Lihat semua daftar posting »»

Senin, 19 Desember 2011

KISAH RIO 06

PERMINTAAN ERWAN
aku bangun karena merasakan tanganku agak perih, karena takut emak menanyakan masalah luka yang ada pada bahuku maka aku melepaskan kain kasa yang membalutnya. aku menghindari tak memakai baju didepan keluargaku karena aku tak mau mereka melihat lukaku, mungkin karena tak aku obati lagi jadinya agak bengkak.

aku takut kalau sampai luka ini jadi infeksi tentu akan menyakitkan. sebisa mungkin aku tahan. aku beranjak dari tempat tidur lalu ke dapur, masih sangat larut sekarang baru jam setengah tiga pagi.

seisi rumah masih tidur, aku mengambil minum di dapur, setelah minum aku duduk di depan teras. aku merenungi kembali semua kejadian yang belakangan ini aku alami, apa yang terjadi di palembang setelah aku pergi, apakah mama merasa kehilangan, ataukah tante laras dan keluarganya sudah tau mengenai masalahku, aku kangen sekali dengan teman temanku terutama koko. aku pun kangen dengan rian, rasanya setelah aku pergi, mereka jadi lebih berarti, aku tak dapat menghubungi mereka dalam waktu dekat karena aku tak mau sampai mama dapat melacak keberadaanku.
aku hanya terpekur menatap langit, tadi aku telah bertemu erwan sahabatku dari aku masih SMP, selain fisik tak ada yang berubah dengannya, aku senang sekali tadi, pertemuan yang tak disangka sangka, aku pikir tak akan jumpa dengannya disini, ternyata dia sudah bekerja.
harus berapa lama aku melarikan diri dari masalah, tapi jujur aku tak tau apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki kesalahanku, tante sukma yang paling menderita karena om sebastian adalah suaminya, aku tak tau kenapa om sebastian menikah kalau ia merasa terpaksa, tante sukma berhak marah karena ia telah menyerahkan masa depannya sama om sebastian. perempuan mana yang tak shock mengetaahui suaminya selingkuh terlepas itu pada pria atau wanita.
aku hanya berharap om sebastian tak melakukan tindakan bodoh dengan menceraikan tante sukma, karena walaupun ia bercerai aku tak akan mau lagi kembali padanya. aku sudah dua kali menjalin hubungan yang terlarang dan sudah dua kali pula aku mendapatkan hukuman karena itu. sepertinya aku harus meninggalkan dunia semu ini, aku harus lebih realistis.
biarlah rahasia ini aku simpan sendiri, emak jangan tau karena kau tak mau membuat beban pikiran bagi emak.
tanpa terasa aku sudah duduk di depan teras selama satu jam. terdengar suara emak berjalan, rupanya emak sudah bangun, memang kebiasaan emak selalu bangun pagi.
“pagi sekali bangun nak, lagi mikirin apa..?”
tanya emak agak heran karena melihat aku duduk sendirian sepagi ini.
“nggak mak, cuma terbangun lebih awal saja, mau tidur lagi nggak bisa..”
kataku sambil berdiri dan masuk ke dalam rumah mengikuti emak ke dapur. biasanya emak bangun sepagi ini karena mau menyusun kue yang akan dibawa untuk dijual. sebenarnya aku tak tega emak masih jualan seperti ini, tapi emak tak akan mau kalau disuruh berhenti bikin kue, soalnya emak sudah terbiasa. jadi lebih baik aku membiarkan emak melakukan hal yang menyenangkan baginya itu, yang penting sekarang emak tak bawa sendiri kuenya keliling kampung.
aku duduk sambil memandangi emak yang dengan cekatan menyusun kue kue ke dalam tampah. biasanya jam lima kurang ada yang mengambilnya. dan sore mengembalikan tampah yang sudah kosong.
tak terasa sudah hampir siang, kesibukan kembali lagi dirumah ini. yuk yanti yang mencuci piring serta membereskan rumah, yuk tina membantu sekedarnya karena ia harus bersiap siap berangkat kerja, reza bermain dengan papanya sambil makan kue dan ia hambur hamburkan serpihannya ke lantai, biasalah anak kecil memang suka begitu kalau makan. ada keharuan saat aku menyadari aku masih diijinkan menikmati saat saat seperti ini.
aku tak kemana mana hingga sore hari, waktu aku habiskan dirumah saja menemani emak serta bermain main dengan reza. sekitar jam empat erwan datang menjemputku seperti yang kemarin dia janjikan.
aku diajak jalan jalan mengitari kota pangkalpinang lalu kami berhenti di lapangan merdeka untuk menonton pertandingan bola antar kecamatan. erwan memesan es krim dan bakso.
“rencananya malam ini kamu mau kemana?”
tanya erwan sambil meletakkan mangkuk bakso yang sudah kosong di sampingnya.
“nggak ada rencana sih, emangnya ada apa wan?”
“aku mau ngajak kamu kerumah cewekku, sekalian mau ngenalin kamu sama cewekku itu, orangnya ramah kok kamu jangan kuatir lah, namanya anna, sekarang kerja sebagai teller di bank swasta, dia ada teman yang cantik, aku ingin kamu kenalan sama temannya itu…”
erwan terlihat bersemangat.
“aku malu lah wan, aku kan pengangguran nggak kayak kamu yang udah kerja, lagian kalau cewek yang udah kerja kan standardnya dalam milih cowok udah beda, nggak sembarangan..”
bagaimana kau harus mengatakan pada erwan kalau aku belum pernah pacaran sama cewek sekalipun dan aku juga tak tau apakah aku punya hasrat.
“pokoknya jangan takut lah, aku yakin temannya anna langsung suka liat kamu, mungkin kamu tak menyadari kalau kamu sangat tampan rio, setiap perempuan kalau liat kamu tak akan lagi mukur kamu kerja atau tidak..”
kata erwan berlebihan hingga membuat aku jadi malu.
“asal aja kalau ngomong, mana mungkin lah wan, aku ini masih sadar diri kok wan..”
“kamu itu masih aja kayak dulu rio, kamu sekarang sudah beda, kamu buka orang biasa..cuma kamu aja yang memilih lebih sederhana.. aku tau dari rian kalau orangtua kamu itu luar biasa kayanya, kamu hidup bagaikan seorang pangeran dalam istana..masih saja mau memungkiri, ha…ha..ha… aku bisa membayangkan akan sangat mirip cerita dalam film, seorang yang kaya raya menyamar jadi orang biasa untuk mencari cinta sejati..”.
erwan melebih lebihkan.
“makin ngaco aja kamu.. udahlah mending bahas yang lain aja, kamu tadi bilang sudah punya pacar, sudah sejak berapa lama kalian pacaran..?”
“kenalnya sih udah dari SMU, tapi jadiannya sih baru setahun kurang lah, nggak nyangka juga sih dia yang bakalan jadi pacarku, soalnya waktu sekolah dulu sekalipun tak pernah aku dan dia saling sapa…”
“semoga hubungan kalian langgeng wan..”
“makasih rio…”
erwan tersenyum senang memperlihatkan barisan giginya yang rapi dan putih, entah mengapa aku jadi sangat suka dengan senyuman erwan.
kamu lapar nggak rio…?”
“nggak wan, kan barusan makan bakso, pulang sekarang yuk, udah hampir maghrib nih..”
kataku sambil berdiri.
“kan baru jam setengah enam rio, buru buru amat..”.
“nggak baik maghrib di luar, kalau mau jalan lagi kan bisa malam..”
“oke deh, aku antar kamu sekarang, tapi janan lupa nanti malam kamu siap siap aku mau ngajak jalan..”
kata erwan sambil berjalan menuju ke tempat dia memarkir mobilnya.
**********
baru saja aku turun dari mobil, emak langsung menyongsongku di depan rumah.
“akhirnya kamu pulang juga, ada yang nyariin kamu, sudah dari tadi dia menunggu..”
“siapa mak..?”
tayaku agak heran.
“katanya saudara kamu dari palembang..buruan masuk kamu temui dulu, kasihan dia sudah lama menunggu”
masih dengan rasa penasaran aku masuk ke dalam untuk melihat siapa yang mencariku. aku langsung terdiam saat tau siapa yang emak maksudkan tadi. ternyata om sebastian.
bagaimana dia bisa tau kalau aku ada di sini, siapa yang mengatakan padanya, bagaimana dia bisa tau kalau rumahku ada disini, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku.
“hai rio..”
om sebastian langsung berdiri saat melihatku. aku tak menjawab hanya diam memandangi om sebastian dengan jantung agak berdebar.
“kok diam saja, kamu tak suka ya melihat om datang..?”
pertanyaan yang sangat tak perlu ia tanyakan, seharusnya dia tau kalau aku saat ini sedang menghindar darinya, kenapa ia masih memaksakan diri untuk mencariku hingga sampai kesini, padahal baru dua hari aku meninggalkan palembang.
“buat apa om datang kemari, bukannya sudah aku katakan jangan ganggu aku lagi..”
kataku dengan pelan takut emak mendengarnya, emak pasti marah kalau ada anaknya yang tak ramah dengan tamu baik siapapun tamunya.
“jangan begitu rio…bukannya om sudah bilang kalau om tak akan pernah membiarkan kamu sendiri yang menanggung semua ini..”
“tak perlu om, aku bisa jaga diri… urus saja isteri om itu, tak lama lagi ia pasti akan melahirkan, jangan hanya memikirkan ego saja…”
aku membeku, sebenarnya ada rasa kasihan juga sama om sebastian, ia sudah datang jauh jauh menemuiku tapi mendapat sambutan yang tak ramah.
“kamu pikir om hanya memikirkan ego, siapa yang memikirkan ego, kamu pikir cuma kamu yang dapat masalah, coba kamu pikirkan bagaimana dengan om seandainya nanti om bercerai dengan tante kamu, apa kamu pikir om tak mempertimbangkan akibatnya, semuanya itu sudah ada dalam pikiran om, andaikan nanti kami bersama terus akan banyak pertengkaran dan kecurigaan karena om sudah di cap sebagai seorang gay yang beristri, apalagi om adalah seorang polisi, yang harus menjaga semua sikap… apa kamu tau resiko yang om ambil, semua itu akan sanggup om hadapi asalkan ada kamu bersama om..”
kata om sebastian dengan agak memaksa, ia tak sedikitpun memelankan suaranya hingga aku kuatir kalau emak mendengarnya, untuk mengajaknya bicara diluar tak memungkinkan karena sekarang sudah jam enam, bagaimana aku mengatasinya.
“om aku mau mandi dulu, nanti kita bahas lagi..”
“baiklah rio, kalau begitu om pergi dulu ya, nanti jam setengah delapan om kesini lagi..”
om sebastian berdiri, aku memanggil emak karena om sebastian mau pamit. ia mencium tangan emak hingga membuat emak sedikit heran.
“sopan sekali dia rio, hormat sama orang tua, sudah jarang anak jaman sekarang yang salaman sama orang yang lebih tua pakai cium tangan..”
kelihatannya emak sudah terkesan sama om sebastian, susah kalau begini caranya, emak pasti akan selalu menerima kedatangan om sebastian kesini dengan tangan terbuka. aku harus bagaimana, maksud hati ingin menghindar tapi malah orang yang aku hindari datang kesini menemuiku.
jadilah sisa waktu selesai sholat maghrib aku lalui dengan perasaan gelisah, semoga saja erwan yang datang lebih dulu menjemputku, ia boleh bawa aku kemana saja asalkan aku dapat menghindar dari om sebastian.
sukurlah doaku terkabul, saat erwan datang tanpa menunggu lagi aku langsung mengajaknya pergi, tak perduli om bastian menyuruh aku menunggunya. biarlah ia harus tau kalau aku memang tak mau bertemu dengannya. aku mau membuka lembaran baru di bangka.
seperti janjinya tadi sore, erwan mengajak aku kerumah pacarnya, ia memang serius mau mengenalkan aku sama anna. ternyata setelah bertemu langsung dengan orangnya aku langsung bisa akrab karena anna sangat ramah, teramat ramah malah, hinggga aku merasa seolah telah lama mengenalnya. anna langsung mengenalkan aku pada sahabatnya yang bernama mila, seperti kebanyakan teller bang swasta, postur mila lumayan bagus. kulitnya putih hingga sekilas pasti orang akan mengira mila warga keturunan tionghoa.
aku dan mila di tingalkan oleh anna dan erwan diruang tamu sementara mereka duduk diruang tengah. sebetulnya aku agak kebingungan juga mau bicara apa sama mila karena aku belum pernah melakukan pendekatan sama wanita sebelumnya. ditambah lagi mila tak seperti anna, orangnya cenderung pasif hanya menjawab kalau ditanya.
lama lama aku bisa kehabisan materi yang bisa aku tanyakan pada mila. tiap kali aku bicara kerjanya hanya diam mendengar, mengangguk dan menunduk lalu tersenyum malu malu. hampir frustasi aku di buatnya. sepertinya rencana erwan untuk comblangin aku sama mila bakalan gagal total.
jam merangkak terasa makin lama saja, aku sudah tak tahan ingin jalan berdua saja dengan erwan, sepertinya para wanita memang sangat membosankan, aku tak tau apa yang menarik bagi mereka.
“kenapa kak dari tadi liat jam tangan terus, udah ngantuk ya..?”
baru sekali ini pertanyaan terlontar dari mulut mila. aku mengangguk dan pura pura menguap biar makin meyakinkan mila kalau aku memang benar benar ngantuk. dia cewek yang membosankan.
mila beranjak dari duduknya, lalu ia keruang tengah tak lama kemudian ia balik lagi bersma anna dan erwan.
“katanya kamu udah ngantuk ya..?”
tanya erwan dengan heran.
“iya wan..ngantuk banget nih..kamu masih lama ya?”
“kalau kamu memang udah ngantuk mendingan kita pulang sekarang aja..”
erwan penuh pengertian. ia melirik anna dan ana melirik mila, aku lihat mila tertunduk.
“terserah kamu sih..kalau memang masih mau bersama anna biar aku nunggu aja nggak masalah..”
aku coba untuk mengimbangi erwan, namun nampaknya erwan memang mengira kalau aku sudah ngantuk jadi ia tetap memutuskan untuk pulang
“tumben jam segini kamu udah ngantuk, kamu nggak tertarik ya sama mila, dia kan cantik…banyak loh yang naksir dia..”
kata erwan saat kami sudah berada dalam mobil.
“sebenarnya sih aku nggak ngantuk, cuma bete aja…cewek itu pendiamnya minta ampun…bisa stress aku lama lama, apalagi kalau sampai jadi pacarnya, nggak banget…”
“aneh…biasanya kan mila tuh cerewetnya minta ampun, meskipun sama orang yang baru ia kenal biasanya ia tak pendiam kok, ia juga tipe yang susah cari pacar, bukan baru ekali anna nyoba ngenalin teman cowoknya sama mila tapi biasanya mila santai aja kok…”
jelas erwan sambil konsentrasi melihat jalan, soalnya penerangan dikota pangkalpinang sangat kurang, lampu jalanan tak banyak yang nyala. jadi benar benar memanfaatkan penerangan dari lampu mobil.
“nggak tau tuh, sama aku tadi ia hanya menjawab kalau ditanya saja, lama lama aku jadi bosan, mana kamu ninggalin kami cuma berdua saja, aku kan malu sama anna kalau aku tadi bilang aku cuma alasan aja ngantuk…”
“kayaknya ada yang aneh rio, bisa jadi si mila memang suka sama kamu, biasanya kan kalau menghadapi orang yang ditaksir kita cenderung jadi jaim…aku kenal sekali sama mila, kalau sampai ia jadi pendiam gitu ya pastinya ia naksir sama kamu, atau kamu menolak karena sebenarnya kamu sudah ada pacar di palembang..”.
erwan menebak nebak.
“mana mungkin mila mau sama aku, sudahlah wan jangan kamu jodoh jodohkan aku sama siapapun lagi, aku masih mau menikmati jadi jomblo..”
“ya ampun rio…di tahun 2002 seperti ini diusia 22 kamu masih jomblo…apa kata orng orang…”
ujar erwan bercanda.
biar aja jadi jomblo daripada dapat pacar yang nggak kena di hati, nanti malah akan saling menyakiti..”
balasku tak mau kalah, aku sudah trauma dengan hubungan pacaranku yang selama ini aku jalani, kalaupun nanti aku mencari pacar pastinya yang lebih mengerti denganku. jangan sampai kasus yang dulu terulang lagi.
“jadi kemana kita sekarang, baru jam sepuluh nih, masak kita pulang kerumah, aku belum ngantuk..”
kata erwan sambil mengurangi kecepatan.
“ya terserah saja, atau mendingan kita nongkrong di kafe aja lah sambil dengerin musik daripada suntuk dirumah, aku juga agak lapar nih… oh ya aku juga mau ngembaliin uang kamu yang aku pakai..”
aku merogoh dompet di kantong celana lalu mengambil beberapa lembar uang seratusan lalu aku berikan pada erwan.
“makasih ya wan..”
“ya ampun rio, biasa aja kali… aku gak bakalan nagih kok, lagipula aku nhggak butuh butuh amat, emangnya kamu ada pegang duit, kalo memang nggak ada kapan kapan aja kamu balikin..”
kata erwan dengan serius.
“ada kok wan, tenang aja..makasih banget ya sudah kamu tolong kemarin, kalau nggak ketemu sama kamu mungkin aku sudah dapat malu..”
“kalau gitu kita ke kafe mana yo, yang ada dekat kantor timah aja ya..”
“boleh, aku kan nggak tau dengan kafe yang ada disini..”
“iya lupa..”
erwan cengengesan.
********
kafe yang erwan maksudkan ternyata lumayan besar juga tapi bukan konsep warung tenda seperti kebanyakan yang aku lihat dikota ini. suasananya cukup santai karena ada live musik juga.
erwan mengajak aku menyanyi, terpaksa aku ikut erwan menyanyi di depan. aku tak hafal lagu yang erwan bawakan jadi aku hanya diam daja kayak orang bego. aku baru tau kalau judul lagu itu luka dari shifter belakangan setelah aku tanyakan sama erwan.
malam ini entah kenapa rasanya aku merasa begitu dekat dengan erwan, suatu perasan yang membuat aku galau ingin aku lenyapkan sejauh mungkin namun sangat sulit, aku takut kalau aku jatuh cinta sama erwan karena dia adalah sahabatku. padahal perasaan itu tak pernah ada dulunya, namun kenapa sekarang aku merasa seperti ingin selalu bersama erwan. kalau berdua saja dengannya seperti ini aku merasa waktu begitu cepat berlalu.
erwan memang baik kepadaku namun itu hanya kebaikan sebatas sahabat saja, aku tak mau menodai persahabatan kami kalau aku mengatakan pada erwan bahwa aku menyukainya, erwan sudah punya pacar.
jam sebelas aku dan erwan meninggalkan kafe itu, kami masih berkeliling sebentar lalu singgah ke lapangan merdeka duduk berdua diatas podium yang biasanya dipakai untuk upacara bendera.
“rio, aku sering berpikir kenapa dulu kita harus berpisah, saat remaja yang seharusnya kita lewati bersama berlalu begitu saja, kadang aku sering berpikir ingin meniru jejak rian untuk menyusulmu ke palembang, tapi kau tak punya keberanian karena aku belum terbiasa tinggal dan mengurus semuanya sendiri..!”
kata erwan sambil bersandar di tiang penyangga podium.
“justru karena kita berpisah maka hubungan kita tetap baik, tak seperti aku dan rian yang akhirnya jadi banyak berantem..”
aku heran sendiri kenapa tiba tiba aku jadi berterus terang seperti ini pada erwan.
“kalian berdua sering berantem, kenapa yo, bukannya kalian kan sahabat yang sangat akrab..”
erwan agak bingung.
“entahlah wan sukar untuk di jelaskan, kadang memang salah aku juga, namun rian terlalu pemarah dan cepat naik darah, kadang aku juga bingung di buatnya..”
“masalah apa saja yang membuat kalian berdua bisa sampai bertengkar, aku lihat dulu kamu kan sangat akrab dengannya, bahkan aku sendiri yang sudah lama berteman denganmu sampai merasa agak kamu acuhkan setelah kamu berteman dengan rian..”
aku menarik nafas dalam, hal ini sangat sulit untuk dijelaskan karena telah masuk ke wilayah hati, apa yang terlihat biasa bagi orang akan berubah ketika hati yang memegang peranan. menceritakan hubunganku dengan rian dulu pada erwan aku tak punya nyali, iya kalau erwan bisa memahaminya, kalau saja ia jadi jijik padaku setelah tau keadaanku yang sebenarnya, aku bisa kehilangan sahabat baik.
“namanya juga kalau berteman akrab pasti suatu saat akan ada masalah, cuma bagaimana cara kita menyikapinya saja agar masalah tak membuat kita jadi bermusuhan”
“tapi aku tak ada alasan untuk bermusuhan denganmu, dari dulu kan kita selalu sefaham, untung saja aku lelaki dan kamu lelaki, kalau tidak pasti kita sudah pacaran..betul nggak yo..?”
erwan tertawa sambil menatapku, aku jadi malu dan membuang pandangan ke arah lain. kata kata erwan tadi benar benar mengena bagiku, entah kenapa seolah ada perasaan sakit dalam hatiku membayangkan kata kata erwan tadi.
“kamu kenapa yo, kok tiba tiba jadi murung gitu, emangnya kamu lagi mikirin apa sih..?”
tanya erwan serius.
“nggak kok wan, aku hanya lagi mikirin almarhum kakakku yang sudah meninggal, dulunya kami berdua sangat akrab, dia yang paling mengerti denganku, namun ia harus meninggal karena kecelakaan..”
“inalillahi…sudah lama meninggalnya kakakmu itu yo?”
erwan kelihatannya sangat terkejut sekali.
“hampir setahun, waktu dia meninggal rasanya duniaku langsung berubah, aku kehilangan semangat, kadang aku berkhayal kalau semua hanya sebuah lelucon dan kak faisal akan pulang pada suatu hari…kamu tau wan, aku merasa ada yang aneh, beberapa waktu yang lalu waktu aku masih di palembang, aku seperti melihat kak faisal sedang berdiri di luar kamarku karena aku melihatnta dengan jelas maka aku sangat yakin sekali kalau itu adalah benar benar kak faisal, apa mungkin ya kalau orang yang mati dengan cara yang tak wajar, arwahnya masih berkeliaran..?”
aku bertanya pada erwan.
“nggak tau juga sih, dunia ini begitu banyak dengan kemungkinan, apa saja bisa terjadi..tapi biasanya sih masih bisa di terima secara logika..”
erwan juga nampaknya agak sulit untuk menjelaskannya.
“aku juga berpikiran sama denganmu wan, aku selalu mengandalkan logika setiap menyikapi sesuatu, aku cuma kuatir aja..”
“sudahlah, jangan terlalu kamu pikirkan… nanti kamu juga yang pusing, lebih baik sekarang kita pulang saja.. sudah jam duabelas lewat..”
aku mengangguk mengiyakan.
ternyata setelah sampai dirumah aku mendapat kejutan lagi, om sebastian ada dirumah dan ia menungguku di kamarku, apa yang sudah ia bilang sama emak hingga ia bisa menginap disini.
saat melihat aku masuk ke dalam kamar, om sebastian yang tadi aku kira sedang tidur langsung bangun dan menghampiriku, entah kenapa tiba tiba saat ini aku merasa takut sama om sebastian, tindakannya kali ini sudah sangat kelewatan batas bagiku.
“darimana saja kamu rio, bukannya om sudah bilang kalau mau kesini, tapi kamu malah pergi, apa salah om hingga kamu buat om seperti ini..?”
suara om sebastian serak seperti habis menangis.
“aku sudah bilang jangan menemuiku lagi, apa yang om harapkan dari hubungan yang serperti ini, apakah om mau mengatakan kalau suatu hari kita akan menikah dan membentuk keluarga sakinah, om harusnya sadar kalau dunia om yang sesungguhnya telah jelas, masa depan om bersama tante sukma, kenapa om harus bertindak bodoh seperti ini… lupakan aku om..aku capek, pokoknya besok om harus pulang ke palembang, aku tak mau melihat om ada disini..”
aku bersikeras, om sebastian apakah tak pernah berpikir, kenapa ia terlalu menganggap serius hubungan ini.
“kalaupun menikah yang jadi masalahnya, om bersumpah akan menikahimu, kita bisa menikah rio, tak ada yang tak mungkin..”
ini sudah kelewatan.
“memangnya om pikir semudah itu melakukannya, om pikir aku mau melihat keluargaku jadi malu, apa om kira aku tak peduli sama keluargaku hingga aku akan meninggalkan mereka selamanya, seharusnya om bersukur ada perempuan yang seperti tante sukma, mau menerima om walaupun dia tau kenyataan yang sebenarnya tentang om…!”
“sudah om bilang kalau om tak mau lagi pertahankan pernikahan kami, semua sudah terlanjur, jadi sekalian saja kita menyelam rio…kita tinggalkan masa lalu kita dan hadapi sesuatu yang baru bersama sama, kalau berdua denganmu om pasti akan bersemangat, cukup sekali om ditinggalkan orang yang om cintai, karena om dia sampai bunuh diri..”
ternyata om sebastian masih teguh dengan pendiriannya, aku hampir kehabisan akal menghadapinya, aku sudah berkorban segalanya dengan meninggalkan apa saja yang aku punya hanya demi mendapatkan ketenangan batin. tapi om sebastian malah merusaknya, aku masih penasaran bagaimana sampai dia tau kalau aku ada disini.
“aku ngantuk om, capek.. silahkan tidur dulu, msalah ini tak akan habis habis diperdebatkan…jangan memaksakan kehendak pada orang yang tak bisa menerimanya om..”
aku mengambil satu bantal lalu aku keluar dari kamar. om sebastian menarik tanganku.
“tunggu rio, kamu mau kemana…temani om disini, malam ini om mau tidur denganmu…”
aku terpaksa berbalik lagi sambil menatap om sebastian dengan tajam.
“cara untuk melupakan seseorang adalah dengan menjauhinya…”
lalu tanpa menoleh lagi aku tutup pintu kamar meninggalkan om sebastian endirian didalam.
aku termenung diatas kursi tamu sambil berbaring, hilang sudah rasa kantukku, walhasil aku nyaris tak dapat tidur hingga menjelang subuh.
*******
“nak bangun…”
terasa ada yang mengoyang goyangkan tubuhku serta memanggilku. perlahan aku buka mata, terasa agak perih karena sinar matahari yang menyilaukan langsung mengenai retinaku. dengan malas aku mengeliat.
“jam berapa ini mak, kok terang sekali..?”
tanyaku setelah mendapatkan kesadaranku kembali, rupanya aku tertidur juga setelah semalam letih berpikir.
“sudah hampir jam delapan, kenapa kamu tak temani om kamu di kamar, malah tidur sendirian disini..?”
tanya emak sambil duduk di kursi depanku.
aku mengeliat menghilangkan rasa malas lalu aku duduk.
“tempat tidurnya kan kecil mak, jadi rio tidur disini saja, kasihan om sebastian gerah…oh ya mak, apakah om sebastian sudah bangun..?”
aku bertanya dengan penasaran.
“sudah dari tadi pagi, temani dia sana..lagi ngopi di dapur..”
aku tak bisa menolak karena emak pasri akan bertanya kalau sampai aku mengabaikan tamu jauh. andaikan saja emak tau bagaimana hubungan kami selama ini aku tak yakin apakah emak bisa menerimanya.
aku berjalan ke kamar menaruh bantal, lalu aku ke dapur melewati om sebastian yang sedang duduk di samping jendela sambil melihat pohon duku yang sedang berbunga, seekor burung kutilang bersiul merdu.
“sudah bangun rio, pulas sekali kamu tidur..”
om sebastian menyapaku.
“sebentar om aku mau cuci muka dulu..”
aku meninggalkan om sebastian sebelum ia sempat menjawabnya. sengaja aku cuci muka dan gosok gigi lama lama agar bisa mengulur waktu. semoga saja emak cepat pergi ke warung agar aku bisa bicara sama om sebastian untuk meyakinkannya agar pulang kerumahnya.
“kamu masih marah ya sama om karena gara gara keteledoran om sampai hubungan kita diketahui..?”
tanya om sebastian sedih. dari jendela aku melihat emak sedang berjalan menuju ke warung, rumah kosong sekarang, jadi aman untuk membahas masalah aku dengan om sebastian.
“bukan itu penyebabnya om, cuma itu yang membuat aku sadar, harusnya om yang lebih dewasa serta banyak pengalaman dapat berpikir lebih baik dariku, jujur pada hati kita kalau ini tidak benar, om pikirkan kembali, jangan hanya memikirkan perasaan sendiri, kita hidup ada keluarga, jadi kita juga harus menjaga perasaan mereka, apa jadinya dunia ini kalau semua orang hanya memikirkan diri sendiri, aku hanya minta jangan egois..”
“tapi kan kita hidup untuk bahagia..”
om sebastian menatap mataku.
“salah om, bahagia itu tak ada di dunia ini, kalaupun ada rasa senang biasanya tak bertahan lama, rasa apapun baik itu bahagia, senang, duka, gelisah, dan marah hanya bersifat temporer, detik ini kita bahagia belum tentu lima menit kemudian rasa itu akan tetap bertahan, bisa jadi kita mendengar berita yang menyedihkan hingga mengalahkan rasa bahagia yang tadi…kita hidup untuk menyelesaikan semua ujian yang diberikan Allah dengan baik…, jadi kita tak bisa berjanji mutlak karena tak ada yang dapat terjadi tanpa ijin dari yang maha mengetahui..”
“tapi om akan membahagiakanmu..”
“begitu juga yang diharapkan tante sukma saat mau menerima om jadi suaminya, tapi sekarang apa yang terjadi.. jangan muluk muluk om, manusia memang paling gampang berjanji, tapi paling susah menepatinya, paling gampang mengatakan orang lain baik kalau orang itu memberikan sesuatu padanya, tapi paling gampang pula mengatakan oarng tak baik karena orang itu telah mengecewakannya, hilang semua kebaikannya selama ini.. aku sudah banyak belajar dalam hidup ini..jangan cepat percaya karena manusia gampang berubah…”
om sebastian terdiam mendengar kata kataku itu, ia seperti bingung mau menjawab apa.
“sekarang pulang lah om, aku yakin om bisa berusaha memperbaiki semuanya, hubungan yang sah asja dengan mudahnya mau om lepaskan, apalagi hubungan yang tak jelas seperti yang kita pernah jalani…”
aku menuang kopi ke dalam cangkir lalu meminumnya, tak terlalu panas lagi. di meja ada sepiring kue buatan emak. aku mencomot satu kue getas manis dan memakannya sambil melihat ke luar jendela. aku hanya berharap om sebastian dapat mengerti dan menerima keputusanku
aku berjalan kaki menyusuri jalan setapak menuju ke rumah dodi, aku teringat kemarin om sebastian akhirnya mau juga kembali ke palembang walaupun dengan terpaksa. aku tau ia belum puas dan aku yakin ia akan kembali lagi, tapi paling tidak sekarang aku dapat menenangkan diri tanpa harus berpikir terlalu berat lagi, kalau dekat dengan om sebastian aku takut malah perasaanku padanya akan kembali kuat, padahal aku sudah bersusah payah menahan diri agar jagan sampai memeluk dan menciumnya.
untung saja aku masih dapat mengendalikan diri, kalau sampai itu terjadi aku yakin masalahku akan semakin rumit.
saat aku tiba di salon dodi ia sedang memasukan potongan rambut ke dalam tong sampah. dodi tersenyum senang melihatku.
“darimana yo, masuk dulu.”
dodi menaruh sapu yang ia pegang di balik pintu, ada seorang ibu ibu yang sedang duduk di bawah steamer dengan handuk melilit di kepala, nampaknya lagi creambath.
“sibuk banget ya..?”
tanyaku sambil duduk di sofa biasa namun lumayan empuk yang disediakan memang untuk tamu yang menunggu.
“nggak juga kok, cuma ada satu pasien aja, bentar lagi juga kelar, kamu mau rapiin rambut juga ya..?”
“nggak kok dod, cuma mau main aja kesini, melihat keadaan salon kamu..”
“ya beginilah kalau sudah jam segini tamu mulai berdatangan, kalau pagi sih agak sepi, maklum orang pada kerja dan ibu ibunya pada masak sementara yang remaja kebanyakan sekolah..”
dodi menjelaskan. ia menghampiri ibu itu karena timer pada steamer sudah padam, dengan lembut ditekannya kepala ibu itu lalu ia melepaskan handuk yang melilit di kepalanya.
“nampaknya kamu sudah menguasai banget ya, boleh kalau tak sibuk tolong rapikan rambutku, sedikit saja, soalnya udah mulai berantakan nih..”
“oke, aku selaesaikan yang ibu ini dulu ya..”
dodi menggiring ibu itu ke kursi keramas, dengan cekatan dia membilas sisa krim dirambutnya. aku mengamati yang dodi lakukan hingga ia mengeringkan rambut ibu itu dengan hair dryer.
“ada apa rio, apa kamu mau di blow juga… atau kamu mau di blowjobs?”
tanya dodi usil saat ia melihat aku sedang mengawasinya.
“sembarangan saja..enak di kamu nggak enak di aku..”
kataku sebal. heran kenapa sekarang dodi jadi begitu vulgar dan blak blakan. apa karena ia banyak bergaul dengan para waria dari kalangan salon yang biasanya memang ceplas ceplos.
setelah si ibu langganan dodi pergi, dodi langsung merapikan rambutku. ia tak membutuhka waktu lama untuk merapikan rambutku, memang bakatnya di salon mungkin, jadi hasilnya pun cukup memuaskan.
dulu pernah kejadian rambutku digunting dodi saat aku kelas dua SMP, karena baru coba coba ada sejumput rambut yang terpotong nyaris sampai akar rambut. aku nyaris pingsan rasanya, bisa dibayangkan bagaimana penampilanku nantinya akan jadi bahan ejekan yang empuk di sekolah. sudah pake seragam kusam, sepatu kusam yang agak kebesaran satu nomor, dan rambut nyaris gundul. untungnya waktu aku pulang kerumah, emak langsung mengambil tindakan penyelamatan, rambutku dirapikan emak hingga nyaris botak, tapi lumayan lah mampu menyamarkan bagian yang dibikin dodi tadinya.
**********
“kamu kok belum makan nak, emak sudah masakin tumis kangkung, ikan asin tenggiri, sambal terasi juga udang goreng, makan dulu sana.. nanti kamu sakit loh..”
kata emak saat aku baru pulang dari salonnya si dodi, nampaknya emak sudah menungguku dari tadi.
“wah enak sekali mak, jadi makin laper nih jadinya..”
aku mengelus elus perutku.
“emak sengaja masak itu buat kamu, soalnya kamu pasti sudah jarang makan masakan bangka sejak tinggal di palembang, pokoknya sekarang kamu harus makan yang banyak, kamu itu kurus sekali..”
emak mengamatiku lagi. aku diam saja, memang selama ini aku agak kehilangan nafsu makan karena begitu banyak masalah yang datang menguras pikiran dan emosi, ditambah lagi rasa nyeri pada bahuku ini membuat aku jadi kurang berselera makan.
“kalau gitu rio makan dulu ya mak, emak sendiri nggak makan?”
“emak sudah makan barusan, tadinya sih mau makan sama kamu nak, tapi emak tunggu tunggu kamu belum juga pulang, jadi emak keburu laper..”
“maaf mak, tadi rio rapiin rambut di tempat dodi..”
“pantas saja anak emak makin ganteng, rupanya baru potng rambut, ya udah..kalau ngobrol terus, kapan mau makannya, emak ke belakang dulu ya mau ngambil daun pisang..”
“biar rio aja yang ngambil daun nya mak, emak ngadon kue aja, habis makan rio langsung ambil daun pisang untuk emak..”
“baiklah, kalau begitu emak ke dapur dulu..”
aku mengikuti emak ke dapur. aku makan siang sambil melihat emak mengadon kue, emak mengadon dambil sesekali melihatku dan tersenyum, tanpa terasa aku sudah menghabiskan dua piring nasi, aku bangun dari kursi dengan perut kekenyangan. setelah istirahat sebentar, aku pergi ke belakang rumah dan mengambil kayu serta pisau yang biasa di gunakan untuk mengambil daun pisang. aku ikat pisau diujung kayu lalu aku jolokkan pada pelepah pisang yang sudah agak tua dan daunnnya sudah agak pecah, beberapa helai daun pisang jatuh ke atas tanah terkena sayatan pisau. setelah aku rasa cukup aku langsung menyerut daun itu dan membuang tulang daunnya yang keras. aku kumpulkan semua daunnya lalu ku gulung dan berikan pada emak.
“ini mak, cukup nggak?”
“cepat sekali nak, cukup lah itu..terimakasih ya..”
“sama sama mak, sudah lama juga nggak melakukan hal seperti ini..”
“selama di palembang kamu pasti hidup berkecukupan ya nak, kenapa kamu mau kembali lagi dengan kehidupan susahmu ini..”
“emak, kan rio sudah katakan kalau ukuran kebahagiaan itu tak selamanya karena banyak uang, kadang uang juga tak menjamin kedamaian hati. rio kangen dengan suasana kekeluargaan disini, yang sedari kecil rio rasakan, percuma mak kalau banyak uang tapi jiwa tak tentram..”
“kamu benar nak, kalau uang yang jadi tujuan utama manusia dalam hidupnya, maka ia akan jadi budaknya uang, bahkan ia akan jadi orang yang sombong, maka tak kan ada ketenangan batin dalam diri orang yang sombong..”
aku mengangguk mendengar nasehat emak.
terdengar suara pintu depan di ketuk dan seseorang memanggilku, aku rasa itu seperti suara erwan.
“mak aku ke depan dulu, sepertinya ada tamu..”
aku meninggalkan emak lalu ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.
“erwan, sudah aku duga..”
“lagi ngapain rio?”
ngobrol sama emak di belakang wan, kamu nggak kerja ya, kok jam segini sudah ke sini?”
aku bertaanya dengan agak heran, soalnya erwan kan biasanya kalau sore baru ke rumah.
“tadi aku pulang lebih awal yo, aku mau ngajak kamu ke pemali, kamu mau kan yo, itupun kalau kamu tak sibuk..”
kata erwan agak berharap.
“oke wan aku mau siap siap dulu ya, masuklah dulu wan.”
erwan masuk dan duduk di kursi ruang tamu sementara aku ke belakang menemui emak untuk bilang kalau aku mau jalan sama erwan ke pemali. emak mengijinkan dan mengingatkan aku agar berhati hati karena pemandian air panas itu dekat hutan. setelah itu aku ke kamar dan menyiapkan pakaian ganti karena disana nanti kamu pasti mandi. setelah selesai berkemas aku dan erwan berangkat.
perjalanan menuju ke pemali lumayan jauh hampir satu jam naik mobil karena jalannya yang agak jelek serta naik turun. terletak di kabupaten sungailiat. tempatnya sendiri biasa saja, hanya ada dua petak kolam yang biasa saja tak ada yang istimewa. airnya sangat panas sekali menurutku hingga membuat aku agak ragu untuk turun kedalamnya. namun erwan tanpa ragu sedikitpun langsung masuk kedalam kolam itu.
“ayo rio..enak kok airnya hangat, baik untuk kesehatan..”
“iya wan santai dulu aku mau menyesuaikan diri dulu, kok sepi amat ya wan..”
kataku sambil melihat ke sekitar, hanya ada pepohonan dan lalang saja.
“biasanya kalau agak sore banyak kok yang mandi disini, katanya mau dikelola nantinya tempat ini yo, untuk objek wisata..”
kata erwan. aku duduk di tepi kolam yang berbata, lalu merendam kakiku ke dalam kolam. awalnya memang terasa panas namun lama lama aku jadi bisa menyesuaikan dengan suhunya. aku turun dan berendam hingga sebatas dada.
“nah tu kamu bisa, tolong aku yo kamu gosok punggungku dengan batu ini..”
pinta erwan sambil menyerahkan batu seukuran kepalan tangan anak kecil padaku. aku ambil batu itu lalu dengan pelan aku usapkan ke punggung erwan.
“agak keras dikit nggak apa kok yo, kan batu itu nggak tajam…”
aku menggosok lebih keras lagi.
“nanti gantian ya wan aku yang di gosok, kayaknya enak juga wan..”
“iya yo..ini airnya untuk terapi kata papa, dulu aku pernah diajak papa kesini, makanya aku masih hafal jalannya..”
aku terus menggosok punggung erwan hingga rata semua bagian setelah selesai gantian erwan yang menggosok punggungku, sementara ia menggosoknya, aku mengambil batu yang lain dari dasar sungai, aku menggosok kaki dan tumitku.
“katanya kalau berendam disini tak boleh terlalu lama juga sih.. malah bisa bikin meriang.”
ujar erwan sambil terus menggosok punggungku dengan sabar.
“oh ya rio, aku baru ingat, kata anna dia mau ngajak kita makan malam bersama nanti malam, kamu mau nggak..?”
“dalam rangka apa anna ngajak makan malam wan, apa aku nggak mengganggu acara pacaran kalian?”
aku menoleh ke belakang dan menatap erwan.
“ya nggaklah yo, kami kan bisa pacaran kapan aja kami mau, masa sih nggak boleh sekali sekali ngajak teman, itu namanya udah kelewatan, tenang aja rio gaya pacaranku masih sehat kok, meskipun aku mencintai anna bukan berarti aku dan dia harus selalu berdua saja kemana mana, norak banget gaya pacaran yang begituan..”
erwan tertawa.
“iya sih aku cuma kuatir menggangu aja wan, kalau memang boleh ya aku mau aja kok..”
“aku mau kenalin kamu sama sepupuku, nanti malam dia juga ikut kok.. aku dan anna sengaja mau kenalin kalian brdua, namanya tiara, baru selesai kuliah dan sekarang baru kerja di PT.TIMAH, aku yakin kamu pasti suka dengannya, jangan kuatir ia sangat cantik kok yo..”
ujar erwan penuh semangat, ternyata anak satu ni masih juga berusaha untuk mencarikan jodoh untuku. aku tak mungkin menolaknya. meskipun dalam hatiku tau itu hanya akan sia sia saja. bagaimana mungkin aku dapat menyukainya sementara dalam hatiku sekaang sedang tumbuh satu rasa yang aku sendiri tak tau bagaimana awalnya bisa ada dalam hatiku ini. aku rasa aku telah jatuh cinta pada erwan.
rasa yang tak pernah aku bayangkan akan aku alami dalam hatiku ini, jatuh cinta lagi.. apakah memang aku sebenarnya sudah lama menyukai erwan aku juga tak yakin, selama ini aku merasa biasa biasa saja kalau bersama erwan, tak tahu entah kenapa setelah malam itu saat kami menghabiskan waktu bersama, perasaan itu jadi tumbuh, padahal aku baru saja berniat untuk tak jatuh cinta lagi. erwan adalah sahabatku, bagaimana cara kau mengungkapkan perasaanku ini, dia sudah punya pacar juga.
“rio, sudah mulai sore, kita pulang ya..!”
ajak erwan sambil keluar dari kolam air panas. aku mengangguk dan ikut keluar dari kolam. erwan mengambil tas ransel yang tadi ia bawa. mengeluarkan handuk dan mengeringkan badannya. aku mengambil handukku dan mengeringkan badan disamping erwan.
tak kusangka tiba tiba erwan membuka celananya yang basah didepanku hingga ia telanjang bulat. jantungku langsung berdebar dengan keras. susah payah aku menahan gejolak yamng ada dalam hatiku ini melihat erwan yang sangat santai sekali memeras celananya yang basah dengan tubuh bugil di depanku.
“ada apa rio, ada yang aneh ya denganku..?”
tanya erwan agak kebingungan karena melihatku yang bengong menatapnya. seolah baru tersadar aku langsung menggeleng dan buru buru mengeringkan badan. melihat tubuh erwan yang bugil bukan baru sekali ini namum sekarang ia sudah dewasa, yang dulunya tak ada sekarang sudah bertambah ditubuhnya itu.
“punya kamu kan kecil ya rio, aku ingat dulunya hehehe”
kata rian tanpa berdosa menunjukkan perkakasnya kepadaku.
“enak saja, dulu itu kan aku masih kecil, punya kamu dulunya juga tak segitu kok..”
balasku denga nanar menatap benda panjang yang terkulai diantara selangkangan erwan.
“coba tunjukkan kalau memang benar, aku pengen liat..!”
tantang erwan.
aku menggeleng sambil menutupi bagian depan tubuhku dengan handuk, aku tak mau kalau sampai erwan tau punyaku tegang karena melihatnya bugil seperti itu.
“ayolah rio, kenapa juga malu malu kayak gitu, kita kan sama sama cowok, apa kamu malu karena punya kamu kecil kan?”
karena terus ia komporin maka aku buka juga celanaku walaupun dengan agak ragu.
“wah rio punya kamu tegang ya, lumayan gede juga rio he..he.. bertambah panjang..”
erwan tertawa dengan santainya karena tak tau apa yang sekarang berkecamuk dalam hatiku.
“iya wan biasalah anak muda kan gampang terangsang..”
“apa kamu terangsang melihat aku ya..”
tembak erwan langsung.
“e..eh nggak kok wan, kamu ini bisa saja..!”
kataku dengan muna.
“sukurlah kalau nggak, berarti kamu masih normal rio, dan tak sia sia usahaku sama anna untuk carikan kamu pacar, kan asik tuh kalau kita sama sama punya pacar, tiap malam minggu kita bisa jalan sama sama..”
kata erwan tanpa prasangka apa apa. aku jadi semakin merasa kalau aku hanya akan sia sia saja mencintainya, bagaikan mengharap yang tak mungkin. aku harus mengenyahkan rasa ini sebelum nantinya akan jadi semakin berakar dalam hatiku.
selesai memakai kembali baju, kami pulang kembali ke pangkalpinang. erwan mengantar aku sampai depan rumah saja tak mampir lagi karena katanya ia mau siap siap untuk nanti malam.
********
“jadi ini yang namanya rio itu ya..”
tiara mengulurkan tangannya padaku dengan ramah.
“iya, kamu tiara kan..”
aku membalas menjabat tangan tiara dengan hangat. erwan dan annna nampaknya senang melihat kami berdua mengawali perkenalan ini dengan tak canggung.
“kalau begitu kita duduk dulu sambil pesan makanan, soalnya kan di kafe ini lumayan lama nunggu orderan diantar..”
anna mengambil inisiatif, diraihnya buku menu yang tergeletak diatas meja.
“rio ini lama di palembang, dia baru sekitar satu minggu ini balik ke bangka, asli nya sih orang bangka juga..”
erwan menjelaskan pada tiara tanpa disuruh.
“oh begitu ya..kok bisa balik lagi ke bangka, apa memang orantuanya tinggal di bangka atau palembang sih, aku jadi bingung..”
tiara jadi tertawa.
“ya dia unik tiara, ada banyak orangtua.. makanya bisa bebas mau tinggal dimana yang dia suka..”
“apaan sih wan.. nggak kok tiara, memang aku sekarang tinggal di bangka sama keluargaku, nanti kau ceritakan soalnya kalau cerita sekarang terlalu panjang..”
aku menyela erwan, aku tak mau kalau sampai dia keceplosan bercerita yang nggak nggak.
“begitu ya, aku tunggu ya, semoga ada pertemua lagi setelah ini..”
kata tiara sambil tersenyum manis. aku jadi teringat dengan intan adiknya rizal, senyum mereka berdua nyaris sama.
kami makan malam sambil ngobrol, ternyata tiara tipikal yang asik juga, ada ada saja yang ia bahas hingga kami tak kehabisan bahan untuk dibicarakan. tak seperti mila yang tempo hari itu. tiara juga sepertinya pintar, ia banyak tau tentang berita terbaru baik dar film, artis bahkan berita dunia. sepertinya dia gemar membaca.
waktu yang kami lewatkan bersama nyaris tak terasa tau tau sudah jam setengah sebelas. tiara dan anna harus pulang karena tak enak sama orang tuanya kalau sampai pulang kemalaman. erwan mengeluarkan dompet untuk membayar namun aku larang karena kali ini aku yang mau membayarnya, meskipun mereka yang mengajaknya tapi aku merasa kalau ini mereka lakukan untuk aku, jadi sebagai ungkapan terimakasihku pada anna dan erwan, aku ingin mentraktir mereka. erwan tak bisa menolak lagi karena aku tetap bersikeras membayar.
kami mengantar tiara dulu pulang kerumahnya, kami semua turun dari mobil demi kesopanan. kedua orang tua tiara rupanya sudah menunggu anaknya pulang.
“sudah selesai acara makan malamnya sayang..?”
tanya ibu tiara sambil berdiri.
“sudah ma, maaf kalau agak kemalaman soalnya kami tadi keasikan ngobrol..”
“nggak apa apa, lagian kamu juga perginya sama erwan, jadi mama tak kuatir..”
“rio kenalin ini mama ku..”
aku mendekati mama nya tiara lalu menyalaminya.
“oh ini ya rio yang diceritakan sama erwan tempo hari…”
mama tiara menyalamiku dengan ramah.
“oh jadi erwan sudah cerita tentang saya ke tante ya..?”
“iya rio, erwan sangat dekat sama tante, kalau ada apa apa pasti cerita, oh ya nggak masuk kedalam dulu..?”
“kapan kapan aja ya tante, soalnya udah terlalu malam, erwan masih mau mengantar anna pulang.
aku menolak dengan agak berat karena tak mau membuat mama tiara kecewa, sepertinya dia ramah dan menyenangkan sama seperti anaknya juga.
kami berpamitan pada mama tiara lalu mengantar anna. aku tak menyangaka kalau anna tinggal tak jauh dari rumahku, pantas saja aku tak kenal soalnya dulu kan rumah anna belum dibangun, jadi mereka adalah warga yang baru disini.
aku menunggu di mobil sementara erwan mengantar anna hingga masuk dalam rumah. tak lama kemudian erwan masuk lagi dalam mobil.
“jadi sekarang kita pulang ya, rumahku kan sudah dekat..”
kataku sambil memperbaiki posisi duduk.
“nanti dulu rio, aku masih mau bicara sama kamu…ada satu hal penting yang mau aku katakan, tadi aku tak mungkin membahasnya depan anna dan tiara..”
erwan melirikku.
“hal apa wan..?”
“nanti kita cari tempat dulu biar enak ngobrol jangan disini..”
erwan membuat aku makin penasaran dan jadi sedikit gelisah, sepertinya dia sangat serius. semoga saja apa yang hendak ia katakan bukanlah yang kurang menyenangkan. aku bergumam dalam hati.
erwan berhenti di depan podium lapangan merdeka tempat kami kemarin malam bersantai. ia mengajak aku duduk dekat lantai podium yang menurun.
“apa yang mau kamu katakan wan, sepertinya hal yang penting ya?”
tanyaku tak sabar, aku mau tau apa yang mau erwan sampaikan padaku, erwan tipe yang serius pasti ia mau mengatakan sesuatu yang penting.
“begini rio, aku sangat berharap sekali kalau kamu serius sama tiara, kita sudah bersahabat dari dulu dan tiara adalah sepupuku yang paling dekat denganku, kalian berdua adalah dua orang yang aku sayangi, aku bisa liat kalau tiara menyukai kamu yo, aku harap kamu juga bisa menyukainya..”
erwan menggantung kata katanya.
“darimana kamu tau kalau tiara mau sama aku wan, bukannya kami berdua baru kenal beberapa jam saja, aku belum bisa menilainya..”
gumamku pelan, erwan tak tau apa yang aku rasakan terhadapnya, memang aku merasa suka sama tiara tapi aku belum yakin perasaan suka sebagai sahabat atau ada yang lebih.
“aku bisa merasakan kalau tiara menyukai kamu, aku jarang meleset kalau menebak yo, aku kenal tiara tapi aku masih ragu sama kamu… apakah kamu bisa mencintainya.”
“aku memang tak tau wan, aku belum pernah jatuh hati pada wanita, entahlah…”
“makanya aku juga sangat berharap padamu, andaikan kamu nanti jadian sama tiara dan kalian sampai menikah, kamu tau yo kenapa…kita akan jadi saudara, apakah kamu pernah membayangkan hal itu, aku memang sengaja kenalkan kamu sama tiara karena kamu tau kalau aku sangat menyayangi kalian berdua. aku ingin sekali melihat dua orang yang aku sayangi itu bisa bersama, tapi kalau kamu memang tak mau sama tiara aku juga tak akan memaksamu, kamu bebas kok memilih siapa yang nantinya akan kamu sukai..”
erwan tersenyum penuh semangat seolah olah aku dan tiara memang sudah pacaran. aku jadi bingung, tiara memang cewek yang cantik, baik, dan cukup memenuhi kriteria sebagai seorang pacar idaman bagi pria yang normal, tapi apakah aku bisa menyukainya lebih dari itu, kalau aku tak mencoba juga sampai kapan aku akan terus begini. apakah aku harus tenggelam dengan kegidupan yang semu, mungkin bagi sebagian besar gay dengan menikmati hidup dan tak menghiraukan pandangan siapapun tentang dirinya, mereka tetap tenang memlih jalan hidup yang menurut mereka paling baik. tapi apakah artinya hidupku ini jika aku tak mencoba melakukan sesuatu yang lebih baik, bagi diriku, keluarga, bahkan akhiratku, apakah aku harus tetap tenggelam dalam kesenangan ku sendiri tanpa memikirkan masa depan yang lebih baik
mungkin memang sekarang aku masih bisa bersenang senang karena aku masih kuat, tapi apakah nantinya aku masih bisa dengan sombongnya mengatakan kalau aku tak butuh siapaun ketika aku tak ada lagi kekuatan, siapa yang akan aku harapkan kalau bukan keluargaku, teman selalu ada masanya karena teman sedekat apapun juga pasti ia punya kehidupan sendiri, pada suatu saat seorang teman akan meninggalkan aku bukan karena ada masalah tapi memang tuntutan hidup dia yang membuatnya jadi begitu, pada saat itu hanyalah keluarga yang walaupun jauh masih tetap memikirkan aku. bagaimana aku bisa dengan tenang meminta bantuan pada orang yang telah aku kecewakan.
mama telah membuangku. aku sudah merasakan bagaimana pilihan hidupku lebih banyak yang menentang ketimbang yang setuju, saat ini komunikasi dengan mama pun aku sudah tak ada keberanian lagi. ia kecewa karena anak kandungnya, lelaki satu satunya yang ia harapkan dapat menjadi penerus keturunannya nanti malah asik bercinta dengan sesama jenis, papa…….. aku tau ia menerima keadaanku karena ia merasa bersalah selama ini tak pernah ada untuk aku, tapi aku tau bagaimana kecewanya papa, ia pasti sudah membayangkan di masa tuanya nanti ada seorang cucu yang akan menemaninya, menghiburnya dengan canda dan kemanjaan.
kalau disuruh memilih pasti aku lebih mengutamakan kebahagiaan, tapi apakah ada jaminan kalau aku bisa bahagia dengan pilihanku, rasanya aku jadi bingung. aku sudah mengalaminya dengan rian dan yang aku dapatkan bukannya kebahagiaan, kalau nafsu jadi ukuran untuk menentukan seberapa besar kebahagiaan itu rasanya akan sulit.
mungkin saatnya aku harus belajar menerima seorang wanita dalam hidupku. walaupun mungkin juga aku tak bisa berubah total tapi paling tidak aku akan mencobanya. aku akan lakukan ini, aku akan membahagiakan emak, aku akan membawa seorang gadis di depan emak. paling tidak sekarang aku tau apa tujuan hidupku, bahagia tak ada yang kekal sebagaimana kehidupan itu sendiri. yang penting aku dapat memberi arti pada orang orang yang menyayangiku, tak akan pernah bahagia orang yang menyakiti orang yang menyayanginya.
“kalau memang kamu percaya kalau aku cukup baik untuk jadi pacarnya tiara, aku akan mencobanya wan…”
“kau tau yo, kamu juga pasti menyukai tiara…besok besok aku akan mengajak kamu main kerumahnya, sekalian kamu mengenal lebih dekat tiara.. kamu jangan kuatir, aku adalah sahabatmu, tak mungkin aku menjerumuskanmu..”
erwan tertawa senang.
“iya wan..semoga saja apa yang kamu katakan itu benar kalau tiara memang suka padaku, soalnya kau tak ada pengalaman dengan perempuan, aku kurang bisa menilai hatinya..”
“kalau begitu sekarang kita pulang, soalnya kau kan mau kerja juga, jangan sampai aku ke kantor dengan mata yang masih merah..”
********
“jadi kamu dulunya tinggal di palembang ya, papanya tira orang palembang juga rio..dia kerja disini dan kami berkenalan, ya akhirnya kami menikah..”
“gitu ya tante, masih sering ke palembang nggak, dulu papanya tiara tinggal di daerah mana..?”
aku berusaha terlihat antusisa agar nampak sopan dan memberikan kesan yang baik. sudah hampir satu jam aku dirumah tiara, erwan mengajakku tadi kesini, katanya mama tiara menyuruh ia datang karena mau nitip uang arisan sama mamanya erwan. jadi sekalian saja erwan mengajak aku.
tiara masih di dapur, katanya sedang menyiapkan empek empek dan rujak tahu untuk kami. aku baru tahu kalau tiara juga hobi memasak.
“kalau sekarang sih sudah agak jarang papanya pulang, kalau dulu waktu tiara sama kakak kakaknya masih kecil ya hampir setiap lebaran, soalnya kan kedua kakek dan nenek nya tiara sudah meninggal…”
“oh, maaf tante saya tak tau..”
“tak apa apa rio, sudah lama juga kok mereka pergi, oh ya tiara sudah kelar apa belum ya masaknya, sebentar ya tante tinggal dulu mau liat tiara di dapur..”
mama tiara meniggalkan aku berdua dengan erwan. aku baru kenal sama mama tiara namun aku rasa aku menyukainya, beliau ramah dan senang mengobrol. sama dengan mamanya erwan juga. menurut erwan mamanya tiara lebih tua dua tahun dari mamanya erwan, mama erwan adiknya mama tiara. memang kelurga mereka orangnya yang aku kenal pada baik baik. aku tak menyangka kalau erwan akan mengenalkan aku pada tiara bahkan menyuruh kami pacaran. memang aku belum mengatakan pada tiara agar mau jadi pacarku, aku mau memantapkan hati dulu sebelum menentukan nantinya.
“bang wan, sudah siap tuh semuanya, ajak rio makan bang…”
tiara muncul dari dapur memanggil erwan.
“iya tia, makasih ya…”
“wan kamu kok nggak ngajak annna sih..”
tanyaku pada erwan.
“sebentar lagi dia kesini kok yo, aku tadi sudah telpon dia.. anna kan sahabatnya tiara, jadi kamu jangan kuatir lah pasti tiara juga sudah ngajak anna kok, cuma tadi anna masih ada kerjaan dirumahnya..”
“kirain anna ngak tau kalau kita disini..”
“kita nunggu anna atau makan dulu nih..?”
tanya tiara sambil duduk dekat erwan.
“kayaknya anna bakalan datang sebentar lagi, kita nungguin dia aja ya..”
jawab erwan.
akhirnya kami menunggu anna sambil ngobrol ngalor ngidul. diam diam aku mengamati tiara, sepertinya dia tak menjaga sikap atau apalah itu di depanku, ia terlihat wajar dan biasa saja. bicaranya mengalir dengan canda. aku masih belum yakin apakah ia memang menyukai aku seperti yang erwan katakan.
tak sampai setengah jam akhirnya anna datang juga, ia membawa sekotak martabak manis yang masih hangat. tiara langsung mengajak kami ke ruang makan dimana ia telah menyiapkan empek empek untuk kami.
ternyata empek empek buatan tiara lumayan enak juga, anna dan erwan memuji tiara, aku yakin sebenarnya mereka sudah sering makan empek empek buatan tiara namun karena ada aku maka mereka mengatakan itu kembali agar aku menyadari kalau empek empek yang aku makan adalah buatan tiara dan rasanya enak. apa erwan mengira aku tak punya lidah.
setelah makan kami kembali keruang tamu. mama tiara yang mengerti dunia anak muda karena dia dilahirkan tak langsung jadi tua dengan pengertian yang mendalam ia tak bergabung dengan kami. ia mungkin ada di kamar, atau kamar mandi, atau dimana entahlah aku tak dapat jelaskan karena aku tak mungkin mengubek ubek rumah tiara hanya untuk mengatakan pada kalian dimana mama tiara sekarang dan kurasa juga kalau aku menlakukannya aku bakalan kena masalah dan kalian tak mendapatkan keuntungan apa apa.
kembali ke cerita, di pertemuan yang kedua aku dengan tiara kali ini. aku semakin mengenali tiara, ia cantik, kerja yang lumayan bagus, ramah, pintar dan juga bisa memasak… apakah itu sudah jadi modal yang cukup untuk membuat seorang gay seperti aku menjadi tertarik hingga jatuh cinta entahlah… hanya waktu yang bisa menjawabnya karena masalah cinta bukan hanya karena kebaikan atau segala macam. itu timbul dari dalam hati. aku bisa saja mencintai orang yang tidak baik kalau hatiku yang mengatakan aku jatuh cinta. cuma paling tidak otakku akan berpikir apakah aku mau hidup bersama dengan orang yang tak baik.
sekarang ini bukan cinta fokus yang aku pikirkan tapi apakah aku bisa melakukannya atau tidak. apakah aku bisa menjalani pacaran dengan perempuan sementara aku sendiri tidak tau apa yang aku rasakan, benarkah kata orang orang kalau rasa cinta itu akan tumbuh seiring kebersamaan aku juga tak tau. selama ini aku dan odie sering bersama dan ia baik padaku tapi sejauh ini aku tak juga merasakan cinta pada sepupuku itu. jadi waktu dan kebersamaan serta kebaikan juga tak menjamin akan ada cinta.
erwan tadi sempat mengatakan ia akan membuat aku dan tiara akan sering bertemu, jadi kami akan lebih cepat saling mengenali satu sama lain hingga nantinya kami akan mantap untuk pacaran. maunya erwan sih tak berlama lama kami sudah jadian tapi ia juga mengingatkanku kalau jangan terlalu cepat nembak tiara karena kesannya aku jadi kayak playboy. aku sempat ingin tertawa saat ia mengatakan playboy tadi. mana mungkin aku jadi playboy sedangkan untuk tertarik pada satu wanita saja tak mudah.
sekitar jam sepuluh kami bubar, karena tadi anna datang sendiri dengan motornya, maka erwan tak perlu mengantarnya sampai kerumah. sedangkan aku yang memang sudah merasa capek langsung minta antar pulang sama erwan.
************
hari minggu tak terasa sudah dua minggu aku di bangka, sejauh ini kau merasa lebih tenang karena tak ada lagi yang mengusikku. namun siapa sangka disaat seluruh anggota keluargaku sedang berkumpul dirumah ini menikmati hari libur yang menyenangkan.
yuk tina membantu yuk yanti memasak, sepertinya mereka masak agak spesial karena kemarin ia baru gajian. bang hendri sibuk di belakang memotong kayu bakar untuk emak bikin kue. aku bersama reza duduk di lantai sambil menyusun arena balapan mainan dari plastik yang aku belikan buatnya dua hari yang lalu. emak seperti biasa menyiapkan bahan bahan untuk kue nya.
saat itu lah terdengar pintu ruang tamu di ketuk dan suara seorang wanita mengucapkan salam namun dengan suara yang keras dan tak wajar. jantungku langsung berdebar, rasanya aku tau itu suara siapa.
“siapa sih siang siang gini manggil orang teriak teriak gak sopan seperti itu..?”

dengan kesal yuk tina meletakkan pisau yang ia pegang untuk memotong kembang kol lalu ia pergi keruang tamu.
emak, yuk yanti dan aku juga ikut melihat ke depan karena ingin tau siapa yang datang.
“entah kenapa aku sudah dapat menduganya, seumur hidup baru dua kali pintu rumah kami digedor dengan cara yang tak sopan seperti itu..!”
yuk tina menggelengkan kepala.
“mana rio…!!”
mama langsung masuk dan menerobos ke dalam tanpa permisi terlebih dahulu.
“ada di dalam, memangnya ada apa…?”
yuk yanti kaget juga tak menyangka kalau mamaku akan bertindak seperti itu. aku baru saja mau mendekati mama namun emak langsung menarik tanganku.
“biar emak saja yang menghadapi mama kamu nak..”
emak langsung menghampiri mama bersama yuk yanti. aku terpaksa menunggu dibalik pintu antara dapur dan ruang tamu.
“ada apa mega, kalau kamu mau cari anak kamu dia ada disini, tapi saya harap kamu bisa sopan..”
ujar emak tenang.
“nah sudah ku duga dia pasti ada disini, heran anak itu entah apa maunya…!”
“duduk dulu mega, kamu pasti lelah dari berjalan jauh…”
emak masih berusaha ramah meskipun sebenarnya emak kesal juga dengan sikap mama yang seolah olah seorang ratu yang bisa seenaknya masuk kerumah rakyatnya.
“makasih yuk maaf…saya cuma mau bertemu rio, ada yang mau saya katakan pada anak itu..!”
ujar mama sambil menghenyakkan pantatnya ke kursi.
“tunggu saya panggil dulu, saya harap kamu bisa lebih tenang jangan ribut ribut..!”
kata mama tegas lalu meninggalkan mama dan menemuiku.
“aku tak mau bertemu dia mak, nanti kami pasti ribut…”
kataku gelisah saat emak menyuruhku keluar menemui mama.
“apa yang kamu takutkan nak, sekarang kamu sudah dewasa dan dapat menentukan pilihan sendiri, temuilah mama kamu dan katakan saja apa yang kamu mau..”
emak mencoba membujukku, aku tau emak belum mengerti duduk masalahnya, sepertinya hari ini semuanya akan terbongkar, aku harus bersiap menerima kenyataan yang paling buruk sekalipun.
aku tak dapat membantah lagi, walaupun dengan berat hati aku temui juga mama.
“bagus ya kelakuan kamu, dasar tak tau malu menumpang dirumah orang! kamu harus pulang ke palembang hari ini juga..!”
mama langsung menyemprotku begitu melihatku.
“mega, rio bukan orang asing bagi kami..ini rumahnya juga…!”
emak membelaku. aku lihat yuk yanti dan yuk tina masih berdiri melihat kami, mungkin mereka bersiap andai terjadi apa apa seperti dulunya, mama yang selalu datang dengan marah marah cukup membuat kedua ayukku merasa harus waspada.
“ayuk jangan ikut campur, ini antara aku dengan anakku..!”
mama sengaja memberi penekanan pada kata anakku tadi.
“emak juga ibuku, jadi tak ada bedanya..”
aku membela emak.
“oh ya, kamu sudah pintar sekarang ya..! kamu pikir siapa yang selama ini melimpahimu dengan kemewahan, dasar anak keras kepala… kamu sepertinya tak memahami maksud mama, kamu itu harusnya intropeksi apa kesalahan kamu, bukannya berlindung di ketiak orang yang kamu panggil emak itu..!”
mama makin kesal.
“terimakasih ma semua kemewahan itu, sekarang semuanya telah aku kembalikan sama mama kalau memang itu yang jadi tuntutan mama…aku hanya ingin tenang disini sekarang ma..”
“enak saja, kamu tak boleh balik lagi kesini, rumahmu ada di palembang, kamu harus pulang hari ini juga ikut mama, jangan sampai kamu jadi makin parah, mama tau inilah penyebabnya, dari kecil kamu hanya ditemani tiga perempuan makanya kamu jadi seperti ini..!”
“maksud kamu apa mega, saya rasa tak ada yang salah dengan rio..!”
sela emak heran. aku jadi berdebar, semoga saja mama tak mengatakan sama emak, aku harus ikut mama sekarang, jangan sampai emak jadi shock.
MAAFKAN AKU EMAK
“jadi kalian tak merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada rio sekarang ini, kalian tak merasakan apa pengaruh yang telah kalian bawa pada anakku..?”
mama menantang emak, sepertnya ini sudah salah kaprah, kenapa lagi mama menyalahkan emak apa yang terjadi padaku.

“apa maksud kamu mega, jangan berbelit belit, kami tak mengerti…memangnya ada apa dengan rio…?”

emak berdiri menantang mata mama tanpa gentar.
“sudahlah ma, emak.. jangan ribut ribut, mama aku minta tolong jangan…”
“kenapa. kamu takut emak kamu tau ya..? dia memang harus tau biar dia sadar apa kekacauan yang telah ia buat terhadap kamu..!”
mama menatapku dingin, aku merasa bagaikan melihat pancaran mata seorang musuh ketimbang seorang ibu.
“katakan saja mega, kamu dari dulu kan suka mendramatisir sesuatu, kenapa sekarang malah ragu..!”
suara emak terdengar seperti sudah bosan, ataukah memang emak memang ingin tau apa yang sebenarnya mau mama katakan tentangku.
“aku menyesal sudah meninggalkan ia disini, aku kira ia akan aman berada di tempat ini, ternyata justru tempat inilah yang membuat anakku celaka…masa depannya hancur karena didikan kalian yang salah..!”
“cukup mega..! dari tadi kamu selalu mengatakan kami salah, memangnya kenapa dengan rio, apa yang terjadi dengannya… sudah cukup kamu selalu menyalahkan kami… kamu juga bukan perempuan yang baik.. kenapa kamu meninggalkan anak kamu dulu, dan sekarang anak kamu lebih menyayangi kami apakah salah aku juga..harusnya kamu berkaca pada diri sendiri ibu macam apa kamu itu, yang untuk mendapatkan cinta anaknya saja begitu sulit…”
aku sangat kaget dengan reaksi emak, tak pernah emak bicara dengan suara yang begitu kerasnya. sampai sampai mama pun langsung terdiam. punggungku dipegang dari belakang, aku menoleh ternyata yuk yanti dan yuk tina.
“dek apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan kami lagi ya..”
yuk tina berbisik. aku menatap yuk tina dan mengangguk.
“iya yuk.. tapi aku juga tak yakin, kalau ayuk tau apa yang sebenarnya terjadi mungkin kalian sendiri yang akan menyuruh aku pergi dari sini…”
“apapun yang terjadi mana mungkin ayuk tega ngusir kamu rio…sekian lama kamu pergi dan membuat kami kangen, setelah kamu kembali lagi, rasanya rumah ini jadi semakin cerah, ayuk akan membelamu apapun yang terjadi ayuk janji..!”
kata kata yuk tina membuat aku benar benar tenang sekali, mungkin yuk tina ingat dulu kami tak pernah akur dan sekarang ia mau mengganti waktu kami yang dulu terbuang percuma itu.
yuk tina kembali diam dan melihat mama dan emak yang sedang berperang mulut.
“kamu itu mega, dari dulu tak juga berubah…seharusnya kamu bangga punya anak seperti rio, kamu harus menghargainya, bukan malah kamu usir seperti sekarang..”
“ayuk tau apa, mana pernah aku mengusir rio..! dia sendiri yang meninggalkan rumah, wajar kalau aku marah dengan kelakuannya, apa ayuk bisa merasakan bagaimana kecewanya aku, rio anak kandungku dan dia telah menghancurkan semua harapanku..”
“makanya aku tanya apa yang sudah dilakukan rio… kenapa sampai kamu begitu marahnya, aku juga mau tau..!”
emak terdengar nyaris senewen. aku makin gemetaran, kenapa mama membuat aku jadi terlihat makin bersalah, padahal sikapnya lah yang membuat aku meninggalkan rumah, waktu itu amalia masih sempat meminta pada mama untuk menahanku tapi mama bersikap seolah aku sudah tak diinginkan lagi dirumah.
“kalau ayuk mau tau tanyakan saja sama rio, kalau memang dia jujur dia akan cerita..!”
lagi lagi mama membuat aku tersudut, semua pandangan sekarang tertuju padaku, aku tau memang maksud mama datang kemari adalah untuk membuat aku malu, aku telah membuat dia kecewa dan sekarang ia mau membalasnya, aku tau mama ingin aku diusir dari rumah ini, agar tujuannya kalau aku kelaparan diluar maka akan pulang dan minta maaf lalu ia akan mengajukan banyak syarat padaku kalau aku mau balik lagi kerumah.
mam salah meslipun nantinya aku juga tak ada tempat disini, yang jelas aku tak akan pulang lagi kerumah mama, aku akan buktikan kalau aku bisa hidup tanpa bergantung pada mama.
“katakan nak apa yang terjadi, kamu tak perlu ragu, emak tau kamu memang sedang ada masalah tapi emak juga bingung kalau kamu tak cerita, emak siap mendengarnya sekarang, apapun yang terjadi kita akan carikan jalan keluarnya.”
emak menghela nafas dengan berat, rasanya aku tak dapat lagi memendam semua terlalu lama, cepat atau lambat ini memang akan terbongkar, aku bingung kenapa mama sampai tau kalau aku sudah ada disini, aku mengira masih lama mama akan menyadari kalau aku sudah tak lagi di palembang.
“katakan saja dek, kami siap mendengarnya, kamu jangan kuatir..”
yuk yanti ikut bicara.
sekarang lah saatnya keluargaku akan tau kalau aku adalah seorang gay, aku harus menahan malu, aku berdoa dalam hati dan mulai bicara.
“aku gay mak…!”
sesaat keheningan menyelimuti ruang tamu, hanya suara tarikan nafas emak yang aku dengar saat ini. aku menunduk tak berani menatap semua yang ada disini.
BRUUK..!!!
suara barang terjatuh membuat kami semua kaget, serempak semuanya menoleh ke pintu.
sejak kapan ia ada disini berdiri ditengah pintu, apakah karena semuanya sedang terfokus padaku hingga tak ada yang tau kalau erwan dan tiara sedang berdiri di sana dan mendengar pengakuanku tadi. dua buah kotak berisi kue black forrest yang hancur teronggok di depan kaki tiara.
“erwan….”
aku mendesis nyaris tak percaya, kenapa aku sampai lupa..padahal kemarin erwan sudah bilang akan mengajak tiara kemari, mereka berdua pasti sudah mendengar pengakuanku sekarang, bisa terlihat dari reaksi mereka yang sangat terkejut.
“maaf… tadi kamu mau menyapa tapi kelihatannya kalian sedang serius…!”
erwan mendadak gagap, sepertinya ia tak enak hati, tiara yang ada disampingnya kelabakan memunguti kue yang berserakan. ku lihat wajah mama tersenyum puas. entah kenapa tiba tiba perasaanku jadi benci sekali pada mama.
lidahku jadi kelu, aku sudah tak dapat lagi menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini. mau bicara rasanya tak mampu lagi, mau menatap siapapun yang ada disini aku tak punya keberanian lagi. alangkah tidak enaknya menghadapi situasi yang seperti ini. andai saja saat ini aku harus mati, mungkin aku akan ikhlas daripada aku harus mengalami hal yang seperti ini.
untung saja yuk tina tanggap, ia langsung menghampiri erwan dan tiara lalu mengajak mereka entah kemana, yang jelas aku tau kalau yuk tina tak mau masalah yang sangat pribadi ini sampai didengarkan oleh orang lain. aku sangat berterimakasih atas inisiatif yuk tina walaupun sebenarnya sudah terlambat.
“kamu gay nak…emak tak mengerti, maksud kamu apa?”
tanya emak kebingungan, namun wajah emak seolah di gelayuti mendung, seakan emak berharap kalau ia salah dengar.
“sudah jelas kan yuk, kalau rio bilang ia gay dan itu artinya dia tak normal…rio suka sejenis…!”
“maaf ya buk, bukan bermaksud tak hormat, maksud ibu mengatakan hal ini apa..?”
tanya yuk yanti agak ketus.
“tak usah banyak tanya, kalian harusnya berpikir…sekarang kalian kan sudah tau bagaimana rio sebenarnya, kalian tau dia penyuka sejenis..apakah kalian tak bertanya pada diri kalian sendiri apa yang sebenarnya telah kalian lakukan hingga anak saya sampai begini jadinya..”
“maksud ibu mau menyalahkan kami kalau rio jadi begitu, maaf ya buk, dalam sejarah keluarga kami tak ada yang mendidik rio dengan tak benar, jadi ibu kalau bicara harusnya berpikir dulu, apakah ibu pernah berkaca, memangnya dimana rio selama delapan tahun ini… dia sama ibu kan, dimasa remajanya hingga dewasa ibu yang mendidiknya, jadi kalau menurut ibu kami yang harus bertanggung jawab, rasanya salah orang deh…!”
yuk yanti makin kesal.
“mega, kami tak pernah mengajarkan yang tidak tidak sama rio, maaf mega, yanti benar…tak seharusnya kami yang disalahkan..”
dari suaranya aku tau kalau emak benar benar murka. sementara mama wajahnya cemberut sejadi jadinya. sampai sekarang aku sudah tak dapat berkata apa apa lagi. dalam pikiranku hanyalah membayangkan bagaimana hariku kr depan, apa yang harus aku lakukan andai emak menyuruhku pergi.
“jadi maksud ayuk aku yang bersalah, aku menyesal sempat meninggalkan rio disini bersama kalian, kalau saja aku tau akan begini jadinya tak akan aku datang untuk menjemput dia dulu…!”
kata kata mama membuat aku benar benar merasa terpukul. aku hanya jadi penyesalan baginya, andai saja mama tau apa yang aku rasakan saat ini, betapa aku merasa tak berarti, dia sebagai ibu kandungku tega mengatakan hal seperti itu padaku, aku tak tau apakah dalam hatinya masih ada perasaan sayang padaku.
“kamu yang mengatakan itu mega, tolong nanti kamu jangan menyesal, apapun rio..bagaimanapun dia bagiku akan tetap anakku, aku terima apapun kekurangan dia, kamu tak pantas jadi seorang ibu…silahkan kamu tak mengakui anakmu lagi…tapi kali ini tak akan aku biarkan kamu menyakitinya lagi.. aku akan melindungi rio, dia akan tetap disini bersama kami, tapi ingat..rio sekarang sudah dewasa dan tau mana yang terbaik untuknya…kamu tak akan bisa merebutnya lagi dari kami sekarang, terimakasih mega…kamu telah mengembalikan anakku kesini…!”
bukan hanya mama yang tercengang mendengar kata kata emak, namun aku juga. rasanya aku hampir tak percaya emak barusan mengatakan hal tersebut.
“maksud ayuk apa..?”
desis mama marah.
“kamu orang terpelajar dan saya hanya tamatan sekolah dasar, kamu pasti bisa mengartikan kata kata saya tadi, sudah cukup jelas kan…!”
emak tak kalah dingin.
“pantas saja rio jadi seperti itu, ternyata kalian memang benar benar memuakkan, kalian akan menyesali ini semua, aku tak kan terima…!”
ancam mama pada emak.
“cukup bu mega yang terhormat, saya rasa ibu tak perlu permalukan rio lagi, karena ibu yang akan malu nantinya, kami ini memang keluarga miskin, tapi kami masih punya hati, jadi sebaiknya ibu tak usah ribut ribut, sekarang lebih baik ibu pulang, kami ingin tenang, kalau ada ibu pasti selalu begini…orang terhormat tak boleh bikin ribut dirumah orang buk…!”
yuk yanti yang mungkin sudah tak tahan lagi langsung menyindir mama.
“rio, lebih baik kamu masuk kamar atau kamu temui teman kamu tadi, biar emak yang bicara sama mama kamu ini…!”
perintah emak. aku mengangguk tak membantah, mungkin emak tau kalau aku saat ini sudah kehilangan muka. aku lebih memilih masuk ke kamarku saja. aku belum siap bertemu erwan, dan rasanya aku juga tak akan mau lagi bertemu dengan tiara. erwan pasti tak enak hati sama sepupunya itu karena sudah menawarkan temannya yang gay pada tiara.
aku berpapasan dengan bang hendri yang rupanya dari tadi berdiri diantara ruang tamu dan dapur, ia hanya diam dan menatapku tanpa ekspresi. sementara reza anaknya sedang berdiri sambil menarik narik ujung baju kausnya.
di dalam kamar aku hanya duduk di tepi ranjang, sungguh semua kejadian ini membuat aku sangat shock, kenapa mama harus datang disaat aku mulai merasa tenang, kenapa mamaku sendiri sekarang ini seperti seorang musuh bagiku, begitu besarnya kesalahanku baginya hingga ia mau membuat hidupku kacau, aku bagaikan dikejar musuh yang tak puas kalau aku belum terjatuh.
dari balik jendela aku lihat yuk tina masuk ke dalam rumah sementara erwan dan tiara masuk dalam mobil lalu meninggalkan rumahku. airmataku jatuh memandangi mobil mereka yang makin menjauh. semoga saja erwan masih mau berteman denganku meskipun sekarang dia sudah tau dengan keadaanku.
aku mendengar suara semakin ribut diruang tamu hingga suara bang hendri pun terdengar, sepertinya mereka berantem. aku bergegas keluar dari kamar, bagaimanapun semua keributan ini aku yang menyebabkan, aku tak bisa menghindarinya lagi, kalau mama bisa tegas padaku, aku pun bisa tegas padanya, biarlah apa yang akan ia pikirkan tentang aku, semua sudah diluar batas bagiku.
“sudah cukup tante.. jangan lagi tante buat keributan disini, mereka tak bersalah, kalau ada yang harus disalahkan lebih baik tante salahkan aku..!”
aku sengaja memanggil mama dengan sebutan tante karena hatiku sudah teramat sakitnya. nampaknya itu membuat mama kaget, ia langsung terdiam kehabisan kata yang mau ia lontarkan. emak pun dengan keheranan menatapku.
“aku sudah memilih jalan hidupku, tolong tante jangan lagi ganggu aku, jangan lagi ganggu keluarga kami…kehadiran tante tak pernah di butuhkan disini..tante bukan siapa siapa bagiku…menyesal aku pernah mau ikut tante… kalau mau menyalahkan, salahkan saja adik suami tante yang sudah membuat aku jadi begini, kalau saja dulu aku tak ikut tante, mungkin aku tak akan seperti ini, tante harus tau kalau sebenarnya aku jadi begini karena aku ikut tante…!”
sebenaranya apa yang aku ucapkan tak seiring denagan hatiku, aku menyayangi mama walaupun sekarang ia benci padaku, aku hanya mau mama segera pergi dari sini karena aku tak mau ia terus terusan menyalahkan dan menghina emak.
wajah mama jadi pucat pasi.
“dasar anak tak tau terimakasih, tak akan pernah bahagia hidup kamu telah mempermalukan mama seperti ini, sekarang mama tak perduli lagi apapun yang kamu lakukan…!”
“sudah lah tante, lagipula sudah dari kemarin kemarin tante tak perduli lagi padaku, jadi apa bedanya bagiku, terimakasih tante telah berhasil membuat aku malu, satu pesanku, jangan lagi tante datang kalau memang tante hanya mau membuat keributan, keluargaku sekarang adalah disini, jangan harap aku mau kembali lagi ke palembang..”
“tante juga tak akan sudi kamu kembali kerumah tante…!”
tanpa basa basi lagi mama berbalik dan meninggalkan rumah emak tanpa permisi lagi, aku tau hati mama saat ini sakit, namun mama juga harus tau kalau saat ini hatiku tak kalah sakitnya sama dengan yang ia rasakan. coba seandainya mama mau lebih mengerti padaku, mungkin hal yang seperti ini tak akan terjadi, sekarang aku sudah di cap sebagai anak yang durhaka.
sepeningglnya mama, emak dan kedua ayukku langsung menghampiriku.
“sekarang kamu ceritakan pada emak rio…kenapa kamu sampai jadi begini, emak mau kamu jujur..kalau memang kamu menganggap emak ini ibu kamu…!”
kata emak dengan tegas tak terbantahkan. dengan sisa keberanian yang aku miliki aku ceritakan bagaimana awalnya aku dan om sebastian, hingga kejadian yang membuat aku harus pergi dari rumah. emak dan ayuk ayukku hanya diam mendengarkan tanpa menyela sedikitpun, aku sudah siap andaikan setelah mendengar cerita yang sesungguhnya ini, emak menyuruhku pergi.
“kalau memang sudah begitu mau apa lagi nak, emak juga tak dapat berbuat apa apa, mungkin ini sudah takdir kamu, emak tau tau harus bagaimana….kamu yang menjalaninya dan kamu yang lebih tau apa yang kamu rasakan…”
ternyata tanggapan emak sangat diluar dugaaanku sama sekali, aku tak menyangka kalau emak akan mengatakan hal itu, aku kira emak akan kecewa padaku.
“e…emak tak marah padaku mak..?”
aku masih kurang yakin.
“untuk apa emak marah nak, emak tau bukannya mudah yang kamu jalani itu, apapun kamu, bagaimanapun kamu adalah anak emak…tak ada yang berubah, kalaupun kamu ada masalah nanti kita akan cari bagaimana cara untuk menyelesaikannya, emak tak mau kamu jadi stress gara gara masalah ini…”
kata emak lirih sambil memegang tanganku seolah emak ingin meyakinkanku kalau ia tak marah. aku jadi semakin merasa bersalah, akutau jauh dalam hati emak pasti ia sangat kecewa, namun harus bagaimana lagi kalau memang inilah kenyataan yang harus dihadapi. bukan satu perkara yang mudah untuk merubah hati.
“iya dek, jangan kamu pikirkan lagi masalah itu, anggap saja tak pernah terjadi..ayuk akan bantu adek semampu yang ayuk bisa lakukan, saat ini yang kita butuhkan adalah bersatu agar kita lebih kuat.. tapi dek, ayuk juga kasihan sama mama adek, dia sangat kecewa saat adek menentangnya tadi..”
yuk tina menambahkan.
“aku mengatakannya tadi tak sepenuh hati yuk, aku hanya ingin mama segera pergi dan tak menambah keributan yang tak perlu, ayuk tau sendiri bagaimana mama…dia susah untuk diajak berunding kalau sudah kecewa..”
“jadi sekarang kamu jangan berlaku aneh aneh rio, tetaplah disini, apapun yang terjadi tak akan ada yang bisa mengubah kalau kamu adalah bagian dari keluarga ini..”
imbuh yuk yanti sambil menggendong reza.
“kalau begitu kita kembali ke dapur saja, entah apa kabar masakan kita…”
emak mengingatkan. seolah tak pernah terjadi apa apa semua kembali dalam kesibukan yang tadi sempat tertunda
hari ini aku tak ada semangat sama sekali untuk kemana mana, aku masih terpikir dengan kejadian kemarin, entah kenapa mama bisa datang secepat itu, aku masih bingung bagaimana mama bisa tau kalau aku ada di bangka, bukannya aku sudah wanti wanti pada papa dan kak fairuz agar merahasiakan hal ini dari mama.
aku heran kenapa mama sampai menyusulku di bangka kalau hanya untuk mengatakan pada emak mengenai aku. apa sebenarnya tujuan mama, apakah ia memang mau membuat aku sulit. kalau memang itu niatnya jujur sekarang aku memang sulit, aku tak tau lagi harus bagaimana. rasanya apapun yang aku lakukan tak bisa sebebas dulu lagi, aku tak mau kalau keluargaku mengira aku melakukan macam macam kalau aku keluar.
erwan kemarin telah mendengar kalau aku gay, apakah dia akan menjauhiu karena hal itu aku juga belum yakin. selama ini erwan adalah teman yang sangat baik dan pengertian. aku tak mau kehilangan teman sebaik erwan. aku harap ia bisa mengerti dan menerima keadaanku apapun itu.
cuaca diluar sangat panas, keringat tak henti hentinya mengalir dari keningku, kipas angin yang aku pasang tak juga mampu menghalau rasa gerah, kalau dulu aku tak perlu merasa takut geah karena dalam kamarku ada AC yang setia menyejukanku dalam keadaan cuaca bagaimanapun.
emak lagi tak ada dirumah, katanya dia kerumah tetangga yang mau hajatan minggu ini, biasalah emak selalu bantu bantu kalau ada tetangga yang ada hajatan. kata emak kalau kita membantu mereka, maka kalau nanti ada acara dirumah ini pasti akan banyak yang ikut membantu. memang disini suasana kekeluargaan masih kental.
yuk yanti bersama suami dan anaknya pergi kerumah orangtua suaminya, biasalah kalau hari sabtu kata emak, yuk yanti sering menginap dirumah mertuanya. sedangkan yuk tina masih kerja dan belum pulang.
aku pandangi seisi kamarku, sepertinya aku harus melakukan sedikit perubahan agar aku tak bosan. aku mau mengganti ranjang dan lemari, sepertinya aku juga butuh televisi agar aku bisa lebih betah dalam kamar ini. aku ingin membuat beberapa perubahan dirumah, aku yakin papa tak akan keberatan kalau aku menggunakan uangnya, aku akan membeli lemari es untuk emak, kalau ada lemari es, emak akan lebih praktis kalau mau menyimpan bahan makanan dan kami juga bisa lebih berhemat. aku ambil handphone lalu aku menelpon papa.
saat mendengar suaraku, papa terdengar senang, aku utarakan keinginanku tasi. seperti yang telah aku duga papa tak keberatan sama sekali. ia bilang kalau aku bisa membeli apa yang aku butuhkan dan ia juga bilang kalau ia rutin mengisi saldonya, jadi tak ada yang perlu aku kuatirkan. papa juga bilang kalau dalam beberapa hari ke depan mungkin ia akan main ke bangka. dengan antusias aku bilang aku akan menunggunya.
setelah selesai bicara sama papa, tanpa membuang waktu aku pergi ke jalan dan menunggu angkot. tanpa aku duga mobil erwan yang malah berhenti di depanku. ia membuka kacanya dan menyapaku.
“mau kemana kamu rio…?”
erwan membuka kacamata hitam yang ia pakai.
“rencananya sih mau ke pasar, kamu mau kemana wan?”
tanyaku dengan agak canggung, entah kenapa rasanya aku malu menatap erwan. aku tak tau apa yang ia pikirkan tentangku.
“kalau begitu kita sama sama aja ya, kebetulan aku juga mau nyari laptop, punyaku yang biasa aku pakai sudah agak heng…”
erwan terdengar biasa saja, ataukah mungkin memang dia tak mempermasalahkan keadaanku, kalau memang begitu artinya aku bisa bernafas lega.
“ayo buruan masuk, panas di nih..!”
aku membuka pintu mobil yang di sebelah erwan lalu masuk dan duduk. erwan langsung melajukan mobilnya menuju ke pasar.
“kamu nggak kerja hari ini wan..?”
“kan sekarang hari sabtu, kamu lupa ya, atau lagi banyak pikiran..?”
erwan menatapku tajam, aku mendesah.. ternyata tiba juga saatnya erwan mau tau tentang masalahku. aku jadi ragu apakah aku harus berterus terang menceritakan segalanya pada erwan atau aku simpan rahasia ini, tapi kalau aku rahasiakan erwan sudah tau kalau aku ini gay. rasanya seperti makan buah simalakama.
“sekarang aku mengerti kenapa kamu kembali lagi kesini, kenapa kamu tak cerita padaku rio, bukannya kita berteman akrab, kamu bisa cerita apa saja padaku tanpa ragu, kamu seperti tak kenal saja padaku..”
“bukan begitu wan, aku tak mau cerita karena ini sangat pribadi, aku tak mau kalau sampai kamu memandangku dengan negatif, aku takut kamu tak mau lagi berteman denganku…”
“mana mungkin rio, apa kamu pikir dengan semudah itu aku bisa melupakan persahabatan kita hanya karena kamu seorang gay, kalau mau jujur sebenarnya aku sudah lama tau mengenai itu, tapi aku sengaja tak membahasnya, aku tak mau kamu malu… aku tau dari rian…”
mendengar kata kata erwan rasanya aku bagaikan tersambar petir. ternyata rian sudah lama mengatakan ini pada erwan. jadi selama ini erwan sudah tau mengenai hubunganku dengan rian.
“kapan rian bilang sama kamu wan..kapan, kenapa dia sampai cerita sama kamu?”
“sudah lama sekali rio, waktu kamu berangkat ke palembang dulu, aku tak percaya saat rian bilang kalau kamu dan dia pacaran. dia cerita semua padaku, dan saat dia ke palembang untuk menyusul kamu aku sempat peringatkan dia kalau mungkin saja kamu hanya sekedar menganggap dia sahabat..sekarang aku jadi mengerti kalau kamu dan rian memang berpacaran….”
“maaf wan, memang benar aku berpacaran sama rian, aku juga tak tahu bagaimana awalnya hingga aku sampai punya rasa pada rian, aku juga tak mampu menepis perasaanku itu…”
suaraku semakin pelan. kalau ingat lagi tentang rian aku jadi sedih, entah apa kabarnya sekarang, aku takut sekali ia melakukan sesuatu hal yang nekat, selama ini aku sudah banyak membuat dia sakit hati.
“kamu berhak memilih jalan hidup kamu, kamu berhak memilih siapapun yang kamu cintai..tetapi kenapa harus laki laki rio..”
desis erwan nyaris tak terdengar.
“cinta tak memilih siapa..tak memilih harta..tak memandang rupa, tak menilai kasta..bahkan tak terbatas kelamin sama, karena cinta adalah suara hati, itu yang aku rasakan wan.. mungkin sulit bagimu untuk bisa mengerti, aku juga tak memaksa kamu untuk bisa menerima semua ini… cinta itu datang tanpa dapat aku cegah…”
rasanya aku ingin menangis. aku tak tau kenapa rasanya aku tak ingin erwan kecewa, dia tak menyadari kalau sekarang aku sedang berusaha untuk mengenyahkan perasaan yang mulai bersemi dalam hatiku..aku mencintai erwan, sesuatu yang bahkan tak pernah terlintas dalam pikiranku akan terjadi.
“aku dapat memahaminya rio, apa juga yang dapat aku lakukan.. hanya saja aku yakin kalau kamu masih bisa berubah asalkan kamu ada keinginan…aku yakin itu..”
“entahlah, aku sendiri tak yakin, aku tak tau bagaimana menghadapi semua ini, akmu tak merasakan apa yang aku rasa, kamu bisa bilang seperti itu karena kamu bukan aku, kamu tak mengalami apa yang aku alami…kamu tak rasakan apa yang aku rasa…”
“kamu tak perlu panik seperti itu rio, aku bisa mengerti kok…aku tak menyalahkan kamu untuk semua yang kamu rasakan dan alami, cuma sebagai sahabat aku tak mau melihat kamu menderita…cinta yang kamu rasakan itu hanya akan membuat kamu menderita, siapa yang akan setuju kalau kamu mencintai seorang lelaki, aku yakin kamu menyadari itu…”
erwan masih mencoba untuk menasehatiku.
“terimakasih wan untuk perhatian kamu, aku hargai… kamu tau saat aku sedang mencoba memulai dengan perempuan, yang ada semuanya malah gagal sebelum dimulai…kamu kira akan mudah untuk berubah, aku juga sudah mencoba mengenyahkan rasa yang tak wajar, namun sangat sulit…”
rasanya perjalanan ke pasar kali ini sangat lama sekali, aku ingin segera mengakhiri pembicaraan yang membuat aku tersudut ini.
“kalau mengenai tiara memang terus terang kemarin dia sangat terkejut, kamu tau rio… sebenarnya tiara suka sama kamu dan berhara kamu jadi pacarnya, namun semuanya telah kandas, tiara tau tak akan mungkin terjadi walaupun ia menyukaimu kamu tak akan pernah menyukainya…”
“tiara bilang apa sama kamu wan, apa dia kecewa sama aku..?”
tanyaku sangat ingin tau.
“kalau kecewa ya tentu saja rio, siapa yang tak kecewa kalau pujaan hatinya ternyata tak akan bisa mencintainya, namun tiara juga tipikal wanita yang berpikiran realistis, ia tak mau memaksakan sesuatu yang tak mungkin…”
“aku malu sama tiara, aku bersikap seolah memberikan harapan padanya, padahal sebenarnya aku hanya ingin membuktikan pada diriku sendiri kalau aku juga bisa mencoba dengan perempuan, kalau saja kemarin mamaku tak datang mungkin tak akan begini ceritanya…sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi seorang gay…”
kataku dengan putus asa.
“kamu jangan bilang begitu, mungkin memang kamu belum ada jodoh sama tiara, tapi tak menutup kemungkinan kalau nanti akan ada perempuan lain yang bisa menerima kamu apa adanya…aku yakin itu..”
“kita sudah sampai wan, lebih baik sekarang kita cari laptop kamu dulu..”
aku merasa bersukur sekali karena aku bisa nengakhiri pembicaraan ini.
aku dan erwan memasuki sebuah toko komputer, toko yang lumayan lengkap menyediakan bermacam macam komputer, laptop beserta perlengkapannya. erwan memilih laptop yang ia inginkan sementara aku hanya berjalan dari rak ke rak untuk melihat lihat.
setelah erwan mendapatkan laptopnya dan membayar, kami meninggalkan toko komputer lalu erwan menemaniku ke toko mebel.
*********
saat emak pulang ia agak kaget juga karena melihat kulkas warna putih sudah bertengger dengan gagah di dapur. emak sempat protes namun seperti biasa aku langsung menjelaskan pada emak kalau aku masih ada tabungan yang tak akan habis kalau aku berhemat, aku katakan pada emak kalau dengan adanya kulkas dirumah ini maka emak akan bisa lebih berhemat karena takkan ada makanan yang terbuang.
sebenarnya aku ingin sekali membelikan televisi baru, tapi aku tak mau emak marah lagi karena aku tau bagaimana emak, ia tak suka menghambur hamburkan uang yang dicari dengan susah. sedari dulu telah terbiasa hidup bersahaja tentu saja emak jadi teratur dalam menggunakan uangnya.
erwan masih menunggu di kamarku, tempat tidurku yang baru ini sebuah springbed dengan double kasur yang bisa digeser selayaknya laci, jadi aku bisa mengajak papa menginap disini nantinya.
aku membuat kopi untuk erwan dan membawanya ke kamar.
“biasa lah wan emak..kalau aku beli sesuatu yang agak mahal menurutnya, ia pasti akan langsung protes…”
“wajar lah rio, emakmu kan tak tau bagaimana mewahnya kehidupan kamu waktu di palembang, mungkin kamu sudah biasa tapi tidak dengan emakmu, wajar saja kalau dia protes…”
erwan tersenyum sambil membaringkan tubuhnya diatas kasur.
“aku pengen sekali menyenangkan hati emak, dari dulu aku sangat ingin melakukan itu…”
“makanya kamu lanjutakn lagi kuliah kamu agar nantinya kamu bisa segera cari kerja dan kamu punya penhasilan sendiri jadi kamu bisa membantu emakmu..”
nasehat erwan.
“iya wan, makasih ya udah mengingatkan aku…”
“rio aku mau menanyakan sesuatu padamu, maaf kalau ini agak pribadi..”
erwan beringsut dari tempat tidur lalu bergeser mendekatiku. aku menatap erwan dengan tanda tanya.
“apa wan?”
“kamu sudah putus ya sama rian..?”
“kok kamu menyanyakan hal itu..?”
aku jadi heran.
“sekedar mau tau aja yo, kan kalian sudah lama sekali pacaran sejak lulus SMP dulu, bagaimana kabar rian sekarang, kalau kalian sudah putus apa yang menyebabkannya, kalau aku boleh tau..?”
erwan menatapku dengan penasaran.
“rumit kalau dijelaskan , tapi yang pasti kami sudah lama tak kompak dan tak sejalan, banyak pertentangan dan pertengkaran selama kami bersama…rian sangat temperamental…aku sering bingung menghadapinya, kadang aku tak percaya kalau kami berdua sebenarnya pacaran…”
aku mencoba menjelaskan seadanya. namun erwan nampaknya masih belum puas.
“rian temperamental, apa dia suka memukul dan marah marah sama kamu..?”
“ya begitulah…”
“tapi seingatku dulunya rian kan sangat ramah dan baik, kenapa dia bisa berubah..?”
erwan jadi semakin penasaran.
“karena apa aku juga tak tau, tapi yang jelas kecemburuan yang jadi penyebabnya dan hampir itu terus sebagai penyebabnya..!”
“apa kamu selingkuh…?”
selidik erwan.
“iya….!”
tanpa berpikir aku menjawab. erwan langsung terdiam.
“rian tau kalau kamu selingkuh, terus bagaimana reaksinya, kamu selingkuh sama siapa…?”
erwan mencecarku dengan pertanyaan beruntun, aku tak mengerti kenapa masalah ini membuat erwan begitu tertarik. biarlah aku akan jawab apa adanya biar erwan tau siapa aku sebenarnya, aku tak mau nantinya ada salah faham diantara kami, aku tak mau disalahkan sebagai orang yang tak setia.
aku ceritakan pada erwan segala yang terjadi, bagaimana aku yang awalnya dipaksa sama om sebastian, lalu hubungan kami yang berjalan hingga rian datang, dan rian mengalah karena tau aku sudah ada yang punya, lalu aku ceritakan juga tentang aku yang putus dengan om sebastian karena dia menikah. dan aku kembali pada rian, lalu pertengkaran yang tak ada habis habisnya hingga akhirnya aku selingkuh lagi dengan om sebastian dan berakhir dengan rian yang mau membunuhku, semuanya aku beberkan dengan tuntas tanpa ada yang terlewati.
“untung saja rian tak berhasil membunuhmu rio, kalau ia melakukan itu aku bersumpah akan membalasnya dengan tanganku sendiri..!”
erwan bergidik, namun tak aku duga dia malah membelaku.
“aku pun sangat takut saat itu…entahlah bagaimana aku bisa lolos mungkin memang tuhan belum mau kalau aku mati..!”
“kamu belum terlalu mengenal rian, tapi kamu sudah mau jadi pacarnya, aku juga kaget…tapi kadang cinta memang tak dapat ditentukan pada siapa dan kapan datangnya..”
“itu yang terjadi padaku…semua sudah terlanjur, aku sudah dapat pelajaran yang berharga, aku nyaris kehilangan semuanya..”
“kamu masih memiliki keluargamu disini dan kamu juga masih memiliki aku rio..”
erwan menggenggam tanganku, rasanya aku bagaikan dialiri listrik hingga membuat aku sedikit terlonjak, dengan cepat aku tarik tanganku.
“kamu tak jijik denganku wan..?”
aku agak kuatir.
“kenapa harus jijik yo, kamu ini ada ada saja…bagaimana mungkin karena masalah itu aku jadi jijik sama kamu, aku bisa mengerti kenapa kamu jadi begitu, kadang memang manusia dihadapi pada situasi yang membuat bingung…kamu butuh orang yang mengerti kamu, aku sebagai sahabatmu tak mungkin meninggalkanmu hanya karena kamu seorang gay, aku tau tak mudah bagi kamu menjalaninya…”
tatapan erwan begitu meneduhkan seteduh kata katanya yang menyiram batinku hingga terasa dingin.
“makasih wan, aku tau kamu adalah sahabat terbaik yang bisa aku andalkan..aku sayang kamu wan..”
entah kenapa kata kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
“tapi bukan naksir kan..?”
erwan menggodaku sambil tertawa.
“kalau naksir memangnya kenapa, kamu juga nggak rugi kan kalau di taksir…!”
aku pura pura bercanda.
“kalau kau sih nggak rugi, tapi kamu yang rugi, aku sudah ada pacar, kamu akan makan hati ha..ha..”
erwan tergelak sambil menampar bahuku pelan.
“kan bisa jadi selingkuhan…”
“nggak takut ketauan sama anna, dia sangat sayang loh sama aku, bisa bisa kamu dikejarnya sampai ke ujung dunia..!”
erwan sok serius.
“anna gadis yang beruntung, kamu sangat mencintainya..”
“gadis yang kamu cintai nantinya juga gadis yang beruntung rio, aku yakin itu..”
erwan memberiku semangat.
“bagaimana kalau ternyata yang aku cintai itu bukan seorang gadis..?”
tanyaku berlagak inosen.
“kalau bukan gadis ya berarti cowok itu dapat masibah..!”
erwan tertawa dan buru buru menyingkir karena aku langsung mencubitnya.
“gila..! cubitanmu sakit banget melebihi cubitan anna…!”
erwan mengusap usap tangannya yang tadi bekas aku cubit.
“itu belum seberapa, aku juga bisa lebih romantis dan penyayang melebihi anna..!”
“jangan memancingku rio…”
erwan mendesah.
“aku tak memancing kok, cuma mengungkapkan fakta… jangan kuatir wan, kita adalah sahabat, aku tak akan membuatmu merasa tak nyaman denganku, aku tau persahabatan lebih indah dari paaran, aku sudah ada pengalaman berpacaran dengan sahabat dan hasilnya seperti itu…”
aku memandang ke luar jendela, matahari masih bersinar terik, pohon mangga yang ada di luar tak mampu menghalau panasnya.
“sepertinya aku harus pulang yo, aku ada janji sama anna, nanti aku kesini lagi kalau sudah selesai… kamu tak kemana mana kan?”
erwan berdiri dan memakai jam tangannya yang tadi ia letakkan diatas meja.
“kayaknya nggak wan, nggak ada tujuan juga..”
“nanti malam kita kerumah anna ya, ada tiara juga disana”
“nggak wan aku malu ketemu tiara.
“biasa aja rio, lagian tiara kan sudah tau kalau kamu gay, apalagi yang membuatmu malu, tiara tak masalah kok, kalian kan bisa jadi teman walaupun tak jadi pacaran..”
“liat saja nanti ya, aku pikir pikir dulu…”
aku masih ragu.
“nanti aku telpon, sekarang aku pulang dulu…”
aku mengantar erwan ke pintu depan, ia berpamitan sama emak dan yuk tina yang sdang duduk di teras. setelah mobilnya menghilang aku masuk lagi ke dalam rumah.
*********
“jadi papa yang kasih tau ke mama kalau aku di bangka..?”
tanyaku nyaris tak percaya. papa yang sedang menyetir tak langsung menjawab malah mengambil softdrink yang ada di sampingnya dan minum.
“kenapa papa kasih tau ke mama, papa tau mama datang sambil ngamuk ngamuk, dan ia juga bikin aku malu, ia katakan semua pada keluargaku, kenapa papa bilang sama mama kalau aku ada disini..?”
dengan tak sabar aku mendesak papa.
“kamu tau sendiri bagaimana mama kamu, ia selalu bisa memaksa papa… ia mengancam kalau sampai papa tak katakan dimana keberadaan kamu ia akan menyusul sendiri ke bangka dan memastikan apa kau ada disini, mamamu bilang kalau ia akan membuat kamu menyesal, papa takut terjadi apa apa sama kamu makanya papa bilang saja biar mamamu tak berbuat yang aneh aneh, tapi rupanya papa salah…”
papa terdengar seperti menyesal.
“papa tau sendiri bagaimana mama…aku sampai kaget, untung saja keluargaku tak terlalu meributkan soal itu, tapi aku jadi nggak enak hati sendiri pa, aku sudah mengusir mama. .. aku terpaksa melakukan itu karena mama marah marah sama emak dan menyalahkan emak…”
“nanti papa akan bicara lagi sama mama kamu, oh ya rio kamu dapat salam dari koko dan mamanya, mereka sangat kangen sama kamu, mereka juga kesal karena kamu pergi tanpa pamit sama mereka..”
mendengar nama koko aku jadi kangen padanya, ia temanku yang baik.. keluarganya juga sangat ramah padaku, aku tak mudah untuk melupakan mereka semua.
“bagaimana kabar mereka pa. baik baik saja kan..?”
“mereka baik baik saja, mama koko nanya kamu terus, ia marah kenapa kamu tak tinggal saja sama mereka kalau kamu ada masalah..”
“aku tak mau buat mereka repot, aku juga tak mau membuat masalah.. mama bisa marah sama mereka kalau sampai menampung aku tinggal disana…”
“mama mu tak akan berani marah sama mereka rio, kamu tau kan mama koko itu kakaknya papa..”
“iya juga sih… nanti kalau aku sempat aku main ke palembang dan menemui mereka.. kalau papa pulang nanti tolong sampaikan salamku sama mereka..”
papa menghentikan mobil di sebuah restorsn msksn sn laut yang berada di tepi pantai. aku senang sekali dengan suasana pantai sore yang teduh, air laut yang beriak menimbulkan gelombang kecil meninggalkan buih diatas pasir putih.
pohon cemara yang tumbuh berjejer di sepanjang pesisir pantai sedikit meneduhkan dari sinar matahari yang kadang menyengat.
“coba tadi kita ngajak emak ya pa, aku tak tau kalau papa mau ngajak makan disini…”
kataku smbil duduk di kursi yang menghadap ke arah pantai. seorang pelayan datang sambil memberikan buku menu. papa mengambil buku itu dan membacanya. setelah itu papa menulis menu yang ia inginkan. setelah selesai papa berikan padaku.
“kapan kapan kita ajak keluargamu kesini, soalnya hari ini papa agak buru buru, nanti malam papa ada pertemuan dengan beberapa rekan bisnis papa..”
aku menuliskan beberapa nama makanan dan minuman pada buku menu. dan memberikan pada pelayan restoran makanan laut itu.
“boleh kan aku pessan untuk dibawa pulang kerumah..?”
“pesan saja nak, tak masalah…oh ya gimana rencana kamu, kapan kamu mau kuliah lagi, papa ingin nantinya kamu bantu papa mengurusi bisnis papa, kamu anak laki laki papa satu satunya, astrid adik kamu masih sangat kecil, jadi hanya padamu papa berharap..”
“secepatnya aku kuliah lagi pa, cuma kalau sekarang aku masih belum bisa fokus, tapi aku janji kok pa pasti akan kuliah lagi..”
papa menyalakan rokok sambil menunggu pesanan datang, aku memandangi ombak yang berkejaran di pantai. rasanya hidup ini begitu singkat, masa masa berlalu tanpa terasa. begitu banyak hal yang terjadi dalam hidupku. saat aku masih kecil aku tak pernah membayangkan akan mempunyai ayah lagi, aku tak mengira kalau sebenarnya aku anak angkat, aku mempunyai dua orang ibu yang sangat berbeda, apakah aku salah kalau aku lebih menyayangi emak ketimbang ibu kandung yang melahirkanku.
“kamu sedang memikirkan apa rio, kok kamu kayaknya gelisah..?”
tanya papa sambil memandangiku lekat lekat.
“pa. aku mau tanya, apakah papa dulu bahagia saat bersama mama..?”
“kenapa kamu tanyakan itu nak, tentu saja papa bahagia, tapi tak cukup hanya cinta kalau mau membangun rumah tangga, restu dari keluarga juga menentukan apakah bahagia atau tidaknya dalam mengarungi rumah tangga..”
papa sedikit murung, sepertinya papa sedang mengingat kembali kenangannya dulu bersama mama.
pelayan datang membawakan pesanan kami. aku dan papa makan siang dalam kebisuan karena sibuk denga pikiran masing masing. papa datang tadi pagi ke bangka dan langsung mengajak aku jalan jalan. kata papa dia rencananya seminggu di bangka. papa sedang mengurus proyeknya disini. tapi papa menginap di hotel, padahal aku berharap papa mau menginap dirumah emak. tapi papa bilang ia tak mau merepotkan jadinya ia lebih memilih di hotel.
setelah selesai makan kami menunggu pesanan yang akan aku bawa pulang untuk emak dan ayuk ayukku, pelayan memberikan bungkusan dan papa membayar semuanya. lalu papa mengantar aku pulang. papa bilang kalau besok dia akan jemput kau lagi untuk mengajak jalan jalan.
emak senang sekali saat aku membawakan udang goreng masak tomat dan kepiting pindang kesukaannya. karena dari restoran, kepitingnya berukuran besar besar. aku melihat keluargaku makan dengan bahagia, rasanya aku mau menukarkan apa saja yang aku miliki asalkan dapat terus merasakan kebahagiaan seperti ini.
baru saja aku mau ke kamar tiba tiba ada dua mobil sedan berwarna biru metalik dan hitam yang masih terlihat baru berhenti tepat di depan pekarangan. dengan rasa ingin tahu aku menghampirinya, ada siapa yang datang soalnya aku tak pernah melihat mobil itu sebelumnya.
seorang pria turun dari mobil yang berwarna hitam lalu menghampiriku.
“benar ini rumahnya rio khrisna..?”
tanya pria itu, aku taksir umurnya tak lebih dari empatpuluh tahun.
“iya benar, ada apa…?”
“saya disuruh mengantarkan mobil ini buat rio…mana rio nya..?”
“saya sendiri… siapa yang suruh mengantarkan mobil itu kesini..?”
aku belum bisa mengatasi rasa kaget.
“dar iibu mega suharlan.. saya hanya disuruh mengantarkan saja, katanya itu mobil bapak rio..”
jawab pria itu dengan sopan. aku jadi makin terkejut, ada apa tiba tiba mama memberikan mobil untukku, bukannya mama masih marah padaku, apalagi dengan sikapku kemarin mungkin mama masih tersinggung.
“tapi apa tak salah pak…?”
aku masih belum yakin.
“kalau memang bapak bernama rio khrisna, artinya saya tak salah..tolong bapak tandatangani dulu disini sebagai tanda serah terima..”
pria itu memberikan sebuah nota padaku. mungkin karena aku sedang kebingungan tanpa berpikir lagi aku tandatangani nota itu, aku baru tersadar setelah pria itu masuk ke dalam mobil yang biru dan pergi. aku mengejar mobil itu namun jalan mobil itu terlalu cepat, entah mengapa perasanku mengatakan dalam mobil biru tadi ada mama.
aku hampiri mobil hitam yang ditinggalkan pria itu tadi. lewat kacanya yang terbuka aku mengambil kunci yang di tinggal di dalamnya.
*********
emak dan ayuk ayukku sangat kaget sekali saat tau kalau mama memberikan aku mobil, emak bahkan jadi kuatir, masalahnya baru saja beberapa hari yang lalu aku dan mama bertengkar dan mama kelihatannya sangat marah, lalu tiba tiba saja tanpa ada angin apa mama memberikan mobil, tentu saja ini sangat mencurigakan.
aku merasa mobil ini sudah sangat kontras dengan rumah emak, kenapa mama sampai terpikir untuk memberikan mobil ini sedangkan mama tau aku tinggal dirumah ini. rasanya terlalu berlebihan dengan mobil semewah ini.
emak menanyakan mobil itu akan aku pakai atau tidak, aku tak bisa menjawabnya karena memang aku belum ada bayangan akan aku apakan mobil ini. aku akan bilang sama papa kalau ia datang hari ini. aku akan minta pendapatnya apa yang harus aku lakukan, aku juga akan meminta papa bicara sama mama mengapa sampai ia memberikan aku mobil.
“dek besok anterin ayuk kerja ya…pake mobil itu..!”
yuk tina lah yang paling senang melihat mobil ini. ia sangat antusias sekali. aku tak tau harus jawab apa, kalau aku menolak kesannya aku pelit. tapi kalau aku turuti aku juga masih kuatir, aku takut ada maksud terselubung dibalik mobil ini. siapa yang bisa menduga sikap mama. aku juga sebagai anaknya kadang masih bingung.
“nanti lah yuk, aku juga belum tau apakah akan memakai mobil ini atau mengembalikannya…”
jawabku jujur.
“jangan dong dek…kan sayang mobil sebagus ini dikembalikan, wajar saja mama adek kasih mobil ini sama adek, kan adek anaknya…lagipula mama adek kan kaya sekali..!”
yuk tina keberatan.
“tina..kamu ini apa apaan sih, jangan bikin adik kamu bingung…!”
tegur emak dengan tegas.
“kalian ini aneh, mobil ini kan sudah jelas punya rio…kenapa juga harus ragu lagi, sudah jelas jelas mama rio yang ngasih buat dia..jadi manfaatkan dong, kan sayang kalau hanya di pajang…”
bantah yuk tina.
“iya yuk, nanti aku mau bicara sama papa dulu, kalau kata papa pakai nanti aku pakai. tapi kalau kata papa jangan, aku terpaksa akan kembalikan mobil ini..”
yuk tina kelihatannya agak kecewa namun ia tak mengatakan apa apa lagi. kami masuk ke dalam rumah dan membahas kemungkinan kemungkinan di balik pemberian mobil dari mama itu.
saat erwan datang ia sedikit kaget melihat mobil yang terparkir di depan rumahku, ia jadi makin kaget mengetahui itu mobilku. erwan mengamati mobil itu dengan kagum.
“mobil ini bagus sekali rio, kenapa tak kamu pakai…ternyata mamamu baik juga ya, ia masih perhatian sama kamu, buktinya ia memberikan mobil buat kamu…mungkin mamamu sudah menyadari dan menerima keadaan kamu rio..”
erwan menebak dan mengungkapkan pendapatnya.
“aku tak tau juga sih wan, cuma rasanya mustahil aja kalau mama berubah secepat itu. aku sangat kenal mama…”
“jangan berpikiran buruk, ambil hal yang positif dulu, kamu kan anak kandung mamamu dan kalau sampai ia memberikan sesuatu buat kamu ya wajar saja…seorang ibu walaupun sangat marah sama anaknya tak akan mungkin membuang anaknya begitu saja…”
erwan menasehatiku.
“aku masih bingung, soalnya aku tak yakin…semoga saja apa yang kamu katakan benar..”
“jadi sekarang kita jalan dulu ya, jangan pikirkan soal mobil ini sementara ini…aku sudah ditunggu anna..”
“ya sudah tunggu dulu sebentar aku mau ganti baju..”
erwan mengikutiku ke kamar dan menungguku selesai ganti baju. setelah itu kami kerumah anna.
anna dan tiara sedang duduk di ayunan depan rumahnya saat aku dan erwan tiba. aku bertanya tanya apakah tiara sudah ceritakan pada anna mengenai apa yang ia dengar tempo hari dirumahku. aku merasa tak enak hati. namun dari sikap anna sepertinya dia tak tau sama sekali. sukurlah kalau tiara tak ceritakan hal itu pada anna.
aku lebih banyak diam mendengar mereka ngobrol. rasa tak enak hati pada tiara membuat aku jadi agak kaku untuk larut bersama canda mereka.
“kamu sakit ya..?”
tanya tiara, aku agak tersentak tak menduga ia akan bertanya.
“nggak kok, cuma lagi banyak pikiran..”
aku menjawab sekenanya.
“memangnya mikirin apaan, kok sampai melamun gitu..?”
tanya anna serius.
“dia tadi barusan dapat mobil dari mamanya, jadi dia kepikiran terus..”
erwan yang menjawab. aku tau erwan menjawab begitu karena ia melhat indikasi aku kebingungan untuk menjawab.
“wah asik dong dapat mobil…aku kapan ya bisa dapat mobil…?”
tiara bercanda.
“makanya pacaran aja sama rio, kan bisa nebeng mobilnya….!”
ceplos anna tega, erwan tertawa mendengarnya.
“enak saja memangnya aku ini cewek matre…!”
tiara langsung protes.
anna tertawa kesenangan, sementara erwan cuma menggelengkan kepala melihat anna dan tiara.
hp ku berdering, aku merogoh kantong dan melihat ke layar hp. ternyata yuk tina yang menelponku, ada apa gerangan tak biasanya yuk tina nelpon…aku langsung menjawabnya.
“halo yuk ada apa…?”
tanyaku langsung.
“rio…kamu bisa pulang sekarang nggak, ada yang nungguin kamu….!”
suara yuk tina terdengar agak gelisah. aku jadi kuatir.
“siapa yuk..?”
“perempuan dek, pake jilbab…katanya dia tante kamu..!”
Degg..!!! jantungku rasanya mau anjlok, itu pasti tante sukma… ada apa lagi ini, kenapa banyak sekali yang datang tanpa aku duga, kenapa lagi tante sukma mau bertemu denganku hingga jauh jauh datang dari palembang, apakah tante juga datang bersama om sebastian. semoga saja yang aku kuatirkan tak terjadi.
“iya yuk sebentar lagi aku pulang…”
aku menutup pembicaraan, erwan, anna, dan tiara semuanya diam melihatku.
“maaf wan kayaknya aku harus pulang sekarang…”
“ada masalah apa yo..?”
tanya erwan heran.
“nanti aku ceritakan, tapi yang pasti aku harus pulang sekarang, ada yang nungguin dirumah..”
“baiklah aku antar kamu sekarang, anna…tiara..aku tinggal sebentar ya mau ngantar rio dulu..”
erwan pamit pada pacarnya dan tiara.
“baiklah wan..hati hati dijalan..”
tanpa membuang waktu lagi aku segera masuk ke dalam mobil. erwan melajukan mobilnya dengan agak kencang. dalam hati aku berdoa semoga saja tante sukma tak bercerita macam macam sama emak.
sampai dirumah aku langsung turun sementara erwan balik lagi kerumah anna. aku masuk ke dalam rumah. diruang tamu telah menunggu tante sukma, emak dan yuk tina sambil duduk diruang tamu.
“assalamualaikum…”
serempak semua menoleh.
“waalaikumsalam..”
emak yang menjawab, suara emak aneh, agak sengau seperti orang yang habis menangis. jantungku langsung berdebar, apa yang telah diceritakan sama tante sukma hingga wajah emak dan yuk tina jadi keruh.
“duduk disini rio, tante mau bicara…”
tante sukma memanggilku, suaranya tegas dan agak bergetar. aku menghampiri tante sukma lalu duduk di depannya.
“dimana sebastian yo..?”
tanya tante sukma langsung. aku tersentak, kenapa tante sukma menanyakan om sebastian padaku.
“maksud tante apa. aku tak mengerti…memangnya om sebastian dimana..”
aku bertanya dengan bingung.
“justru tante tanya sama kamu, kamu tau kan dimana sebastian…tolong tante rio, tante sudah maafkan kesalahan kamu, tapi tolong katakan dimana suami tante, apa kamu tak kasihan sama tante, dalam keadaan seperti ini tante bela belain datang jauh jauh kesini…tolong jangan sembunyikan dia..”
tante sukma kembali menangis. aku terdiam karena bingung, tante sukma mendesakku, padahal aku benar benar tak tau dimana om sebastian.
“kamu tau dimana suami tante kamu rio…?”
tanya emak dengan suara serak.
“rio tak tau mak, sungguh rio tak tau..”
“bukannya beberapa minggu yang lalu sebastian ada kesini, bahkan kata emak mu suamiku sempat menginap disini, kamu jangan bohong rio.. katakan dimana sebastian sekarang, tante membutuhkan dia..”
tante sukma berdiri menghampiriku dan tanpa ku duga dia langsung berlutut di depanku.
“tante mohon…tante sudah merendahkan diri tante padamu, kalau perlu tante akan bersujud asalkan kamu mau jujur katakan dimana suami tante.. tolong rio katakan dimana dia..katakan..”
tante sukma nampak kesusahan karena badannya yang sedang hamil tua membuat dia agak sulit berlutut hingga beberapa kali ia agak limbung seperti mau terjatuh.
“sudahlah tante, aku memang benar benar tak tau, tante tak perlu melakukan ini, aku bersumpah tak menyembunyikan om sebastian…memang dia ada datang kesini dulu, tapi aku suruh pulang menemui tante…”
aku benar benar tak enak hati, aku membungkuk mencoba mengangkat tante sukma, aku tak mau ia seperti ini, bersujud memohon padaku itu adalah hal yang gila.
“makanya nak, emak sudah bilang jangan kamu berbuat yang tidak tidak, kalau sudah begini kamu sendiri yang pusing,…”
emak membantuku mengangkat tubuh tante sukma, namun tante sukma sepertinya tak mau bergeming sedikitpun.
“kamu jangan bohong rio, katakan pada tante… tante tau pasti kamu tau dimana om kamu, katakan pada tante…katakan…!”
suara tante sukma sudah menjadi jeritan yang nyaris mendirikan bulu roma. emak saja sampai terkejut dan langsung melepaskan pegangannya di tangan tante sukma.
“demi Allah tante aku tak tau…aku juga bingung kalau di desak seperti ini, apa yang harus aku lakukan kalau memahng aku tak tau…tolong tante jangan memaksaku…mak, tolong aku bilang sama tante kalau aku memang benar benar tak tau mak, aku bingung….!!”
aku merasa sangat lelah sekali. tapi emak bagaikan orang yang shock hanya bisa berdiri sambil menutup mulutnya memandang tante sukma.
“dek.. kamu beneran tak tau dimana suaminya tante ini…?”
tanya yuk tina kurang yakin.
“aku berani bersumpah yuk, aku benar benar tak tau…”
“kenapa kamu melakukan ini nak…!”
aku langsung menoleh ke emak, matanya digenangi oleh air dan emak berdiri bagai orang linglung.
“emak…ada apa mak…”
aku pun jadi ikut linglung. aku bingung mau katakan apa.
“kamu telah menyakiti hati orang lain, tantemu sendiri..kenapa kamu sampai hati melakukannya, bukannya kamu tau kalau sebastian itu suami tantemu…masih saja kamu lakukan itu, kamu tau kan bagaimanapun juga kamu sangat bersalah,..emak malu rio…!”
mendengar kata kata emak rasanya bebanku menjadi berkali kali lipat beratnya. aku sedih membuat emak kecewa, aku pulang bukannya membuat emak senang, namun sejak aku datang selalu saja ada masalah dirumah ini yang membuat batin emak tak tenang, apa yang harus aku lakukan, rasanya aku tak pantas lagi menyusahkan emak, sekian lama aku tak bersama emak dan ia merindukanku, namun saat aku kembali hanya membuat emak selalu susah hati.
“emak tak menyangka sebegini beratnya masalah yang kamu buat..apa salah emak hingga begini jadinya…kurang apa emak mendidik kalian hingga kalian permalukan emak seperti ini..”
kata kata emak jadi semakin lirih, seolah emak sudah benar benar letih untuk bicara. aku tau kata maaf dan sesal saat ini tak akan ada gunanya untuk membuat emak tenang, namun aku juga tau kalau aku diam saja sama artinya aku membiarkan orang berpikiran yang salah berlarut larut, memang aku bersalah telah main api sama om sebastian. awalnya aku tak menyangka akan begini, om sebastian yang telah mengacaukan segalanya…
aku tak tau apakah memang dia hanya hadir untuk membuat hidupku kacau. aku sudah bilang padanya agar tak egois..kalau sudah begini tetaplah aku yang disalahkan.. karena sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak kan percaya lagi. alangkah teganya om sebastian padaku, orang yang katanya sangat mencintaiku itu tak ada berhentinya memberikan aku masalah.
aku terdiam diantara isakan tangis emak, tante sukma dan yuk tina. tiga perempuan yang kecewa karena ulahku.
“emak kecewa sekali sama kamu nak..emak kecewa, ini rupanya sebab kamu lari kesini, kamu lari dari masalah mu…kamu membuat orang susah karenamu..apakah didikan emak padamu selama ini salah, apa benar yang mega katakan kalau emak lah yang bersalah hingga kamu jadi seperti ini..”
emak terduduk lemas diatas kursi, ia menangis karenaku. aku hanya bisa berdiri memandangi emak, aku mengutuk diriku sendiri dalam hati. rasanya aku tak pantas tinggal disini lagi, aku tak tau apa besok yang akan terjadi lagi kalau aku masih menunggu disini. aku memang bukan anak yang baik, aku tak bisa berbakti, aku hanya menyusahkan saja.
tiba tiba tante sukma mengerang kesakitan, ia memegangi perutnya seolah ada yang membuatnya sesak. yuk tina yang tanggap melihatnya langsung menghampiri tante sukma dan memapahnya.
“kenapa tante…!”
tanya yuk tina panik.
“rasanya saya akan melahirkan malam ini juga…”
wajah tante sukma pucat pasi, keringat bersimbah di wajahnya. emak jadi panik apalagi aku.
“kita harus kerumah sakit sekarang…jangan sampai terlambat..”
“aduh..rasanya aku tak sanggup lagi berdiri, rasanya sakit sekali bu…”
tante sukma mengeluh sambil terus memegangi perutnya.
tanpa buang waktu aku berlari ke kamar mengambil kunci mobil yang tadi siang diantar oleh pesuruh mama. aku harus mengantarkan tante sukma kerumah sakit. semoga saja tak terjadi apa apa dengan kandungannya. puas om sebastian melakukan ini padaku dan istrinya, aku membenci om sebastian mulai hari ini…aku sangat membencinya.
bersama emak dan yuk tina aku mengantarkan tante sukma ke bidan, untung saja yuk tina ingat dimana rumah bidan yang membantu persalinan yuk yanti dulu, jadi kami langsung kesana. aku tak bisa konsen menyetir karena suara tante sukma yang terus mengaduh membuat aku jadi panik.
sampai di tempat bidan kami memapah tante sukma masuk, bidan yang sedang duduk di ruangannya langsung menunjukkan kamar bersalin. aku menunggu diluar bersama yuk tina sedangkan emak menemani tante sukma dalam ruang bersalin.
kasihan tante sukma, saat melahirkan anaknya tak di dampingi oleh suaminya, terbuat dari apakah hati om sebastian sebenarnya, kenapa ia sampai hati meninggalkan isterinya yang sedang hamil tua seperti ini, kalau sampai terjadi apa apa sama anaknya akulah yang nanti akan disalahkan.
tante sukma pasti sudah benar benar putus asa hingga sampai mencari suaminya ke bangka. dimana om sebastian sembunyi, aku bersumpah kalau sampai aku menemukannya aku tak akan takut untuk beradu fisik dengannya.aku akan memberikan dia pelajaran karena kepengecutannya itu.
rasanya waktu menjadi sangat lama sekali bergerak. suara jeritan tante sukma bisa terdengar sampai diluar. aku jadi makin panik saja, apalagi ketika pembantu bidan keluar dan mengambil alat sedotan yang aku tau sebagai alat bantu melahirkan, makin kacau rasanya pikiranku.
“dek, tantemu harus memakai vakum…persalinanya tak lancar dek..”
bisik yuk tina yang berdiri di sampingku.
“iya yuk…aku takut sekali, aku tak mau terjadi apa apa sama tante, aku yang salah kalau sampai ada apa apa sama tante…”
“jamgan berpikir yang tidak tidak dek, lebih baik sekarang kita berdoa saja..”
yuk tina berusaha membuat aku tenang. aku sangat berterimakasih sama yuk tina, dari awal aku dapat masalah, ia tak pernah berubah padaku. ia terus mendukungku, ia membuktikan kata katanya kalau ia akan membelaku.
aku berdoa meminta agar tante sukma di beri kemudahan saat ini, aku ingin persalinannya lancar. aku juga berdoa semoga tiba tiba om sebastian datang dan menemui istrinya untuk memberikan kekuatan meskipun rasanya hal yang mustahil terjadi.
sudah sejam lebih kami disini namun belum ada tanda tanda akan tenang. suara tante sukma yang sesekali menjerit masih terdengar. aku nyaris lupa.. aku harus menelpon keluarga yang ada di palembang, mungkin mereka tak tau kalau tante sukma ada di sini saat ini. aku harus memberitahu mereka.
yang pertama kali aku telpon adalah kak fairuz, pada deringan kedua telpon langsung diangkat. kak fairuz heran karena ia tak m engenali nomorku, aku memang ganti nomor sejak pindah dari palembang agar tak ada yang menggangguku. saat ia tau kalau aku yang menelpon, kak fairuz sangat senang sekali, namun sayangnya ternyata kak fairuz saat ini sudah berada di jakarta. kak fairuz kaget saat aku katakan ada tante sukma dan saat ini sedang proses persalinan.
aku meminta tolong sama kak fairuz untuk memberitahukan sama keluarga yang ada di palembang agar datang untuk menjenguk tante sukma. untung saja kak fairuz mau membantuku.
*********
setelah hampir empat jam menunggu dengan perasaan yang tak menentu akhirnya anak tante sukma bisa lahir dengan selamat, seorang bayi perempuan yang masih merah dan mungil menangis memecah malam yang sunyi ini. aku menarik nafas lega. akhirnya…
emak keluar menemui kami dengan ekspresi keletihan yang sangat. aku menghampiri emak mencoba untuk memeluknya namun emak agak menghindar. aku hanya terdiam dengan perasaan tak menentu, apakah emak begitu marahnya padaku hingga ia menghindariku, aku tak mau kalau sampai emak membenciku, cukuplah mama yang melakukan itu, kalau sampai emak juga membenciku aku tak tau lagi harus melakukan apa.
terbit penyesalan dalam hatiku, semuanya telah jadi begini ibarat nasi yang telah menjadi bubur, tak banyak yang dapat aku lakukan untuk mengubahnya. aku hanya orang bodoh yang melakukan hal bodoh hingga banyak orang yang terseret masalah. aku telah banyak dapatkan pelajaran pahit akibat kesalahanku ini. aku tak bisa membela diri lagi sekarang.
yuk yanti masuk keruangan temapat tadi tante sukma bersalin, emak mengikuti yuk tina masuk lagi ke dalam. aku tetap menunggu di luar karena aku malu bertemu tante sukma, aku merasa sangat bersalah padanya, karena akulah ia mendapatkan masalah yang seperti ini beratnya. aku bisa merasakan bagaimana perasaan tante sukma yang melahirkan anak pertamanya tanpa di dampingi seorang suami. itu semua aku penyebabnya. wajar saja kalau emak sampai marah padaku, aku telah membuatnya malu dan kecewa. aku takut emak tak mau memaafkan aku. maafkan aku emak, semua ini sudah terjadi, aku tak ada maksud mengecewakan emak, semua ini terjadi karena rasa cintaku yang tak pada tempatnya.
rasa cinta yang tak seharusnya aku pelihara.. cinta yang tak halal yang jadi sandungan dalam hidupku. cinta yang memakan korban orang yang aku sayangi. cinta yang menyakiti orang yang dekat denganku.
dengan langkah gontai aku meninggalkan tempat bersalin ini. aku butuh teman bicara, siapa yang bisa mendengarkan segala keluhan hatiku tanpa menyalahkan aku lagi. erwan tak mungkin karena ia pasti sudah dirumahnya dan tidur.
aku berputar putar dengan mobil di sepanjang jalan tanpa ada tujuan. aku tak tau harus kemana, aku ingin menenangkan pikiranku yang kusut. aku melewati taman sari yang remang remang, beberapa waria segera menghampiri mobilku yang memang aku kendarai dengan lambat. aku tak mengindahkan mereka sedikitpun. ada yang mengetuk jendela mobilku sambil berlari lari kecil namun aku abaikan. aku tak ada minat sama waria.
tiba tiba aku seperti melihat seseorang yang sangat aku kenal, aku tak salah lagi dia pasti dodi. meskipun ia memakai pakaian perempuan yang sangat seksi dan memakai riasan yang menor namun aku tak mungkin salah mengenalinya, itu memang dodi. cepat cepat aku turunkan kaca mobil dan memanggilnya.
“Dodi..!!!”
aku berteriak karena ia berada pada posisi yang agak jauh sedang duduk dibawah pohon asem dengan gaya bak seorang ratu begitu penuh krama.
dodi yang merasa di panggil langsung celingukan kemana mana mencari sumber suara yang tadi ia dengar.
“dodi sini..!!!”
aku kembali teriak dan melambaikan tangan agar ia tau aku ada di mobil. melihat lambaian tanganku, dodi langsung senyum sumringah. ia menghampiriku dengan lenggokan mengalahkan peragawati diatas catwalk. roknya begitu pendek hingga bokongnya nyaris kelihatan. ia memakai sepatu bot mayoret diatas lutut. kalau tak melihat sendiri rasanya aku takkan bakal percaya kalau itu dodi.
ternyata yang ikut menghampiriku bukan hanya dodi, ada tiga orang waria yang dandanannya tak kalah heboh mengikuti dodi.
“iya om ada apa..mau boking eyke yachhh…?”
ujar dodi dengan kenes, aku langsung nyalakan lampu dalam mobil. dodi lansung membekap mulutnya saat menyadari yang ada dalam mobil aku.
“R,…riooo… ngapain kamu disini nak…? mau nyari bencong ya..?”
tanya dodi asal.
“nak mulutmu monyong..! sembarangan..!!!, aku lagi butuh teman ngobrol nih dod..kebetulan aku liat kamu disini jadi aku berhenti..”
“hei dona cantik… siapose temong dirimu nek..?”
tanya seorang waria yang amit amit jeleknya, berahang besar seperti mike tyson namun rambutnya disasak tinggi seolah ada sarang tabun bertengger diatas kepalanya hingga mirip kendi tempat air berjalan.
“tembikar akika jeng.. jengong di ganggang laut ya cur..!”
jawab dodi dengan bahasa planet krypton yang tak aku mengerti.
“iya pelacur..desse kan warrior pelita hati, andora yang cucok cucok desse tekong di embat… huh..!”
rasanya aku ingin sekali menarik mulut waria teman dodi itu sampai copot. mulutnya mencang mencong gak karuan kayak orang stroke parah.
“dod aku tak punya banyak waktu, buruan masuk mobil sekarang..!”
Kataku dengan tak sabar, aku kesal sekali melihat dodi yang berpenampilan seperti itu. Entah kenapa dodi bisa separah ini, sepertinya dia salah pergaulan.
“iya rio, sabar…!”
Dengan tergesa dodi masuk dalam mobil lalu menutup pintunya. Aku langsung menginjak gas dan mengajak dodi pergi meninggalkan tempat itu.
“ada apa sih rio..sepertinya penting sekali sampai k amu begitu terburu buru…?”
Tanya dodi heran. Ia mengatur duduknya sedikit agak repot karena sepatunya yang panjang agak bertekuk di bagian pahanya ditambah lagi dengan rok mini yang ketat.
“ngapain sih kamu dandan kayak gitu dod.. apa kamu sudah kurang kerjaan.. kamu jualan diri ya..?”
Tanyaku ketus, aku tak perduli lagi kalau dodi mau tersinggung atau tidak. Namun dodi hanya tersenyum dan menjawab dengan biasa saja tanpa ada kesan tersinggung.
“biasalah rio…mengisi waktu sambil refreshing, aku juga butuh bergaul setelah seharian capek di salon..hanya itu hiburan bagiku rio..”
“tapi kamu kan bisa cari hiburan lain yang lebih positif, kamu kan tak tau bagaimana orang yang datang ke kamu, apa kamu tak takut terkena penyakit..itu rentan sekali dod…!”
“aku tau rio..tapi aku kesepian, kamu tau sendiri bagaimana orang memandangku, kamu pikir aku bisa dengan gampang mencari teman yang bisa dengan tulus menerimaku..kamu suka ataupun tidak beginilah aku..kalau kamu mau berteman denganku aku senang tapi kalaupun kamu tak mau lagi menjadi temanku karena keadaanku yang seperti ini aku juga tak bisa memaksa..kamu punya hak untuk memilih teman yang kamu anggap baik bagimu…”
Dodi menjadi agak sensitif.
“maaf dod, bukan aku mau mengintimidasi perilakumu, Cuma sebagai teman aku mau kamu melakukan hal yang bermanfaat, jangan kamu mengalami seperti yang aku alami sekarang..!”
“memangnya ada apa dengan kamu rio..?”
Tanya dodi dengan serius.
“aku mau curhat ama kamu, saat ini aku butuh teman bicara, aku merasa kamulah yang paling bisa memahami masalah ku ini, aku harap kamu tak kaget mendengarnya, tapi aku uga minta kamu jangan ceritakan pada siapapun mengenai hal ini, aku belum siap jika banyak yang tau..”
“tak biasanya kamu serius seperti ini rio… ada apa sih, jangan buat aku jadi makin penasaran dong kamu ceritakanlah, aku akan berusaha membantu semampuku, oh ya ngomong ngomong mobil baru ya..?”
Seperti baru menyadari dodi cengengesan sambil mengitari pandan ke seisi mobil.
“iya dod.. tadi siang mama memberikan padaku..”
“kamu beruntung sekali rio, tak banyak yang mempunyai nasib sebaik kamu..”
“kalau dilihat dari luar memang demikian tapi hanya aku yang tau seberapa tak beruntungnya aku..”
“oh ya tadi katanya kamu mau cerita masalahmu, ceritakanlah sekarang..”
“kita cari tempat dulu dod biar lebih enak ceritanya, bagaimana kalau sekarang kita ke salonmu..”
“oke rio..kita ke salonku sekarang…”
Aku mengendarai mobil menuju kerumah dodi, aku tak perduli sekarang dini hari, aku tak merasa mengantuk sedikitpun.
Sampai di salon, dodi mengajakku masuk setelah ia membuka kuncinya. Aku duduk sementara dodi membuatkan minuman hangat, setelah dia kembali dengan dua gelas kopi aku mulai menceritakan segala masalah yang aku alami, bagaimana kisahku dengan rian dan om sebastian beserta masalah yang aku hadapi karena mereka.
Dodi mendengarkan dengan serius terkadang dia membekap mulutnya seolah tak percaya. Aku tau dodi pasti kaget mendengar ceritaku ini. Akhirnya aku selesai menceritakan semuanya, dodi agak termenung sebelum menjawab.
“aku tak mengira sedikitpun kalau kamu gay rio…kamu tak menunjukan gejala itu sedikitpun..”
Dodi menghela nafas.
“tapi itulah aku dod, kamu sekarang sudah tau kan..”
“masalah kamu sangat berat sekali rio, aku juga tak sanggup membayangkan itu, ……..posisi kita beda, semua orang sudah tau keadaaanku, juga keluargaku, jadi tak aneh lagi lah..tapikalau kamu siapa yang tau, maka wajar saja orang kaget setelah tau, mungkin memang banyak yang berharap dengan kamu..mungkin selama ini kamu tak menyadari itu rio..begitu banyak kelebihan yang kamu miliki, aku tau selama aku berteman denganmu kamu begitu banyak kelebihan yang tak kamu sadari, kadang aku iri denganmu..hidupmu sangat mudah tanpa liku, kamu punya keluarga yang kaya, wajah yang tampan dan otak yang pintar..siapa yang tak naksir sama kamu… ya tapi memang tak ada manusia yang sempurna..”
Dodi mengambil gelasnya dan minum sedikit. Aku meremas jemariku dengan gelisah, otakku saat ini ada dimana mana, aku masih memikirkan tante sukma yang saat ini bersama yuk tina dan emak ditempat bidan.
“apa yang harus aku lakukan dod, aku sangat bingung sekali…!”
“kamu jangan melakukan hal yang bodoh lagi, hadapi masalahmu jangan lari, karena kamu tak kan bisa lari dari masalah yang tak selesai, sampai kapan kamu m au menghindar sedangkan masalah itu seakan jadi hutang yang selalu mengejarmu sebelum kamu lunasi.. saranku kamu selesaikan semuanya dengan baik, memang tak gampang sih tapi aku yakin pasti ada jalan… ada yang tak bisa menerimamu, tapi kamu kan menyadari kalau ada juga yang mengerti denganmu…kamu ingat kalau kamu tak sendiri..”
“menurut kamu apa langkah pertama yang harus aku ambil..?”
Aku benar benar ingin mendengar saran dari dodi, aku tau dia teman yang bijaksana walaupun dia terkadang seperti tak pernah serius.
“kamu temui tante kamu dan bicarakan masalah ini dengan baik baik..katakan kalau kamu telah menjauhi om kamu itu dan kamu juga tak akan mengganggu kehidupan mereka, kamu juga harus bersungguh sungguh.. setelah itu kamu juga harus minta maaf sama mama kamu, bagaimanapun juga dia ibu kandungmu, kamu jangan jadi anak durhaka..walau bagaimanapun sikap ibu pada kita, namun ia harus tetap dihormati.. setelah itu saranku, kamu jangan lagi temui rian, biarkan dia melewati harinya tanpamu, aku yakin pada suatu hari entah cepat atau lambat ia akan bisa melupakanmu…”
Jawab dodi dengan lancarnya. Aku hanya mangut mangut, memang mudajh kalau memberikan saran, tapi kalau mengalami sendiri masalah tak akan segampang itu di selesaikan.
“kok malah diam, kamu tak setuju denan saranku itu, tadi kamu sendiri yang minta nasehat, kalau menurutku itulah jalan yang paling tepat, saat ini mereka memang baru tau dan masih kaget, tapi ku yakin nanti mereka bisa menerima, seperti y ang aku alami dulu, orang bakalan capek sendiri mengurusi hal yang bukan urusan mereka, kalau kita hidup selalu memikirkan orang lain, tak akan pernah benar tindakan kita dimata orang, kita tak bisa jadi sempurna seperti keinginan mereka karena kita hanyalah manusia..”
“entahlah dod, aku sangat ragu kalau harus minta pengertian dari mama, kamu tak kenal dengan mamaku dod..”

“bagaimanapun dia itu mamamu rio…seganas ganasnya hewan pun tak ada yang makan anak sendiri, apalagi manusia.. wajar saja mamamu kecewa, kamu adalah anaknya yang sangat ia harapkan.. kamu membuatnya kecewa, tapi yakinlah kalau mamamu juga tak mau merasa kecewa seumur hidupnya, kalau kamu jauh darinya juga nanti ia akan merasa kangen lalu perlahan melupakan kesalahanmu, tapi kamu juga harus minta maaf karena telah membuatnya kecewa..”
“kalau mama tak mau memaafkan aku bagaimana..?”
Tanyaku tak yakin.
“ya sabar saja, lagipula memang salah kamu sih, pacaran sama adik papamu sendiri, malahan ketahuan lagi gituan..gimana orang gak shock.. makanya lain kali kalau mau buat maksiat harus teratur dong jangan sembarangan.. ini udah berbuat dirumah sendiri malah tak kunci pintu..kalau begitu caranya memang kamu mau cari mati..”
“kamu nyalahin aku juga…bukannya bikin aku tenang..!”
Kataku agak kesal.
“aku ngomong yang sebenarnya rio..untuk apa aku menghibur kamu kalau itu hanya untuk membuat satu harapan kosong padamu, saat ini kamu ada masalah yang serius, jadi aku juga harus serius..memangnya aku ini tukang hibur, aku sahabatmu rio, yang mau kamu itu bisa tenang menjalani hidup.. kalau kamu mau tenang ya ikutilah saranku.. satu lagi kalau mau pacaran tolong cari yang benar benar menyayangimu, ingat ini cinta sejenis yang tak ada kekuatannya, sangat rapuh dan setiap saat bisa hancur, jadi kamu juga jangan terlalu banyak berharap…”
“tapi aku yakin sekali kalau kita tulus maka akan ada kebahagiaan..”
Aku membantah karena kurang setuju dengan pendapat dodi yang terlalu skeptis.
“kamu boleh saja berpendapat yang muluk muluk..tapi itulah kenyataannya, memangnya kamu ada rencana mau menikah dengan pacar gay kamu nantinya, ayolah rio..kamu kan pintar, seharusnya kamu bisa berpikir realistis, kamu lihat aku, tak ada kamus cinta dalam hidupku, lelaki hanya inginkan kenikmatan sesaat, kalau mereka normal mana mau mereka sama kita yang menyimpang ini, kalaupun ada yang mau biasanya ada motifasinya entah itu karena uang atau hal lain, kalaupun kamu pacaran sama gay, kamu tau sendiri mungkin dari seribu gay belum tentu ada satu orang yang setia, iya didepan kita mereka bisa ngomong apa saja pada kita kalau mereka setia, tapi apa kamu yakin bisa mengontrolnya 24 jam setiap hari, apa kamu mau mengawasi setiap sms yang masuk di hp nya, yang ada kayak kamu sendiri, rian yang setia justru kamu yang selingkuh..”
“kamu salah dod, aku yakin ada kebahagiaan asalkan kita berusaha meraihnya..!”
Aku bersikukuh mempertahankan pendapatku.
“oke aku tau maksudmu, tapi coba kamu pikirkan lagi, memang ada orang yang setia, tapi bagiku itu hanya berlaku bagi mereka yang takut dengan tuhan, yang normal..karena mereka menjalani suatu hubungan sebagai ibadah pada tuhannya, menjalani rumah tangga karena semata perintah agama, mencintai isteri dan anaknya semata karena titipan tuhan yang memang harus di cintai dan di bimbing, itu hanya pada orang yang faham agama sepenuhnya, ada rasa takut akan dosa dan cinta pada sang pencipta juga makhluk yang di ciptakan sebagai jodohnya, tapi pada kasus gay, kamu tak usah mungkir lagi, dari kamu yang telah melakukan hubungan yang terlarang, bersebadan dengan seorang yang bukan hak kamu untuk menggaulinya hanya karena nafsu yang terkamuflase sebagai cinta, apakah itu namanya takut pada tuhan, apakah kamu pikir dia jodoh untukmu dari tuhan, mana ada rio tuhan memberikan jodoh lelaki dengan lelaki, apakah kamu pikir hubunganmu bisa dibuat jadi ibadah..jangan mimpi, itu adalah dosa…aku tau kalau aku bukan orang yang baik rio…aku belum sampai pada taraf keimanan yang seperti itu, tapi kau yakin kalau orang yang bisa melakukan hal itu adalah orang yang tak bisa setia..satu poin saja telah di lakukan yaitu melanggar larangan tuhan, orang tak akan segan untuk menghianati manusia juga.. jadi aku yakinkan sama kamu kalau gay yang setia itu kayaknya Cuma dalam dongeng deh….”
Jelas dodi panjang lebar hingga ke akar akarnya hingga aku tak tau harus menjawab apalagi.
“jadi maksud kamu apa..?”
Tanyaku galau.

“utamakan keluarga, jangan hanya karena cinta yang tak pada tempatnya kamu jadi mengorbankan keluarga yang mencintaimu tanpa pamrih, alangkah dangkal pikiran kamu karena lelaki kamu membuang mama kamu..”
“aku tak membuang mamaku, tapi dia yang membuangku…!”
”makanya aku bilang minta maaflah sama mamamu…kalau kamu mau mengerti dia, mungkin mamamu juga mau mengerti masalahmu, kalau pilihan hidupmu menjadi seorang gay, itu hak kamu..tapi jangan pernah kamu menentang keluargamu hanya karena mereka tak setuju dengan jalan yang kamu pilih, kamu tau kan, perempuan dan lelaki yang menikah tanpa persetujuan keluarganya jarang ada yang bahagia… apalagi hubungansejenis yang terlarang dan ditentang, hanya akan buat kamu tak bisa tenang dalam hidupmu… jalani hidupmu tanpa egois yo… jalin hubungan yang baik dengan keluargamu dan berikan pengertian nantinya kamu juga akan merasakan kalau apa yang aku katakan ini benar, satu lagi…kalau kau sudah memilih jalan ini, maka kamu tak usah memikirkan dosa, itu hanya akan buat kamu tak tenang…jalani apa adanya mengalir seperti air, kalau kamu yakin ada yang setia, maka tetap pegang keyakinanmu karena dengan yakin biasanya kita jadi lebih mantap menjalaninya..”
Pernyataan dodi begitu telak menusuk dalam hatiku, membuat aku jadi gamang, kenapa nasehat yang seperti ini justru aku dapatkan dari seorang waria.
“baiklah kalau memang begitu akan aku coba dod, makasih ya atas nasehatnya..”
“jangan terlalu diambil hati ya rio, aku hanya mengatakn faktanya saja, tapi keputusannya ada di tanganmu..”
“iya dod, maaf sudah menyita waktumu, sekarang aku mau balik lagi ke tempat bersalin, emak dan ayukku masih disana, aku senang bisa bicara sama kamu masalah ini, kamu memang teman yang bisa di andalkan dod… terimakasih..”
Aku langsung pamit karena sudah hampir subuh. Aku tak mau emak menunggu nunggu dengan kuatir. Dodi mengantarku hingga di depan pintu salonnya saja. hatiku agak lebih tenang sekarang setelah menceritakan bebanku pada dodi.
Sampai di tempat bidan aku lihat emakku dan yuk tina sedang duduk di ruang tunggu sambil mengobrol. Kasihan emak, pasti dia tak tidur semalaman ini, aku jadi kasihan padanya, aku hampiri emak dan yuk tina.
“darimana rio..?”
Tanya yuk tina langsung berdiri. Sementara emak hanya menunduk tak melihatku seolah sengaja menghindar.
“dari mutar mutar tak tentu arah yuk..menenangkan pikiran..”
Aku tak ceritakan kalau aku dari tempat dodi, aku tak mau kalau emak dan yuk tina jadi berpikiran macam macam. Aku hampiri emak lalu aku berlutut dikaki emak.
“maafkan rio mak…maaf,,,rio tau emak sangat kecewa, tapi apakah ada maaf emak untuk rio…”

Suaraku bergetar karena menahan air mata yang hampir keluar. Emak tak menjawab, ia hanya diam dalam duduknya seolah tak mendengar, aku lihat ia memejamkan matanya. Aku pegang kaki emak dan menyandarkan pipiku di lututnya.
Emak masih diam namun aku merasakan kalau rambutku diusap perlahan. Aku tengadah memandangi emak, ia menatapku ada air tergenang di matanya. Aku menangis di pangkuan emak.
FINAL CHAPTER

AIR MATA DAN SENYUMAN
“apa kamu bersungguh sungguh dengan apa yang kamu katakan ini….?”
kataku setelah berhasil mengatasi rasa terkejut walaupun hanya sedikit. erwan tak menjawab wajahnya agak murung. rasanya aku bagaikan berhadapan dengan orang asing.
“apakah selama kamu mengenalku kamu sering melihat aku aku tak serius?”
erwan masih tetap menunduk. aku menggeleng. memang erwan jarang sekali main main kalau bicara.
“kenapa kamu katakan sekarang?”
“selama ini aku tak ada keberanian untuk mengakuinya, segalanya terlampau sulit bagiku..”
erwan mengangkat wajahnya perlahan dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan.
“aku mengira kamu hanya menyukai wanita wan..”
aku menatap mata erwan untuk melihat apakah ada kesungguhan disana.
“dului waktu kita masih remaja, aku sudah merasakan perasaan yang lain padamu rio, aku tak menyangka kalau itu adalah perasaan suka, yang aku tahu kalau bersamamu aku sangat senang sekali, hingga akhirnya ada rian masuk dalam kehidupan kita, kamu jadi lebih akrab dengannya, aku merasa cemburu tapi aku tak mau terlalu menunjukkannya padamu… aku masih belum bisa mengartikan apa yang aku rasakan padamu…”
erwan berusaha menjelaskan walaupun dengan tersendat sendat.
“aku menyangka segala perhatianmu selama ini karena memang kamu senang berteman denganku wan..”
“jangan salah mengartikan kata kataku yo, aku memang senang berteman denganmu, sungguh! aku tadi sudah katakan kalau aku tak mengerti apa yang aku rasakan.. kalau saja kamu tau bagaimana sedihnya aku saat kamu pergi dulu… aku nyaris tak dapat tidur selama bermalam malam, aku kehilangan gairah apapun juga, aku sendiri merasa heran kenapa kamu sebegitunya mempengaruhiku..”
“aku tak merasa ada yang janggal dari perhatianmu dulu, aku hanya merasa kalau aku sangat beruntung memiliki teman yang sebaik kamu dan sangat pengertian….”
ucapanku jadi semakin lirih. jantungku berdebar tak karuan.
“saat rian mengatakan padaku kalau kalian pacaran, rasanya aku sangat cemburu padanya, aku merasa kalau akulah yang paling berhak memiliki kamu, aku tau kalau rian agak temperamental sedangkan kamu belum pernah sekalipun aku melihatmu marah, sifat kalian berdua sangat bertolak belakang.
“aku bingung wan, lebih baik jangan bahas masalah ini sekarang,aku takut ada yang tau.. tiara lagi nunggu diruang tamu.”
aku mengalihkan pembicaraan, namun sesungguhnya dalam lubuk hatiku aku sangat senang mendengar pengakuan erwan. tapi aku sudah memilih tiara. aku tak mau membuat tiara kecewa. aku jadi menyesali kenapa erwan baru mengatakannya sekarang disaat aku sudah berpacaran dengan tiara, kalau saja dia mengakuinya dari kemarin kemarin mungkin ceritanya akan jadi lain. erwan menarik nafas dalam. wajahnya jelas menyiratkan kekecewaan.
“apakah ini artinya kamu tak menyukaiku..?”
erwan menegakkan badannya dan menatapku tajam.
aku tak menjawab namun langsung berjalan menuju ke pintu lalu keluar dari kamar dan kembali keruang tamu menemui tiara yang sedang duduk menunggu dengan gelisah. wajahnya langsung cerah saat melihatku.
“mana erwan kak..?”
tiara berdiri menghampiriku.
“ada di kamar sebentar lagi dia nyusul..”
jawabku sambil duduk.
“memangnya ada apa sih kok kayak ada rahasia gitu?”
selidik tiara.
“tidak semua harus kamu tau tiara, walaupun kita pacaran bukan berarti kamu harus tau semua yang aku lakukan…. aku juga punya privasi..”
jawabku tegas sedikit kesal. tiara langsung terdiam. bertepatan dengan erwan muncul dan bergabung kembali. seakan tak terjadi apa apa erwan duduk disebelah tiara.
“ada apa tiara, kok wajah kamu agak cemberut gitu..?”
tanya erwan agak heran. ditanya begitu tiara makin manyun. aku jadi tak enak sendiri. aku juga heran kenapa aku bisa ketus seperti tadi pada tiara. sebenarnya pertanyaan dia tadi wajar saja namun entah kenapa aku malah merasa tiara seakan akan mau tau segala yang aku lakukan dan mau memata mataiku.
bagaikan paham dengan situasi erwan melirikku, namun aku pura pura tak menyadari tetap melihat kearah pintu.
“kalau begitu kami pulang dulu ya rio… kebetulan aku masih ada pekerjaan..”
erwan berdiri lagi sementara tiara menoleh pada erwan dengan agak kaget.
“katanya tadi abang lagi santai bang, sekarang kok malah bilang masih ada kerjaan.mana yang benar sih..lagipula tadi emaknya rio menyuruh kita makan disini, sekarang beliau sedang masak..”
kata tiara sambil mengernyit menatap erwan. jadi serba salah dan kikuk ewan akhirnya kembali duduk.
“tunggu dulu lah sebentar wan, kasihan emak pasti sudah berharap kalau kalian berdua mau makan disini…”
“tadi aku mau bantu emak kamu masak kak, tapi katanya biarlah dia bisa masak sendiri..”
ujar tiara tanpa ditanya. aku mengangguk dan tersenyum sama tiara. setelah itu kami kembali diam. terdengar alunan suara dari masjid yang agak sayup terbawa angin. sepertinya sedang mengabarkan berita duka karena tadi aku sempat mendengar kata inalilahi. serta merta kami bertiga memasang pendengaran baik baik untuk menyimak apa yang dikabarkan dari masjid.
mendengar nama yang disebutkan lewat corong speker yang ada di menara masjid kakiku langsung gemetar. aku menatap erwan untuk meyakinkan kalau yang aku dengar itu salah namun wajah erwan pun ternyata sama pucatnya denganku.
emak muncul diruang tamu masih memegang spatula.
“rio kalau tak salah yang baru saja meninggal emak dengar itu bapaknya teman kamu kan….?”
anggukan erwan seolah menyadarkan aku kalau ini bukan mimpi.
“iya bik… itu papanya rian sahabatku dan rio…”
“jadi benar ya…. kasihan temanmu itu nak.. sudah lama emak tak melihatnya, apa sekarang ia masih kuliah, sudah lama sekali emak tak melihatnya..”
tanya emak prihatin.
“sebenarnya dia selama ini di palembang mak, masih kuliah..”
kataku hampir tak dapat menutupi rasa gelisah, kalau papanya rian meninggal, itu artinya bisa dipastikan kalau rian akan segera pulang ke bangka. aku tak tau apa yang akan aku katakan padanya nanti kalau kami bertemu. keadaan ini sungguh bagai makan buah simalakama. aku tak mungkin tak datang melayat. dan itu artinya aku tak dapat menghindari pertemuan dengan rian. aku bingung harus menjelaskan apa jika nanti dia bertanya, aku telah meninggalkannya dan ia paasti tak menyangka kalau aku ada di bangka.
“emak mau melanjutkan masak, sebentar lagi juga sudah kelar, setelah itu kita makan bersama.. kalian pasti mau melayat kerumah teman kalian itu…”
kata emak sambil berbalik dan kembali ke dapur.
“rio.. apakah rian sudah tau kabar ini ataukah ia sudah ada di bangka…?”
pertanyaan erwan tadi benar benar membuat aku jadi semakin kalut.benarkah rian sudah ada di bangka, aku hanya berharap kalau itu cuma dugaan erwan saja. aku tak dapat membayangkan bagaimana reaksi rian kalau ia melihatku. kalau bisa aku ingin datang melayat sebelum rian tiba di bangka.
“aku juga tak tau wan, aku tak bisa bayangkan kalau aku bertemu dia saat ini aku harus menjelaskan apa..rian pasti akan sangat marah padaku..”
“tapi kalau menurutku rian tak akan marah yo, bukannya saat ini ia akan lebih memikirkan keadaan keluarganya setelah ayahnya meninggal dunia, ia pasti sangat sedih hingga tak akan sempat terpikir dengan rasa sakit hatinya padamu..”
erwan coba menghiburku.
“tapi aku tak yakin wan..”
“kalian sedang membicarakan apa sih..?”
sela tiara tak sabar. aku baru sadar kalau ada tiara. saking kalutnya aku sampai tak terfikir kalau tiara juga ikut mendengarkan pembicaraan kami tadi. untung saja pembicaraan kami tadi tak terlalu jauh.
“nggak kok dek, biasa lah kalau teman akrab terkadang ada masalah..”
untung saja erwan bisa menjelaskan karena aku tak siap untuk mencari alasan.
“tapi semua sudah klir kan?”
tiara masih mau tahu.
“sebenarnya belum, tapi mungkin kalau mereka bertemu nanti mereka bisa menyelesaikan masalahnya..”
“semoga saja..”
tiara mengangguk setuju. aku ikut mengangguk juga dan ikut berharap.
“makanannya sudah siap…”
emak keluar dari dapur dan memanggil kami. bertiga kami menuju kedapur yang juga merangkap ruang makan. kami makan tak banyak bicara, aku sibuk dengan pikiranku sendiri, aku teringat rian, bagaimanapun juga aku dan rian pernah bersama sama, aku tak mau berakhir sebagai musuh, kalau bisa aku ingin kami bisa berteman selamanya. rian orang yang baik terlepas dari hubungan kami yang tidak berhasil.
selesai makan kami kembali keruang tamu dan ngobrol sebentar, setelah itu erwan dan tiara pamit pulang. emak ikut mengantar mereka berdua hingga ke depan pintu, wajah emak berseri seri. aku tahu kalau emak sangat senang sekali mendengar aku dan tiara berpacaran walaupun emak baru mengenal tiara. tak susah bagi tiara untuk menarik simpati dari emak.
setelah mereka pergi aku masuk kamar untuk menghindari pertanyaan dari emak. pastinya emak mau tahu banyak tentang tiara dan menanyakan bagaimana sampai kami bisa pacaran begitu mendadak. emak tak tau kalau pacaran kami hanya sekedar percobaan saja karena hingga sekarang aku belum ada perasaan cinta pada tiara.
otakku dipenuhi kata kata erwan tadi, ternyata selama ini iapun menyukaiku. kenapa sampai aku tak terpikir sejauh itu. padahal aku cukup dekat dengan erwan. sejak lama kami sudah saling mengenal satu sama lain, apakah aku bisa menerimanya sebagai pacarku sedangkan aku dan dia sudah bersahabat, aku tau kalau dalam hatiku memang sangat menyukai erwan yang sekarang ini karena ia sangat beda dengan waktu terakhir aku melihatnya dulu, erwan sangat tampan setelah dewasa. banyak kenangan indah yang kami alami dari dulu, ia yang selalu baik dan perhatian padaku, namun saat ini aku tak dapat begitu saja mencari yang lain setelah masalah yang aku buat. lagipula aku dan tiara sekarang sudah pacaran. sekarang ditambah lagi rian pasti akan datang dan aku tak kan bisa lagi menghindar darinya. kalau saja aku mau mengulangi lagi kesalahan untuk yang kesekian kalinya aku pasti akan menerima erwan tanpa berpikir panjang lagi, tapi erwan sudah ada pacar dan aku tahu kalau anna serius dengan erwan, apakah aku juga harus mengorbankan perasaan anna yang selama aku mengenalnya sudah begitu baik padaku. hidup ini bukan hanya sweputaran diriku saja, ada hal lain yang harus dipertimbangkan kalau aku mau segalanya berjalan lancar. aku harus mengambil keputusan yang tak akan membuat orang lain dirugikan lagi.
**************
erwan menelponku untuk kerumah rian, saat ini sudah jam tujuh malam, berat sekali rasanya bagiku untuk datang melayat. tadi sore papanya rian meninggal dan pastinya banyak orang yang melayat hingga malam. entah rian sudah datang atau belum aku juga tak tau.
tepat jam setengah delapan erwan datang sendirian. aku langsung masuk ke mobil dan duduk disamping erwan.
“kamu sudah siap kan kalau bertemu dengan rian, aku harap apapun yang terjadi kamu dapat menyelesaikannya dengan baik, rian agak temperamental jadi kamu jangan membuatnya marah yo..ingat saat ini dia sedang berkabung..”
erwan mengingatkanku. aku hanya mengangguk karena tanpa di bilang pun aku sudah tau. masa sih aku mau membuat keributan saat ia sedang mengalami keadaan yang sulit.
tak sampai lima menit kami sampai dirumah rian. banyak sekali orang yang datang melayat. dengan langkah yang agak gemetar aku mengikuti erwan masuk ke dalam. sementara mataku melirik kemana mana untuk mencari sosok rian.
“assalamualaikum..”
erwan masuk sambil memberi salam. beberapa orang yang duduk dekat pintu menjawab pelan. aku dan erwan masuk ke dalam. aku bisa melihat jenazah papa rian yang terbaring diatas kasur yang digelar di lantai tertutupi kain batik cokelat dan keluarganya duduk mengelilinginya. aku melihat rian duduk disamping mamanya. jantungku rasanya mau amblas. entah kenapa tiba tiba rian mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk lalu melihat kearah kami. nampak sekali ekspresi terkejut dari wajah rian. aku memaksakan tersenyum walau rasanya mulutku terganjal benda yang berat. rian masih saja tetap bengong.
aku jadi serba salah, bagaikan berhadapan dengan orang asing aku bingung harus melakukan apa. erwan memberi kode padaku agar mengikutinya menghampiri rian dan keluarganya. ia menyalami rian dan ibunya sambil mengucapkan belasungkawa. aku hanya mengikuti apa yang dilakukan erwan. saat tanganku beradu dengan tangan rian, aku merasakan kerasnya jabatan tangan rian yang seolah ingin meremukan jari jariku, bergegas aku tarik kembali.
“apa kabar sobat…”
desis rian seolah tak ada apa apa.
“baik rian.. yang tabah ya.. semua yang hidup kan kembali ke hadapan allah juga nantinya..”
aku berusaha mengatakan itu meskipun kerongkonganku masih tercekat.
“terimakasih…. urusan kita belum selesai, aku mau bicara sama kamu setelah pemakaman papa..”
jawab rian sambil berbisik namun suaranya sangat tegas sekali tak terbantahkan. aku jadi semakin ketakutan. aku sudah mengalami bagaimana kalau rian marah dan jangan sampai hal itu terulang lagi. erwan pasti tak mendengar kata kata rian tadi karena nyaris tersamarkan oleh suara lantunan yasin.
setelah basa basi tadi aku mengajak erwan duduk ditempat yang agak jauh dari rian. untunglah erwan mengerti dan mencari tempat agak di pojok. pantatku terasa menduduki jarum aku gelisah tak betah lama lama disini.
setelah beberapa menit kami disini, erwan mengajakku pulang. kami berpamitan pada rian. tentui saja ia masih menahan kami tapi erwan mencari alasan yang membuat rian bisa mengerti. kalau saja dalam keadaan hari biasa aku yakain rian tak akan membiarkan aku berlalu begitu saja dari hadapannya tanpa penjelasan terlebih dahulu, namun sekarang ia pasti tak enak sama keluarganya kalau mengikutiku sementara mereka masih diliputi suasana berkabung.
“apa kamu merasa kalau tatapan rian terhadap kamu tadi begitu sangar?”
tanya erwan setelah kami berdua sedang duduk di lapangan merdeka. aku mengangguk pelan, ternyata erwan juga mengamati rian hingga ia tahu gerak gerik rian.
“kamu jangan kuatir yo…aku akan selalu bersamamu, apapun yang terjadi kamu jangan kuatir aku yakin kita bisa mengatasinya. bagaimanapun rian kan sahabatku juga aku yakin ia masih menghargai persahabatan kita, kalau kamu merasa takut aku akan menemanimu kapanpun kamu mau..”
erwan menghiburku. ia tahu kalau aku kuatir, tapi aku juga tak mau masalahku justru menyeret erwan ikut dalam kesulitan. sudah cukup aku membuat orang susah.
“terimakasih wan aku yakin bisa menyelesaikannya sendiri..rian kan bukan monster..kami mantan kekasih..”
“justru disitu bahayanya rio.. mantan kekasih yang sakit hati bia berbuat nekat, apalagi kalau ia masih mencintaimu..”
erwan mengingatkan. aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, aku bisa merasakan kalau apa yang erwan katakan itu benar. aku sudah mengalaminya sendiri.
“jadi kau harus bagaimana..?”
entah kenapa aku sangat berharap erwan punya jalan keluar.
“kamu tenang saja aku ada cara untuk mengatasinya dan aku yakin ini akan berhasil yo.. aku juga tak ingin terjadi apa apa denganmu, ingat rio aku dan rian sama sama mencintaimu dan aku tak akan membiarkan sesuatu terjadi pada orang yang aku cintai…!”
aku terdiam mendengar pernyataan erwan.
“aku tak perduli kamu mau terima atau tidak rio, aku hanya ingin jujur padamu.. aku hanya mau kamu tau apa yang aku rasakan padamu.. cinta tak akan pernah memaksa, cinta adalah kebahagiaan.. aku tak mau salah mengartikan cinta, jadi kamu tak perlu merasa tak enak hati padaku, jujur aku hanya ingin kamu bahagia, aku sudah mempertimbangkannya. aku bisa mencintaimu selama bertahun tahun dan rasanya tak akan mungkin hilang sampai kapanpun, aku bisa ikhlas kamu tinggalkan bertahun tahun dan aku juga bisa ikhlas kamu mencintai rian, jadi tak ada alasan bagiku sekarang untuk memaksakan lagi kehendak untuk memilikimu, aku mencintaimu bukan berarti kita harus pacaran bukan..? tapi aku ingin melihatmu bahagia rio.. selama kamu bahagia akupun akan bahagia..”
kata erwan dengan tulus sambil tersenyum. aku jadi terharu mendengarnya. erwan memang selalu penuh dengan pengertian, disaat apapun aku bisa mengandalkannya. ia selalu perduli padaku. andai saja aku dapat membalas perasaannya itu pasti akan sangat menyenangkan. ingin rasanya akuy membalikkan keadaan. andaikan dulu aku tak pernah pergi ke palembang mungkin aku saat ini erwan sudah menjadi kekasihku. tapi aku juga bisa mengambil hikmah dari semuanya. aku bisa tau dengan orangtua kandungku. aku juga mempunyai dua kakak lelaki yang sangat baik hati. meskipun kak faisal telah meninggal namun aku takkan pernah melupakan kebaikannya selama ini.
aku menatap ke langit malam yang berwarna kelam bagai jelaga. tak ada blan….hanya ribuan bintang yang berkelap kelip bagaikan taburaan manik manik diatas hamparan kain beluderu hitam. sedikit aku merasakan ketenangan
“kak ada yang mau aku tanyakan padamu dan aku harap kakak menjawabnya dengan jujur…!”
aku langsung menoleh dan menatap tiara yang sedang berjalan disampingku. saat ini kami berdua sedang berjalan disebuah supermarket. aku menemani tiara berbelaja.
“ada apa tiara.. kamu mau menanyakan masalah apa… selama pertanyaan itu tak terlalu pribadi aku akan menjawab..!”
“sebenarnya apa yang kakak dan bang erwan bicarakan di kamar.. aku merasa kalian berdua sedang menyembunyikan sesuatu…!”
aku terhenyak, ternyata tiara lumayan peka juga. aku tak menduga ia akan bertanya seperti ini.
“tak ada yang rahasia tiara..”
aku berusaha terdengar wajar.
“jadi kakak tak keberatan kan menceritakan padaku..?”
ternyata tiara bukan tipikal yang gampang puas. ia masih saja penasaran.
“sudah aku bilang tiara…tak semuanya kamu harus tau.. ada hal yang lebih baik kamu tak tau, semakin sedikit tau kamu akan makin aman..!”
“maksud kakak apa..?”
tiara menghentikan langkahnya tepat didepan rak yang memajang berbagai jenis ikan dan daging kalengan.
“tanyakan saja sama erwan..biarlah dia yang jelaskan padamu, kakak merasa tak ada hak untuk mengatakan ini padamu karena ini tentang erwan..jadi tolong jangan kamu desak kakak lagi..”
aku mengambil sebuah ikan kaleng berukuran sedang dan memasukkan ke dalam keranjang lalu mendorongnya hingga tiara terpaksa mengikutiku. sepertinya tiara mengerti kalau aku tak suka ditanyai lagi iapun tak banyak berkata kata lagi kecuali membahas hal hal yang ringan. selesai berbelanja aku mengantarkan tiara kerumahnya.
*************
aku menghentikan langkah didepan rumah, terdengara suara yang sangat gaduh bagaikan banyak orang yang ada di dalam rumah. rasanya suara orang yang sedang berbicara itu aku kenali. kalau tak salah itu kan….
“kak fairuuuuuz…!!”
aku bergegas masuk ke dalam dengan tak sabar lalu menghambur memeluk kak fairuz. suasana yang tadiu berisik mendadak tenang sekali. dengan tersenyum lebar kak fairuz memelukku.
“apa kabar jagoan..?”
bisik kak fairuz.
aku tak menjawab maasih memeluk kak fairuz aku mengitari pandangan. ada papa, tante lina, amalia dan.. seorang bayi digendongannya. mataku terbelalak, aku langsung nyengir. ponakanku.. anak kakak kesayanganku. faisal.
“si…siapa namanya kak..?”
tanyaku terbata bata.
“maksudmu anak kakak ya..?”
“iya kak, siapa lagi, yang lain kan aku sudah kenal semua..!”
ujarku dengan tak sabar.
“FAISAL RENDRIO AMALFAIRUZ…”
kak fairuz nyengir lebar.
aku tersenyum lalu menghampiri tante lina kemudian menyalaminya, demikian pula pada papa dan amelia. terakhir dengan mata berkaca kaca aku mencium keponakanku. meraihnya dari gendongan amalia dengan perlahan. dengan sepenuh hati aku tatap wajah bayi yang sangat tampan ini. tak ada yang terlewati, benar benar perwujudan dari kak almarhum kak faisal. airmataku jatuh karena bahagia. faisal menatapku lama, mungkin ia heran karena ada orang asing yang menggendongnya. jarinya yang mungil menggapai gapai wajahku. meraba daguku dan menarik nariknya dengan jari yang terkait.
oh tuhan alangkah lucunya. desiran dalam dadaku merasakan kasih sayang yang tak ada rekayasa terhadap bayi ini. anak kak faisal ku. semua terdiam memandangku yang dengan penuh perasan mencium bayi ini. kak fairuz menyentuh bahuku pelan.
“kakak tau kalau kamu pasti akan langsung menyukai anak kakak… amalia juga sudah tak sabar untuk menunjukkannya padamu..”
kata kak fairuz dengan nada bangga.
“kalian jahat…kenapa mendadak sekali datangnya. selalu saja yang daatang kesini tak pernah kasih tau sebelumnya.. mulai dari papa..koko.. mama dan sekarang kalian..”
aku pura pura merajuk karena kesal.
“hahaha kamu tak pernah berubah.. tapi kamu lebih gemukan sekarng yo.. kamu nmpaknya lebih bahagia..”
kak fairuz memperhatikanku.
“iya kak… selama disini aku merasa senang, tak banyak masalah dan keluargaku juga sangat perduli padaku..”
“kami sudah kenal dengana emak dan ayukmu tadi rio.. mereka sangat ramah, aku mengerti sekarang kenapa kamu selalu kangen sama mereka. baru mengenali merekapun kakak langsung menyukai mereka..”
“kata kak fairuz lagi.
“mama bagaimana kabarnya ma.. sehat sehat saja kan..?”
aku bertanya sama tante lina.
“alhamdulillah sayang, mama sehat dan baik baik saja, apalagi mama sekarang sudah punya cucu yang tampan mama benar benar bahagia…”
mama mengangguk dan tersenyum.
“aku dan abng sering menceritakan kamu yo, kami kangen sama kamu..”
amalia menimpali.
“aku juga kangen sama kalian mel..terimakasih sudah memberikan aku ponakan yang sangat lucu ini…”
“senangnya hari ini kita semua dapat berkumpul disini, bagaimana kalau kita jalan jalan dan cari makan diluar..”
papa menyarankan.
emak menggeleng tak setuju.
“lebih baik makan disini saja dek alvin, kalian kan tamu jadin sudah selayaknya kami melayani kalian dengan pantas..”
“apa kami tak merepotkan kakak..?”
tante lina terdengar senang.
“sedikitpun tak merepotkan kok dik lina, malah kakak sangat senang sekali kalau kalian sudi makan disini..”
“kalau begitu aku akan temani yuk yanti belanja..”
aku mengusulkan. yuk yanti mengangguk.
“aku ikut ya..”
seru kak fairuz.
bertiga aku, yuk yanti, dan kak fairuz ke supermarket. sebenarnya tadi yuk yanti mengajak ke pasar tapi karena hari agak panas dan sudah siang kami mampir ke restoran membeli lauk masak sepulangnya dari supermarket.
hari ini aku benar benar bahagia hingga terlupa sudah dengan masalahku. tak kusangka sama sekali kalau aku akan kedatangan orang orang yang aku sayangi. bangka jadi berpelangi diatas langitku.
saat makan bersama aku pandangi lagi mereka dengan hati yang sulit aku ungkapkan. canda dan tawa mengisi acara makan bersama ini. papa bercerita kalau dia lagi ada proyek di bangka dan mempercayakan kak fairuz yang menanganinya. itu artinya kak fairuz akan mengajak amalia dan ibunya tinggal di bangka. aku nyaris melompat saking senangnya.
besok mereka minta temani untuk cari rumah kontrakan. tentu saja dengan senang hati aku akan membantu mereka mencarinya, aku akan cari kontrakan yang paling dekat dari rumah emak. biar aku bisa lebih sering beremu dengan mereka terutama faisal kecilku yang lucu.
selesai makan aku mengajak papa dan kak fairuz duduk di depan teras diatas bangku kayu yang sudah ada dari aku lahir.
“aku benar benar tak menyangka hari ini kalian datang, rasanya aku masih saja merasa bagai bermimpi…”
“kami sengaja mau bikin kejutan, aku menelpon om alvin untuk menanyakan alamatmu dek, ternyata papamu mau ikut juga, tentu saja kakak senang sekali…jadi kami tak perlu repot repot mencari alamat adek…”
jelas kak fairuz.
“terimakasih ya kak aku memang sudah sangat kangen sekali sama kalian semua…”
“kakak dengar mama kamu pernah kemari, bagaiman reaksinya waktu itu dek..?”
“seperti biasa kak, mama selalu saja membuat keributaan hingga aku terpaksa bersikap kasar, aku menyesalinya kak… bagaimanapun juga ia adalah ibu kandungku sendiri, aku tak mau jadi anak yang durhaka..”
aku mengeluh.
“kakak mengerti posisi kamu dek, pastinya kamu tak bersungguh sungguh bukan.. kakak juga menyesal telash kasar sama mama adek selama ini, ia selalu baik sama kakak walaupun kakak membencinya..”
kak fairuz mendesah.
“kalian coba hubungi mama kalian dan minta maaflah padanya, papa yakin mamamu akan mengerti, papa kenal kok sifat mama mu..ia tak akan memendam dendam. memang ia agak temperamen tapi kalau kalian minbta maaf papa yakin mama kalian akan mengerti..”
papa menasihati aku dan kak fairuz.
“saat ini aku belum siap pa, mama masih sakit hati padaku, ia sangat kecewa karenaku..”
“ia ibumu nak, bagaimanapun juga ia tak akan menyakiti darah dagingnya sendiri..”
papa tersenyum sabar. aku menunduk. mengenang kembali saaat aku masih tinggal sama mama. sebenarnya banyak kenangan indah yang aku lewati selama bersama mama, hampir semuanya indah. ia sangat memanjakanku. apapun yang aku minta selalu ia penuhi. hampir tak pernah ia memarahiku meskipun aku berbuat kesalahan. tapi mama kecewa saat tahu aku adalah seorang gay. aku merasa malu padanya. banyak pengharapannya terhadapku dan semua harus kandas.
“sebagaimanapun cinta kasihmu pada emak mu rio, tapi surga di telapak kaki ibu… dan ibu kandungmu adalah mama mu… sebagai anak kamu wajib berbakti.. mamamu marah karena ia mau yang terbaik untuk kamu, saran papa kamu temui mamamu nanti dan minta maaflah..kalaupun mamamu masih tak bisa memaafkanmu yang penting kamu sudah minta maaf.. masih ada papa dan keluargamu disini yang terus bersamamu dan menyayangimu..”
kata kata opapa sangat menyejukan hatiku. aku akan minta maaf pada mama. semoga saja ia mau memaafkanku.
sekitar jam tiga sore saat aku dan kak fairuz sedang bernmain main dengan faisal yang kami baringkan diatas meja, datang erwan dan tiara. emak yang sedang berada di teras bersama tante lina dan amalia dengan bangga mengenalkan tiara sebagai pacarku pada mereka hingga tiara tersipu malu kesenangan.
sambutan mereka terhadap tiara sangat berlebihan menurutku. andai saja mereka tau kalau aku sebenarnya tak mencintai tiara. tapi terlalu ekstrim kalau hal itu aku lakukan bisa bisa kebahagian mereka akan rusak. jadinya aku hanya diam sambil sesekali tersenyum dengan terpaksa saat lelucon lelucon mereka lontarkan mengenai aku dan tiara. yang paling antusias tentu saja papa. namun kak fairuz nampaknya agak curiga padaku, dari tadi ia selalu mengamatiku. sepertinya ia ingin melihat gerak gerikku. apakah ada kejanggalan. sementara erwan hanya sekali sekali tertawa garing. aku kasihan pada erwan.. perasaannya padaku membuat ia kurang bahagia.
aku teringat rian, pasti saat ini papanya sudah dikebumikan. ia kemarin bilang kalau ia mau bicara padaku. bisa ditebak ia pasti mau menanyakan kejelasan hubungan kami. aku sudah siap dengan jawabannya. apapun resikonya akan aku ambil
hari telah beranjak malam, kami baru saja selesai makan malam dan aku sedang duduk diruang tamu bersama papa, tante lina, emak dan kedua ayukku serta bang hendry dan juga kak fairuz bersama amalia. faisal sedang tidur mungkin kecapekan seharian aku ajak bermain dengan kerincingan warna warni yang aku belikan untuknya. tanpa aku duga rian datang. ia agak kaget juga melihat keluargaku yang ada di palembang ramai berkumpul disini. dengan agak sungkan rian duduk bergabung bersama kami. emak kembali mengucapkan belasungkawa. kak fairuz agak kaget melihat rian namun kak fairuz langsung faham setelah tau kalau papanya rian meninggal. ucapan belasungkawa mengalir dari semua yang ada disini.
setelah sekitar sepuluh menitan rian duduk dan ngobrol bersama keluargaku, ia mengajakku keluar karena ada yang ingin ia bicarakan. aku tak bisa menolaknya karena itu akan membuat keluargaku curiga. aku dan rian berjalan kaki menyusuri jalan yang ada dekat rumahku. suasana temaram dan dingin semakin terasa dengan dinginnya sikap rian. selama beberapa saat kami hanya diam menyusuri jalan yang dulu kami berdua pernah lalui bersama saat kami masih remaja. hanya yang membedakannya adalah tanah yang dulu dipenuhi lalang dan rerumputan kini telah bersih dan beberapa rumah telah dibangun diatasnya. tepat di tempat aku dan rian saat subuh menjelang keberangkatanku ke palembang rian menghentikan langkahnya.
“kamu meninggalkan aku tanpa kabar rio sementara aku bagaikan orang gila menunggumu dirumah sakit.. teganya kamu melakukan itu padaku..”
tikam rian dengan suara yang mampu membuat seluruh persendianku lungai. aku jadi sesak nafas karena bingung harus menjawab apa, aku memang salah dalam hal ini. tapi itu terpaksa aku lakukan.
“kamu tak tau rio apa yang aku rasakan…betapa aku sangat tak bertarti bagimu, aku yang menyayangimu lebih dari apapun, tapi kamu tak menghargainya sedikitpun.. sekarang kita berada di sini di tempat dulu dimana aku pertama mengungkapkan perasaanku dan kamu menerimanya.. apakah kamu juga sudah lupa mengenai hal itu..?”
rian meraih tanganku dan menggenggamnya dengan keras. aku masih terdiam. aku tak mungkin bisa lupakan saat itu, saat yang indah bagiku, namun keindahan tak ada yang abadi karena hal yang indah pada awalnya kalau tak bisa dijaga tetap saja akan hilang keindahannya.
“aku minta maaf yan, aku memang salah..”
keluar juga kata maaf dari bibirku.
“hanya itu rio..?”
tanya rian tak puas.
“apa yang harus aku lakukan agar kamu mau mengerti..?”
“terlihat sekali kalau kamu memang tak perduli rio.. kamu tahu apa yang aku lakukan saat menunggumu yang tak datang datang.. aku menangis, ya… aku hanya bisa menangis… tapi aku sadar kalau tak ada gunanya menunggumu lagi, aku yang salah.. aku yang telah membuatmu hilang rasa padaku.. kalau aku mau menyalahkan seseorang, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri.. aku tak bisa membuatmu bahagia, justeru aku yang selalu membuatmu resah.. aku egois dan setelah kamu lepas dariku aku baru menyadari kalau aku sangat bodoh..tapi semua memang sudah terlambat sekarang.. hatimu telah jauh untuk aku gapai..”
suara rian jadi serak seolah sedang menahan tangis. aku jadi merinding.
“aku juga salah rian, andai aku lebih bisa memahamimu tentu tak akan begini jadinya.. ada hal yang tak mungkin aku ceritakan padamu kaena aku mengutuk diriku atas kejadian itu yang membuat aku tak pantas lagi bersamamu… aku telah menghianatimu..”
aku tertunduk.. kami masih berdiri. kaki ku terasa agak letih. rasanya tubuhku jadi lebih berat dari biasanya.
“aku tahu kamu menghianatiku.. aku tau semua, tapi aku telah belajar banyak dari kecemburuanku yang terlalu berlebihan selama ini terhadapmu itu malah membuatmu bukan semakin dekat padaku.. aku membuatmu tertekan, aku sadari itu namun egoku mengalahkan apapun juga saat itu..”
dua bulir air yang bening mengalir dari dua kelopak mata rian yang mengerjap. bibirnya bergetar.
“maafkan aku rian..aku memang salah.. kamu memang cemburuan tapi kau juga terlalu sering membuatmu kesal..”
“aku ingin kembali p[adamu rio, mari kita mulai lagi semuanya dari awal.. aku berjanji takkan lagi menykitimu..”
suara rian terdengar memohon.
“satu hubungan yang diawali janji muluk tak akan berhasil yan.. kamu tak akan merasakan yang sama lagi dengan yang pertama dulu.. kamu akan banyak menahan perasaan dan aku juga akan banyak berpikir karena takut salah bersikap…itu akan membuat kita menjadi orang yang asing..bukan diri kita lagi, mungkin awalnya kita akan merasa sangat nyaman tapi lama lama kita akan merasa terkekang.. saat itu terjadi aku takut malah kita akan semakin membenci…”
“artinya kamu memang sudah tak mau lagi bersamaku..?”
rian kurang yakin.
“entahlah.. tapi aku takut membayangkan hubungan kita nanti.. kamu bukan rian yang dulu.. kamu sudah banyak berubah..”
aku memalingkan wajah menghindari tatapan rian.
“katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku lagi, aku sudah bersumpah tak ada yang lain selain kamu rio..”
suara rian semakin memilukan.
“jangan sembarangan mengucap sumpah yan, kalau sedang mencinta memang begitu.. ketika sedang membenci kamu pun memperlakukan aku bagaikan musuh.. aku bukan orang yang tepat untukmu.. aku sekarang…”
kata kataku terputus karena tiba tiba rian berlutut dihadapanku tangannya memegang kakiku dan wajahnya tengadah menatapku, cahaya bulan sabit membuat pipi rian yang basah berkilat kilat.
“jangan tingalkan aku rio.. aku tak bisa melalui hari lagi tanpamu,,”
rian memohon.aku benar benar tak tega melihatnya.
cahaya lampu mobil yang berjalan mendekat dari kejauhan membuat mataku silau, aku terkejut saat mobil itu mendekat kearah kami lalu berhenti. pintunya terbuka dan erwan keluar dari dalam mobil itu.
‘”rio sekarang kekasihku rian..ia tak bisa menerimamu kembali..!”
kata erwan sambil berjalan menghampiri kami. rian yang masih berlutut memandang erwan dengan tatapan tak percaya.
“kamu pasti bohong.. aku tak percaya sama sekali… mana mungkin kamu pacaran sama rio.. kamu itu hanya mau sama perempuan wan..”
“apanya yang tak mungkin.. aku memang pacaran sama rio..sudah dari dulu aku menyukai rio dan sekarang aku hanya mau kamu menerima kalau kamu dan rio tak ada apa apa lagi..!”
erwan terlihat bagai tak acuh. aku tak tau darimana erwan dapat ide gila ini, ia datang benar benar disaat yang sangat tepat. aku sangat berterimakasih padanya. tapi aku juga kasihan pada rian, aku sebenarnya masih menyayangi rian, tapi aku tak mau lagi kejadian yang menakutkan yang pernah aku alami terulang lagi aku merasa dengan rian tak akan bisa cocok lagi.. sudah ratusan janji ia untuk berubah namun tak juga berubah, berkali kali kesempatan aku berikan padanya selama ini namun tak ia hargai, sekarang kesabaranku sudah habis dan aku sudah bulat tak mau lagi kembali.
“aku tak menyangka kalau kamu akan jadi pengkhianat seperti ini wan…selama ini aku menganggapmu sahabat tapi kamu menusukku dari belakang..”
rian terdengar sangat marah.
“aku tak menikammu dari belakang, aku dan rio jadian saat rio tak ada pacar, antara kalian tak ada hubungan lagi..seharusnya kamu yang menghargai aku sebagai sahabatmu…kenapa kamu mau mengambil pacarku..”
erwan masih tetap tersenyum tenang sementara wajah rian makin pucat pasi.
“jangan memutar balik fakta..”
“tak ada yang memutar balikan fakta rian, kamu jangan kekanak kanakan…sudah jelas rio sudah tak mau lagi sama kamu, jangan paksa dia…hubungan yang terpaksa tak akan baik.. biarkan rio memilih jalannya sendiri mana yang ia anggap baik..”
erwan memutus kata kata rian seolah tak memberikan kesempatan rian untuk berkeras. rian terdiam menatapku dan erwan bergantian.
“benar itu rio..?”
rian meminta penjelasan untuk meyakinkannya. sesaat aku tak tau harus menjawab apa namun erwan mengerling diam diam bagai memohon agar aku mengiyakan. aku jadi serba salah. kemudian dengan ragu aku mengangguk. rian menatapku seolah aku sudah benar benar melukainya. lalu ia berbalik meninggalkan aku dan erwan tanpa bicara meski sepatah kata. aku nyaris menangis melihatnya. belum pernah aku melihat rian sepilu tadi. ia baru saja kehilangan papanya dan sekarang aku sudah membuatnya sakit hati. aku takut kalau rian tak kuat menerimanya.
“maafkan aku rio.. aku juga terpaksa melakukannya agar ia tak lagi berharap denganmu.. apakah aku salah..?”
erwan memegang bahuku. aku menggelengkan kepala pelan.
“tidak wan.. aku cuma tak menyangka kamu akan datang, aku menyakiti hati rian..aku takut ia melakukan hal yang nekat lagi wan,,”
“rian sudah dewasa yo, kamu tak harus selalu memikirkannya..ia sudah biasa kamu turuti jadi ia tak akan pernah bisa dewasa kalau kamu selalu mengikuti kemauannya..sudah saatnya kalian berdua berpikir ke depan..”
jawab erwan lirih.
“kamu benar wan, cuma keadaan rian yang aku kuatirkan..kamu tau sendiri kan ia baru saja berduka karena papanya meninggal dan sekarang kita berdua memberi pukulan yang sangat telak baginya..”
aku mendesah karena memang aku sangat kuatir.
“aku tak terpikir sampai kesitu yo.. aku minta maaf..”
“sudahlah wan tak apa apa semua sudah terlanjur juga..tapi bagaimana kalau rian tahu kamu cuma berbohong nantinya..?”
aku masih sangsi.
“kamu jangan kuatir, aku yakin bisa mengatasinya. sekarang kita pulang saja kerumahmu. tadi aku dari rumahmu dan emakmu bilang kamu keluar sama rian jalan kaki, jadi aku menyusul kalian dugaanku tepat kamu ada disini.”
kata erwan sambil berjalan menuju ke mobilnya. aku mengikuti erwan dari belakang. aku masih sibuk memikirkan kejadian barusan. aku tak menduga erwan melakukan itu. apa yang sebenarnya erwan pikirkan, benar benar bikin kepalaku pusing.
erwan mengantarku kembali kerumah, keluargaku masih berkumpul diruang tamu mengobrol. yuk yanti dan suaminya menginap dirumah mertuanya. jadi kamar yuk yanti dipakai oleh kak fairuz dan isterinya. sedangkan tante lina tidur sama yuk tina. papa tidur dikamarku. sebenarnya mereka mau menginap di hotel tapi emak kurang setuju. kata emak kapan lagi bisa berkumpul seperti ini.
“dari mana kamu rio..?”
tanya kak fairuz begitu melihatku. aku duduk disamping kak fairuz.
“jalan jalan bareng rian kak..”
“untung erwan bisa menemukan kalian, dimana rian..?”
tanya kak fairuz lagi.
“dia sudah pulang kak…”
teringat dengan rian hatiku kembali sedih, aku tak tahu apakah aku sudah bertindak benar, tapi aku yakin kalau rian tak bisa menerima begitu saja. ia terlihat sangat kecewa.
“tadi kata tina ada rumah kontrakan yang tak begitu jauh dari sini, kebetulan itu punya keluarga temannya, besok kalian temani kakakmu melihat kondisi rumahnya, kalau mereka setuju tina akan bilang sama temannya itu..”
kata emak.
“terimakasih ya bik, senang rasanya bisa tinggal di sini..sungguh semua tak kami duga, disini suasananya masih begitu tenang dan tak sumpek, meskipun tak begitu banyak tempat hiburan tapi aku juga tak perduli, yang penting bisa berkumpul dengan keluargaku..”
sambut kak fairuz. emak tersenyum senang mendengarnya.
“mama merasa betah disini..”
timpal tante lina.
“minggu depan kamu sudah mulai dengan pekerjaanmu ruz, kalau masalah tempat tinggal sudah beres, nanti om akan mengajakmu ke kantor kamu yang baru.”
wajah kak fairuz berbinar mendengarnya.
“iya om, saya akan berusaha bekerja semaksimal mungkin, ini pertama kalinya aku bekerja di kantor..aku tak akan membuat om menyesal telah memilih aku.”
kak fairuz bersemangat.
terdengar suara tangisan faisal dari dalam kamar, rupanya faisal terbangun. amalia langsung berdiri dan ke kamar. tante lina mengikuti amalia, tak lama kemudian amalia keluar dari kamar sambil menggendong faisal.
“faisal pipis, baru saja di ganti popoknya. aku mau bikin susu dulu buat dia..”
kata amalia.
“biar aku saja yang bikinin..”
kak fairuz beranjak dari duduknya dan pergi ke dapur. emak dan tante lina tersenyum senang.
“kamu kapan nyusul kakakmu rio, emak kepingin sekali momong cucu dari mu..”
suara emak terdengar agak sedih. semua yang ada diruangan ini terdiam. papa melihatku dengan pandangan tak enak. aku menunduk. aku tak mau mengecewakan emak. tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan, semua sudah tau kalau aku gay, permintaan emak bukan hal yang gampang untuk aku penuhi.
“aku sudah agak ngantuk, kak aku ke kamar dulu ya..”
kata tante lina. nampaknya tante lina menyadari situasi yang sudah bikin aku merasa tak enak, jadi ia mau mengalihkannya.
“kalau begitu aku juga mau tidur.. besok masih banyak yang harus aku kerjakan..”
papa ikut berdiri lalu pegi kekamarku.
“aku mau bicara denganmu yo.. kamu belum ngantuk kan?”
tanya erwan,
“kalau begitu kita ke depan saja sekarang..”
aku mengajak erwan ke depan rumah.
“aku minta maaf soal tadi yo..aku tak bermaksud membuatmu merasa tak nyaman.. tapi itu semua aku lakukan untuk membantumu..aku tak mau kamu resah karena rian. aku tahu kalau sekarang hatimu ragu jadi aku mau kamu pastikan kalau memang kamu tak mau kembali sama rian kamu harus yakin..”
” tak apa apa wan, aku tak menyalahkan kamu dengan semua yang terjadi wajar saja kamu sebagai sahabatku mau membantu, aku tak berpikiran buruk tentang hal itu…”
kataku dengan santai. aku tak mau erwan merasa tak nyaman.
“tapi kalau kamu masih menyayangi rian, aku tak akan memaksa kamu untuk menjauhinya, kamu punya hak penuh atas hidupmu….”
semilir angin malam yang dingin berhembus menerpa tengkukku, rasanya bagai terguyur air es. suasana dalam rumah telah hening. mungkin semua sudah tertidur.
“kalau kamu sudah ngantuk bilang saja rio biar aku pulang sekarang…”
“belum wan, apa kamu tak mau menginap disini…?”
tanyaku lagi.
“kan ada papamu yo, aku mau tidur dimana kalau nginap…?”
erwan bertanya balik. aku menggeleng, erwan benar mana mungkin aku membiarkan dia tidur di lantai.
“kalau begitu aku pulang dulu, besok aku kesini lagi menemanimu cari rumah..”
“makasih wan, jam berapa kira kira kamu mau datang besok?”
kataku sambil berjalan mengantar erwan sampai ke mobilnya yang diparkir tak jauh di depan rumahku di bawah pohon jambu air.
“sekitar jam sepuluh yo..”
“oke nanti aku akan siap siap..”
erwan masuk ke dalam mobilnya lalu menyalakan mesin. aku memandangi mobil erwan yang merayap keluar dari pekarangan rumahku.
***********
hari ini aku membantu kak fairuz pindah ke rumahnya yang baru, tante lina yang paling sibuk dari tadi tukang yang mengangkut barang barang dibuat kebingungan dengan perintah tante lina, kadang peralatan yang sudah disusun terpaksa dipindah lagi karena tante lina merasa penempatannya kurang pas. aku membantu kak fairuz membersihkan kamar yang akan ditempatinya. kardus kardus serta kertas bekas pembungkus tempat tidur berserakan di lantai. erwan dan yuk tina menyusun meja dan kursi makan di dapur.
keringat bercucuran dari pelipisku. entah mengapa aku merasa agak meriang dari tadi pagi saat aku bangun tidur. tapi aku tak mau mengatakannya pada mereka karena aku tak mau membuat mereka semua kuatir.
amalia membawa faisal dalam kereta dorongnya, berkeliling pekarangan. emak dan yuk yanti masih dirumah memasak, katanya mereka minta jemput sekitar jam dua, emak mau membawa masakan kesini karena mereka mau kami makan bersama sama dirumah kak fairuz.
saat aku sedang menyusun meja sudut erwan menghampiriku.
“rio tiara sms aku, katanya dia mau minta jemput, tiara barusan bikin kue buat di bawa kesini, bagaimana menurutmu..?”
tanya erwan sambil mengulurkan bilah papan samping lemari sudut. aku mengambilnya dari erwan lalu memasangnya setelah terlebih dahulu memasang kayu sambungannya agar kokoh dan tak mudah bergeser.
“aku lagi sibuk wan, kamu aja yang jemput dia kalau kamu tak keberatan, tak enak juga sama tiara kalau tak di jemput..”
“kalau begitu aku pergi dulu sebentar, nanti aku kesini lagi bareng tiara..”
erwan berdiri lalu keluar dari kamar.
setelah selesai membereskan rumah aku menjemput emak dan yuk yanti. tante lina beserta papa dan kak fairuz duduk diruang tamu sambil berkipas karena mereka keringatan.
sampai dirumah emak dan yuk yanti sudah siap, aku membantu mereka mengangkut wadah berisi lauk dan nasi ke dalam mobil setelah itu aku mengantar mereka kerumah kak fairuz.
saat aku sampai, tiara dan erwan sudah tiba. mereka sedang ngobrol di teras rumah. emak mengajak mereka semua masuk. tante lina dan amalia membentangkan karpet ke lantai karena kalau makan dimeja makan pastinya tak akan muat. kami makan siang lesehan diatas lantai.
**************
setelah segala urusan selesai papa balik ke palembang aku dan kak fairuz yang mengantar papa ke bandara.
“titip rio ya ruz, tolong jaga dia..”
kata papa kepada kak fairuz sebelum papa masuk ke dalam bandara.
“aku kan sudah dewasa pa, kak fairuz sekarang kan sibuk, tenang saja aku bisa jaga diri kok pa.. kalau ketemu sama mama sampaikan salamku padanya, bilang sama mama kalau aku baik baik saja disini…”
aku berpesan pada papa.
“nanti papa sampaikan. mama kamu pasti senang kalau mendapat kabar darimu.”
aku menyalami papa dan melepasnya masuk ke ruangan yang hanya boleh dimasuki oleh penumpang.
aku dan kak fairuz meninggalkan bandara lalu kembali kerumah. aku mengantarkan kak fairuz dan langsung pulang kerumah. tak aku sangka saat aku tiba ternyata rian suda menunggu di depan rumahku. aku keluar dari mobil dan menghampiri rian dengan ragu.
“dari mana kamu..?”
tanya rian.
“mengantarkan papa ke bandara yan, kamu sudah lama disini..?”
aku balik bertanya.
“paling baru lima menit, tak ada siapa siapa dirumahmu, tapi aku yakin kamu tak lama makanya aku menunggu saja disini.”
sekilas diantara kami seolah tak ada masalah.
“ada apa yan tumben kamu datang..?”
“apakah aku tak boleh lagi kemari yo mentang mentang kamu sudah bukan pacarku lagi..?”
tanya rian datar. aku menggeleng, aku tak keberatan rian datang aku justeru senang kalau dia sudah bisa menerima kalau tak ada hubungan khusus lagi diantara kami.
“tidak yan, kamu boleh datang kapan saja kamu mau..”
“kamu tak pernah datang kerumahku lagi yo, apa karena sekarang kami sudah miskin..?”
tuduh rian tanpa sebab. aku jadi terhenyak mendengarnya.
“maaf yan bukannya aku tak mau kerumahmu, aku agak sibuk hari hari ini, banyak yang harus aku lakukan dan tidak bisa aku tinggalkan..”
“sibuk sama erwan pacar baru kamu itu kan..”
ini yang tak aku sukai, rian masih saja seperti dulu.
“tidak begitu juga kok yan, aku sibuk membantu kak fairuz pindah kerumahnya yang baru, kemarin kemarin aku membantunya mencari kontrakan..”
“kamu bisa beralasan apa saja toh aku juga tak melihat..”
rian masih keras kepala.
“tolong rian, kamu tak pernah berubah dari dulu, kamu selalu merasa benar sendiri, tolong kamu buang ego kamu, hubungan kita gagal karena kamu terlalu egois, apa amu tak bisa mengerti aku barang sedikit saja..?”
kataku dengan kesal lau aku membuka pintu ruang tamu.
“kamu mau masuk ke dalam atau mau duduk disini saja..?”
tanyaku agak ketus.
“biasa aja rio tak perlu segitunya juga..kenapa sih kamu sekarang banyak berubah..?”
rian berdiri lalu mengikuti aku masuk ke dalam rumah.
“mendingan aku yang ada berubah ketimbang kamu yang dari dulu tak pernah mau berubah, kamu tau kalau aku tak suka dengan sikapmu yang kasar tapi kamu tak juga mau merubahnya, kalau aku tak mau lagi bersamamu kamu jangan marah…”
“terserah kamu mau bilang apa inilah aku, kamu sudah kenal lama denganku, kalau kamu mau aku berubah, aku mau kok gampang saja, tapi kamu harus kembali padaku..!”
tegas rian.
aku menggeleng.
“tidak rian aku tak mau mengulangi kesalahan yang sama..”
“jadi kamu menganggap hubungan kita selama ini hanyalah kesalahan..?”
suara rian terdengar agak berubah lebih keras.
“jangan salah paham, kamu sudah dewasa dan cukup mengerti.. kamu bukan orang bodoh jadi tolong jangan selalu salah menangkap apa yang aku maksud, pakai otakmu sedikit..!”
aku nyaris membentak rian saking kesalnya.
“kamu makin kasar sekarang.. sudah makan besi ya?”
geram rian sambil mencekal kerah bajuku.
“lepaskan aku rian jangan membuatku jadi membencimu..!”
aku berusaha melepaskan diri dari cengkeraman rian yang tak kira kira, leherku jadi sakit karenanya.
“kamu jangan coba menantangku rio, kamu itu lemah, kalau aku mau menyakitimu kamu takakan bisa melawan…!”
kata rian dengan memuakkan.
“kamu mau apa, memukulku atau kamu mau bunuh aku lagi..?”
aku menantang rian, dengan sangar aku menantang matanya. rian terdiam membalas dengan tak kalah nyalang namun aku tak mau mengalah lagi, aku tetap menantang matanya. tak lama kemudian rian memejamkan matanya lalu perlahan cekalan tangannya di kerahku jadi melemah, ia lepaskan aku.
“maafkaan aku rio..”
kata rian lirih.
“aku tau kamu tak akan bisa berubah yan, janjimu hanya akan tinggal janji, kalau saja kamu bisa menahan diri mana mungkin aku pergi darimu, kamu yang membuat aku merasa tak nyaman, hubungan kita bagaikan bom waktu yang sewaktu waktu bisa meledak, aku mau cari aman, itu wajar karena siapapun yang punya pacar ingin disayangi bukannya ingin mendapat horor di sepanjang waktunya…”
aku mengeluarkan semua unek unek yang aku rasakan pada rian agar ia bisa membuka lebih lebar matanya.
“kamu tak berikan aku kesempatan untuk menunjukkan padamu kalau aku mau berubah..!”
“percuma yan kalau kamu mau berubah demi aku, seharusnya itu kamu lakukan demi diri kamu sendiri, biar nanti kalau kamu dapatkan penggantiku, pacarmu itu tak merasakan apa yang aku rasakan terhadapmu..!”
“kamu tega mengatakan hal itu padaku yo..”
suara rian terdengar agak terisak.
“kamu juga tega menuduh aku macam macam, kamu tega menamparku, kamu tega memukulku bahkan kamu juga tega mau membunuhku, apa kamu tak boleh disakiti sementara kamu bisa dengan bebas menyakiti orang lain..?”
“aku tak sengaja…”
airmata rian tumpah.
“kalau berkali kali bukan tak sengaja namanya yan, aku rasa kamu harus intropeksi, atau kamu pergi ke ahli jiwa agar kamu sadar bagaimana sifat kamu sebenarnya..!”
“kamu tega menuduhku gila..!”
“aku tak menuduhmu gila, tapi aku takut yan dengan sikapmu yang sering berubah ubah, satu menit kamu bisa jadi orang yang menyenangkan tapi menit berikutnya kamu kasar dan menakutkan, kamu sering tak merasa kalau sifat kamu membuat orang takut, malah kamu bisa bersikap seolah kamu tak melakukan apa apa, kamu mudah menilai orang salah tapi kamu tak sadar dengan kesalahan kamu terhadap orang lain..kamu menganggap kamu selalu benar dan orang lain salah kalau tak mengikuti apa yang kamu mau..!”
keluar semua yang mengganjal di pikiranku selama ini. rian hanya terdiam dengan mata terbelalak mendengar kata kataku yang beruntun keluar bagaikan peluru dari senapan otomatis.
“aku tak seperti itu, kamu hanya mengada ada untuk membuatku merasa bersalah..!”
rian tak terima.
“pulang lah rian.. kasihan ibumu dirumah sedang bersedih sementara kamu disini sibuk dengan masalahmu sendiri, keluargamu lebih penting untuk kamu pikirkan ketimbang aku..!”
“kamu mengusirku rio..?”
“aku tak mengusir, cuma aku tak mau kalau kamu datang kesini dan membuat masalah, nanti kamu akan makin emosi akhirnya kamu melakukan hal yang tak kita inginkan, kamu jangan menambah beban keluargamu, saat ini kamu sangat mereka harapkan, papamu telah meninggal, kamu harus bisa menggantikan tugas papamu, keluargamu membutuhkan kamu..!”
aku mendekati rian dan memeluknya. rian tak bergeming. ia diam tak berkata apa apa lagi. tapi tak lama kemudian ia membalas pelukanku.
“maafkan aku rio, mungkin kamu benar..aku terlalu egois, ijinkan aku memelukmu untuk yang terakhir kalinya, aku ingin mengulangi kenangan indah itu, aku ingin merasakan hangatnya tubuhmu, merasakan keringatmu, tubuhmu yang dulu selalu menjadi milikku,aku ingin merasakan kamu masih ada untukku walau cuma sesaat..”
rian mempererat pelukannya. aku mengangguk dan mengusap punggung rian.
“tak semua yang kita inginkan akan terkabul yan..kalau memang kita harus bersama nantinya aku tak akan menolakmu lagi, tapi tolonglah berusaha lebih mengerti orang lain..”
“maafkan aku yo, aku merusak segalanya..meskipun sekarang kamu sudah memiliki erwan, jangan pernah lupa kalau aku selalu mencintaimu..”
ingin rasanya aku mengatakan hal yang sebenarnya pada rian bahwa aku dan erwan hanya sebatas sahabat saja, tapi aku tak enak pada erwan nanti ia akan di cap sebagai pembohong oleh rian.
“aku memaafkanmu sudah sejak lama yan, aku tak pernah membencimu, cuma aku tak mau lagi menjadi pacarmu untuk saat ini.. aku harap kamu mau mengerti..”
rian tak menjawab namun ia mengangguk lalu tanpa aku duga ia mencium bibirku. aku terhenyak kaget, namun hangat bibir rian membuat aku tak dapat mendorong rian. ciumannya kali ini sangat berbeda, ciuman ringan yang tak menggebu gebu seperti biasanya. cuma sesaat lalu ia lepaskan.
“aku pulang dulu yo, semoga kamu bahagia dengan erwan.. kapanpun kamu sudah tak ada yang memiliki..datanglah padaku, tanganku selalu terbuka..aku selalu mencintaimu.. senin depan aku balik lagi ke palembang, aku akan kuliah sungguh sungguh, aku ingin berhasil.. agar aku bisa mengganti semua uangmu yang aku pakai..”
suara rian kentara sekali dibuat setenang mungkin, padahal aku tau kalau ia menahan perasaan sesak, karena aku juga merasa ingin menangis. entah kenapa setelah mengikhlaskannya aku malah merasa akan kehilangan rian.
“jangan pikirkan itu rian..aku sudah ikhlas karena memang aku mau membantumu..”
“kamu menangis rio..”
rian berbisik, telunjuknya terangkat dan menyentuh pipiku yang basah, mataku mengerjap aku menunduk.
“aku tak menangis yan..”
aku berkilah dan memalingkan muka, buru buru aku usap pipiku dengan lengan baju.
“kalau ada hal yang membuatmu sedih kamu bisa ceritakan padaku rio…bagiku kamu adalah sahabatku… walaupun kamu membuat aku patah hati..”
rian memegang pipiku dan mengangkat daguku hingga mata kami bertatapan. aku melihat mata rian juga memerah.
“maafkan aku yan..”
“aku sudah maafkan kamu rio, aku sangat menyayangimu hingga aku tak bisa membencimu…aku tak tau kenapa perasaanku harus begini padamu yo…”
rian mencoba tersenyum. aku tak tahu lagi harus mengatakan apa, kami berdua membisu selama beberapa saat.
“aku pulang dulu yo, masih banyak kerjaan dirumah..”
rian memecah keheningan. lidahku kelu hingga aku hanya bisa mengangguk hingga rian berlalu dari hadapanku. ia tak menoleh lagi saat keluar dari pintu rumahku. kakiku seakan terpaku di lantai.
.
hari ini minggu yang tak begitu cerah, langit sudah dari pagi agak mendung namun tak juga hujan turun. cuaca begini ada untungnya juga, pangkalpinang yang biasanya panas jadi agak sejuk. aku memangkas tanaman bonsai yang memagari rumah karena tumbuh dahannya sudah agak tak beraturan membuat kurang sedap dipandang.
emak sedang memasak di dapur. yuk tina membongkar pot berisi bunga kesayangannya, akar akar yang sudah bergumpal ia bersihkan dengan telaten. yuk tina memang hobi dengan tanaman hias, setiap ia gaji pasti ia sisihkan untuk membeli tanaman hias. macam macam euforbia berduri ia jejerkan pada pot pot kecil didepan rumah, bunganya nyaris tak pernah absen. berwarna warni hingga terlihat semarak. selain tanaman bunga yuk tina juga mengkoleksi tanaman daun. dari anthurium, dendrobium, Begonia semperflorens, aglaonema, Dieffenbachia, Platycerium bifurcatum, ada juga yang namanya gelombang cinta yang harganya membuat aku menggelengkan kepala, padahal waktu yuk tina membelinya masih sangat kecil, baru ada lima daun, harga perdaunnya setara tiga bungkus rokok. wanita kalau sudah menyukai bunga maka tak akan sayang menghabiskan uang buat menambah koleksinya. kalau aku sih bukan tidak menyukai tanaman tapi aku agak malas merawatnya. butuh ketelatenan yang lumayan. soalnya ada jenis bunga yang tak boleh terlalu banyak terkena sinar matahari, ada yang justeru harus selalu mendapat sinar matahari. ada yang tak boleh sering di siram dan ada yang membutuhkan banyak air, belum lagi memupuk, memotong daun yang sudah layu atau kering semua itu membutuhkan kesabaran ekstra. aku jadi teringat dengan mama. beliau juga sangat suka mengkoleksi bunga, bahkan ada yang harganya menembus jutaan. itu tak masalah bagi mama yang memang ada dana untuk itu, mama menggaji orang untuk merawat tanaman kesayangannya karena mama terlalu sibuk dengan pekerjaannya. secara sifat yuk tina juga tak jauh beda dengan mama, keduanya mudah emosi dan agak keras kepala. dalam beberapa kali pertemuan hampir tak absen mama dan yuk tina berperang mulut.
entah bagaimana kabar mama sekarang, aku juga kangen dengan wenny adikku. sudah lama tak bertemu biasanya adikku itu selalu manja denganku. apakah ia merindukan aku atau bahkan merasa kehilangan setelah aku tak ada lagi dirumah, kalau saja mama tak marah padaku mungkin aku bisa sering bertemu dengan adikku.
“rio..!, tolong ayuk ambilkan tanah bakar di belakang rumah ya..!”
teriakan yuk tina membuat lamunanku terhenti. aku letakkan gunting yang aku pegang keatas tanah lalu meraih pot kosong yang diulurkan yuk tina padaku. tanpa banyak protes aku pergi ke belakang rumah mengisi pot dengan tanah bekas pembakaran sampah. setelah penuh aku berikan pada yuk tina.
“terimakasih dik..”
yuk tina meletakkan pot itu di tanah dan menanami keladi caladium bicolor. aku meninggalkan yuk tina sendirian meneruskan hobinya lalu masuk kerumah untuk mencuci tangan. aku mau menelpon mama menanyakan bagaimana kabarnya, kabar papa, dan adikku. biarlah mama marah yang penting aku mau menunjukkan itikad baik. aku mengambil hp yang kutaruh di meja kamar. butuh beberapa menit sebelum mama mengangkatnya.
“assalamualaikum dengan siapa..?”
terdengar suara mama. aku menarik nafas mengumpulkan kekuatan agar bisa menjawab dengan suara yang setenang mungkin.
“ini aku ma, rio..”
sunyi hanya terdengar suara nafas mama selama beberapa saat. rasanya bagai bermenit menit hingga aku nyaris saja mematikan telponku.
“ya ada apa…?”
suara mama terdengar sangat tenang sekali. aku agak heran juga, tadinya aku mengira mama akan kasar atau ketus tapi nada suara mama terkesan biasa saja.
“aku…aku.. eh.. apa kabar mama..?”
suaraku terasa bagaikan sulit untuk aku keluarkan, andaikan tadi mama ketus mungkin aku bisa bicara dengan lancar.
“ada apa rio bicara saja kenapa harus ragu..?”
tanya mama lagi dengan santainya.
“aku hanya mau minta maaf ma..”
suaraku jadi ikut ikutan datar seperti mama. mungkin karena saking gugupnya.
“kenapa baru sekarang, setelah kamu permalukan mama di depan ibu angkatmu.. kamu tau bagaimana perasaan mama saat itu, hanya tuhan yang tau.. kamu anak mama tapi malah kamu yang membuat mama sedih dan kecewa, apa selama ini kamu sadari itu.. apa kamu sadar kalau kamu telah menyakiti mama dengan telak..?”
beruntun mama mencecarku. mama memang berhak melakukan itu, aku memang bersalah dan aku tak akan membalasnya lagi karena aku sudah sangat capek dengan semua ini.
“iya ma..”
“kamu diusir sama ibu angkat kamu atau kamu mengalami masalah yang sangat besar lagi seperti dulu..?”
“tidak satupun ma, aku tak apa apa..”
“lalu kenapa kamu menelpon mama kalau tak ada masalah, bukannya kamu lebih memilih jalan yang kamu sukai ketimbang mendengarkan mama, apalah artinya mama daripada keinginan kamu itu..”
mataku berkaca kaca mendengar kalimat mama barusan, mama memang masih kesal padaku.
“kalau kamu hanya mau minta maaf tak ada gunanya rio, kamu sudah dewasa jadi kamu sudah punya jalan sendiri.. mama tak akan melarang lagi..tapi sampai kapanpun mama tak akan terima, jadi silahkan turuti saja keinginanmu itu jangan pikirkan mama lagi lupakan mama dan anggap saja mama sudah mati..!”
tegas dan pasti kata kata mama seolah dia sudah menyiapkannya kalau aku menghubunginya.
“mama tak akan pernah mengerti, apa yang aku rasakan bukan atas keinginanku sendiri, memang aku akui semua ini salah tapi aku juga tak bisa dengan mudah mengenyahkanya, mama tak tau apa yang aku rasakan, karena mama memang tak mau mencoba mengerti..”
aku nyaris menangis rasanya.
“kalau kamu minta mama mengerti, mama tak akan bisa mengerti seperti juga kamu yang tak akan bisa mengerti mama. jadi percuma kamu memaksa mama mengerti kamu, kita tak akan bisa sejalan dalam hal ini..!”
mama mulai ketus. aku menghela nafas menahan rasa sabar karena aku tak mau lagi bertegang mulut itu semua hanya percuma saja.
“susah bicara sama mama, andai sedikit saja mama coba berpikir tentang aku, bukannya mudah aku menjalani semua ini..”
rasanya aku sudah putus asa, hubunganku dengan mama sulit sekali diperbaiki.
“kalau cuma untuk mengatakan itu kamu salah rio, mama sekarang sibuk dan tak punya banyak waktu membahas masalah yang membuat kepala mama sakit setiap kali memikirkannya..”
ada indikasi mama ingin segera mengakhiri pembicaraan.
“apakah mama masih menganggap aku anaknya mama..?”
“sampai kapanpun kamu anak mama tapi bukan berarti mama akan merestui semua keinginanmu, kalau memang kamu menganggap aku mama kenapa kamu tak bisa berbakti sebagai anak, bukannya kamu sudah memilih dia sebagai ibu kamu, ia yang bisa memahami kamu, jadi sudah cukup.. ibu macam apa itu yang tega membiarkan anaknya terjerumus dosa.. memikirkannya saja membuat mama jadi membenci emakmu itu..!”
mama sepertinya benar benar marah.
“jangan menyalahkan emak untuk masalahku ini, kasihan emak ma, ia sudah terlalu banyak pikiran karena aku..”
“perduli sekali kamu sama emakmu itu, tapi perasaan mama apa pernah kamu memikirkannya, setelah apa yang mama lakukan demi kamu begini balasanmu.. terhadap orang asing kamu bisa begitu lunaknya tapi terhadap ibu kandung yang melahirkanmu kamu mendurhakainya!”
“mama yang memaksaku bertindak begitu..!”
“ingat rio, kamu lahir dari rahim perempuan yang kamu tentang ini, mama menyusuimu dari kamu bayi bukan emak kamu itu, nyawa yang mama pertaruhkan demi kamu bisa ada di dunia ini, setiap tetes air susu yang mengalir dalam tubuhmu hingga jadi darah daging yang membuat kamu bisa sekuat sekarang adalah dari permpuan ini bukan emakmu itu! kalau kamu mendurhakai mama, satu doa yang mama panjatkan pada tuhan tak akan pernah sempurna kehidupanmu di dunia dan akhirat.. kalau emakmu itu mau bagaimanapun menyumpahimu tak akan pernah dikabulkan karena dia bukan yang melahirkan kamu, karena dia bukan ibumu.. camkan itu! emakmu boleh saja berdoa siang malam andai kau lawan tapi ia takkan bisa menggantikan kedudukan mama dimata tuhan..ia andaipun kamu bersalah padanya kamu tak bersimpuh dan mencium kakinya takkan ada pengaruhnya, tapi kalau kamu menyakiti mama, takkan ada surga bagimu tanpa kamu sujud dikaki mama. emak angkatmu telah berdosa membuat seorang anak menentang ibu kandungnya sendiri, sampai kapanpun mama tak akan lupa dengan apa yang telah ia lakukan pada mama.. teruslah kalian sekongkol begitu, mama lahir batin tak akan pernah ikhlas…pegang kata kata mama..nanti pada saatnya kamu akan merasakan balasannya terhadap apa yang kamu lakukan pada mama!”
jantungku berdebar keras meniti kata demi kata yang keluar dari mulut mama. kata kata yang tak sekalipun aku menduga akan keluar dari mulut mama kandungku ini, kata kata yang membuat aliran darah dalam urat uratku terasa berhenti mengaliri tubuh. pupus sudah harapanku untuk mendapatkan pengertian dari mama, yang ada malah aku jadi kembali galau.
“kalau mama berpikir begitu mama salah besar, tak pernah emak mengajari aku melakukan perbuatan yang tak baik, segala didikan yang emak berikan adalah semata karena emak ingin aku jadi orang yang berguna, namun segala yang aku alami dan rasakan ini diluar kuasa emak, jadi mama tak usah salahkan emak..seharusnya mama berterimakasih karena emak lah yang sudah merawatku disaat saat sulit mama…”
aku membela emak namun nampaknya mama memang sudah mencap buruk emak beserta ayuk ayukku hingga apapun penjelasanku tak akan bisa ia terima dengan mudah.
“saat mama menyerahkanmu sama emakmu adalah hal yang paling mama sesali seumur hidup mama, kamu masih punya kesempatan untuk merubahnya, kembali lah kerumah mama dan mulai lembaran baru. kita lupakan saja apa yang sudah terlanjur terjadi dulunya namun mama minta kamu ubah perilakumu yang membuat aib bagi mama, kamu itu adalah lelaki dan sudah kodratmu mencintai wanita, bukannya kamu melawan hukum alam dengan memilih lelaki juga sebagai orang yang kamu cintai..”
tersirat dalam ucapan mama kalau sebenarnya mama memang masih sangat berharap aku mau mengikutinya dan menjalani kehidupan yang ia anggap paling benar, aku merasa saat ini aku belum berani berjanji karena memang apa yang aku rasakan serta alami bukanlah aku buat buat.
“aku minta maaf ma, tidak semudah membalikan tangan bagiku mengikuti keinginan mama, aku menyesalinya tapi bukan berarti aku menentang mama, andai saja mama tau bagaimana sedihnya rasaku setiap ingat mama kandungku sendiri justeru tak bisa memahami keadaanku..”
“ya sudah, mama kan tak memaksamu juga.. mama katakan kamu bebas memilih, kamu sudah memilih.. lupakan saja mama.. saat ini ibumu adalah emakmu itu, ingat rio karena kamu sudah memilihnya, kamu jangan pernah menyesali keputusanmu itu.. mama angkat tangan dalam masalah ini, kamu yang tau apa kamu inginkan dalam hidupmu, jadi mama juga tak akan ikut campur, semoga kamu puas dengan pilihanmu..”
tanpa basa basi apapun lagi mama menutup telpon, aku terduduk diatas tempat tidur, rasanya kakiku jadi lemas. akhirnya keluar juga airmataku. aku tak mampu lagi menahannya. mama memang telah beku, aku yang jadi anak durhaka. galau pikiranku tak dapat aku enyahkan.
*************
hari ini senin kata rian beberapa hari yang lalu ia mau balik ke palembang hari ini, sejak pertemuan kami yang terakhir itu, rian tak pernah lagi muncul di rumahku. begitupun aku yang tak pernah berkunjung kerumah rian, bukannya aku tak mau tapi memang aku sedang banyak pikiran. tadi aku sudah mampir ke toko makanan khas bangka yang biasa menyediakan bermacam jenis penganan ringan, aku membeli oleh oleh untuk rian. semoga saja rian mau menerimanya.
memasuki pekarangan rumah rian aku memarkir mobil di depan teras rumahnya. nampak sepi sekali suasananya. aku turun dari mobil lalu berjalan ke teras dan mengetuk pintu.
tak menunggu terlalu lama pintu terbuka. mama rian menatapku agak lama seolah sedang mengingat sesuatu.
“temannya rian ya kalau tak salah..?”
mama rian tersenyum padaku, aku tahu senyuman itu adalah senyum yang terpaksa. matanya masih agak sembab dan bengkak. wajar saja mama rian pasti masih teringat suaminya yang baru meninggal.
“iya tante saya rio.. rian ada tan..?”
tanyaku seramah mungkin.
“astaga kamu rio yang dulu suka jualan kue itu kan..? kemana saja kamu selama ini kok tante jarang melihatnya..kamu begitu berubah..”
mama rian seolah tak percaya.
“aku tinggal di palembang sejak tamat smp tan, bagaiman rian tan, apa dia ada dirumah..?”
mama rian agak mengangkat alis.
“loh kamu belum tau kalau rian sudah balik ke palembang..?”
“nggak tan, kata rian ia mau balik ke palembang hari ini..!”
dadaku jadi berdebar.
“wah rian sudah berangkat sejak tadi subuh, ia naik kapal dari mentok..jadi jam setengah lima pagi ia sudah berangkat ke travel..”
mama rian menatapku prihatin. lututku langsung lemas. kenapa aku sampai tak terpikir kalau rian bakalan balik ke palembang naik kapal, padahal sekarang baru jam setengah sembilan pagi. menurut perkiraanku rian masih ada di rumah, aku tadi berniat mengantarnya ke bandara.
“jadi rian sudah balik ke palembang tan..”
suaraku jadi parau.
“ia nak rio, kalau begitu masuk dulu ke dalam kita ngobrol biar lebih santai..”
mama rian menawari. aku mengangguk lalu mengikutinya masuk ke dalam.
“silahkan duduk nak, maaf masih berantakan..”
mama rian agak malu. aku tak perduli rumahnya yang masih berantakan yang aku pikirkan saat ini hanyalah rian. padahal aku berharap sekali aku masih bisa bertemu dengan rian, ternyata ia sudah pulang tanpa pamit lagi padaku, apakah karena rian tak mau bertemu denganku, aku memang sudah membuatnya kecewa.
