di coba lagi..”
perintah kak faisal.
Aku mengangguk. Lalu menghisap lagi rokok ini, aku tahan asapnya dalam mulut. Masih terasa agak panas tapi aku atur nafas agar tak sampai tertelan.
“buang asapnya dek..”
perintah kak faisal.
Aku menuruti kata katanya, aku buang asap dari dalam mulutku, asap keluar begitu banyak.
“nah bagus..dicoba terus, jangan takut nggak bakalan mati kok cuma ngerokok gitu…”
hibur kak faisal.
Aku tak menjawab. Cuma memain mainkan rokok di tanganku.
“buang abunya dek.
. Udah panjang tuh..”
aku tersentak, melihat rokokku, ternyata abunya memang sudah panjang, dengan hati hati aku buang ke asbak.
“wah.. Hebat juga ya adik kamu ini sal, cepat belajar nampaknya.. Kurasa ia bakalan cocok sama kita…”
puji rizal, mendengar kata katanya itu aku jadi senang, membuat aku jadi percaya diri untuk kembali menghisap rokokku tanpa komando dari mereka.
“ayo minum lagi…”
firdaus mengangkat gelas.
Aku membuang puntung rokok yang telah nyaris membakar filter ke dalam asbak, lalu mengambil gelas minumanku.
Sambil menahan nafas lagi aku minum.
“jangan di habiskan dek, ntar pusing..!”
kata kak faisal.
Aku menyisakan setengah gelas, walaupun rasa mual masih ada, tapi aku mulai terbiasa.
Cuma aku merasa kepalaku sedikit pusing sekarang.
Kak faisal membakar kembali rokok yang ia buat, lalu ia membalikan bagian bara rokok ke dalam mulutnya hingga bagian ujung rokok mengeluarkan asap.
“kamu suntik rio dulu sal..”
kata ferry.
Kak faisal mengangguk.
Ferry menyuruhku duduk mendekat ke arah kak faisal.
“hisap pake hidung kamu rio.. Pelan pelan saja.. Lubang hidung satunya kamu tutup..”
ferry mengajariku.
Aku mengikuti apa yang ia ajarkan. Aku menghisap asap rokok itu melalui sebelah lubang hidungku. Tak terasa perih.
“tahan rio.. Kalau bisa telan aja asapnya..”
kembali ferry mengajariku.
Aku menelan asap rokok itu sesuai intruksi.
“wow keren…. Salut.”
puji rizal terpesona.
++++

dengan kepala yang semakin bertambah pusing, rasanya aku tak bisa berpikir jernih, asap demi asap yang terhirup lewat saluran pernafasanku seolah sebagai pemicu semangatku untuk semakin tinggi terbuai.
Entah kenapa perasaan sedih, hampa, bingung, gelisah dan kesal seolah olah menguap bersama asap yang aku hembuskan keluar dari paru paruku.
“bagus rio, habiskan satu linting, jangan tanggung.. Kamu memang hebat…”
entah suara siapa aku tak bisa mengenalinya karena terdengar bagai datang dari kejauhan dan bergema seolah olah suara itu memenuhi ruang dalam otakku bersama suara tertawa tak putus putus.
Tubuhku terasa ringan melayang layang hingga terasa terbang.
Setiap kata kata yang kudengar seolah olah suplemen yang memicuku untuk tertawa terbahak bahak tanpa tahu apa sebabnya.
Semakin lama kesadaranku seolah makin hilang, suara kak faisal dan teman temannya semakin terdengar jauh, bagaikan aku berada dalam satu lorong gelap yang panjang tanpa batas dan mereka berada pada sisi lorong paling ujung.
Benda dingin terasa menempel dibibirku, dengan spontan aku membuka mulut, melalui mataku yang mulai redup walaupun begitu kabur aku bisa mengenali kak faisal yang memegang gelas untuk menyuruhku minum, air yang tadinya pahit tak terasa lagi kini, seolah kebas di lidahku telah menghilangkan segala cita rasa yang mampu aku kecap selama ini. Aliran minuman yang mengalir ke tenggorokanku seolah tak menghilangkan rasa haus yang terasa.
Aku menyender pada dinding sambil meringkuk lemas, segala tenagaku hilang hingga aku terbujur tanpa daya meresapi pusing yang makin menjadi jadi. Detak jantungku semakin keras memacu, sementara suara tertawa tak hilang hilang membuat aku menjadi risau, semakin risau dan gelisah. Denting gitar dan nyanyian dari mulut rizal terdengar berkali kali lipat lebih parah dari sebelum aku kehilangan kesadaran tadi, ingin rasanya aku membekap mulutnya itu agar tak lagi mengeluarkan bunyi yang begitu mengganggu pendengaranku, aku menjadi panik ketika nafasku mulai terasa sesak, sedangkan untuk berbicara aku sudah tak mampu lagi, otakku sudah tak punya daya untuk memerintah mulutku bersuara, walau sekedar untuk menyuruh semua teman teman kak faisal diam. Secepat kilat perasaan gembira meluap luap yang tadi memenuhi diriku tergantikan dengan gelisah tak tertahankan.
Keringat dingin mulai deras mengalir di pelipis. Jantungku pun berdebar debar seolah makin kencang dan bertambah kencang terus, tubuhku menggigil tak karuan seolah aku dicelup ke dalam kolam berisi air es yang maha dingin. Aku jadi panik, ingin memanggil kak faisal agar menolong aku membantu menetralkan kontrol diriku yang hilang, namun aku tak berdaya, sepertinya semua teman teman tak ada yang tahu kalau aku mulai panik. Pandanganku yang samar samar tergantikan oleh gelap, lambungku seolah memompa isi dalam perutku naik hingga ke dada bagaikan letusan kembang api, aku makin gemetaran, pusing menggila menutup kesadaran.
Aku terbaring sambil menggelepar gelepar diatas lantai.
Suasana yang tadi gembira tiba tiba menjadi panik. Hanya Suara teriakan kak faisal dan jeritan teman temannya terakhir yang bisa kuingat, setelah itu semua menjadi gelap gulita serta senyap.
+++

“rio, bangun dong dek.. Rio.. Ayo bangun dek.. Jangan bikin kakak takut..!..”
suara kak faisal terdengar samar disertai tepukan lembut di pipiku.
Aku membuka mata perlahan, cahaya lampu yang menyilaukan membuat aku menyipit, beberapa tubuh merunduk ke arahku membuat aku agak kaget.
“dek.. Kamu nggak kenapa napa kan?”
kak faisal kembali bertanya.
Aku menggeleng lemah, kepalaku masih terasa pusing, hingga melihat ruangan saja bergoyang goyang. Kerongkonganku kering, aku ingin minum air putih, belum pernah aku merasakan tak enak seperti ini, benar benar tak nyaman, belum lagi perutku mual tak tertahankan. Dengan susah payah aku membuka mulut.
“kak.. Haus…”
kak faisal langsung menoleh pada agus.
“adikku mau minum.. Cepat ambilkan air..!”
agus mengangguk.
“buruan..!”
“iya.. Iya sebentar..!”
agus dengan panik berlari meninggalkan kami.
Rizal mengurut kakiku sementara firdaus mengurut tanganku.
“kak pusing….”
suaraku terdengar seperti bukan suaraku.
“iya dek.. Kakak pijat ya.. Adek tenang aja.. Nggak apa apa kan dek..?”
kak faisal kelihatan begitu gelisah, kemudian ia langsung memijat kepalaku dengan teratur.
Aku memejamkan mata menahan pusing dan mual. Pijatan kak faisal membantu mengurangi sedikit rasa pusingku.
“mana sih agus, kok lama sekali ngambil air putih…”
gerutu kak faisal sambil tetap memijatku.
“kak kenapa kepalaku sakit sekali?”
tanyaku menahan pusing.
“nggak apa apa kok dek, itu wajar… Memang gitu rasanya.. Kakak juga dulu gitu..”
agus datang membawa segelas air putih. Lalu memberikan pada kak faisal.
“dek bangun sebentar…!”
perintah kak faisal sambil memegang punggungku untuk membantu aku tegak.
Aku bangun dengan susah payah, rasa pusing dan mual yang menjadi jadi, membuat tubuhku terasa kehilangan tenaga. Belum lagi keringat yang mengucur tak henti dari tadi menambah perasaan tak nyaman.
Kak faisal menempelkan bibir gelas ke mulutku, ku buka mulut dan meminum air putih dingin itu seteguk demi seteguk, segar rasanya kerongkonganku. Setelah habis segelas air, aku mencoba untuk berbaring lagi, namun kembali rasa mual menghebat menyerang lambungku. Aku bangkit lagi dengan refleks sambil membekap mulutku. Isi dalam lambungku yang sudah naik keatas memaksa keluar dari mulut dan hidungku. Buru buru kak faisal berdiri dan memapahku keluar dari kamar, sementara teman teman lain ikut berlari mengikuti kami.
Sampai halaman belakang rumah agus aku langsung muntah berkali kali, mengeluarkan seluruh isi lambungku yang dipenuhi minuman keras. Hidungku juga ikut sakit karena sebagian muntahku keluar dari hidung, hingga berair mataku saking perihnya. Kak faisal memijat bahuku. Aku muntah terus hingga perutku menjadi kosong.
Agus menggeleng gelengkan kepala dengan kuatir. Begitu juga rizal, ferry dan firdaus, mereka semua jadi pucat karena kuatir dengan keadaanku.
Aku masih terus berjongkok dengan sengsara, sisa sisa muntah sebagian mengotori bajuku. Kak faisal menungguku dengan sabar, kakiku terasa kesemutan saking lamanya aku berjongkok seolah olah sedang berak.
Air mataku sampai keluar saking aku menderita sekali pengaruh mabuk.
“dek masuk yuk… Disini gelap.”
kak faisal memegang bahuku sambil berusaha mengangkatku agar berdiri.
Aku membuka mata, memang sudah gelap, jadi berapa lama aku tak sadarkan diri tadi…?
“kak jam berapa sekarang… Pulang yuk.. Ntar mama nyariin kita.. Rio tadi belum bilang sama mama…”
ujarku dengan tersendat sendat.
“iya dek, sebentar lagi, adek harus pulih dulu, jangan sampai papa sama mama tau masalah ini, bisa bisa kakak dibunuh sama papa..”
kak faisal mencoba menenangkan aku.
Aku cuma terdiam. Kata kata kak faisal betul juga.
“sekarang kita masuk ya dek..!”
ajak kak faisal, aku mengangguk. Tapi aku tak mampu melangkah seimbang, dunia terasa bergoyang goyang. Kak faisal memapahku agar tak jatuh.
“rizal kampret…! Bantu gue dong jangan cuma bengong gitu!”
maki kak faisal.
Cepat cepat rizal menggotong aku disebelah kiri, kemudian mereka membawaku kekamar dan membaringkan aku diatas kasur. Kak faisal melepaskan baju yang aku pakai. Makin terasa menggigil rasanya.
“kak itu rokok apa kak.. Apa kalo orang merokok rasanya seperti ini..? Kalo gitu rio nggak mau lagi merokok..”
“itu bukan rokok biasa dek.. Makanya kepala agak pusing.. Tapi nanti kalo adek udah biasa, nggak bakalan gini lagi…”
kak faisal menerangkan padaku.
“sekarang adek tiduran dulu sampai pulih.. Baru jam tujuh malam dek.. Mama ntar bisa kakak telpon kalo adek ikut kakak jadi mama tak kuatir…”
aku mengangguk sambil terpejam.
“gus.. Boleh pake telpon rumah lo sebentar kan? Aku mau telpon mamaku..”
agus mengangguk.
“nah dek, adek tidur dulu, nanti jam sepuluh kakak antar adek pulang… Sekarang kakak mau telpon kerumah dulu..”
aku tak menjawab.
Terasa ada yang menutupi tubuhku dengan selimut.
Kaki dan tanganku juga ada yang mengurut tapi aku tak tau itu siapa. Aku hanya ingin rasa pusing ini cepat hilang.
“untung ia tak apa apa..”
“iya zal, sumpah tadi gue betul betul ketakutan.”
“loe sih fir, kasih ia minum banyak banyak..!”
“gue jadi gak enak banget nih sama faisal.. Adiknya jadi od gini… Untung kamu tadi langsung sigap..”
“ya iyalah.. Gini gini gue tuh tau menangani orang od ginian..”
“si faisal juga sih.. Udah tau adiknya belum pernah nyentuh ginian eh malah diracuni.. Dasar kakak bejat..”
“jangan berisik beruk… Adikku mau istirahat.!”
kemudian suasana langsung hening hingga aku tertidur lagi. Aku bermimpi bertemu emak, ia mengusap pipiku sambil menangis. Aku juga ikut menangis tersedu sedu.
+++

