Lihat semua daftar posting »»

Kamis, 15 Desember 2011

BAHASA KASIH UNTUK ANDI

Malam ini, malam Minggu, tapi agak sedikit mendung, bingung juga perasaan ini, mau jalan apa tidak. Kalau kuhabiskan malam ini di kamar saja, wah rugi sekali. Ah, biarlah aku jalan saja. Aku pun lalu mengenakan celana jeans dan T-shirt biasa, biar kelihatan ringan dan santai.
“Eh, saya jalan dulu ya!” sapaku sama teman-teman kost, yang lagi asyik nongkrong sambil main gitar.
“Mau kemana?” balas teman-teman.
“Biasa mau pasang tampang bego di perempatan,” jawabku sambil menutup pintu pagar.

Ketika aku berhenti sebentar di ujung gang, untuk menyulut rokok yang menempel di mulutku, tiba-tiba tepukan teguran dari belakang punggungku.
“Hey, mau kemana?” tersentak kaget sambil menoleh ke belakang, yang ternyata itu teguran dari Andi.
“Eh, ini lagi nyantai aja,” sahutku.
“Emangnya nggak ada tujuan?” tanya Andi lagi.
Tanpa menjawab pertanyaan itu aku pun balik bertanya, “Kamu sendiri mau kemana?”
“Aku!” jawabnya dengan nada sedikit bodoh.
Lalu ia menjelaskan lagi, “Kalau aku.. dari rumah mau ke tempat kamu, tapi kalau kamu mau jalan aku balik aja deh,” sambung Andi lagi.
“Eh kamu kok gitu, ya udah kita jalan aja yuk!” aku menawarkan ke Andi.
“Terus kita kemana?”
“Ya… kemana aja…”
“OK, deh!”

Lalu kami pun berjalan sambil ngobrol-ngobrol, sesekali kuhisap rokokku karena hanya itu yang bisa menghangatkan dari udara dingin malam itu. Pukul 22:30 WIB kulihat jam dari jam tangannya Andi, aku pun bertanya kepada Andi.
“Minum yuk!”
“Nggak ah,” tepisnya.
“Kenapa, kamu nggak capek?” tanyaku.
“Nggak, eh terus kamu mau langsung pulang?”
“Maksudmu?” aku balik bertanya.
“Yah, maksudku kamu mau tidur dimana?”

Kelihatan sekali kalau Andi sangat berhati-hati mengeluarkan pertanyaan itu, aku diam sejenak sambil memainkan rokok yang terselip di antara jari tanganku, dan Andi menunggu sambil memperhatikan reaksiku atas pertanyaan yang tadi, lalu kuhisap rokok dalam-dalam dan mengeluarkan asapnya. Aku pun memberikan senyuman kepada Andi.
“Apakah pertanyaan kamu tadi, alasan untuk mengajakku tidur di tempatmu?”
Kupandangi Andi yang berdiri di sampingku, dan Andi merasa jengah juga dengan jawabanku sekaligus aku balik bertanya, dengan sedikit lirih Andi menjawab.
“Yah… kalau mau.”
“Apa aku nggak merepotkan kamu?” balasku.
“Nggak!” spontan jawaban itu diucapkan Andi.
“Siapa takut!?” balasku sambil merangkul Andi, dan Andi tampak senang dengan keputusanku itu, sampai di wajahnya terlukis keceriaan.

Kamar berukuran 3×4 meter itu beku dengan sikap kami yang saling diam, tanpa ada satu kata pun yang kami ucapkan, tapi aku tidak betah juga lama berada dalam kebekuan suasana yang sangatbertolak belakang pada saat kami sedang jalan-jalan tadi. Andi diam seperti berpikir sesuatu tapi sambil mengerjakan pekerjaan ringan, sementara aku duduk memperhatikan tingkah laku Andi yang mondar-mandir tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan aku sambil berpikir bagaimana suasana beku ini bisa cair.
“Eh… rokoknya tadi mana?” aku berusaha mencairkan suasana beku tadi.
“Tuh… di samping kakimu,” Andi membalas pertanyaanku, sambil duduk di depanku seraya meletakkan asbak rokok, berhasil juga, pikirku.
Meskipun hanya sedikit, lalu kuambil rokok sebatang dan kuselipkan di mulutku tapi begitu aku mau meraih korek api, Andi terlebih dahulu menyalakan rokoknya, kemudian sisa api yang masih menyala di batang korek api itu diarahkannya ke ujung rokokku, hingga ujung rokokku merahmenyala, kuhisap rokokku dalam-dalam, lalu kukepulkan asap rokok dari mulut dan hidungku hingga asapnya memenuhi ruangan kamar itu.
Kemudian kami saling diam sambil menikmati rokok masing-masing. Aku pun menatap Andi yang duduknya di depanku, Andi mengawasi tatapanku, dan Andi pun melakukan gerakan menggoda denganmemainkan rokoknya dan diiringi tarikan asap rokok yang mendesah yang kemudian asapnya dikeluarkan lagi sambil tersenyum manis, yang samar-samar terlihat dari balik asap rokoknya, aku pun mengawasinya hingga aku terpesona, dan Andi terus saja memancing sambil menunggu reaksiku, dan ketika aku mulai bereaksi, pandangan mataku menyapu ke seluruh tubuh Andi dan aku maju dari posisi dudukku, perlahan. “Kemarilah!” bisikku sambil meletakkan rokokku di asbak rokok. Andi pun meletakkan rokoknya dan menghampiriku dengan patuh, lengannya secara otomatis merangkul leherku, dan aku memeluk dan merengkuh pinggang Andi.