“jadi selama ini kamu di palembang, kalau begitu kamu kost bareng rian ya?”
tanya mama rian dengan penuh minat.
“nggak tan, aku tinggal sama keluargaku di palembang, tapi aku memang sering ketemu rian karena kami memang akrab..”
jelas saja kami akrab karena kami adalah sepasang kekasih.
“wah rian kok tak pernah cerita sama tante.. kamu tau kalau papanya rian meninggal kan..?”
wajah mama rian kembali murung. aku mengangguk.
“tau tan, aku juga sempat datang, mungkin tante terlalu sibuk waktu itu jadi tak ingat kalau aku ada kesini.. aku turut berduka tante..”
“terima kasih nak.. kamu sudah selesai kuliahnya..?”
tanya mama rian. aku menggeleng.
“belum tante, aku mau kuliah di bangka saja..”
“loh kenapa..?”
mama rian keheranan.
“nggak tan, aku ada sedikit masalah di palembang jadi aku memutuskam balik lagi ke bangka.”
“jadi begitu, rian juga tak lama lagi akan selesai kuliah.. mungkin pertengahan tahun depan sudah skripsi..”
“iya tan, aku dan rian dulunya satu kampus.”
“sayang sekali kamu berhenti..”
mana mungkin aku cerita kalau salah satu penyebab aku memilih berhenti karena rian juga. aku memandang ke sekeliling ruangan. mengitari dinding rumahnya yang bercat putih dan agak kusam. beberapa foto rian dan kakaknya menghiasi dinding. foto rian masih kecil bahkan maih bayi juga ada. entah mengapa aku jadi sedih melihatnya.
mama rian menoleh ke dinding dimana mataku yang sedang terpaku menatap foto rian.
“itu dulu waktu kami masih di pekanbaru, kakaknya tommy masih smp dan rian baru kelas 6 sd..”
mama rian menerawang.
“sekarang kakaknya rian tinggal dimana tan..?”
“dia masih di jakarta..kerja, tapi katanya mau balik lagi ke bangka karena ia akan dipindahkan ke bangka.. kemarin ada kok pulang waktu meninggal papanya, tapi ia tak bisa lama karena banyak kerjaan, tiga hari cuma dia disini..”
“oh begitu..”
aku mengangguk kecil.
“oh ya tante nyaris lupa, kamu biasa minum kopi..?”
“nggak usah repot repot tan, aku juga tak bisa lama lama…masih ada yang harus aku kerjakan..”
“kok buru buru amat, nggak apa apa kok, tante juga sepi dirumah tak ada teman ngobrol..”
mama rian mencoba menahanku.
“nanti kapan kapan aku kesini lagi tan, oh ya tadi aku bermaksud memberikan rian oleh oleh tapi karena dia sudah berangkat mau dibawa pulang lagi juga tanggung..”
aku mengulurkan kotak berisi makanan yang tadi aku beli.
“apa ini nak..?”
mama rian agak kaget.
“macam macam makanan tante…”
“nggak usah nak..”
mama rian agak sungkan.
“ambil aja tan, lagian aku sudah beli juga untuk dirumah..!”
kataku agak memaksa. akhirnya mama rian menerima juga.
“wah merepotkan begini jadinya..terimakasih banyak ya nak, semoga murah rejeki..”
aku tersenyum.
“aku pamit tante..assalamualaikum..”
waalaikum salam…”
mama rian mengantarku hingga ke depan teras.
***********
“kenapa sih harus aku yang selalu sms atau telpon kakak duluan, cobalah sedikit saja kakak mau memahami aku..!”
sungut tiara sambil memainkan sendok ke dalam mangkuk bakso seolah olah ingin menghancurkan bola bola daging yang tak tahu apa apa mengenai masalah kami. aku tak menjawab, sebenarnya saat tiara mengajak aku jalan jalan aku sedang tidak mood sama sekali namun tiara terlalu memaksa, pikiranku masih mengembara kemana mana sejak pulang dari rumah rian.
“kan aku sudah bilang kamu harus sabar..!”
tiara mendengus seolah terlalu banyak menghirup udara dalam paru parunya.
“sabar ya sabar kak, tapi pikir dong perasaanku bagaimana, kakak tak ada sedikitpun usaha untuk membangkitkan rasa suka padaku, kalau kakak tak ada niat untuk menyukaiku sampai kapan bisa menyukaiku..!”
“kamu tau kalau aku sedang banyak pikiran saat ini…l aku bahkan tak sempat memikirkan diriku sendiri..”
“lalu siapa yang kamu pikirkan itu kak. aku jadi bingung sama kakak, apa sih yang kakak mau, bagaimana aku bisa masuk dalam hati kakak kalau kakak tak kasih kesempatan padaku, kakak tak membukanya bagaimana aku bisa mengintip ke dalamnya…?”
“aku sudah bilang bersabar, toh usul pacaran ini kan datangnya dari kamu, kalau kamu memang merasa tak nyaman ya sudahi saja sandiwara kita…!”
aku jadi tak sabar. tiara menatapku seolah belum pernah menatap apapun sebelumnya.
“itu lah sulitnya kak, kalau kakak menganggap kakak ada di atas angin..coba kakak bayangkan kalau kakak yang jadi aku, apa kakak bisa melakukan seperti yang aku lakukan saat mencintai seseorang yang sulit untuk mencintai kakak, aku sudah berusaha, tiap kali aku sms jarang di balas..aku telpon terhitung dengan jari kakak mau mengangkatnya, kalau ada yang kurang dari usahaku tolong katakan apa yang harus aku lakukan agar aku bisa memahami kakak..”
kegusaran diwajah tiara makin nyata. aku mengangkat bahu. bingung sekali rasanya, tiara memang tak bisa ditebak, dulu ia bilang akan bersabar tapi sekarang nyatanya belum apa apa ia sudah menuntutku, apa ia pikir cinta itu bisa di paksakan.
“iya sabarlah tiara lagipula kan semuanya baru di mulai memangnya apa yang kamu harapkan dari hubungan yang baru beberapa hari..?”
“kak aku itu serius mau sama kakak, masa sih kakak tak menimbang rasa sama sekali, aku ini perempuan kak, sebenarnya tak wajar aku yang menyampaikan isi hatiku terlebih dahulu, aku menebalkan muka serta menahan rasa malu.. aku ada itikad yang baik, aku menyayangi kakak, sangat menyayangimu kak.. aku ingin sekali kakak bisa sedikit saja mengerti, aku mau bersabar menunggu kakak asalkan kakak juga menunjukan usaha kakak untuk menyayangiku..”
tiara masih saja memainkan sendok. nampaknya ia tak lapar sama sekali padahal bakso yang ada di mangkukku sudah tandas tinggal kuah kehitaman akibat kecap yang aku tuang bolong pada tutupnya udah kayak dibolongi orang yang dendam sama kecap itu.
“kakak bingung kalau di paksa begini, biarkan semuanya berjalan normal tanpa ada paksaan, hal seperti ini hanya waktu yang bisa menjawabnya tiara.. jadi mengertilah..mungkin saatnya yang belum tepat, kamu hadir saat kakak sedang banyak pikiran, jadi kakak minta kamu maklum saja..tapi kalau memang kamu tak bisa menunggu ya kakak tak bisa melakukan apa apa..inilah adanya kakak..”
“iya aku akan sabar kak, karena memang aku sayang kakak, aku juga bingung kenapa aku harus memiliki perasaan seperti ini kak..”
tiara agak melunak.
“tuh bakso kamu kasian udah pusing kayaknya, kamu puter puter terus pake sendok..”
“aku sudah kehilangan selera…”
“kalau begitu buat kakak saja..sayang kan kalau tak dimakan..”
“huh!”
akhirnya aku yang menghabiskan bakso tiara. setelah selesai makan bakso aku mengajaknya ke lapangan merdeka. aku mengajaknya duduk di taman sari. meskipun kurang terawat, namun pohon yang besar dan rindang karena sudah tua, tumbuh di taman yang nyaris mitip hutan lindung ini terasa teduh. kami duduk di bangku yang terbuat dari semen. mungkin orang yang melihat kami mengira kami berdua adalah sepasang kekasih yang sedang kasmaran karena tiara duduk dekat sekali denganku seolah ada maghnet berbeda kutub diantara kami berdua. sebetulnya aku kasihan juga sama tiara. namun aku memang belum bisa mencintainya lebih dari seorang adik, aku juga sangat ingin bisa menyukai tiara, memang kalau orang yang melihatnya, tiara cukup memadai untuk dijadikan pacar, ia cantik dan pintar, pandai berdandan serta bergaul, bisa memasak juga. tapi rasa cinta datangnya dari hati. kalau tak ada getaran itu mau bagaimana lagi.
setelah beberapa lama aku mengajak tiara pulang, hari sudah hampir maghrib
malam ini aku bingung mau kemana, dari tadi aku telpon erwan tapi tak diangkatnya. jadi sukses lah aku hanya dirumah, kadang aku duduk didapur melihat emak yang sedang membuat kue, kalau sudah bosan aku duduk diruang tamu, lalu ke kamar, perasaanku sedikit resah tanpa aku tahu apa sebabnya. pingin keluar tapi tak ada tujuan. aku mendesah berkali kali, kipas angin tak mampu menghalau rasa gerah dalam kamarku. keringat mengalir di pelipis seolah aku baru saja melakukan olahraga yang berat.
aku main games di hape namun baru saja lima menit hapeku ada panggilan masuk dari nomor yang tak aku kenal. dengan agak bertanya tanya aku angkat.
“assalamualaikum rio ini tante, mamanya erwan..”
suara lembut dari dalam hape menyapaku. aku langsung beringsut duduk.
“waalaikum salam tante..ada apa..?”
tanyaku sedikit agak heran ternyata mama nya erwan ada menyimpan nomorku, apa erwan yang memberikan nomorku pada mamanya.
“tante mau nanya, apa erwan sama kamu sekarang yo..?”
“nggak tante, hari ini aku tak ada bertemu erwan memangnya dari jam berapa ia keluar..?”
tanyaku agak heran.
“sudah dari tadi pagi, dia tak bilang mau kemana. hp nya ia tinggal di kamar jadi tante tak bisa menghubunginya, sekarang ada orangtua anna dirumah tante makanya tante agak kebingungan, mereka mau membahas kelanjutan hubungan erwan sama anna, tapi kalau erwannya tak ada bagaimana kami bisa membahasnya..”
aku mengernyit, orangtua anna dirumah erwan mau membahas masalah hubungan anak mereka, tapi kok erwan tak pernah cerita padaku, atau memang erwan juga belum tau.
“wah aku juga kurang tau ya tante..dari tadi aku telpon dia tak diangkat rupanya dia pergi tak bawa hp..”
“kalau kamu ada ketemu dia tolong kamu suruh pulang ya, atau kamu tau nggak sama teman temannya, kamu tolong tante telpon mereka, tanya erwan ada atau nggak..”
harap mama erwan.
“iya tante aku usahakan..”
“terimakasih rio, sudah dulu ya….., tante masih mau menjamu orangtuanya anna.”
“iya tante.. assalamualaikum.”
“waalaikumsalam..”
aku berdiri lalu mencoba menghubungi teman erwan yang aku kenal dan punya nomornya. namun tak ada satupun yang melihat atau bertemu erwan. tak biasanya anak itu susah di hubungi, selama aku berteman dengan erwan baru kali ini lah aku tak bisa menghubunginya.
akhirnya aku berinisiatif sendiri mencari erwan. sudah hampir jam setengah sembilan jadi aku harus bergegas. aku mengitari tempat tempat yang sekiranya memungkinkan dan berpeluang erwan ada namun nihil, akhirnya aku pulang kerumah karena kecapekan.
sampai dirumah aku kembali menelpon erwan barangkali saja ia sudah pulang namun yang mengangkatnya ternyata mamanya erwan.
“erwan belum pulang rio.. tante bingung entah kemana anak satu itu, masa sih dari pagi nggak pulang pulang, tidak biasanya dia begini.. entah kenapa perasaan tante rasanya tak enak banget..”
suara mama erwan terdengar kuatir.
“tante jangan berpikiran yang tidak tidak, barangkali saja erwan keluar kota terus mobilnya mogok atau apalah hingga ia tak bisa pulang cepat..tadi aku sudah mencarinya kerumah teman temannya tapi tak ada..”
aku mencoba menghibur mama erwan padahal dari tadi pun aku merasa perasaan yang tak enak. aku agak gelisah.
“tapi ia kan bisa telpon kerumah, masa tak ada memberi kabar, dia kan bisa pake dulu hp temannya..”
“mungkin ia tak terpikir karena terlalu sibuk tante..”
“ya sudah terimakasih ya rio..maaf tante sudah merepotkan kamu..”
“nggak repot kok tante..”
terdengar nada putus, aku meletakkan hp diatas bantal lalu ke dapur dan minum.
*********
ini hari kedua tak ada kabar dari erwan, annna dan tiara kerumahku, mereka menanyakan tentang erwan. aku yang memang tak tau erwan kemana tak bisa membantu mereka. kata anna mama erwan sangat panik. ia sampai menyuruh papa erwan pulang dari singapura. keadaan ini sangat tak wajar. mereka takut terjadi apa apa sama erwan. akhirnya anna dan tiara mengajakku kerumah erwan.
mama erwan yang paling panik hingga kakak kakak erwan yang sudah menikah pun berkumpul untuk menenangkan mamanya. entah kenapa erwan sampai tak ada jejak sama sekali. tius kakak lelaki erwan yang tertua mengusulkan untuk melapor pada polisi namun netty kakak perempuan erwan melarang hanya dia yang masih berpikiran tenang.
“mungkin erwan merajuk ya ma, apa mama marah sama dia..?”
tanya kak netty pada mamanya.
“kamu tau sendiri netty, sejak kecil mana pernah mama marah sama dia, lagipula erwan tak pernah membuat mama harus marah, ia paling menurut sama mama, perasaan mama gelisah sekali entah kenapa sudah beberapa hari ini sebelum erwan hilang firasat mama agak lain..”
mama erwan hampir menangis.
“mama ini bikin aku ikut kuatir saja, erwan kan sudah dewasa ma, pasti bisa jaga diri..”
“dewasa apanya baru 22 tahun begitu. pokoknya mama tak mau tau kalian harus cari adik kalian itu..!”
“iya ma sekarang juga kami sedang berusaha, aku sudah suruh adik iparku mencarinya.. mama tenang dulu…jangan berpikir yang tidak tidak..”
aku hanya diam mendengar percakapan mereka. hatiku jadi semakin tak tenang. sore harinya saat kami masih menunggu kabar dari erwan. ada orang yang datang, ia mengabarkan kalau erwan sekarang sedang dirawat dirumah sakit ia membawa dompet erwan. mama erwan meraung sejadi jadinya.
menurut keterangan orang itu ada beberapa luka sayatan dan tusukan ditubuh erwan dan saat ditemukan kondisi erwan sangat mengenaskan.
tanpa membuang waktu lagi kami segera kerumah sakit yang di maksud, aku bersama anna dan tiara sedangkan keluarga erwan dengan mobil mereka masing masing.
saat dirumah sakit ternyata erwan masih ditangani di unit gawat darurat, menurut keterangan orang yang menemukan erwan, kondisinya sedang pingsan, erwan ditemukan di daerah hutan perbatasan daerah desa tuatunu dan air duren. aku bergidik membayangkannya, tempat itu kan sangat sepi dan merupakan hutan lebat. kenapa erwan bisa berada di sana. apa keperluan erwan main kesana apakah erwan dari desa itu. semua akan terungkap kalau erwan sudah sadar.
mama erwan menangis tak berhenti memikirkan erwan. karena keluarga erwan sudah datang jadi tindakan lebih lanjut untuk penanganan erwan bisa dilakukan dengan cepat. erwan harus di operasi tapi kata dokter operasi ringan untuk menutupi luka tusukan pada pinggang dan perutnya.
sementara menunggu aku hanya bisa berdoa, semoga erwan bisa melewati masa masa kritisnya itu. aku jadi penasaran siapa yang telah menyakiti erwan sedangkan barang barangnya masih utuh tak ada indikasi kalau ia di rampok. entah siapa yang melapor ada beberapa orang polisi datang mereka minta keterangan dari warga yang menemukan erwan. keluarga erwan pun tak luput diinterogasi.
siapa yang menginginkan erwan mati, apakah ada yang dendam padanya karena setauku erwan orang yang baik, mana mungkin dia punya musuh. keluarganya jug acukup terpandang dan terkenal dermawan. jadi apa motivasi orang yang menyakiti erwan itu.
mama erwan tak habis pikir dengan kejadian ini. hingga malam aku masih dirumah sakit menunggu erwan, aku ingin ia sadar. biarlah erwan yang nantinya akan bercerita agar masalah sebenarnya bisa terkuak.
aku menghampiri mama erwan yang sedang duduk dengan gelisah disamping kakak kakak erwan.
“semoga erwan segera sadar ya tan..”
mama erwan mengangguk pelan dan berusaha tersenyum.
“mengapa ini bisa terjadi rio..ini rupanya kenapa tante gelisah beberapa hari ini, untung saja ada yang menemukannya dengan cepat, kalau tidak tante tak bisa bayangkan apa yang terjadi pada erwan..siapa yang tega melakukan hal ini padanya..”
“kita berdoa saja tante semoga semua akan terkuak, kita serahkan pada polisi menyelidikinya.”
“tega benar orang itu padahal anakku tak pernah menyakiti orang lain, mengusik binatang saja erwan tak bakalan mau apalagi menyakiti orang, tante sangat kenal bagaimana anak tante.”
mama erwan mendesah prihatin. aku mengangguk menyetujui kata kata mama erwan memang erwan orang yang baik ia jarang bicara sembarangan. bahkan ia cenderung penolong, aku tahu bagaimana erwan.
“semoga pelakuunya dapat di temukan nantinya biar ia dapat balasan yang setimpal atas perbuatannya itu.”
kataku berapi api.
***********
sekitar jam sembilan malam erwan dipindahkan diruang perawatan. mama erwan mau anaknya dapat penanganan yang terbaik. paska operasi erwan masih tertidur karena pengaruh dari obat dan suntikan. jadi kami secara bergiliran diijinkan melihatnya. aku sangat terenyuh menatap erwan yang terbaring memejamkan matanya. wajahnya nampak pucat namun tak mengurangi ketampanannya. sesekali bibirnya bergerak lemah seolah dia sedang mengigau. aku tak bisa berlama lama melihatnya karena erwan masih harus di kontrol.
karena hari sudah hampir larut aku pamit pada mama erwan. anna dan tiara sudah pulang setelah tadi melihat erwan. aku menyetir dengan pelan sambil berpikir tentang kemungkinan siapa yang telah mencelakai erwan. kepalaku pusing karena aku memang tak ada bayangan pasti siapa yang melakukannya. saat ini yang paling mungkin adalah rian tapi kejadian yang menimpa erwan terjadi setelah rian pergi. kalau memang ia membayar orang dari mana ia dapatkan uangnya. bukan murah bayar preman untuk menghilangkan nyawa seseorang. aku tak bisa bayangkan kalau memang rian yang melakukannya tapi aku hanya berdoa semoga saja dugaanku salah.
************
usai sholat subuh aku tak kembali tidur. suasana di dapur sudah mulai ramai… seperti biasa emak dan yuk yanti beres beres. suara dentingan piring di sumur terdengar hingga ke kamarku. pasti yuk yanti yang sedang mencuci piring. aku pergi ke dapur. emak sedang menjerang air minum.
“tidak tidur lagi nak..?”
tanya mama saat melihatku. emak meletakan serbet diatas tungku.
“nggak ngantuk lagi mak..”
“itu kalau mau sarapan ada di bawah tudung saji, emak kemarin bikin kue nagasari dan klepon..tapi air belum mateng buat bikin kopi..”
“iya mak..nunggu kopi aja lah..”
aku duduk di kursi makan sementara emak masih berjongkok sambil menarik sumbu kompor yang sudah agak pendek.
“bagaimana kabarnya erwan nak apa ada kemajuan..?”
tanya emak tanpa menghentikan kegiatannya.
“nanti agak siang aku mau kerumah sakit mak.. aku kuatir sekali sama erwan. semoga saja dia cepat baikan…”
“kasihan dia..padahal emak senang sama anak itu, ia sangat sopan sama orangtua..emak juga ikut berdoa semoga dia tak apa apa..”
“itu lah yang aku tak habis fikir sampai sekarang mak, padahal setahuku erwan tak pernah cari musuh, siapapun yang telah menyakitinya pastilah orang yang mengenalnya, kalau tidak mana mungkin tak ada satupun barangnya yang hilang bahkan mobilnya pun masih adatanpa caacat apapun juga.. motif penyerangan terhadap erwan pasti bukan karena perampokan tapi aku menduga karena iri atau dendam..”
“jaman sekarang nak, rambut boleh sama hitam dan tulang sama putih tapi kedalaman hati orang tak ada yang tau, tak perlu harus membuat kesaalahan atau menyakiti orang dulu untuk mendapatkan musuh, makanya orangtua sering kuatir kalau anaknya tak dirumah..naluri seorang ibu biasanya tajam nak.. makanya kalau oranagtua bilang hati hati maka berhati hatilah karena tak ada orangtua yang mau anaknya kenapa napa..”
kata emak sambil menasehatiku.
“iya mak..”
aku menganggukan kepala karena apa yang emak bilang benar. aku melihat diatas kompor, panci berisi air sudah mengepul pertanda sudah mendidih, tutup panci bergoyang goyang terdorong air yang menggelegak bersama uap panas. aku berdiri mengambil serbet lalu mengangkat air dan memindahkannya pada alas besi yang ada di tungku.
“biar emak bisa bikin kopi buat kamu, ini kompor sudah selesai emak tarik sumbunya..”
aku mengangguk. kopi buatan emak memang lebih nikmat, entah baagaimana takarannya tapi aku merasa kalau kopi aku yang buat tak senikmat buatan emak.
aku berjongkok mengangkat kompor keatas tungku.
“sudahlah nak nanti malah tanganmu kotor..”
emak mencoba melarang namun aku hanya tersenyum. emak seperti baru tau saja denganku, padahal dari dulu aku sering membantu emak mengganti sumbu kompor, jadi minyak serta jelaga sudah tak asing bagiku.
aku makan kue sambil minum kopi buatan emak, rasanya sangat nikmat sekali. hal yang seperti ini salahsatunya yang membuat aku selalu kangen untuk pulang lagi ke bangka.
hari semakin terang aku berangkat dari kursi meninggalkan emak yang sedang menyiapkan makan pagi.
***********
“erwan sudah sadar rio.. tapi katanya dia tak ingat siapa yang telah menyerangnya..”
mama erwan menyambutku. wajahnya sudah agak cerah. aku tersenyum senang, sukurlah erwan sudah sadar.
“alhamdulillah.. boleh aku melihat erwan sekarang tante..?”
tanyaku tak sabar ingin berjumpa erwan dan memastikan keadaannya memang baik baik saja.
“silahkan nak, dia dari tadi memang selalu nanyain kamu terus..”
beritahu mama erwan. aku membungkuk sedikit lalu bergegas ke kamar erwan di rawat. aku membuka pitu perlahan agar erwan tak kaget. aku mengintip ke dalam tampak erwan sedang berbaring menatap langit langit kamar.
“apa kabar wan..”
sapaku sambil masuk ke dalam. erwan menoleh dengan cepat dan tersenyum senang melihatku. aku menarik kursi lebih dekat`ke tempat tidur.
“bagaimana keadaanmu wan masih sakit nggak..?”
aku menyentuh lengan erwan yang terpasang selang infus.
“sukurlah aku tak apa apa rio.. semua sudah bisa aku lalui..”
erwan agak menyeringai.
“kamu ditemukan dekat kebun orang yang sudah tak terawat, memangnya kamu ngapain kesana wan..?”
aku memperhatikan wajah erwan dengan seksama. mendengar pertanyaanku erwan diam saja, namun wajahnya jadi agak murung.
“rio…”
erwan balas menatapku dengan pandangan yang sedikit aneh.
“ada apa wan, mamamu bilang kalau kamu lupa siapa yang menyerangmu. benarkah kalu lupa..minimal kan kamu masih ingat dengan ciri ciri orangnya wan, kamu tak amnesia kan wan..”
erwan menggeleng.
“aku berbohong sama mama, aku tak mau kamu ikut terseret pada masalah ini rio.. tolong kamu jaga rahasia ini..”
“jadi kamu ingat siapa yang telah menyerang kamu kan..?”
tanyaku hati hati. erwan mengangguk pelan.
“soapa wan..?”
tanyaku berdebar.
“kamu sangat mengenalnya rio..”
aku langsung mengusap wajahku dengan kedua telapak tangan. ternyata dugaanku tak meleset.
“rian.. kenapa kamu selalu begitu..kamu memang psikopat..”
aku mendesis. aku menatap erwan dengan iba, jadi karena masalahku dengan rian akhirnya erwan yang jadi korbannya. aku merasa begitu bersalah pada erwan tak seharusnya ia yang mengalami kejadian yang mengerikan seperti ini.
“tenang saja rio.. nanti kita akan cari cara agar rian tak berani lagi mengulangi perbuatannya.. mungkin ia kira mudah membunuhku, aku yakin saat ini ia sedang tak tenang..”
“kapan kejadiannya wan, aku kerumah rian senin pagi kata mamanya ia sudah dari jam setengah lima subuh ke travel menuju mentok..kata mamanya rian naik kapal dari mentok ke palembang…”
tanyaku penasaran.
“minggu malam ia telpon aku katanya ia minta tolong padaku untuk diantar kerumah saudaranya yang ada di desa, sebagai teman mana mungkin aku menolaknya lagian aku juga sangat senang rian mau telpon aku artinya ia tak marah padaku, sempat aku menyangka kalau rian sekarang sudah bisa menerima kamu putuskan.. tapi dugaanku salah..”
erwan berhenti karena memperbaiki posisinya berbaring, aku berdiri membantunya menambah bantal di kepalanya agar lebih tinggi, berbaring terus seperti ini pasti lah membuat erwan jadi pegal. setelah mendapat posisi yang lebih nyaman erwan kembali bicara.
“sebenarnya aku heran juga kenapa rian minta jemput di depan supermarket puncak, jam lima pagi pula. aku lupa bawa hp itu masalahnya hingga aku tak bisa menghubungi siapapun, rian bilang kalau ia berangkat ke palembang jam sepuluh jadi harus pagi kerumah saudaranya untuk mengejar waktu, padahal waktu itu rian membawa ransel besar aku tak terfikir kalau rian sudah pamit sama mamanya untuk kembali ke palembang, aku kira ia membawa ransel untuk diantar kerumah saudaranya itu..”
erwan memutus kata katanya karena ada kakak perempuannya masuk. aku menoleh ke pintu dan tersenyum pada kak netty. selama beberapa menit erwan di sibukkan dengan pertanyaan pertanyaan dari kakaknya itu. untung saja kak netty tak bisa lama lama karena ia tak bisa meninggalkan anaknya yang masih kecil dirumah. setelah kak netty pergi erwqan meneruskan ceritanya.
“aku kaget sekali saat di tengah hutan rian mengeluarkan pisau dan mengancamku. aku tak berani melawan karena rian sangat nekat, ia menyuruh aku berhenti lalu menggiringku masuk ke dalam hutan.. sebenarnya aku sudah mencoba melawan tapi rian bawa senjata, tanganku tersayat beberapa kali karena menepis pisau yang mau ia hujamkan ke badanku.. saat itu aku sangat panik, aku menyesali kebodohanku kenapa tak waspada. padahal kamu sudah nyaris di celakai rian..aku tak menyangka ia mengulanginya lagi padaku..”
jantungku berdebar menyimak setiap kalimat yang keluar dari bibir erwan, kepalaku jadi sakit. darahku terasa naik ke kepala. aku takkan bisa lagi memaafkan rian. segala perbuatannya tak bisa di tolerir.
“kita harus laporkan masalah ini ke polisi wan, tak bisa tidak..!”
kataku dengan berapi api. namun erwan menggeleng wajahnya sangat serius.
“aku tak mau persidangan nanti dipenuhi intrik hubunganmu rio, apa kamu terpikir kalau rian orangnya nekat, kamu belum siap kan kalau seluruh dunia tahu kita gay, apa jadinya kalau keluarga kita tahu masalah ini terjadi karena rebutan kekasih…apa kamu siap menanggung malu..?”
erwan melontarkan pertanyaan yang aku tahu kalau jawabannya adalah tidak!
“tapi kalau terus di biarkan malah akan berbahaya bagi kita.. jangan sampai hal ini terulang lagi, hanya keajaiban saja kamu masih hidup.. jadi kemana rian sekarang..?”
tanyaku pada erwan namun ia menggeleng.
“aku rasa ia sudah kembali ke palembang, aku yakin sekarang ia sedang gelisah, kalau ia tenang tenang saja pastinya ia sudah gila..”
“apa menurutmu rian gila..?”
aku berbisik.
“entahlah, aku rasa dia cemburu saja kok, tapi rian orang yang nekat.. aku juga bingung.”
erwan meraih tanganku. lalu membelainya dengan lembut.
“aku tak keberatan mati demi kamu rio..”
erwan menatapku dalam. matanya yang agak sembab membuat aku tak kuasa hingga tertunduk.
“aku tak berharga untuk kau cintai wan, aku bukan orang yang baik..”
“bagiku kamu tak pernah berubah, aku tak peruli masa lalumu dengan rian dan om kamu itu, aku hanya ingin kamu mengerti kalau aku menyukaimu apa adanya..”
erwan mengangkat tanganku lalu menempelkan ke pipinya.
“erwan, kamu dalam bahaya kalau jadi pacarku..”
“aku sudah katakan aku rela demi kamu..”
jantungku berdebar semakin kencang, rasanya sulit sekali menahan rasa yang bergolak dalam dadaku. aku memang menyayangi erwan dan hampir kehilangan dia. selama ini erwan yang selalu baik padaku. kalau aku masih bimbang menerimanya mungkin aku akan lebih menyakiti kami berdua.
“bagaimana rio..apakah kamu mau jadikan aku sebagai pengganti rian..?”
tanya erwan dengan kalut. aku membisu.. namun otakku sedang berpikir.
“erwan apakah kamu yakin dengan keinginan kamu, lalu bagaimana dengan anna..bukannya kalian akan bertunangan..?”
tanyaku galau.
“aku hanya mencintaimu rio..aku baru menyadarinya kalau aku memang benar benar mencintaimu, aku tak pernah merasakan keinginan yang begitu kuat, perasaan yang sangat mendamba sebelumnya, hatiku hanya ingin bersamamu..saat bersama anna aku tak merasa sebahagia kalau aku bersamamu..”
erwan makin mempererat genggaman tangannya padaku. aku tertunduk.
“erwan aku bingung..”
“tak perlu bingung rio.. kamu hanya katakan sayang atau tidak padaku, jujur saja katakan apa kamu cinta aku agar aku tak penasaran lagi.. aku ingin tahu bagaimana perasaanmu padaku, aku memang tak setampan rian tapi aku juga tak terlalu jelek kan…?”
tanya erwan sambil bercanda.
“siapa bilang kamu jelek biar aku yang menampar mulutnya…!
candaku garing, aku merasa darahku surut dari mukaku. aku sangat bingung, aku tak mungkin berdusta pada erwan karena aku memang menyayanginya. kondisi erwan juga lagi lemah, aku takut kalau aku membuatnya kecewa ia akan makin parah.
“aku sayang kamu wan, aku sangat sayang sama kamu..”
mata erwan berbinar mendengarnya.
“aku sudah yakin kalau kamu sayang padaku rio.. kamu adalah sahabatku dari dulu, kamu sangat mengerti aku dan begitu juga sebaliknya.. jadilah kekasihku aku janji akan ganti dengan kebahagiaan…”
aku sentuh pipi erwan dan kutelusuri pipinya yang ditumbuhi jambang halus. akhirnya aku mengangguk. senyum erwan langsung merekah.
“terimakasih rio, akan aku tepati janjiku.. terimakasih telah jadi milikku.. aku sayang kamu rio..”
erwan berbisik lalu mengangkat tanganku dan menciumnya, aku menunduk lalu mencium bibir erwan lembut.
matahari menerobos masuk lewat jendela. menerpa kami berdua hingga terasa hangat. memberikan harapan baru hari ke depan yang penuh harapan bagi kami berdua menjalani hubungan yang baru. aku yakin dengan erwan segalanya akan lebih indah, aku tak mau lagi berpikir yang terlalu berat, setiap manusia punya masalah. apapun akan aku hadapi, bersama seseorang yang aku sayangi dan menyayangiku. aku yakin aku akan lebih kuat.
.
.
.
.
Read More..