RASA YANG GANJIL
.
“dek.. Kenapa menangis dek.. Ayo bangun.. Kita pulang..!”
kak faisal mengguncang guncang tubuhku agar bangun.
Tersentak aku bangun, pusing belum banyak berkurang, cuma rasa mual sudah hilang, kak faisal mengelap wajahku dengan saputangan.
“adek mimpi apa.. Kenapa sampai mengigau dan nangis dek?”
tanya kak faisal dengan cemas.
“kak.. Aku mimpi ketemu emak.. Aku kangen sama emak, aku kepingin pulang kak…”
entah kenapa perasaanku menjadi begini sensitif, padahal kemarin kemarin aku sudah bisa mengatasi semua rasa kangen itu.
Kak faisal terdiam sejenak seperti berpikir, sementara agus yang berdiri disamping kak faisal mengerutkan kening melihatku.
“dek nih pake baju ini dulu, kita pulang sekarang.. Udah jam sebelas malam..”
kaget sekali aku mendengar kata kata kak faisal, cepat cepat aku beranjak dari atas kasur, kulihat ferry, firdaus dan rizal sudah terkapar diatas lantai, tertidur. Semuanya pasti mabuk sekarang.
Aku memakai baju yang diberikan kak faisal tadi dengan terburu buru.
“gus, kubawa dulu baju ini.. Nanti aku kembalikan, sekarang kami pulang dulu ya..!”
kak faisal pamit sama agus.
“sal, masih bisa nggak.. Kalo pusing mendingan menginap disini aja…”
saran agus dengan nada kuatir.
Kak faisal menggeleng.
“makasih gus, nggak masalah kok, aku masih bisa kontrol, nggak enak sama nyokap, soalnya aku ngajak rio..”
“terserah gimana baiknya lah..”
agus penuh pengertian.
“oke gus, aku pulang dulu, sampe ketemu besok dikelas..”
“sip bro…hati hati di jalan.”
kak faisal menuntun aku keluar kamar, kemudian kami berjalan ke garasi. Agus mengantar kami hingga ke halaman depan rumahnya.
Kak faisal mengambil motornya kemudian menyalakannya. Aku naik di boncengan dengan hati hati.
“dek, pegangan yang kuat ya.. Jangan sampai adek lepas.. Nanti jatuh..”
kak faisal memperingatkanku.
“iya kak.. Aku memeluk kak faisal erat erat, wajahku menempel di punggungnya.
“yuk gus.. Sampe besok ya..”
agus mengangguk sambil melambaikan tangan.
Kak faisal membawa motor dengan kecepatan sedang, tangan satu memegang setang sedang tangan kiri terkadang memegang aku.
“dek.. Jangan tidur dulu ya dek..!”
aku mengangguk.
“dingin dek?”
aku mengangguk.
“masih kepengen muntah…?”
aku menggeleng, sementara pipiku masih menempel di punggung kak faisal dengan mata terpejam.
Tanpa aku sadari kak faisal tiba tiba menghentikan motornya. Aku membuka mata.
“kenapa kak?”
“kita sudah sampai dirumah dek.. Adek tunggu di motor ya dek.. Pegangan di setang jangan sampe jatuh.. Kakak mau periksa dulu siapa tau mama belum tidur, gawat kalo mama tau…!”
kak faisal turun lalu memasang standar motor sementara aku masih duduk diatas motor. Aku cuma mengangguk.
Kak faisal membuka pagar, kemudian masuk. Memeriksa keadaan rumah.
Tak lama kemudian ia kembali menghampiriku.
“aman dek.. Masuk yuk.. Turun pelan pelan dek, jangan sampai jatuh..”
kak faisal memegang tanganku membantuku turun dari motor. Bersama kami memasuki pekarangan rumah. Kak faisal menuntun motor sampai ke garasi, membuka pintu garasi memasukkan motor lalu menutup kembali pintu garasi.
Lewat pintu samping kak faisal mengajak aku masuk, kak faisal selalu membawa kunci duplikat.
Setelah mengunci pintu ia memapahku menuju ke kamar tidur.
“kak mama udah tidur?”
aku bertanya.
“sssstt…. Dek jangan keras keras nanti mama bangun..”
kak faisal menempelkan jari telunjuk ke bibirnya yang ia mancungkan sambil berbisik.
Sampai dalam kamarku, aku bermaksud langsung rebah keatas kasur, tapi kak faisal menyuruhku ganti baju dulu. Karena kepalaku yang masih teramat pusing, aku tak mengindahkan kata kata kak faisal, aku tetap saja berbaring, soalnya mataku betul betul terasa berat. Sebelum betul betul tertidur masih sempat aku melihat kak faisal mematikan lampu kamarku.
.
Aku terbangun karena merasa kedinginan, aku sedikit terkejut saat melihat kak faisal sedang tertidur disampingku, sakit kepalaku telah hilang, namun aku tak bisa bergerak. Kak faisal memelukku, aku takut bergerak karena tak mau membangunkan kak faisal, ia tidur begitu lelap, wajahnya yang mulus membentuk garis seolah sedang tersenyum, kumis halus baru mulai tumbuh diatas bibirnya yang mungil berwarna kemerahan. Sesaat aku perhatikan wajah kak faisal tidak mirip papa, tapi lebih mirip om sebastian. Cuma hidung kak faisal mancung lancip, tak seperti om sebastian yang mancung bangir. Bulu mata kak faisal begitu lentik, bagaikan mata boneka yang sedang tertidur. Terdengar dengkur halus dari mulutnya. Pasti kak faisal juga pusing, terlihat dari caranya tidur, kak faisal tak memakai baju, cuma memakai celana hawai saja. Aku juga heran, entah kapan aku sudah telanjang dada, sedangkan semalam aku terkapar begitu menyentuh tempat tidur. Aku tak menyangka kak faisal tidur dikamarku. Ku pikir setelah ia mematikan lampu, ia langsung ke kamarnya.
Tapi kak faisal masih sempat melepaskan baju dan celana panjang yang aku pakai semalam. Pantas saja aku terbangun kedinginan. Soalnya ac kencang ditambah lagi aku tak pakai baju tentulah membuat aku menggigil hingga terbangun. Tangan kak faisal yang berada diatas perutku aku coba angkat pelan pelan, namun kak faisal langsung berbalik menghadapku malah sebelah kakinya naik keatas pahaku yang telanjang. Dan bibirnya menempel pada pipiku. Sementara matanya masih tetap terpejam menandakan kalau kak faisal masih pulas. Entah kenapa rasanya jantungku tiba tiba berdebar kencang. Tubuh kak faisal yang tak memakai baju menempel pada tubuhku yang juga tanpa baju.
++++
sepanjang subuh aku tak bisa lagi tidur. Aku terbaring menatap langit langit kamar dalam pelukan kak faisal dengan fikiran kalut.

Aku menanti pagi dengan gelisah, aku takut matahari cepat kembali ke singgasananya dilangit, aku tak tahu perasaan apa saat ini dalam hati, tapi aku tahu aku merasa nyaman dalam dekapan kak faisal, aku merasakan damai dan terlindungi. Aku sangat menikmati saat ini….
Perasaan ini hanya pernah aku rasakan waktu aku di bangka, perasaan yang sama yang aku rasakan terhadap rian.
Aku tahu ini terasa ganjil, namun aku tak kuasa menolak apalagi menepis jauh jauh, karena perasaan ini bukan datang karena direkayasa. Tapi perasaan ini tumbuh dengan sendirinya.
Hangatnya bibir kak faisal di pipiku begitu terasa.
begitu banyak yang terjadi hari ini dan semuanya serba baru aku alami.
Aku tak tahu apakah aku mampu melalui semua ini, sedangkan aku baru saja tinggal disini. Aku takut kalau perasaan ini malah hanya akan menyiksalku.
Kak faisal adalah kakakku, walaupun tak ada darah sama yang mengalir di jantung kami masing masing tapi ia tetap adalah kakak bagiku. Seseorang yang harus aku hormati, aku sayangi dengan tulus tanpa pamrih.
Walaupun kak faisal nakal dan suka melakukan hal hal buruk, aku tahu kak faisal sebetulnya baik, cuma pengaruh teman temannya itu yang membuat kak faisal jadi begini.
Saat mengenang kejadian kemarin, aku jadi menyadari kalau kak faisal menyayangi aku, walaupun sebelumnya ia sempat membuat aku sebal, tapi aku tau kak faisal punya sifat baik.
Aku ingin sekali kak faisal merubah kelakuannya. Aku tak mau kak faisal sampai terjerumus semakin dalam.
Aku tak ingin satu satunya kakakku disini mendapat masalah dan hancur masa depannya hanya karena salah pergaulan.
Aku melirik kak faisal yang masih terlelap, mulutnya sedikit menggumam, tak jelas apa yang ia katakan, mungkin ia mengigau karena masih ada pengaruh dari minuman yang kemarin kami minum.
Aku sayang pada kak faisal.
>
>

sekitar jam setengah enam, begitu kak faisal merubah posisinya, aku buru buru berangkat, kak faisal tak terbangun, aku keluar kamar setelah memakai baju kaus, aku haus dan ingin minum.
Kepalaku masih terasa agak berdenyut denyut tapi tak begitu mengganggu.
Setelah menutup pintu kamar aku langsung ke dapur.
Ada Bik tin sedang menggoreng kue.
“udah bangun abang?”
tanya bik tin sambil membalik balik goreng pisang dalam wajan.
“iya bik.. Mama belum bangun bik..?”
“nyonya biasanya bangun jam lima, sholat dan mandi di kamarnya. Jarang keluar bang, paling kalau sudah mau berangkat kerja, ia keluar untuk sarapan.”
bik tim menjelaskan.
“oh gitu bik…”
aku mengangguk angguk, sambil mengambil gelas bersih dalam lemari kitchen set di dinding.
“abang mau minum teh, atau mau bibik bikinin kopi susu?”
“nanti aja bik, lagi pengen minum air putih dulu, kalau bibik sudah selesai gorengin pisang, baru bikin kopi susu…”
jawabku sambil menekan kran dispenser.
Air mineral dari dalam galon turun mengucur masuk dalam gelas bening ditanganku.
Aku meneguknya hingga habis. Kebiasaan dari semenjak kecil, tiap bangun tidur minimal aku langsung minum air putih dua gelas sebelum cuci muka dan kumur kumur.

“bik aku kedepan dulu…”
bik tin tersenyum simpul dan mengangguk.
“iya bang.. Kalo lapar tinggal bilang aja mau makan apa pasti bibik bikinin untuk abang..”
“oke bik, makasih ya…”
aku senang sekali sama bik tin, aku belum banyak bertanya pada bik tin, ia berasal dari mana, punya anak atau tidak.. Soalnya selama hampir dua minggu aku tinggal disini, belum pernah aku melihat bik tin pulang kerumahnya.
Kamar bik tin dirumah ini terletak di bagian dapur, kamarnya pernah aku lihat, tak seperti kamar pembantu, ada tempat tidur per dengan seprei yang bersih, televisi berwarna 14 inci, ada mini compo, walaupun bik tin cuma pembantu, tapi mama memberikan fasilitas yang cukup memadai untuk bik tin.
Aku bangga pada mama untuk hal ini, tak pernah aku lihat mama memarahi bik tin, selama ini sikap mama terhadap bik tin cukup sopan.
Baru saja aku berbalik mau keruang tengah, tante laras keluar dari kamarnya.
Ia mengenakan kimono warna merah terang, rambutnya yang kemarin ia gulung sekarang tergerai hingga ke punggung.
Begitu melihatku ia seperti heran.
“pagi amat kamu bangun…”
sapa tante laras sambil menggulung rambutnya.
“iya tante udah biasa waktu dirumah dulu aku selalu bangun pagi…”
“kemana saja kemarin..?”
suaranya bernada interogasi.
Aku tak mungkin cerita kalau kemarin diajak kak faisal mabuk.
“aku kerumah temannya kak faisal tante..”
“kok maghrib nggak pulang… Apa kamu biasa begitu..?”
aku jadi gelagapan ditanya seperti itu.
“nggak.. Nggak kok tante.. Baru sekali ini.. Itupun karena diajak sama kak faisal…”
aku membela diri, aku tak ingin tante laras menganggapku anak nakal yang tak tahu aturan.
“lain kali kalau main itu ingat waktu.. Jangan seenaknya saja.. Bikin mama kamu resah aja..”
ujar tante laras dengan sedikit ketus.
Aku tak menjawab cuma bisa mengangguk.
“faisal masih tidur?”
“iya tante… Kak faisal masih tidur..”
“jam berapa kalian pulang semalam…?”
kembali pertanyaan yang membuat aku menjadi bingung harus menjawab apa.
“hei… Kenapa diam.. Jam berapa semalam kamu dan faisal pulang?”
“j..jam… Jam sebelas tante…”
aku menjawab dengan terbata bata saking takutnya.
“bagus.. Bagus sekali.. Mau jadi apa kamu? Belum dewasa sudah bertingkah seperti itu… Apa mau jadi preman? Hah..? Mau jadi bandit..? Main dari sore sampai tengah malam…!!”
tuduh tante laras.
++++

“maaf tante… Aku…”
aku tak sempat menyelesaikan kata kataku karena keduluan dipotong tante laras.
“kenapa…! Mau mencoba membela diri, sudah tau salah masih juga mau mangkir..?”
suara tante laras meninggi.
Aku terdiam, aku tak mungkin menjawab karena aku memang bersalah, takutnya aku jadi terpancing untuk melawan tante laras, aku tak mau membuat masalah, bagaimanapun juga ia adik papa, aku terpaksa harus menghormatinya walaupun hatiku kesal.
“iya tante.. Rio minta maaf..”
“minta maaf.. Tapi besok besok diulang terus.. Gitu? Tante nggak perlu kata kata maaf kamu, percuma kalau cuma supaya tante diam… Tante akan bicara sama mama kamu.. Supaya lebih ketat lagi untuk tak membiarkan kalian seenaknya saja..!”
tikam tante laras sambil meninggalkan aku dengan bersungut sungut.
Hilang sudah semangatku, pagi pagi buta sudah kena semprot.
mimpi apa aku semalam, betul betul apes.
Baru satu hari tante laras menginap disini tapi sudah bikin aku jadi tak nyaman.
Semoga saja tak lama ia menginap disini.
Mendingan aku masuk kekamarku lagi, mumpung tante laras lagi didapur, takutnya kalau ia melihatku masih disini, bakalan kena ceramah lagi.
Dalam kamar aku langsung menutup pintu, kak faisal masih tidur lelap, aku harus membangunkan kak faisal, sekarang sudah jam enam.
hari ini kak faisal sekolah, kalau tak aku bangunkan bisa bisa kak faisal tidur sampai siang.
“kak.. Bangun.. Sudah siang..!”
aku mengoyang goyang tubuh kak faisal.
Ia membuka matanya sebentar lalu berbalik dan tidur lagi.
“kak… Bangun dong.. Nanti kesiangan.. Udah jam enam kak…”
kak faisal menarik bantal dengan mata terpejam lalu menutup kupingnya dengan bantal.
Aku menggaruk kepala yang tak gatal. Kelewatan banget kak faisal tidur udah kayak orang mati. Aku naik keatas tempat tidur lalu menindih tubuhnya sambil menggelitik kak faisal, ia meronta kaget, dengan kesal berbalik menindihku dan balas menggelitikku.
Aku tertawa keras karena geli tapi kak faisal tak perduli, ia terus menggelitikku hingga aku hampir terkencing kencing.
“ampun kak.. Ampun.. Geli.. Haha..ha.. Ampun..”
aku meronta ronta berusaha melepaskan diri namun kak faisal bukannya berhenti malah makin menjadi jadi menggelitikku.
“nggak ada ampun ampun.. Rasakan.. Dasar tukang ganggu.. Nih rasakan..!”
kak faisal menduduki pantatku, sementara tangannya terus menggelitik pinggangku kuat kuat.
“kak… Aaaaaaaampun…hahaha… Geli… Henti..kanhh.. Ha..ha.. Ampuuun…”
“nggak bisa..!! Hahaha… Rasakan.. Biar jera..”
“sumpah.. Aku gak bakalan ganggu laagihh.. Haha.. Sudah kaaak.. Hahaha hentikaanhhh…”
Nafasku tersengal sengal, aku tak tahan lagi, kalau diteruskan aku bisa kencing beneran..
“kak.. Sudah.. Aku mau kencing…”
kak faisal tak perduli, makin menjadi jadi menggelitikku.
Aku pura pura pingsan supaya kak faisal berhenti, aku sengaja tak bersuara lagi dan memejamkan mata, namun kak faisal tak percaya begitu saja, ia menyolok ketiakku dengan jarinya. Aku kembali menjerit karena kaget. Kukerahkan seluruh tenagaku untuk melepaskan diri, akhirnya berhasil, kak faisal terbaring saat aku berbalik, tubuhnya langsung menindihku, beberapa saat kak faisal terdiam. Wajah kami begitu dekat, kak faisal menatap mataku lama sekali. Tiba tiba kak faisal mencium pipiku, mataku terbelalak karena kaget. Namun aku tak bergerak, jantungku kembali berdebar kencang. Kak faisal tak merubah posisinya. Ia terus menindih tubuhku. Aku merasakan sesuatu yang keras menindih perutku dari balik celana hawai kak faisal.
Seolah tersadar kak faisal menggeleng gelengkan kepalanya dengan wajah memerah buru buru berangkat dari atas tubuhku, tanpa mengatakan apa apa lagi kak faisal keluar dari kamar meninggalkan aku yang masih bengong.
Setelah berhasil menguasai diri, aku duduk diatas tempat tidur meraba pipiku yang tadi bekas dicium kak faisal dengan perasaan bingung. Aku termenung memikirkan kejadian ini. Kenapa kak faisal bisa menciumku, apakah ia memang kesepian selama ini tak punya teman dirumah. Hingga setelah ia dekat denganku ia menunjukkannya dengan cara ini. Aku betul betul bingung dibuatnya.
Aku turun dari tempat tidur, merapikan seprei dan bantal serta melipat selimut. Kemudian aku menarik handuk dari gantungan. Lalu masuk ke kamar mandi. Sekitar sepuluh menit aku mandi.
Selesai berpakaian dan menyisir rambut, aku bermaksud keluar kamar, sudah jam tujuh kurang duapuluh menit. Baru saja aku mau menuju pintu, terdengar bunyi pintu kamarku diketok dari luar. Aku membuka pintu, mama berdiri didepan pintu kamarku sambil senyum.
“udah mandi sayang..? Sarapan dulu yuk.. Hari ini kita ke sekolah kak faisal, mama mau mendaftarkan kamu..”
aku keluar kamar mengikuti mama kedapur.
“hari ini daftarnya ma? Jadi rio satu sekolah sama kak faisal?”
aku bertanya penasaran.
“iya sayang.. Semula mama mau memasukkan kamu ke sekolah swasta, tapi fai menyuruh mama daftarin kamu ke sekolahnya..”
jelas mama sambil terus berjalan.
Aku mengangguk.
Diruang makan, papa, kak faisal, tante laras dan om sebastian telah duduk sambil sarapan dimeja makan.
“wah udah mandi rio…?”
ujar om sebastian begitu ia melihatku.
“udah om..”
jawabku sambil menarik kursi yang ada disampingnya.
“jadi ma daftarin rio hari ini.?”
tanya papa sambil mengambil sepotong udang goreng.
“jadi pa.. Mama hari ini kekantor agak siangan dikit, selesai urusan sekolah rio, baru kekantor..”
jawab mama yang sedang mengolesi roti dengan mentega.
Aku melirik kak faisal, namun ia tak melihatku sedikitpun, sibuk dengan makanan di piringnya. Sambil menunduk.
++++

aku membalikan piring didepanku, mengambil nasi goreng sedikit.
“makan yang banyak..! Gimana mau sehat kalau cuma segitu…badan udah kerempeng kayak gitu”
tegur tante laras tajam.
Aku melirik tante laras dan mengangguk. Kemudian menambahkan nasi goreng satu senduk lagi.
Aku tak banyak bicara hanya diam mendengarkan mereka ngobrol. Kak faisal menyudahi sarapannya, buru buru pamit mencium tangan mama dan papa serta tante laras. Kulihat tante laras memberikan selembar uang sepuluh ribu pada kak faisal. Setelah berterimakasih, kak faisal langsung meninggalkan ruang makan.
“dek laras hari ini rencananya mau jalan kemana?”
tanya mama yang juga telah selesai sarapannya. Kemudian mencomot pisang goreng dari atas piring.
“paling mau ke IP aja kak, sekalian mau cari cari baju pesanan ratna, dia mau ultah seminggu lagi..”
jawab tante laras sambil mengambil pisang goreng juga, ia menyebutkan ratna, siapa ratna, apakah itu anaknya, kenapa tak ikut kemari?
“nanti kalau mama udah selesai mendaftarkan rio, temani aja laras ma..”
papa menyambung sambil mengunyah pisang goreng.
“iya pa, mama juga mau sekalian cari perlengkapan untuk rio, soalnya kemarin kemarin belum sempat beli, papa jadi ke pontianak lusa?”
aku menggeser piring kosong bekas aku makan pelan pelan agak kedepan. Kemudian minum segelas air putih, setelah itu mengambil sepotong pisang goreng.
(puas anubiz???)
aku permisi meninggalkan meja makan karena mau ke depan, mereka mengangguk, ku bawa kopi susu dan sepotong pisang goreng ke teras, aku duduk sambil melihat lihat kendaraan yang lalu lalang dijalan.
“kemana semalam om cari kok nggak ada?”
suara om sebastian dibelakangku. Aku menoleh dan menjawab.
“diajak kak faisal kerumah temannya om.”
om sebastian duduk dikursi yang ada disampingku.
“sebenarnya om mau mengajak jalan jalan juga, tapi kalau udah sama kak faisal ya lebih bagus, ramah teman teman faisal?”
“mereka ramah dan pada asik asik semua om.. Rio langsung akrab sama mereka.. Oh ya om, nggak kerja ya?”
tanyaku ingin tahu karena om sebastian tak memakai seragamnya.
“kerja, sebentar lagi lah..soalnya hari ini mau persiapan mau ke muara enim..”
“jauh ya om?”
“nggak begitu…”
“berapa lama..?”
“paling seminggu..”
jawab om sebastian sambil mengangkat gelas kopi susuku dan meminumnya sedikit.
“om mau ganti baju dulu..”
kata om sebastian sambil berdiri, kemudian masuk kedalam rumah.
Aku menghabiskan kopi susu kemudian masuk kedalam juga.
Mama lagi berdiri sama papa diruang tamu, kelihatannya papa sudah mau berangkat ke kantor.
“rio ganti baju, kita pergi sebentar lagi..”
kata mama saat melihatku.
“iya ma..”
“papa berangkat dulu ya ma..”
ujar papa sambil mengambil tas kerjanya dari tangan mama.
“hati hati dijalan pa, nanti mama telpon kalau semua sudah selesai..”
papa mengangguk dan berjalan kedepan diantar mama.
Aku ke dapur menaruh gelas ditempat pencucian piring kemudian langsung ke kamar berganti pakaian.
Aku memilih celana jeans hitam dan baju kemeja garis garis hitam, baju yang masih bau toko, ku lepaskan label harganya. Aku berdecak melihat harga yang tertulis di label itu, setara dengan untung jualan kue emak selama satu minggu lebih. Setelah selesai aku keluar kamar. Ya ampun ada tante laras, baru saja aku mau menghindar tiba tiba ia memanggilku.
“rio, sini…!”
aku mendekati tante laras dengan gelisah.
“iya tante…ada apa..?”
tante laras langsung berjongkok didepanku, tangannya langsung bergerak merapikan bajuku.
“seharusnya kemeja ini dimasukkan dalam celana biar kelihatan rapi..!”
dengan cekatan tangannya membuka ikat pinggangku, menurunkan celanaku sedikit lalu memasukan bagian bawah baju kemejaku dalam celana. Setelah mengancingkan lagi celana dan memasang ikat pinggangku. Tante laras berdiri.
“sudah rapi.. Rambut itu disisir kesamping, terus pake bedak biar kelihatan segar.. Sini tante urus..! Udah gede tapi nggak tau berpakaian yang baik!”
ujar tante laras tak sabar menarikku kembali ke kamarku, kemudian ia meminyaki rambutku dan menyisirnya belah pinggir. Setelah itu ia membedaki mukaku hingga rata.
“nah.. Gitu kan lebih ganteng.. Siapa yang menyangka kamu dari kampung.!”
suaranya terdengar penuh kepuasan.
Aku memandangi bayanganku didalam cermin, aku melihat seolah bukan aku yang berdiri didepannya, seorang anak yang beda, bukan rio yang selama ini aku lihat dalam cermin. Anak dalam cermin itu begitu rapi, memakai pakaian bagus dan mahal, mengenakan arloji yang bermerek, memakai sepatu kets baru, tubuhnya pun lebih berisi, rambut tak acak acakan lagi, aku serasa asing dengan bayanganku sendiri. Begitu cepatkah aku berubah, aku pandangi lebih lekat bayanganku. Memang tak ada kemiripan sedikitpun aku dengan emak, yuk tina maupun yuk yanti. Mataku sedikit tajam dengan alis tebal, wajahku berbentuk persegi dan tegas, sekilas aku lebih mirip mama, terutama hidungku. Apakah begini wajah papa kandungku, apakah aku lebih mirip ayah kandungku. Dimana dia sekarang? Apakah saat ini dia sudah menikah lagi, apakah dia sudah punya anak, ingatkah dia padaku. Ingin rasanya aku menangis membayangkan itu, aku bahkan belum pernah sekalipun melihat wajah ayah kandungku yang menyebabkan aku terlahir didunia ini, memberikan nyawa padaku namun langsung meninggalkan aku hingga aku banyak menelan kepahitan gara gara itu.
“hei kok malah bengong..!”
suara tante laras menyadarkan aku dari lamunan tentang ayah.
“wah anak mama betul betul ganteng… Mama jadi pangling nih…”
entah sejak kapan mama telah masuk dalam kamarku. Tante laras tersenyum simpul puas.
+++

tante laras keluar dari kamarku tanpa mengatakan apa apa lagi.
Mama menghampiriku.
“rio anak mama nggak nyangka bakalan ganteng begini…”
aku tersenyum mendengar pujian mama, aku merasa jadi percaya diri, tadi aku agak kurang nyaman karena terlalu rapi, tapi kata kata mama tadi cukup menghiburku.
“ma jam berapa kita ke sekolah bang fai, rio jadi deg degan bakal sekolah lagi..”
aku mengutarakan kekuatiranku pada mama.
“jam sembilan, tadi mama udah telpon kepala sekolahnya, kebetulan masih teman mama juga, sebentar ya tunggu mama ganti pakaian dulu..”
aku menganggukan kepala.
Mama keluar dari kamarku.
Sepeninggal mama, aku membuka lemari, mengambil kunci laci dari bawah lemari, kemudian mengeluarkan foto emak.
Aku pandangi dalam dalam foto emak, ku usap dengan jariku, betapa aku rindu sekali sama emak.
“sabar ya mak.. Rio pasti akan kembali, rio berjanji akan membahagiakan emak…”
aku berbisik pada foto emak, lalu aku cium, mataku jadi berkaca kaca, agak sedih juga rasanya. Tak terasa dua minggu sudah aku melalui hari hari tanpa emak.
Aku akan berusaha agar aku berhasil, aku akan kembali menemui emak, walaupun saat ini aku sudah terpisah jauh, namun aku tak akan bisa melupakan emak begitu saja.
Kutaruh kembali foto itu dalam laci dengan hati hati, aku kunci, lalu kuncinya aku sembunyikan lagi dibawah lemari.
.
“jadi kapan rio bisa mulai bersekolah disini…?”
tanya mama pada kepala sekolah.
Aku duduk bersama mama dikantor kepala sekolah sma 3, ruangan yang rapi, ada beberapa piala dalam lemari kaca, bu amperawati Sang kepala sekolah, usia paruh baya, mengenakan atasan blouse ditutupi blazer hitam, dengan rok sempit bawah lutut warna senada blazer, dengan sedikit belahan dibagian belakang. Rambutnya digelung rapi, wajahnya memancarkan kharisma. Sorot matanya tajam dan tegas dari balik kacamata berbingkai gading warna cokelat tua.
Tersenyum pada mama.
“senin depan sudah bisa masuk ke kelas, kenapa nggak daftar dari sebelum ajaran dimulai?”
tanya bu amperawati dengan suaranya yang terdengar merdu, tak sesuai dengan penampilannya yang terkesan kaku.
“anakku baru pindah dari bangka, ia butuh untuk menyesuaikan diri dulu dengan lingkungan barunya, saya takut kalau langsung masuk sekolah malah ia jadi stress..”
jawab mama.
“baiklah saya mengerti, nanti saya atur akan ditempatkan dikelas yang mana, soalnya saya juga masih harus memeriksa dulu ketersediaan bangku untuk rio..”
“tapi rio bisa kan bersekolah disini..?”
tanya mama agak cemas.
“nanti bisa saya atur, tentu saja bisa bu harlan…cuma masih mau menentukan dulu apakah ditempatkan eh kelas satu yang mana..!”
tegas bu amperawati.
“kalau begitu terimakasih banyak untuk pertolongannya bu, saya pamit dulu..”
kata mama sambil berdiri dan menyalami bu amperawati.
“sama sama.. Nanti saya telpon secepatnya bu harlan..”
aku berdiri menyalami bu amperawati, kemudian mengikuti mama berjalan menuju pintu keluar.
Bu amperawati mengantar sampai depan pintu kantornya.
Suasana sekolah ini cukup menyenangkan. Lumayan teduh dan bagus, banyak sekali ruangan kelas disini, namun agak sunyi karena murid murid sedang belajar dikelas masing masing.
Terdengar suara beberapa orang guru dari dalam kelas sedang mengajar.
Aku melirik lewat pintu pintu eh sepanjang koridor sekolah, siapa tahu aku melihat kak faisal.
Seorang guru yang masih muda memakai jilbab warna ungu muda berjalan didepan kami, ia tersenyum sama mama. Mama membalas senyumnya.
Aku dan mama berjalan hingga ke mobil, suasana yang gerah langsung tergantikan dengan kesejukan saat aku masuk dalam mobil.
Mang tono langsung menjalankan mobil membawa kami keluar dari gerbang sekolah ini.
Sekolah yang terletak dijalan sudirman kota palembang, jalan utama yang lumayan banyak dilalui kendaraan roda dua hingga roda empat.
Aku memperhatikan ruko ruko yang berjejer sepanjang jalan raya. Dulu aku pikir kota palembang itu seperti jakarta. Tapi setelah melihat sendiri suasananya, sangat semrawut, panas, dan berdebu. Mobil mobil angkot beda dengan yang ada di bangka. Mobil angkot disini sedikit lebih besar. Agak mirip dengan mobil kijang tapi warnanya lebih kusam.
“kemana dulu bu?”
tanya mang tono sambil menoleh sebentar ke belakang melihat mama.
“pulang dulu sebentar menjemput laras, habis itu kita ke IP..!”
jawab mama singkat.
Mang tono mengangguk sambil terus menyetir
Hingga sampai dirumah.
Aku turun dari mobil bersama mama.
Tante laras sudah menunggu depan teras.
Ia membawa tas tangan warna hijau pupus berukuran sebesar buku akutansi. Senada dengan warna gaun yang ia pakai.
Wajah tante laras oval, hidungnya tak begitu mancung, namun ia pandai merias wajah hingga terlihat begitu cantik. Walaupun dua tahun lebih muda dari mama, tapi tante laras kelihatan jauh lebih muda dari usia sebenarnya.
“sudah beres kak urusannya?”
tanya tante laras menghampiri aku dan mama.
“sudah dik laras, ayo kita langsung ke IP sekarang, mumpung belum terlalu siang..”
ajak mama.
“ma aku dirumah aja ya…”
kataku pelan pelan pada mama, soalnya tante laras ikut, aku bisa membayangkan betapa tak enaknya suasana nanti, bisa bisa sepanjang toko aku cuma membisu sambil menjaga sikap.
“loh, kenapa nggak mau ikut.. Kan mama mau beli perlengkapan sekolah kamu, nanti kalau sepatu sama tasnya nggak cocok dengan selera kamu gimana?”
tanya mama bingung.
“sudahlah kak, aku bisa bantu pilih yang bagus, mungkin rio capek mau istirahat..”
ujar tante laras dari dalam mobil.
“terserahlah kalau gitu.. Mama pergi dulu ya..”.
aku masuk ke dalam rumah setengah berlari menghindari sengatan panas matahari.
Cuma ada bik tin dirumah sedang mengelap keramik dan guci guci cina koleksi mama.
Aku langsung ke dapur mencari minuman dingin dalam kulkas, untung saja ada jus buah siap minum dalam kemasan kotak.
Langsung aku minum hingga tetes terakhir.
Segar sekali rasanya, sepi sekali disini, aku sudah tak sabar lagi bersekolah, jadi tak perlu selalu dirumah terus tanpa ada kegiatan.
Aku nyalakan televisi diruang tengah, ada koleksi film film laser disc terbaru, beberapa diantaranya film yang dulu aku betul betul ingin sekali menontonnya.
Return to the blue lagoon. Aku bingung bagaimana cara mengoperasikan laser disc ini.
Terpaksa aku urungkan niat menontonnya walaupun sangat penasaran.
Akhirnya aku cuma duduk duduk didepan kolam sambil memandangi ikan ikan yang berenang.
Aku jadi kepikiran sama emak, apa kabar emak dibangka, apakah emak sehat sehat saja, yuk tina dan yuk yanti saat ini pasti sedang sekolah, biasanya jam segini, emak sedang masak untuk makan siang. Semoga saja kue kue jualan emak selalu habis terjual. Soalnya hanya dari situ emak mengandalkan untuk membuat dapur tetap mengepulkan asap. Entah berapa lama aku merenung. hingga terdengar suara Mobil memasuki pekarangan rumah, kok cepat sekali mama pulang.
Mama dan tante laras turun dari mobil. Aku segera berdiri menghampiri mereka.
“loh.. Kenapa duduk sendirian disitu nak?”
tanya mama agak heran.
“nggak tau mau ngapain ma, bingung jadi aku duduk disini.. Sini rio bawain”
jawabku sambil mengambil bungkusan dari tangan mama, kasihan mama begitu kerepotan membawanya.
“terima kasih sayang..”
emak tersenyum senang.
Sementara tante laras yang juga menjinjing bungkusan tak kalah banyak dari mama sudah masuk duluan kedalam rumah.
“beli apa aja sih ma..?”
tanyaku sambil melangkah di anak tangga satu persatu.
“banyak…, baju sekolah kamu, sepatu, tas, buku buku tulis, ikat pinggang, dasi, sama topi.. Kita buka didalam rumah aja..”
jawab mama sambil menghapus keringat yang mengalir lewat pipinya.
Diruang tamu mama langsung menghenyakkan tubuhnya diatas kursi.
Bik tin langsung datang mengantarkan minuman dingin.
“makasih bik..”
emak mengambil segelas sirup jeruk lalu meminumnya.
“tuh buka aja, bungkusan putih itu semua punya kamu… Coba kamu pakai dulu, siapa tau nggak muat..”
mama menunjuk pada kantong plastik yang berjejer diatas meja.
Aku langsung membukanya tanpa diperintah dua kali.
Satu setel seragam putih abu abu dan dua pasang sepatu hitam yang masih bau toko, beberapa ikat pinggang dan juga tas model ransel yang terbuat dari kulit berwarna hitam. Sungguh bagus sekali. Dengan tak sabar aku bawa semua kekamar.
Aku langsung memakainya. Begitu pas. Sepatunya pun sangat bagus sekali, yang satu sepatu model sport dan yang satunya lagi sepatu pantofel. Ternyata selera tante laras betul betul bagus. Aku sangat menyukai tas dan sepatu yang ia pilih. Ada juga jam tangan baru. Aku jadi semakin tak sabar untuk bersekolah.
“gimana..? Kamu suka?..”
suara tante laras dari pintu kamarku.
Aku tersipu malu.
“suka banget tante.. Betul betul bagus.. Makasih tante..”
ucapku dengan tulus.
“syukurlah kalau kamu suka, berterima kasih itu bukan sama tante.. Tapi sama mama kamu.. Ia yang membayar semua itu, tante cuma memilih yang bagus saja..”
kata tante laras sambil berbalik keluar kamar.
Aku melepaskan semua seragam dan sepatu kemudian memakai kembali bajuku tadi.
Aku menemui mama, tapi sudah tak ada diruang tamu.
“cari mama ya? Ia sudah pergi, katanya ke kantor…”
kata tante laras tanpa aku tanya.
“mama udah ke kantor.. Apa mama nggak capek tante..?”
aku hampir tak percaya, soalnya dari tadi mama tak ada istirahat. Habis mendaftarkan aku ke smu, mama langsung menemani tante laras, sekarang malah langsung ke kantor.
“nggak tau.. Begitulah kalau orangtua terhadap anak.. Capek tak pernah dirasa rasakan yang penting anaknya senang..!”
jawab tante laras sambil duduk didepan televisi.
Aku menyadari apa yang dikatakan tante laras tadi memang benar.
“faisal belum pulang?”
tanya tante laras.
“belum tante, mungkin sebentar lagi..”
“ya sudah.. Tante mau menonton kassandra dulu, kamu jangan berisik.”
tante laras memencet remote kontrol mencari cari saluran yang menayangkan film telenovela amerika latin.
Aku meninggalkan tante laras sendirian dengan keasyikannya menonton opera sabun amerika latin itu.
Pas aku keruang tamu Kak faisal sedang berjalan menaiki tangga teras hampir sampai depan pintu ruang tamu, aku kok nggak mendengar suara motornya.
Baru saja aku mau menyapa kak faisal tiba tiba ia berbalik kembali seperti terlupa sesuatu. Kak faisal melemparkan tas nya begitu saja diatas kursi teras, kembali kemotornya lalu menghidupkan motornya dan keluar dari pagar dengan sedikit ngebut.
Aku menggelengkan kepala melihat tingkah kak faisal yang sudah mirip kayak berandalan itu. Entah mau kemana lagi dia, nggak ganti baju, nggak makan dulu malah langsung ngacir lagi.
Bahkan ia tak menyapa aku walaupun cuma sebentar.
Bete sekali rasanya padahal aku baru saja mau mengajak kak faisal makan siang sama sama.
Aku sengaja tak makan dulu karena ingin makan bersamanya.
Aku ambil tas sekolah kak faisal dari atas kursi teras kemudian aku masuk kedalam mau menaruh tas ini dalam kamarnya.
Aku belum pernah sekalipun melihat kamar kak faisal, apalagi masuk ke dalamnya.
Dengan pelan aku buka pintu kamarnya.
Yang aku lihat pertama kali adalah poster poster yang menempel didinding kamarnya. Bermacam macam gambar.
+++

aku langsung masuk ke kamar kak faisal dan meletakkan tasnya diatas meja belajar, kamar kak faisal tidak jauh berbeda dengan kamar ku, cuma didalam kamarnya ada beberapa buah gitar tergantung didinding, poster poster dari penyanyi rock luar negeri dan juga miniatur pesawat. diatas tempat tidurnya ada sebuah boneka beruang berwarna coklat berukuran sebesar bantal lantai, aku tak menyangka dibalik kebandelannya itu kak faisal juga punya boneka.
aku tergelitik untuk memeriksa meja belajarnya, mencari tahu siapa tahu kak faisal ada menyimpan foto cewek
tapi setelah beberapa lama aku mencari tak juga aku menemukan foto yang aku cari itu. aku tak percaya kalau kak faisal tak punya pacar, masa sih seganteng itu tak punya cewek? aku jadi penasaran….
tiba tiba terdengar suara motor kak faisal dari halaman, buru buru aku keluar sebelum ia tahu aku telah membongkar barang barangnya.
aku keluar seperti tak terjadi apa-apa.
++++

aku lihat tante laras masih asik menonton, aku berpapasan dengan kak faisal tepat di pintu antara ruang tamu dan ruang keluarga.
“dari mana kak?”
tanyaku dengan wajar.
Kak faisal sedikit kaget, namun ia langsung tersenyum tipis.
“ngambil walkman ketinggalan dirumah teman..”
“oh gitu, kak makan siang dulu yuk..”
ajakku karena memang perutku sudah terasa lapar.
“makan aja dulu, tadi kakak udah makan dikantin, masih kenyang…”
“kakak mau kemana?”
“nggak kemana mana, ngantuk… Mau tidur!”
“yaaa… Padahal aku mau ngajak kakak main sega..”
“nantilah.. Kapan kapan aja, sori ya kakak mau kekamar dulu, mau istirahat.”
kak faisal langsung berlalu pergi ke kamarnya meninggalkan aku yang bengong melihatnya.
Sebetulnya aku agak kecewa sih, menunggu kak faisal pulang sudah dari tadi, giliran udah ada, eh.. Malah dianya nggak mau dianya malah capek.
Akhirnya aku makan siang sendirian.
Habis makan, aku ke kamar main sega sendirian. Hingga jam setengah empat karena udah pegal pegal duduk dilantai, aku berhenti, kemudian keluar kamar, siapa tau kak faisal udah bangun. Tapi keadaan rumah begitu sepi.
Kak faisal masih dikamarnya, mungkin masih tidur. Tante laras juga nggak ada, entah tidur atau jalan jalan aku tak tau.
Mama sama papa belum pulang, cuma bik tin yang sedang menggosok baju dibelakang.
Aku keruang tamu, duduk sambil membaca komik donal bebek. Aku jadi ingat dengan koleksi komikku dirumah emak, tak aku bawa.. Dulu emak membelinya di toko, bukan toko buku tapi toko kelontong, majalah majalah bekas yang sebetulnya mau dipakai untuk pembungkus bumbu, tapi saat melihatnya emak langsung borong dengan harga super murah, karena emak ingat kalau aku paling suka membaca.
Dulu majalah majalah dan komik itu aku jaga dan simpan dengan hati hati. Aku sangat menghargai hadiah dari emak yang bagiku begitu berarti, tak ada anggaran untuk majalah, tapi emak bisa menemukan cara lain agar aku tetap bisa membaca serta memiliki majalah itu.
Kini dirumah ini aku bisa membeli majalah apapun yang aku mau. Berbagai macam majalah berlangganan selalu diantar oleh tukang koran. Ada majalah kartini dan femina untuk mama, majalah hai dan aneka untuk kak faisal serta majalah donal bebek dan ananda untuk aku, ditambah koran papa semua rutin datang diantar kerumah ini. Kalau aku mau beli komik yang lain tinggal bilang aja sama mama ia langsung menyuruh mang tono untuk belikan ke gramedia.
Meskipun demikian entah kenapa aku merasa lebih nyaman dengan kehidupanku yang dulu, aku lebih merasakan kehangatan keluarga dirumahku dulu, dimana emak selalu berada dirumah, aku tak pernah sendirian, kami selalu bersama sama. Aku kangen sekali berkeliling menjual kue, aku kangen membungkus kue ketan, aku kangen mengantar kue ke warung warung. Aku kangen dengan erwan yang lucu, rian yang pendiam tapi baik, dengan angga yang lebay, dengan si merah kucingku. Aku kangen dengan jalan yang biasa aku lalui dikampung. Aku kangen dengan kasurku yang sudah kempes, dengan bantal bantalku yang apak.
Andaikan waktu bisa diulang kembali yang aku inginkan hanyalah aku terlahir dari rahim emak.
Kenapa hidup ini penuh dengan rahasia, kejutan serta masalah. Andaikan aku bisa meminta pada tuhan, yang aku mau adalah kembali menikmati kebersamaan dengan emak. Aku sedih membayangkan puasa yang tak lama lagi akan datang, yang biasanya selalu bersama emak dan ayuk ayukku. Nuansa kental bulan ramadhan dirumahku dulu yang betul betul tak bisa aku lupakan.
Kulemparkan majalah donalbebek kebawah meja, kemudian aku ke teras, sudah sore sekarang.
Langit sudah teduh. Aku memandangi jalanan dari teras, motor dan mobil yang hilir mudik begitu banyak dijalan raya. Sungguh tak enak melihatnya. Berisik dan bikin bosan. Akhirnya aku kembali ke dalam.
Aku ke dapur mencari makanan dalam kulkas, ada kue lapis susu yang dingin dalam kemasan kotak. Aku potong pakai pisau lalu aku makan Ternyata enak sekali.
“makan apa rio?”
suara tante laras mengagetkan aku hingga kue yang sedang aku kunyah langsung tertelan hingga aku tersedak.
Melihatku batuk batuk Tante langsung mengambil minuman dalam kulkas lalu memberikan padaku. Cepat cepat aku minum, saluran hidungku agak pedih karena ada sesuatu yang mengganjal, mungkin remah kue yang menyangkut waktu aku batuk tadi.
“udah mendingan?”
tanya tante laras, aku mengangguk.
“makanya kalau mau makan itu bawa ke meja, jangan kayak gini, pintu kulkas dibiarkan terbuka, malah makan depan kulkas sambil berdiri… Itu kebiasaan buruk!”
suara tante laras tajam.
Aku tertunduk malu.
“lanjutkan lagi makannya… Tante cuma mau mengambil minuman..!”
tante laras mengambil satu kaleng minuman bersoda, lalu meninggalkan aku yang masih berdiri depan kulkas.
Hilang sudah nafsuku makan kue itu. Kututup pintu kulkas kemudian aku duduk dikursi makan.
Aku cuma terdiam memandangi seisi ruang makan.
Alangkah tak enaknya tinggal dikeluarga baru, segala sesuatu masih serba canggung. Tak seperti dirumah sendiri, aku bebas tanpa ada rasa sungkan. Disini aku merasa seolah olah melakukan ini salah itu salah. Makan pun aku kadang malu meski mama selalu menyuruh aku mengambil apapun yang mau aku makan yang aku mau minum tanpa sungkan atau meminta izin terlebih dahulu.
Apalagi dengan kehadiran tante laras membuat aku merasa bagaikan sedang mencuri dalam rumah sendiri. Meskipun tante tak mengatakan itu, entah kenapa aku merasa seolah ia selalu mengawasi segala tindak tandukku.
Itu membuat aku tak nyaman.
“hei.. Lagi mikirin apa? Melamun kayak kakek kakek gitu!.”
++++

aku menoleh ke pintu, rupanya om sebastian yang baru masuk ke dapur, masih mengenakan seragam polisi lengkap dengan topinya. Bajunya yang ketat pas menutupi tubuhnya yang tegap. Begitu gagahnya dia. Aku jadi kepingin jadi polisi nanti, aku ingin seperti om sebastian yang kelihatan sangat berwibawa. Om sebastian menghampiriku, menarik kursi lalu duduk disampingku.
“lagi mikirin apa sih kok asik bener ngelamunnya?”
om sebastian mengulangi lagi pertanyaanya.
Aku nyengir sedikit malu.
“nggak om, siapa juga yang melamun..”
“pasti lagi mikirin pacarnya ya?”
“enggak… Enggak kok.. Mana punya om..”
aku mengelak, wajahku memerah.
Om sebastian tertawa terbahak bahak melihat reaksiku.
“kok segitunya… Kalo bukan mikirin pacarnya terus mikirin apa?”
aku terdiam memikirkan jawabannya. Soalnya tak mungkin aku jujur mengatakan apa yang aku pikirkan tadi.
“lagi nungguin mama pulang om..”
“kok nunggunya disini, emangnya kak faisal mana?”
“kak faisal dikamar, mungkin masih tidur.”
“om kira kamu lagi jalan sama dia..”
“tadinya sih maunya gitu, tapi kak faisal kecapekan om, jadi ia mau istirahat..”
“om mau jalan ntar malam, mau ikut nggak?”
“kemana om?”
“ada aja…”
“kok pake rahasia segala?”
“mau ikut nggak?”
“gimana ya?”
aku pura pura berpikir, om sebastian mengerutkan keningnya menunggu jawabanku.
“oke deh.. Jam berapa?”
“jam setengah delapan, kalo gitu om mau makan dulu, kamu mandi gih! Bau..”
om sebastian menutup hidungnya seolah olah mencium bau tak sedap. Aku cemberut pura pura merajuk. Om sebastian tertawa lagi.
“rio mandi dulu kalo gitu..!”
kataku sambil mencubit om sebastian lalu berlari meninggalkannya cepat cepat sebelum ia sempat membalas.
‘BRUUUK..’
‘PRAAAAAANG……!’
Aku terduduk dilantai. Serpihan pecahan kaca kecil kecil berserakan dilantai, aku mendongak menatap tante laras yang limbung sambil memegangi perutnya. Wajah tante laras membeku. Tanpa aku duga duga ia menarik tanganku dengan paksa hingga aku berdiri lalu.
‘PLAAK.. PLAAK..’
Pipiku langsung terasa panas kena tamparannya dua kali.
“dasar anak tak tahu adat! Anak sialan..!”
maki tante laras kurang puas dan menamparku lagi dengan lebih keras.
Tubuhku gemetaran menahan takut, aku tak berani menatap tante laras. Sakit bekas tamparannya tak sesakit hatiku saat ini.
“memang anak kampung tak punya sopan santun, siapa suruh kamu lari lari dalam rumah hah? Apa kamu pikir bisa mengganti kristal itu..?”
tante laras merenggut bajuku dengan kasar.
“kakak apa apaan?”
om sebastian muncul diambang pintu dapur terlihat kaget. Kemudian langsung menarikku dan melindungiku.
Seperti tersadar tante laras melepaskan aku. Aku sembunyi dan mematung dibelakang punggung om sebastian dengan tubuh gemetaran.
“kakak..! Rio ini anak kak mega, kenapa kakak perlakukan ia seperti itu?”
teriak om sebastian dengan marah.
“ia menabrakku dan membuat piring kristal yang aku beli tadi pagi pecah..!”
suara tante laras penuh emosi.
“bukan berarti kakak boleh menampar dan memarahinya dengan semena mena… Ingat kak! Kakak itu cuma menumpang disini..tau diri sedikit kak!”
om sebastian membelaku. Aku terdiam tak bisa berpikir lagi, hanya air mataku serta rasa panas yang masih membekas dipipi yang aku rasakan saat ini, belum lagi rasa malu dan sedih, seumur hidupku baru sekali ini aku ditampar. Dan yang lebih menyakitkan lagi yang menamparku itu adalah orang asing.
“kenapa ribut ribut?”
aku melihat ke belakang tante laras, mama memandangi kami dengan heran, lalu ia melihat ke lantai dimana pecahan piring kristal tante laras berserakan.
“loh ini kenapa?”
tante laras tak menjawab, ia terdiam. Aku menunduk sementara air mataku terus mengalir tanpa dapat ditahan. Tubuhku masih gemetaran. Om sebastian juga diam seperti bingung harus mengatakan apa. Kak faisal berdiri di tengah pintu dengan wajah yang sembab habis bangun tidur, ia menggaruk garuk kepalanya.
“ribut ribut apaan sih?”
tanya kak faisal seperti orang kebingungan.
“rio.. Kenapa kamu menangis?”
tanya mama sambil menghampiriku.
Aku mundur beberapa langkah menghindari mama.
“kenapa sih ini, kok jadi aneh semua?”
mama mengulangi pertanyaanya kembali.
“dek laras apa yang pecah ini?”
mama berjongkok memunguti pecahan kaca dan memandanginya.
“bukannya ini piring kristal yang kita beli tadi ya, kenapa jadi pecah begini.?”
mama bertanya pada tante laras.
Bik tin masuk lewat pintu dapur, saat melihat lantai, ia berbalik kemudian kembali dengan membawa sapu dan kantong plastik.
Kak faisal mendekati kami kemudian melihatku sekilas setelah itu melihat tante laras, kak faisal mengangguk angguk seolah mengerti apa yang terjadi.
“tadi rio berlari, aku sedang membersihkan piring ini, aku mau mengambil lap bersih, ia menabrakku hingga piring ini pecah..”
akhirnya melontar juga kata kata dari mulut tante laras.
Mama terdiam mendengar penjelasan tante laras, kemudian mama menoleh padaku.
“betul itu nak?”
mama bertanya dengan lembut. Aku tak menjawab tak bisa berpikir atau mengelak, aku takut sekali mama marah dan memukuliku seperti yang tadi tante laras lakukan.
Aku berlari meninggalkan mereka. Mama berteriak memanggil namun tak aku perdulikan.
Aku keluar dari rumah ini dan berlari ke jalan raya.
Aku berlari secepat kakiku bisa berlari, menghindari mereka sejauh mungkin.
Aku tak mau lagi tinggal dirumah itu.
Airmataku masih deras mengalir. Hatiku masih sakit oleh perlakuan tante laras. Aku tak perduli kalaupun nanti aku tersesat. Yang aku inginkan hanyalah pergi sejauh mungkin.
Kenapa hanya karena tak sengaja menabrak tante laras ia tega menyakitiku.
++++

aku berlari tanpa menoleh lagi ke belakang, tak perduli kendaraan yang melaju kencang saat aku menyebrangi jalan, sebuah mobil langsung berhenti mendadak, kepala sopir melongok dari jendela sambil meneriakkan kata makian padaku namun tak aku indahkan, aku tiba tiba ada yang menangkapku, memeluk aku erat erat dari belakang, aku meronta ronta untuk melepaskan diri.
“adek kamu ini ngapain sih?”
bentak kak faisal.
“lepaskan kak..”
“nggak akan dek, ini palembang kota yang rawan.. Adek jangan bertingkah semaunya…nanti yang ada adek malah mendapat kesulitan…!”
kak faisal bicara dengan keras.
Aku terdiam, tak melawan lagi, kak faisal mengendurkan pelukannya.
Ia memegang tanganku lalu menuntun aku berjalan. Aku hanya pasrah mengikuti kak faisal, aku mengangkat bajuku menghapus airmata dipipi. Tak kuperdulikan tatapan mata orang orang di yang memandangku dengan rasa ingin tahu.
“kak aku tak mau tinggal dirumah lagi..”
aku berusaha untuk menahan rasa sedih.
“kenapa ngomong itu lagi dek..?”
tanya kak faisal pelan.
Aku tak betah kak.. Aku tak pantas.. Aku orang kampung..”
“adek, sabar dek, kakak yakin nanti adek akan terbiasa..”
hibur kak faisal. Aku menggeleng sambil menunduk.
“dek, kita pulang ya..!”
aku menggeleng. Kak faisal mendesah menarik nafas panjang.
“kalau nggak pulang kerumah lalu adek mau kemana?”
aku diam kemudian menggelengkan kepala.
“tuh kan adek sendiri bingung mau kemana..”
kak faisal mengajakku duduk dibawah pohon yang tumbuh dipinggir jalan. Aku berjongkok diatas trotoar.
“dek, tadi tante memukul adek ya?”
aku diam tak menjawab, hanya tertunduk memandangi rumput yang tumbuh di sela trotoar.
“adek ngomong aja dek… Benar kan kamu dipukul tante laras?”
aku mengangguk kecil.
Kak faisal menghela nafas.
“sudah kuduga…!”
kak faisal memungut kerikil kemudian melemparkan ke selokan.
“untung kakak langsung mengejar kamu, kalau tidak kakak tak tahu lagi harus bagaimana, kalau sampai ada apa apa sama kamu, tante laras bisa kena masalah..!”
ujar kak faisal terdengar kesal.
“tante laras memang keterlaluan, kakak benar benar tak menyangka kalau ia sampai tega memukul adek..”
kata kata kak faisal malah membuat aku jadi makin sedih.
Tiba tiba kak faisal merangkulku, ia mendekapku seolah olah melindungiku dari kesedihan.
“adek jangan sedih ya dek..kakak minta adek tetap tinggal disini bersama mama dan kakak, adek jangan meminta pulang lagi ya dek..”
bisik kak faisal sambil mengusap pipiku yang masih basah.
“kak.. Aku takut..”
ucapku dengan suara bergetar.
“takut dengan apa dek?”
“aku takut pulang.. Aku tak punya uang mengganti piring tante..”
“adek tak usah takut pokoknya masalah piring jangan dipikirkan, tante aja yang terlalu berlebihan, mama bisa ganti dek, mau satu toko juga mama beli, kakak yakin, yang penting sekarang kita pulang dulu ya dek..”
kak faisal terus berusaha membujukku.
“aku tak mau menyusahkan mama kak…itu salahku, biar aku pinjam dulu sama mama nanti aku ganti..”
kak faisal menggelengkan kepala sambil tersenyum.
“kakak ada uang tabungan, pake punya kakak aja.. Nggak apa apa dek, yang penting sekarang kita pulang dulu ya..!”
“aku belum mau pulang kak..”
“nanti mama cemas.. Kasihan mama..”
“aku tak mau ketemu tante laras…”
kak faisal terdiam mendengar kata kataku. Ia merenung sejenak seperti memikirkan sesuatu. Tiba tiba ia berdiri.
“tunggu sebentar dek, kakak mau kesitu dulu, ada telpon umum dirumah sakit itu, kakak mau menelpon rizal..”
sebelum sempat aku bertanya kak faisal sudah keburu berjalan cepat menuju ke rumah sakit dan menyeberangi jalan.
Aku duduk menunggu kak faisal, kulihat ia menuju telpon umum dan berbicara selama beberapa saat. Setelah itu ia kembali menghampiriku.
“kita tunggu rizal disini, sebentar lagi dia jemput adek bawa kerumahnya..”
aku memandang kak faisal dengan heran.
“kakak nanti pulang kerumah dulu mengambil motor.. Nanti kakak langsung nyusul kerumah rizal..”
aku mengangguk mengerti.
Sekitar sepuluh menit kemudian rizal datang dengan mengendarai motor crystal.
rizal turun menghampiri kami.
“jadi gimana?”
tanya rizal pada kak faisal.
“kamu duluan bawa rio, sebentar lagi gue nyusul..”
“oke.. Yuk rio..”
rizal memberi isyarat agar aku naik ke atas motornya.
“kak jangan lama ya..”
aku berpesan pada kak rizal.
“tenang aja dek, kakak nggak bakalan lama kok, adek tunggu aja dirumah rizal, sekarang kakak pulang dulu ngambil motor..”
ujar kak faisal sambil berjalan.
Rizal menarik gas motor, sesaat kemudian kami berdua sudah meluncur dijalan raya.
Aku memegang pinggang rizal karena anak satu ini naik motor kayak orang mau ngambil gaji.
Tak sampai sepuluh menit kami sampai dirumahnya.
Rumah rizal ternyata besar juga, ada dua mobil yang terparkir di garasinya. Halamannya cukup luas dan nyaman. Ada beberapa pohon cemara yang tumbuh dihalaman rumahnya. Hari sudah agak gelap menjelang magrib. Rizal membuka pintu dan mengajak aku masuk.
“santai aja rio, nggak ada siapa siapa dirumah, cuma adikku sama pembantu aja.. Papa sama mama lagi pergi kejakarta. Lusa baru pulang.”
jelas rizal sambil terus berjalan. Aku mengikutinya dari belakang sambil melihat lihat isi rumahnya. Cukup rapi dan artistik, pastilah mama rizal orang yang suka kerapian, terlihat sekali semua tertata baik, taplak meja terpasang tanpa kerutan. Sarung bantal kursi terlihat padat. Lantainya mengkilat dan mebel dalam ruangan ini bergaya modern.
“ini kamar aku, kamu mau santai dikamar atau duduk diruang keluarga sambil nonton?”
tanya rizal.
“dikamar aja..”
“oke.. Silahkan masuk..”
rizal membuka pintu.
++++

“santai aja dulu ya… Aku mau ke dapur dulu bikin minuman..”
aku mengangguk sambil duduk dilantai, kamar rizal tak terlalu besar, kasur dilantai, ada stereo set dan televisi 17 inchi. Selebihnya cuma lemari dan meja belajar. Rizal meninggalkan aku sendirian dikamar.
Aku membalik balik majalah otomotif melihat mobil mobil keluaran terbaru. Salah satu dalam gambar malah ada dirumahku. Suara penyiar radio terdengar sayup sayup lewat loudspeaker disudut ruangan.
Sekitar sepuluh menit rizal kembali masuk ke dalam kamar dengan membawa tiga cangkir kopi panas dan kerupuk ikan.
“ini rio, daripada bengong.. Diminum.!”
tawar rizal lalu meletakkan baki diatas meja belajarnya.
“makasih zal, nggak perlu repot repot gitu..”
“nggak repot kok, cuma kopi ini…”
“kak faisal kok belum datang ya?”
tanyaku tak sabar.
“sebentar lagi juga pasti datang, mungkin masih dijalan.”
rizal mematikan radio kemudian menyalakan televisi.
“kamu berapa bersaudara?”
aku ingin tahu.
“empat, yang paling tua udah menikah tinggal di bandung ikut suami, yang nomor dua masih kuliah di gunadarma. Aku yang masih dirumah dan satu lagi adik perempuanku masih kelas satu sma..”
jelas rizal sambil mengecilkan volume televisi.
“oh gitu ya..”
aku mengangguk angguk tanda mengerti.
“kamu sendiri selama ini katanya di bangka, gimana rasanya begitu tau kalau kamu punya orangtua kandung yang lain?”
rizal penasaran.
“terus terang kaget.. Tapi mau gimana lagi..”
“tapi kamu senang kan?”
“nggak tau lah.. Aku masih menyesuaikan diri..”
“tapi kamu cocok kan sama faisal..?”
“awalnya sih kak faisal kurang bisa menerima aku, tapi lama lama ia dekat juga..”
“faisal emang agak susah orangnya.. Tak gampang untuk bergaul, disekolah ia terkenal cuek, malah banyak yang penasaran sama dia, wajar aja rizal populer, cewek cewek banyak yang naksir,..”
aku mencondongkan tubuh agak ke depan karena tertarik mendengar penjelasan rizal.
“terus.. Siapa pacarnya sekarang?”
rizal mengangkat cangkir kopi, meniupnya sebentar lalu meminumnya sedikit.
“namanya amalia, anak kelas dua juga tapi beda kelas..”
aku jadi penasaran dengan yang namanya amalia itu, secantik apa sih anaknya hingga bikin kak faisal naksir, padahal dari tadi siang aku cari cari foto ceweknya tapi nggak ada. Aku betul betul penasaran tak sabar sekolah agar bisa melihat cewek itu. Selama ini kak faisal belum pernah cerita tentang ceweknya itu.
Ia juga nggak pernah kelihatan membawa cewek sekalipun kerumah. Kak faisal memang agak tertutup.
“eh itu suara motor faisal, sebentar aku kedepan dulu buka pintu..!”
ujar rizal sambil berdiri dan keluar kamar dengan setengah berlari.
Aku mengintip lewat jendela. Kak faisal menaruh motornya di garasi. Kemudian berjalan ke arah teras. Setelah itu tak kelihatan lagi, pasti ia sudah masuk ke dalam. Cepat cepat aku duduk kembali.
“jadi ortumu belum pulang?”
suara kak faisal makin dekat.
“kayaknya sih lusa.”
rizal menyibak tirai kamar lalu masuk ke dalam. Kak faisal tersenyum begitu melihatku.
“ini kakak bawain roti bakar…!”
ia memberikan bungkusan plastik hitam, aku berdiri mengambilnya dari tangan kak faisal.
“gimana keadaan dirumah kak?”
tanyaku sambil membuka simpul kantong plastik, aroma roti bakar yang harum bercampur mentega sangat membangkitkan selera.
“aduh dek.. Gawat.. Om sebastian berantem sama tante laras, om sebastian marah sekali waktu tau tante laras menampar adek.. Mama sih sebetulnya nggak suka waktu tau.. Tapi mama juga nggak enak kalo marah marah sama tante laras..soalnya tante laras kan selama ini kurang menyukai mama, baru dua tahun belakangan ini mereka rada akrab..”
kak faisal menjelaskan panjang lebar.
Aku termenung mendengarnya. Aku tak mau membuat mama dibenci tante laras.
“jadi gimana kak..?”
kak faisal menarik nafas sebelum menjelaskan.
“tante laras berkurung dalam kamar, waktu kakak kesini, ia belum keluar, mama sepertinya betul betul tak suka dek.. Om sebastian nanyain adek, kakak bilang lagi disini.. Terus mama bilang adek jangan pulang terlalu malam..”
“aku mau pulang kalo tante udah tidur!”
“ya terserah adek.. Kakak sebetulnya ada janji jam delapan ini..”
“janji sama siapa?”
tanyaku dengan curiga.
“sama teman dek..”
“amalia ya?”
aku langsung menyebutkan nama itu.
Kak faisal terlihat kaget tak menyangka kalau aku tau tentang amalia, kemudian ia melihat rizal yang cengengesan kak faisal cemberut terlihat sebal.
“iya dek..!”
entah kenapa mendengar kak faisal mau pergi dengan amalia, rasanya aku kesal sekali. Kak faisal kan seharusnya menemani aku yang lagi tertimpa masalah, ini dia enak enak saja bersenang senang dengan cewek sedangkan aku adiknya ia abaikan begitu saja disini.
“emangnya gak bisa besok ya kak?”
aku agak kesal.
“nggak bisa dek, soalnya kakak udah janji dari kemarin malam, tapi batal gara gara pesta itu, kalau malam ini kakak batalin lagi bisa bisa gunung krakatau meletus lagi dek..!”
aku bersungut sungut mendengar penjelasan kak faisal, aku tak perduli mau gunung krakatau meletus lagi biar sekalian laharnya menghanyutkan amalia jelek itu.
Eh aku kok jadi sewot gini? Kak faisal kan punya privasi sendiri, ia berhak untuk bersenang senang dengan siapapun juga yang ia suka. Apakah aku cemburu karena kakakku ternyata punya pacar, pastinya ia akan kurang perhatian sama aku. Tapi kalau di pikir pikir aku kan baru jadi adik tirinya. Mengapa aku harus mengambil semua waktu kak faisal untuk aku. Iiih sebel, pasti kak faisal akan lebih banyak menghabiskan waktu dengan ceweknya itu. Aku akan lebih sering ia cuekin. Hilang semangatku sekarang.
++++

“kakak mau pergi sekarang?”
“setengah jam lagi dek… Baru jam tujuh kok..”
kak faisal mengambil sepotong roti bakar. Mengunyahnya dengan nikmat.
Aku diam memandangi kak faisal yang sedang menikmati roti bakar, ingin rasanya aku membuang roti yang sedang aku pegang ini, selera makanku sudah menguap entah kemana.
Jadilah setengah jam yang menjemukan itu aku hanya diam pura pura serius menonton televisi. Acara sepekan sinetron nasional yang ceritanya aku nggak mengerti sama sekali. Karena sebetulnya aku memasang kuping menyimak pembicaraan antara kak faisal dan rizal.
“dek, kakak pergi dulu ya, setengah sepuluh kakak kesini lagi jemput adek..”
kak faisal pamit padaku.
“pergi aja..!”
jawabku ketus tak menoleh pura pura serius menyimak sinetron.
“jaga adik gue ya zal.. Jangan elo perkosa…!”
ujar kak faisal sambil bercanda pada rizal.
“ih apaan.. Emangnya gue pemakan sesama… Sori lah ya..”
rizal menirukan gaya bences dengan sangat sempurna.
Aku tak tertawa sedikitpun karena sedang kesal.
“dek, baik baik ya disini.. Jangan ngompol..!”
aku cemberut dengan bibir mengerucut lancip bak ujung tombak. Kak faisal tertawa sambil keluar dari kamar.
Sepeninggal kak rizal aku jadi bete, betul betul bosan. Mana rizal sibuk membaca komik, sinetron ceritanya nggak jelas, sutradaranya terlalu sibuk menunjukkan kemahirannya mengolah gambar bukannya fokus pada cerita yang bagus. Walhasil jam jam yang aku lalui selanjutnya bagaikan merangkak dengan sangat lambat. Berkali kali aku mendengus kuat. Sesekali rizal mengalihkan tatapannya dari komik ke arahku. Aku pura pura tak melihat. Sudah lima potong roti panggang aku makan. Baru jam sembilan, kata kak faisal setengah sepuluh ia menjemputku itu artinya masih setengah jam lagi. Setengah jam paling lama yang pernah aku rasakan. Seolah olah jarum jam mengejekku dengan merayap begitu lamban.
“zal aku mau kencing..”
ujarku pada rizal, karena memang aku mau kencing tak bisa lagi menahan.
Rizal melemparkan komiknya kemudian berguling turun dari kasur.
“sini gue antar..”
aku berdiri mengikuti rizal, kamar mandi dirumah rizal terletak di bagian dapur paling ujung. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengunci pintunya, rizal meninggalkan aku kembali kekamar. Setelah mengeluarkan semua urine yang menyesakkan kantung kencingku, aku menyiram wc hingga bersih kemudian keluar.
Adik cewek rizal yang sedang menonton televisi diruang tengah menoleh saat melihat aku, ia nampak seperti orang serba salah buru buru melihat ke layar televisi lagi tanpa menegurku.
Lumayan cantik, rambutnya panjang bergelombang, mengenakan setelan baju tidur dengan bawahan celana panjang.
Aku mengangkat bahu sambil masuk kembali ke dalam kamar.
Dasar cewek!.
Rizal tak lagi membaca komik, ia sedang memetik gitar dengan pelan, sepertinya anak satu ini punya ambisi menjadi musisi. Tapi aku berdoa jangan sampai ia bermimpi jadi vokalis, soalnya aku kasihan sama telinga pendengarnya, bisa bisa aus sebelum waktunya.
Rizal melantunkan lagu yang aku sepertinya pernah mendengar, tapi tak jelas lagu apa karena suara rizal tak sejalan dengan petikan melodi gitar, ibarat suara gitar beradu dengan suara bebek kelaparan. Aku mengerutkan kening hampir stress, setelah betul betul menyimak baru aku sadar rupanya ia sedang menyanyikan lagu suci dalam debu. Ya ampun…
Untung saja lagu itu tak sampai satu album ia nyanyikan, bisa bisa aku pulang dengan keadaan linglung.
“gimana.. Bagus nggak?”
tanya rizal dengan pedenya.
“hmmm…bagus sih.. Tapi lebih bagus lagi kalo kamu baca komik aja deh..!”
jawabku asal.
Rizal mencibir sambil meletakkan gitarnya diatas kasur.
“kamu bisa maen gitar?”
ia bertanya.
“nggak.. Sulit nggak maennya?”
“ya.. Kalo awal awalnya sih rada sulit, tapi kalo udah bisa dijamin ketagihan..”
rizal sok tau.
“ajarin dong..”
“faisal kan bisa maen gitar, gitar listrik nya juga ada kok…”
jelas rizal tanpa ditanya.
“susah kalo minta ajarin sama dia.. Nggak pernah ada dirumah… Kalo pun dirumah ya paling tidur..”
jelasku apa adanya kemudian mengambil gitar dari atas kasur lalu menekan senar senarnya dengan jari kiriku membuat formasi kunci asal. Aku menggenjreng genjreng sesukaku. Rizal mendelik kaget seolah olah tak percaya.
“hei hei.. Hei.. Apa apaan ini.. Jangan membuat kehancuran blantika musik indonesia dengan cara sadis seperti itu dong!”
protes rizal sambil merebut gitar dari tanganku. Kemudian ia mengelus elus gitar itu dengan ekspresi seolah olah gitar itu benda hidup dan aku baru saja menyakitinya tanpa perasaan.
Aku sebal sekali melihatnya, dasar tak sadar diri, padahal ia yang memulai lebih dulu memporak porandakan musik seenaknya saja.
“musisi itu harus punya rasa seni yang tinggi, tak boleh bermain dengan emosi, karena apabila emosi yang mendominasi, tak akan bisa menghasilkan maha karya yang spektakuler..!”
jelas rizal dengan gaya seolah olah ia adalah seorang musisi senior sekelas ebiet g ade.
Aku menahan diri agar tak kelepasan mengatakan kalau rasa seninya juga berantakan.
“makanya ajari aku main gitar, jadi aku bisa menyalurkan rasa seni yang bergelora ini…!”
aku ikut ikutan menggunakan kata kata yang najis itu.
“kamu nyanyi aja, gue yang mainin gitarnya.!”
usul rizal lebih masuk akal.
“boleh, tapi aku nggak banyak hafal lagu…”
“hafal nggak lagu shela dari salim iklim nggak?”
tanya rizal sambil menyetem senar gitarnya.
“kok lagu malaysia terus sih..!”
protesku bosan.
“maunya lagu apa?”
“tuhan tolonglah.. Dari tito sumarsono.. Bisa nggak main kuncinya?”
“bisa.. Oke”
rizal memetik mulai memetik.
baru saja aku selesai bernyanyi, kak faisal datang. Rizal menaruh gitar lalu berdiri.
“tumben tepat waktu sal, si amalia udah kamu antar pulang ya?”
tanya rizal.
“udah riz, sebenarnya ia masih mengajak jalan jalan, tapi aku tak bisa fokus karena mikirin rio…”
“rio aman aman saja kok disini, emangnya kenapa?”
rizal penasaran, dia memang tak tau masalah yang baru aku alami. Aku tak cerita, begitu juga kak faisal.
“udah mau pulang sekarang?”
kak faisal menoleh padaku.
“tante laras udah tidur belum, kalau masih ada tante aku nggak mau..!”
“biasanya udah..”
“terserah kakak lah..”
aku berdiri menghampiri kak faisal.
“zal, kami pulang dulu ya..!”
“tumben pulang cepat sal, biasanya kan paling cepat jam duabelas kamu baru pulang.”
ujar rizal entah serius atau menyindir.
“lagi ada urusan, besok besok aja pulang agak larut..makasih ya zal.. Yo dek!”
kak faisal menoleh padaku.
Aku berpamitan pada rizal tak lupa berterimakasih.
Dingin sekali udara malam ini, ditambah lagi kak faisal membawa motornya agak ngebut membuat tulang tulangku menggigil kedinginan.
Untung saja rumah rizal tak terlalu jauh, cuma menempuh jarak 15 menit dari rumahku.
Aku turun dari motor dengan ragu melangkah ke teras. Lampu ruang tamu masih nyala, sepertinya mama belum tidur. Betul dugaanku, begitu masuk ke dalam, ternyata mama sedang duduk diruang keluarga menonton televisi. Mama langsung berdiri melihatku, ia menghampiriku dan langsung memelukku.
“sayang, mama mengkhawatirkanmu… Anak mama tak apa apa kan?”
mama mencium pipiku. Aku agak jengah juga dicium seperti ini, aku kan sudah besar. Masa masih di cium cium kayak anak kecil. Seolah tahu kalau aku risih, mama segera melepaskan aku.
“aku tak apa apa ma…”
“kenapa baru pulang sekarang nak.. Untung kak faisal udah kasih tau mama kalau kamu dirumah rizal..”
“aku takut ketemu tante ma..”
jawabku apa adanya. Sedangkan mama hanya mendesah prihatin. Sepertinya mama juga tak bisa berbuat banyak.
“rio istirahat dulu ya sayang.. Kalau tak mau ketemu tante mama tak keberatan.. Mama juga susah harus bagaimana, mama berada pada posisi sulit…”
aku mengangguk seolah memahami, padahal tak sedikitpun aku paham kenapa mama tak menegur tante laras yang bersikap kasar. Terus terang rasanya aku jadi benci sama dia, dari awal aku bertemu aku sudah tak begitu menyukainya. Ditambah lagi sekarang ia telah menyakiti aku makin membuat aku jadi antipati.
“ma, rio ngantuk.. Mau kekamar dulu ma..”
mama mengangguk dan tersenyum.
Aku melirik kak faisal yang sedang duduk mendengarkan percakapanku dengan mama.
“belum ngantuk kak?”
aku bertanya padanya.
Kak faisal menggeleng.
“tidur aja dulu dek.. Kakak mau nonton film dulu, belum ngantuk sih..”
aku meninggalkan mama dan kak faisal untuk pergi ke kamar.
Setelah menutup pintu aku merebahkan tubuh diatas tempat tidur. Mengenang kembali kejadian tadi sore membuat aku bergidik. Masih jelas terbayang didepan mata bagaimana tadi tante laras menamparku, seolah olah aku ini tak berharga sama sekali dimatanya. Aku sungguh kecewa dengan perlakuannya. Aku baru mengenal tante laras, belum merasakan kedekatan dengannya. Baru dua hari ia menginap disini, sudah melayang tangannya di pipiku. Aku tak sanggup membayangkan seandainya aku tinggal serumah lama lama dengan dia. Aku terkenang dengan emak, andaikan emak tau kejadian yang terjadi hari ini, entah bagaimana reaksinya. Mungkin emak sedih andai tau aku ditampar seperti tadi, emak tak pernah sekalipun bicara kasar, apalagi sampai memukulku. Semakin aku memikirkan ini, semakin capek rasanya otakku.

bangun tidur aku tak keluar dari kamar, hari ini aku kesiangan, untung saja kamar mandiku didalam kamar, jadi aku tak perlu keluar kamar untuk mandi, aku tak mau ketemu tante laras. Aku hanya mau keluar kamar kalau aku yakin tante laras sedang tak ada dirumah. Setelah mandi dan berpakaian, sudah jam sembilan saat ini. Dari pada bingung aku menyalakan televisi. baru lima menit aku menonton, Pintu kamarku diketuk dari luar. Suara bik tin terdengar. Buru buru aku buka pintu.
“sarapan bang, abang kan belum makan..”
bik tin berdiri didepan pintu sambil memegang baki berisi nasi goreng dan segelas susu cokelat. Aku mengambil baki itu dari tangan bik tin sambil tak lupa berterimakasih. Bik tin pamit mau masak. Aku menutup pintu kemudian sarapan dalam kamar sambil menonton film kartun.
Aku tau mama dan papa pasti sudah dikantor. Sedangkan kak faisal disekolah. Sekarang hari sabtu. Dua hari lagi aku sudah sekolah. Aku benar benar tak sabar lagi ingin merasakan suasana baru, aku mau merasakan memakai baju putih abu abu, tanda aku sudah remaja. Sudah memasuki ambang dewasa. Aku berharap dapat teman teman yang baik seperti erwan dan rian. Mereka pasti sudah sekolah, aku tau mereka sekolah di sma satu pangkalpinang karena rian dan erwan berkali kali mengatakannya waktu kami masih bersama sama. Andaikan aku bisa bersekolah bersama mereka pasti aku gembira sekali. Paling tidak aku tak terlalu merasa asing dilingkungan sekolah yang baru karena sahabatku pun bersekolah disana. Tapi ini, aku harus betul betul menerima semua yang serba baru, keluarga baru, kakak baru, sekolah baru, seragam baru, dan teman teman yang semuanya pasti serba baru.
Aku menghabiskan nasi goreng hingga tandas. Setelah itu aku menaruh piring kotor diatas meja belajar. Aku menghabiskan seharian itu hanya dalam kamar. Hingga siangnya kak faisal masuk kamarku. Masih memakai seragam sekolah.
“baru bangun dek?”
tanya kak faisal.
“udah pulang kak?”
aku menghampiri kak faisal dan duduk didekatnya.
“udah, tadi pelajaran terakhir guru gak masuk… Jadi kami diperbolehkan pulang lebih cepat.”
“enak dong kak…”
kak faisal tersenyum.
“dari tadi kamu dikamar terus ya?”
aku mengangguk.
“dek mau ikut kakak ke rumah rizal nggak?”
kak faisal turun dari tempat tidur lalu berdiri didepanku dengan senyum mencurigakan.
Aku menggaruk kepala pura pura berpikir, aku tau pasti kak faisal mau mengajak aku mabuk lagi, rasanya malas kalau ingat betapa tersiksanya aku waktu kejadian dirumah agus. Padahal aku pengen banget jalan jalan.
Tapi kalau ikut kak faisal ngumpul dengan teman temannya tempo hari, aku tak akan bisa menolak andai mereka menyuruh aku meminum minuman yang rasanya tak enak banget itu.
“gimana… Mau nggak?”
ia membulatkan matanya.
“malas ah..”
aku tak tertarik.
“beneran nih….?”
kak faisal kurang yakin.
“iya kak.. Aku lagi pengen dirumah..”
“ya udah.. Kalau gitu kakak pergi sendiri..”
ia berbalik keluar dari kamar.
Aku termenung memikirkan kak faisal yang salah pergaulan, aku takut nanti ia jadi kecanduan. Entah bagaimana cara menasehatinya agar berhenti minum dan menghisap ganja. Aku tak mau kak faisal semakin rusak. Mengadukannya sama mama aku tak tega, pasti mama dan papa bakalan menghukumnya, dan aku tak mau menjadi pengadu. Rasanya serba salah.
Terdengar suara mobil tante laras di halaman, aku langsung mengintip dari jendela, rupanya tante laras pergi. Aman nih.. Lebih baik aku keluar kamar, biasanya kalau sudah keluar pasti pulangnya sore. Jadi aku tak perlu kuatir bertemu dia.
Sepi selalu keadaan dirumah, cuma bik tin, selalu bik tin, akhirnya aku cuma nonton tipi hingga sore. Waktu mendengar suara mobil tante laras aku buru buru masuk kamar.
Aku tak keluar hingga sore, menyibukkan diri bermain games. .
HARI PERTAMA SEKOLAH.
Perasaanku saat ini tak bisa diungkapkan melalui kata kata, ada sedikit kuatir namun tak kurang rasa senang karena sebentar lagi aku mulai bersekolah.
Setelah bangun pagi pagi sekali aku mandi dan mengenakan seragam baruku. Seragam putih abu abu, celana panjang membuat aku terlihat lebih dewasa, akhirnya aku bisa merasakan bagaimana mengenakan celana panjang abu abu ini. Berkali kali aku memandangi penampilanku didepan cermin. Aku senyum senyum sendiri, dengan sepatu sport warna hitam aku kelihatan betul betul oke.
“udah deh dek.. Perasaan lebih enam kali adek berputar putar gak karuan gitu..!”
kak faisal tak sabar memperhatikanku sambil mengernyit seolah melihat sesuatu yang aneh.
Aku tertawa dan mengambil tas diatas tempat tidur.
“yuk kak…!”
kak faisal berbalik sambil menggeleng gelengkan kepala keluar dari kamarku.
“udah siap sayang… Wah.. Anak mama ganteng banget..”
mama yang sedang duduk di kursi makan tersenyum lebar begitu melihat aku.
“sarapan dulu dek..”
kak faisal mengingatkanku.
Aku menarik kursi disamping om sebastian lalu duduk.
“beda banget kamu pake seragam itu, kelihatan makin dewasa..”
celetuk om sebastian yang sudah memakai seragam lengkap.
“hehehe.. Rio kan emang udah dewasa om, masa harus pake celana pendek lagi, malu om bulu kaki udah lebat..”
aku menyeringai pada om sebastian.
“dek topi sama dasi udah dimasukkan dalam tas kan? Jangan sampe ketinggalan..”
“udah kak, dari semalam udah diberesin semua kok.”
“buruan sarapan, jangan ngobrol terus.. Nanti malah telat..”
mama menegur kami. Buru buru aku menyendok mie goreng dalam piring.
aku menghabiskan sarapan dengan terburu buru, semangat karena akan bersekolah dan kenal dengan teman teman yang baru bercampur gelisah, takut nanti aku tak bisa menyesuaikan diri.
Setelah mie goreng dalam piringku telah tandas, aku minum segelas air putih kemudian langsung berdiri.
“nggak nambah rio?”
tanya mama yang juga kelihatannya telah selesai sarapan.
“udah kenyang ma… Rio ke depan dulu..”
mama mengangguk.
Aku berjalan menuju ke beranda, kemudian duduk menunggu mama yang katanya akan mengantarkan aku kesekolah.
Suasana di jalanan sudah terlihat agak ramai, kendaraan yang melintas dan beberapa orang berjalan menyusuri trotoar untuk memulai aktifitas di pagi hari. Tampak serombongan anak smp berkelakar di pinggir jalan, membuat aku terkenang kembali waktu aku masih di bangka. Entah apa kabar rian dan erwan. Saat ini mereka juga pasti sudah mengenakan seragam putih abu abu. Aku kangen dengan mereka berdua. Apalagi senyuman rian tak pernah bisa aku lupakan. Wajahnya yang agak oriental dengan mata yang tajam dan dalam masih terbayang di benakku. Apakah mereka masih sering teringat denganku?.
Ku raba pipiku tempat dimana dulu rian menciumku. Rasanya baru kemarin itu terjadi, sampai sekarang aku masih heran dengan kejadian itu, rian mengatakan kalau aku adalah pacarnya, apakah itu serius atau cuma main main aku tak tahu, yang aku tahu hatiku begitu senang mendengarnya. Entah kapan aku bisa bertemu dia lagi. Coba seandainya mama tinggal di bangka, tentu kami tak perlu berpisah seperti sekarang.
Emak…. Pasti sekarang lagi berjualan kue, seandainya ia melihatku dengan seragam ini, pastilah emak akan bangga sekali. Bisa ku bayangkan emak pasti sibuk menyiapkan sarapan untuk aku dan ayuk ayukku. Aku kangen sekali sama emak, sama rumah, sama kamarku dulu.
“dek.. Kakak duluan ya… Ntar kita ketemu di sekolah..”
aku menoleh, kak faisal sedang duduk didepan pintu ruang tamu memakai sepatu.
“ruang kelas kakak dengan ruangan kelas satu jauh nggak kak?”
tanyaku sambil berdiri.
Kak faisal meraih tas ranselnya dilantai kemudian menyandang di punggungnya.
“nggak begitu dek, ntar jam istirahat kakak bisa ke kelas adek..”
kak faisal berdiri kemudian menuruni tangga teras rumah.
“hati hati kak..”
teriakku pada kak faisal yang sedang menstarter motornya.
Kak faisal tersenyum sambil mengacungkan jempol. Kemudian menarik gas lalu meluncur keluar dari pekarangan.
Aku duduk kembali di kursi teras. Sekitar sepuluh menit kemudian mama menghampiriku.
“ayo rio, kita berangkat sekarang..”
aku berdiri mengikuti mama ke mobil. Setiap melihat mama memakai pakaian kantor, aku sering membayangkan andaikan emak yang memakai pakaian seperti itu pasti emak juga akan terlihat cantik dan lebih muda. Emak tak pernah memakai riasan wajah, rambut emak pun paling cuma digulung dengan karet gelang. Sedangkan mama riasannya sudah hampir mirip dengan penyanyi di televisi.
Aku masuk mobil duduk di kursi depan disamping mama. Menunggu mama menyalakan mesin.
tak sampai sepuluh menit kami tiba di sekolah, mama mematikan mesin mobil kemudian mengajakku turun. Suasana agak sunyi, jam segini memang murid murid sedang belajar. Mama mengajakku ke kantor kepala sekolah.
Bu amperawati sedang duduk di depan meja kerjanya langsung mengalihkan matanya dari tumpukan kertas diatas mejanya saat mendengar pintu diketuk.
“oh bu harlan, silahkan masuk bu…”
bu amperawati berdiri mempersilahkan kami masuk, aku dan mama masuk ke dalam ruangan kantor yang tak terlalu besar itu.
“silahkan duduk..”
“terimakasih..”
jawab mama sambil duduk di sofa tamu. Aku ikut duduk disamping mama.
“saya sudah atur rio ditempatkan di kelas 1.tiga. Wali kelasnya pak santoso, kebetulan saat ini ia sedang mengajar di kelasnya sendiri. Kalau begitu kita langsung saja kesana, tadi saya sudah bilang pada pak santoso untuk mengatur bangku rio..”
jelas bu amperawati lugas. Ia berdiri sambil memberi isyarat pada aku dan mama agar mengikutinya. Aku keluar dari kantor dengan jantung berdebar. Bersama mama dan bu amperawati menyusuri koridor sekolah, hingga akhirnya berhenti disebuah ruangan kelas yang nampak hening. Di bangku guru depan kelas, pak santoso sedang duduk sambil membaca buku. Sementara murid murid tampak serius menulis sambil sesekali mengamati papan tulis.
Bu amperawati mengetuk pintu perlahan. Pak santoso langsung menoleh. Demikian juga murid murid langsung menghentikan kegiatannya dan memandang ke arah kami dengan tatapan ingin tau.
“assalamualaikum.. Selamat pagi pak..”
ujar bu amperawati.
Pak santoso menghampiri kami.
“waalaikumsalam..masuk bu..”
“ayo, rio.. Silahkan masuk..”
bu amperawati tersenyum padaku. Aku mengangguk, masuk ke dalam kelas dengan ragu.
Pak santoso bicara dengan bu amperawati di pintu, mama menunggu sambil duduk di bangku teras kelas. Beberapa saat kemudian pak santoso kembali masuk kedalam kelas. Bu amperawati dan mama meninggalkan kami, mama masih sempat tersenyum padaku. Aku mengangguk sebagai tanda aku tak masalah ia tinggalkan.
Aku tertunduk menatap lantai, aku agak malu membalas pandangan teman teman sekelasku. Ada yang terang terangan menatapku ingin tahu, ada juga yang tak begitu perduli. Pak santoso berdiri disampingku.
“anak anak, ini teman baru kalian, yang akan menjadi anggota kelas ini, ia pindahan dari bangka..bapak harap kalian bisa membantu ia agar bisa beradaptasi disini..”
pak santoso mulai memberikan pidato perkenalan. Aku diam mendengar kata kata pak santoso. Aku merasa wajahku mekar dan memerah karena malu.
Terdengar suara suara riuh dalam kelas menanggapi kata kata wali kelas yang cukup berwibawa ini.
“wah belagak jugo..”
“duduk samo aku bae pak…”
“mukonyo merah nian cak ketam rebus…”
“anak wong beduit caknyo…!”
“ado kecengan baru aseeek…”
aku makin malu mendengar celoteh celoteh teman teman sekelas, wajahku makin terasa panas.
“sudah.. Jangan berisik..!..”
perintah pak santoso dengan suara keras.. Seisi kelas langsung senyap.
“silahkan perkenalkan diri nak..”
aku memandangi pak santoso sebentar, kemudian menatap ke arah teman teman. Aku benar benar malu sekali hingga aku nyaris tak bisa mengeluarkan suaraku.
Sementara teman teman menungguku bicara dengan ekspresi macam macam. Ada yang tertawa tertahan, ada yang terpaku menatapku dan ada yang tetap sibuk mencatat.
“namaku rio krisna julian… Dari bangka..”
cuma itu yang keluar dari mulutku, namun tampaknya pak santoso sudah puas, ia mengangguk dan tersenyum.
“terimakasih rio, sekarang kamu boleh duduk dekat bangku barisan ketiga deretan nomor dua…”
pak suroso menunjuk ke arah yang ia maksudkan.
Aku serasa mengalami deja vu, dulu waktu rian menjadi murid baru di sekolahku. Aku begitu penasaran padanya, sekarang aku yang mengalaminya. Aku berjalan menuju meja yang cukup strategis berada di bagian lumayan dekat papan tulis. Seorang siswa kulit putih, wajah persegi tak terlalu cakep namun cukup menarik, wajahnya agak merah di tumbuhi jerawat. Namun senyumnya begitu manis, bibirnya agak tebal namun tak membuatnya kelihatan jelek, rambutnya ikal pendek. Aku tersenyum sebelum duduk di kursi sampingnya, ia membalas senyum, terlihat gingsul giginya.
“arya…”
ia mengulurkan tangan dengan hangat.
Dengan cepat aku sambut tangannya.
“kamu rio, tadi udah dengar kok..”
ujarnya cepat cepat dengan berbisik. Aku tersenyum lebar.
.
“sekarang kita lanjutkan pelajaran minggu kemarin mengenai ekosistem…”
suara pak santoso berkumandang dari depan. Arya memberi kode agar aku mengeluarkan alat alat tulis, buru buru ku buka tas lalu mengeluarkan buku tulis kosong, untuk buku cetak aku sudah lengkap, kak faisal yang memberikan pada mama daftar buku yang harus di beli. Jadi aku sudah tahu kalau hari ini pelajaran biologi.
Selama dua jam pelajaran aku menyimak apa yang diajarkan oleh pak santoso, aku mencatat setiap penjelasannya dengan cara aku ambil garis besarnya saja. Tak ada satupun yang bersuara, semua serius mengikuti.
Hingga saat bell berbunyi, rasanya begitu cepat.. Arya membereskan alat tulis dan buku bukunya lalu memasukkan ke dalam tas. Pak santoso keluar kelas, masih ada satu pelajaran lagi sebelum istirahat, menurut jadwal pelajaran satu minggu yang aku dapat dari kak faisal, setelah ini pelajaran agama. Aku bertanya tanya, guru agamanya perempuan atau lelaki.
sebenarnya aku kepengen bicara dengan arya, tapi aku masih agak sungkan, aku belum mengenalnya kecuali namanya saja. Tapi dari pembawaannya aku rasa anaknya bakalan asik diajak berteman. Kulihat ia mengeluarkan buku cetak agama islam. Sesaat ia menoleh padaku.
“udah punya buku cetak ini?”
ia menunjukan buku yang ia pegang. Aku mengangguk.
“guru agama namanya bu nurlela, kita ada pekerjaan rumah loh.. Tapi kamu kan baru masuk..”
jelas arya tanpa aku tanya.
“oh ya… Kamu asli bangka? Aku punya bibik yang juga tinggal disana..”
aku memandang arya dengan tertarik.
“kamu punya saudara di bangka?.. Tinggal di daerah mana?”
“pangkalpinang, namanya bibik endah, anaknya ada yang seumuran kita, namanya roni… Dulu dia sekolah di smp dua, sekarang ia sudah sma juga..”
“wah aku juga smp dua, kalau nggak salah anaknya hitam manis, rambut lurus dan suaranya agak parau ya?”
“betul… Kamu kenal?”
arya terlihat senang.
“wah kalau roni itu sekelas denganku.. Anaknya bandel tapi baik.. Nggak nyangka aku bakal kenal sama sepupunya disini..”
kataku antusias.
Arya baru mau menjawab namun ia urungkan karena bu nurlela memasuki kelas.
“assalamualaikum…”
sapa bu nurlela sambil duduk di kursi guru.
“waalaikum salam..”
seisi kelas menjawab.
“nanti istirahat aku masih banyak mau diomongkan..”
arya berbisik sambil membuka buku agama. Aku mengangguk.
Bu nurlela bertubuh agak kecil, memakai jilbab, wajahnya terlihat seperti cemberut walaupun ia tak bermaksud begitu, suaranya cukup lantang dan jelas didengar. Ia mengajar dengan metode tanya jawab. Ia sempat heran waktu melihatku. Namun teman teman langsung menjelaskan kalau aku adalah murid baru. Bu nurlela memberikan nasehat agar aku tak main main belajar, aku mendengarkan dengan diam sambil mengangguk kecil. Aku senang sekali dengan caranya mengajar. Kelas jadi interaktif, setiap ia melontarkan pertanyaan, puluhan jari teracung keatas. Saat jam pelajarannya berakhir, aku masih merasa belum puas. Tapi sayang jadwal hari ini cuma satu jam mata pelajarannya. Ia sempat berpesan pada kami kalau pertemuan berikutnya akan ada ulangan harian. Lalu ia keluar.
“ayo rio kita istirahat ke kantin, ngobrol sambil makan..”
arya memasukkan tasnya ke dalam laci kemudian berdiri. Aku ikut berdiri mengikuti arya.
Pas di lapangan basket, aku berpapasan dengan kak faisal serta teman teman yang tempo hari mabuk dirumah agus.
“dek.. Udah dapat teman ya?”
kak faisal menghampiriku.
Aku menoleh kearah arya, ia tersenyum pada kak faisal.
“kami mau ke kantin kak, kalian mau kemana?”
aku balik bertanya.
“baru aja mau ke kelas adek, ya udah kalau mau kesana, kirain adek masih di kelas sendirian..”
“sama sama aja kak..”
“ntar nyusul, pergi aja dulu, kakak mau ke kelas dua empat dulu.”
kak faisal bersama geng nya meninggalkan aku dan arya.
Pastilah ia mau menemui ceweknya itu. Aku jadi penasaran gimana sih rupa ceweknya kak faisal. Amalia… Namanya cukup bagus.
“kok bengong.. Ayo.. Ntar keburu bunyi bell lagi loh..”
arya menarik tanganku.
kantin terletak di bagian belakang laboratorium, ramai sekali siswa siswi yang makan di kantin itu, sebagian nampak berebutan tempat, aku dan arya mengambil tempat duduk di sudut kantin, kami memesan mie rebus dengan telur, pada waktu aku sedang makan, kak faisal datang bersama rombongan tadi, ditambah dengan dua orang siswi yang kulihat berpembawaan kalem, mereka duduk di kursi tak jauh dariku.tanpa bertanya aku sudah bisa menebak yang mana namanya amalia, soalnya ia berdiri disamping kak faisal dan sekarang duduk disamping kak faisal pula.
Amalia kelihatannya agak pemalu, atau sikapnya itu karena didepan kak faisal yang notabene adalah pacarnya.
Orangnya lumayan cantik, kulitnya putih mulus dengan rambut lurus sebahu dibawah agak melengkung ke dalam. Memakai bando warna biru. Wajahnya oval mungil, proposional dengan hidungnya yang mancung agak mendongak diujung. Alisnya lumayan tebal untuk ukuran cewek, secara keseluruhan nyaris sempurna. Tak heran kalau kak faisal kepincut padanya.
Aku pura pura tak tahu dengan keberadaan mereka disitu.
Hingga….
“hai.. Rio..! Kelaparan nampaknya ya?”
seru rizal yang posisi duduknya tepat menghadap ke arahku. Mau tak mau aku membalas sapaanya itu.
“hai zal, sori nggak tau ada kalian..!”
aku pura pura kaget.
“gabung sini dek..!”
kak faisal melambai kearahku.
“makasih kak, ini udah hampir selesai juga kok..”
aku memainkan sendok dan garpu seolah olah sibuk.
“ya udah… Huuu mentang mentang udah dapat teman baru..”
gerutu kak faisal. Aku tak menjawab dan tak melihat ke arah mereka, namun aku tahu kalau amalia sedang memperhatikan aku.
Walau kurang berselera aku menghabiskan mie rebus cepat cepat, ku suruh arya menghabiskan mie nya kemudian kami meninggalkan kantin.
Kak faisal dan teman temannya tak melihat karena sibuk makan.
Aku dan arya kembali ke kelas, duduk di bangku kami sambil menunggu bell.
“nggak nyangka kamu adiknya si faisal, wajah kalian nggak mirip sama sekali..”
tukas arya mengamatiku.
“masa sih nggak mirip?”
aku pura pura heran.
“iya… Jauh banget, tapi nggak selalu saudara itu harus mirip..”
“aku dan kak faisal bukan saudara kandung, ia kakak tiriku..”
“oh yaaaa…?”
“ibuku menikah dengan bapaknya kak faisal…”
jelasku singkat.
Arya mengangguk angguk kayak boneka dog yang ada dimobil mama.
.
“hai ar… Tumben udah di kelas..”
aku dan arya serempak menoleh ke arah pintu, ternyata teman sekelas kami juga, aku belum kenal, tapi aku tahu ia duduk di bangku barisan belakang. Ia menghampiri kami.
“iya nih.. Soalnya rio udah ngajak ke kelas.. Eh kalian kenalan dong..”
ujar arya santai.
“hai rio, aku arthur..”
siswa yang baru datang tadi menghampiriku dan memasang senyum ramah.
aku mengulurkan tangan langsung disambut olehnya dengan hangat.
“salam kenal, pindahan dari bangka ya?”
tanya arthur sambil duduk diatas mejaku.
“iya…”
aku menjawab singkat.
“udah berapa lama tinggal disini?”
“dua bulan..”
“dia adiknya faisal loh..”
timpal arya cepat cepat, seolah olah penting kalau arthur tau aku adiknya faisal.
“faisal anak dua tiga yang ketua kelas itu?”
arthur menoleh ke arya.
“iya.. Faisal mana lagi sih yang kamu tau.!”
ujar arya tak sabar.
“oh begitu…. Tapi kamu kok pendiam gitu, nggak kayak si faisal..”
arthur sedikit heran. Aku cuma menyeringai.
“emangnya kalau punya kakak itu harus sama ya sifatnya?”
cibir arya sambil mendengus.
“nggak juga sih… Cuma..”
“cuma apa?”
“kayaknya rio nggak bandel kayak kakaknya.”
lanjut arthur sambil tertawa.
Aku terperangah mendengar kata kata arthur.
“maksudmu?”
tanyaku agak tersinggung.
“nggak… Cuma bercanda kok..!”
arthur sepertinya agak jengah mendengar nada suaraku.
“kak faisal bandel, kamu tau darimana.?”
aku jadi penasaran, apa yang telah dilakukan kak faisal hingga dicap bandel, apakah kak faisal sering membuat masalah di sekolah..

| Free Bussines? |

10 komentar:

  1. aku membaca artikel ini sambil menangis.
    aku sangat terharu.
    kisah selanjutnya gimana ea.???

    apakah rio bisa membahagiakan emak dan mamanya?

    gimana hubungn nya dengan rian dan erwan?

    gimana juga kisah selanjutnya dengan kakanya faisal?
    apakah mereka sempat memadukasih?

    BalasHapus
  2. Rendra Cari teman yang umurnya antara 13-20 khusus cowox de indonesia smp-sma 082328032050 selama 24 jam nonstop.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Bayu 085799366661 cari teman yang umur 11-15 khusus cowox SMP se Indonesia slm 24 jam nonstop. Jakarta, Tambn Utara, Tanggerang Selatan, Depok, Serang, Tanggerang, Bekasi, Subang, Garut, Cianjur, Ciamis, Kudus, Jepara, Salatiga, Jogjakarta, Kulon Progo, Gunung Kidul, Bantul, Secang, Mertoyudan, Temanggung, Ungaran, Demak, Kendal, Indramayu, Magelang, Tulungagung, Surabaya, Blintar, Madiun, Ngawi, Ngajuk, Lamongan, Gresik, Tuban, Bojonegoro, Banjarnegara, Wonosobo, Wonogiri, Sukoharjo, Karanganyar, Magetan, Trenggalek, Kediri, purwodadi, purworejo, Jepara, Jember, Malang, Pasuruan, Sampang, Madura, Pamekasan, Bali, Denpasar, Mataram, Kupang, Aceh, Medang, Palembang, Sukabumi, Lampung Pekanbaru, Batam, Jambi, Lubuk Linggau, Padang,Sawah Lunto, Bukti tinggi, Pemantang Siantar Medan Utara, Medan baru, Medan Selatan, Bengkulu, Banjarmasin, palakaraya, Pontianak, Samarinda, Palu, makassar, Manado,Ambon, Maluku Utara, Jaya pura, Biak, Papua Barat, Papua Timur, Muntilan, Banjarnegara,
    Facebook Twitter Google Skype Email
    Fantonius1@gmail.com

    By Gay Top SMP





    BalasHapus
  5. Aku sampai nangis baca cerita ini,, sungguh rio bikin aku penasaran akan cerita selanjutnya

    BalasHapus
  6. sumpah keren nih ceritanye....

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. Kapan rilis..lagi...gk sabar lanjutan rio dan rian..

    BalasHapus
  9. Kapan rilis..lagi...gk sabar lanjutan rio dan rian..

    BalasHapus