Sambil mengerang, aku membenamkan wajahku di rambut Andi, kedua tanganku mulai membelai punggung Andi dan mulutku mulai bergerak penuh gairah, menelusuri leher, hingga tiba di bibir Andi, dan aku pun mengecupnya dan oleh Andi dibalas dengan gairah yang sama, dan pada saat beradu bibir dan saling melumat.. tiba-tiba dengan satu gerakan cepat, aku menanggalkan semua pakaian Andi, dan kini Andi hanya mengenakan pakaian dalam saja, tanpa menghentikan ciumanku, aku mendorong Andi ke atas kasur empuk, dan membungkuk di atasnya. Dengan lembut kukecup dada Andi sambil memainkan lidahku, dan itu membuat Andi mengerang perlahan, aku mendengar erangan itu. Lalu aku membungkuk ke telinga Andi,
“Andi, kau sangat manis,” bisikku.
“Oh, Harry…” Andi merasa suaranya berat dan mengawang.
Andi pun mempererat pelukannya di leherku, tapi aku melepaskannya. Andi memandangku heran, dan aku melihat tanda tanya di mata Andi, lalu aku berdiri, mataku tak sekalipun lepas dari mata Andi, dan aku mulai melepaskan T-shirtku dan kulemparkan di lantai. Sementara Andi berbaring dengan lengan di atas kepala, sambil mengawasi setiap gerakanku, dan kini tinggal celana jeans saja yang belum kulepaskan.

“Seberapa jauh aku boleh bertindak?” tanyaku sambil tersenyum kepada Andi.
“Sejauh mungkin,” jawaban serak itu hampir tidak terdengar.
Mata Andi begitu lekat ketika aku mulai membuka kancing jeans-ku dengan cepat, celana jeans itupun turun perlahan-lahan, dan akhirnya aku berdiri di hadapan Andi dalam keadaan telanjang, kini Andi tahu bukti kegairahanku, dan kemudian aku pun menempatkan diriku di atas tubuhAndi dengan penuh gairah asmara, lalu satu jariku menelusuri garis perut Andi secara perlahan, terus hingga ke paha, “Ini…” kataku sambil menurunkan celana dalam Andi, “Sebaiknya dilepaskan ya!” Andi tidak peduli lagi, dan tidak berusaha menjawab, karena Andi sudah terbakarnafsu birahi, dan aku pun mengerti kalau aku tidak bisa menunggu lagi, sebab aku harus memenuhi apa yang diinginkan Andi, yang juga merupakan keinginanku, yaitu membawa Andi menuju kepuasan yang teramat sangat, nikmat, penuh gairah dan kedamaian. Maka kami segera terbang menuju puncak asmara yang terindah diantara yang indah.
Hingga akhirnya kejadian malam itu sangatlah berkesan, dan membuat hari-hariku menjadi penuh warna. Andi apakah aku jatuh cinta kepadamu? pertanyaan itu sering kali muncul dalam hatiku, karena aku merasa sedih bila kamu tidak datang, dan aku merasa bahagia bila kamu ada di sampingku, aku ingin sekali memberikan cinta, kasih dan sayangku untuk Andi, tidak ada yang bisa kutawarkan lebih dari itu. Tapi selama aku masih mampu melakukannya aku akan melakukan apapun juga asal bisa membuat Andi merasa bahagia, tapi aku sadar dan harus menjaga perasaan emosiku, kalau aku tidak mungkin mendapatkan cinta dari Andi, karena aku bukanlah orang yang seperti Andi harapkan. Sering kali bila malam kelam menyelimuti bumi, aku berbisik di kesunyian malam dan berharap Andi mendengarkan ucapanku itu, “Andi.. meskipun kamu tidak mungkin aku miliki tapi aku akan berdoa demi kebahagianmu, dan bila suatu saat kau terluka karena tusukan cinta, datanglah kau padaku, maka akan kurawat lukamu, meski pun setelah sembuh kau akan pergi jauh dariku menuju pantai utara di mana cita-citamu kau tancapkan di sana, hanya doa dan tatapan mata sedih yang bisa mengiringi kepergianmu dalam meraih cita dan cinta abadi.”
Kemudian kupejamkan mata sampai aku tertidur bagai masa itu ketika aku tidur dalam pelukan Andi, dan berharap besok pagi Andi datang membangunkanku dengan ciuman hangatnya dan membelairambutku dengan tangan halusnya sambil berbisik, “Selamat pagi.. Harry!”
Cerita ini untuk Andi, yang dikarang berdasarkan kejadian yang pernah kami alami tempo itu, waktu kami masih bersama, meskipun sampai sekarang aku menyimpan cinta yang dalam bersamanya dan tidak pernah kuucapkan padanya, tapi aku sangat berharap dengan menunjukkan bahasa kasihku, itu lebih penting dari pada kata cinta yang pada prakteknya tidak sesuai dengan makna cinta itu sendiri. Salam manis buat Andi. From “VALENTINE’S BOY”, Harry.


TAMAT

| Free Bussines? |

1 komentar: